Anda di halaman 1dari 40

LAPORAN FIELD LAB SEMESTER VII

TOPIK ILMU KEDOKTERAN KELUARGA DAN KOMUNITAS

PREEKLAMSIA

PUSKESMAS SUMPIUH I

Disusun oleh :
Nama : Riana Mahwati
NIM : 1613010022
Preseptor Fakultas : dr. Mustika Ratnaningsih P, M.M
Preseptor Lapangan : dr. Dri Kusrini

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER


PROGRAM SARJANA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2020

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Field Lab ini di buat oleh :

Nama : Riana Mahwati

NIM :1613010022

Perseptor Puskesmas : dr. Dri Kusrini

Perseptor FK-UMP : dr. Mustika Ratnaningsih P, M.M

Perguruan Tinggi : Universitas Muhammadiyah Purwokerto.

Telah diperiksa dan disetujui oleh Perseptor dan pihak berwenang.

Mengetahui

Perseptor Puskesmas Sumpiuh 1 Perseptor Fakultas

(dr. Dri Kusrini) (dr. Mustika Ratnaningsih P, M.M)


NIP. 19720112 200212 2 004 NIP. 2160477

2
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN 2
DAFTAR ISI.................................................................................................. 3
BAB I ............................................................................................................ 4
ILUSTRASI KASUS..................................................................................... 4
Identitas Pasien.............................................................................................. 4
Subjektif (Anamnesis) .................................................................................. 5
Objektif (Pemeriksaan Fisik) ........................................................................ 5
Penilaian Keluarga ........................................................................................ 7
Diagnosis Holistik ......................................................................................... 8
Assesment ......................................................................................................10
Plan ................................................................................................................10
BAB II............................................................................................................ 12
DASAR TEORI.............................................................................................. 12
Definisi .......................................................................................................... 12
Epidemiologi ................................................................................................. 12
Faktor Risiko ................................................................................................. 12
Patogenesis dan Patofisiologi ........................................................................ 13
Manifestasi Klinis .......................................................................................... 14
Penegakkan Diagnosis .................................................................................. 20
Klasifikasi ...................................................................................................... 21
Tatalaksana .................................................................................................... 23
Komplikasi ..................................................................................................... 30
Prognosis ........................................................................................................ 30
BAB III .......................................................................................................... 33
PEMBAHASAN ………………………………………………...…………. 33
BAB IV .......................................................................................................... 36
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 36
Kesimpulan .................................................................................................... 36
Saran .............................................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 38
LAMPIRAN .................................................................................................. 40

3
BAB I
ILUSTRASI KASUS
A. Identitas Pasien
1. Nama : Ny.M
2. Usia : 43 tahun
3. Jenis Kelamin : Perempuan
4. Alamat : Desa Kuntili RT 05/RW 01 Kecamatan Sumpiuh
Kabupaten Banyumas
5. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
6. Status Pernikahan : menikaM
7. Pendidikan : SMP
8. Agama : Islam
9. Asuransi Kesehatan : KIS

B. Subjektif (Anamnesis)
1. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
a. Keluhan utama : Pusing
b. Onset dan kronilogis : Pusing yang dirasakan sejak 3 hari yang
lalu. Pasien mengelukan sering merasa pusing sejak usia kehamilan 5
bulan. Pusing yang dirasakan hilang timbul dan kadang menimbulkan
sesak nafas.
c. Kualitas : Mengganggu aktifitas
d. Kuantitas :5
e. Faktor memperberat : Setelah beraktivitas
f. Faktor memperingan : Istirahat dan minum obat
g. Keluhan tambahan : Greges (+),
2. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
a. Riwayat sakit serupa : Ada
b. Riwayat rawat inap : Ada
c. Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak ada
d. Riwayat Hipertensi : Tidak ada
e. Riwayat Alergi Obat/makanan :-

4
3. Riwayat Penyakit Keluarga (RPK)
a. Riwayat sakit serupa : Tidak ada
b. Riwayat Diabetes Mellitus : Tidak ada
c. Riwayat Hipertensi : Tidak ada
d. Riwayat Hiperkolesterolemia : Ada
4. Riwayat Kebiasan
a. Riwayat Merokok : Tidak pernah
b. Riwayat Minum Alkohol : Tidak pernah
c. Riwayat Olahraga : Pernah
5. Riwayat Sosial Ekonomi (RSE)
Pasien merupakan seorang ibu rumah tangga yang mempunyai 2 anak,
pertama seorang anak perempuan berusia 21 tahun dan anak kedua laki-
laki 14 tahun. Pasien tinggal dirumah sendiri yang baru ditinggali sejak 2
bulan yang lalu. Pasien bukan termasuk kepersertaan BPJS.
6. Obsetri
a. Riwayat kehamilan : GIIIPIIA0
b. HPHT : 15 Mei 2019
c. Usia Kehamilan : 34 minggu
d. HPL : 22 Februari 2020
e. Menarch : 14 Tahun
f. Proses persalinan : Normal
g. Tenaga penolong : Bidan
h. Perkawinan ke : 1
i. Lama perkawinan : 30 Tahun
j. Riwayat OP :-
k. Gejala penyerta : Pusing (+), greges (+)

C. Objektif (Pemeriksaan Fisik)


1. TTV
a. Keadaan umum : Baik
b. Kesadaran umum : Compos Mentis
c. TD : 180/100 mmHg

5
d. RR : 24x/menit
e. Nadi : 80x/menit
f. Suhu : 36,5oC
2. Status lokalis
a. Kulit : Warna kulit normal, kuning (-), kering (-)
b. Kepala : Riwayat pusing (+), sakit kepala (-), luka (-),
benjolan (-)
c. Mata : Pengelihatan kabur (-), penurunan pengelihatan (-)
d. Hidung : Riwayat pilek (-)
e. Telinga : Gangguan pendengaran (-), keluar cairan (-), nyeri
(-)
f. Mulut : Riwayat lidah pahit (-)
g. Tenggorokan : Nyeri menelan (-), suara serak (-)
h. Pernafasan : Riwayat batuk (-), sesak nafas (+), mengi (-)
i. Kardiovaskuler : Nyeri dada (-), berdebar-debar (-)
j. Gastrointestinal : Riwayat diare (-), perut terasa melilit (-), mual (+),
muntah (+)
k. Genitourinaria : Keluhan BAK (-)
l. Muskolokeletal : Riwayat pegel-pegel (+)

3. Pemeriksaan Obsetri
a. Inspeksi
1) Cloasma Gravidarum
2) Dinding abdomen terdapat striae gravidarum dan terlihat gerakan
halus janin
3) Keadaan vulva dan perineum masih baik
4) Keadaan portio masih tertutup
b. Auskultas
1) DJJ : 148 kali/menit
2) Bising usus : Normal
c. Perkusi
d. Palpasi

6
1) Leopold 1 : Bokong
2) Leopold 2 : Punggung kanan
3) Leopold 3 : Kepala
4) Leopold 4 : Belum masuk PAP dengan sudut konvergen
5) TFU : 30 cm

D. Penilaian Keluarga
1. Nilai APGAR Keluarga
APGAR Ny.M terhadap Sering Kadang- Jarang/tidak
Keluarga /selalu kadang pernah
Saya puas bahwa saya dapat
A kembali ke keluarga saya bila √
saya menghadapi masalah
Saya puas dengan cara
keluarga saya membahas dan
P √
membagi masalah dengan
saya
Saya puas dengan cara
keluarga saya menerima dan
mendukung keinginan saya
G √
untuk melakukan kegiatan
baru atau arah hidup yang
baru
Saya puas dengan cara
keluarga saya
mengekspresikan kasih
A √
sayangnya dan merespon
emosi saya seperti
kemarahan, perhatian dll
Saya puas dengan cara
keluarga saya dan saya
R √
membagi waktu bersama-
sama

7
Untuk APGAR score Ny.M dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Adaptation
Dalam menghadapi masalah hidup, Ny. M memecahkan masalah
bersama keluarganya dan menerima saran dari anggota keluarganya.
Ny. M selalu ditemani oleh ibu dan suami apabila berkunjung ke
fasyankes.
b. Partnership
Komunikasi antara pasien dengan anggota keluarganya terjalin sangat
akrab, saling mengisi antara anggota keluarga.
c. Growth
Ny. M selalu mendapat dukungan dari keluarga perihal kegiatan-
kegiatan yang akan di lakukan serta penyakit yang sedang di derita
pasien.
d. Affection
Kasih sayang yang terjalin antara pasien dan anggota keluarganya
baik.
e. Resolve
Ny. M sering berkumpul, makan, dan mengobrol bersama anggota
keluarganya.
2. Genogram

Keterangan:

: Preeklamsi

: Laki-laki

8
: Perempuan

3. Identifikasi Fungsi Keluarga


a. Fungsi Biologi
Ny. M memiliki keluarga yang terdiri dari seorang suami dan
mempunyai 2 orang anak. Anak pertama yaitu seorang perempuan
yang berusia 21 tahun dan anak kedua yaitu seorang laki-laki
berusia 14 tahun. Ny.M tinggal dengan keluarga besar bersama
orang tua Ny.M tetapi, setelah 2 bulan yang lalu Ny.M sudah
tinggal dengan keluarga inti. Ny.M sudah memiliki seorang cucu.
b. Fungsi Psikologis
Hubungan Ny.M dan keluarganya sangat baik dan Ny.M memberikan
kasih sayang terhadap semua anggota keluarga.
c. Fungsi Sosial
Dalam kehidupan sehari-hari, Ny.M adalah seorang ibu rumah tangga
yang memiliki kegiatan mengasuh cucunya dkrenakan anak dan
menantunya bekerja. Ny.M juga sekarang ditunjuk sebagai ibu ketua
RT yang baru sehingga terhadap masyarakat juga ramah.
d. Fungsi Ekonomi
Dalam keluarga Ny.M sebagi seorang ibu memiliki kecukupan
ekonomi yang didapatkan dari suaminya. Kecukupan makan, uang
sekolah, dan kebutuhan sehari-hari dalam taraf cukup.
4. Keadaan Rumah
Ny.M tinggal di rumah sendiri yang jarak antar rumah cukup dekat.
Rumah masih dalam pembangunan serta memiliki halaman yang cukup
luas. Disamping rumah terdapat garansi mobil sederhana dengan terbuat
dari kayu. Pepohonan rindang dan perkarangan kosong disamping rumah
Ny,M. Rumah yang ditinggali Ny.M terdiri dari 1 ruang tamu yang
terdapat TV, 3 kamar tidur, ruang dapur, dan kamar mandi serta WC.
Ventilasi dan penerangan rumah baik, ventilasi didapatkan dari jendela

9
serta pintu rumah yang sering terbuka. Sehingga kondisi rumah bisa
dikatakan cukup baik untuk menjamin kondisi kesehatan.

E. Diagnosis Holistik
1. Aspek personal
Pasien NY.M berusia 43 tahun datang ke Puskesmas Sumpiuh 1 diantar
suaminya dengan keluhan pusing. Keluhan ini sudah diraskaan sejak
sekitar 3 hari yang lalu. Keluan pusing pasien sudah dirasakan sejak usia
kandingan 5 bulan dan terasa hilang timbul.
2. Aspek klinik
a. Diagnosis Kerja : Preelamsia
b. Diagnosis Banding
1) Eklamsia
2) Hipertensi kronik
3) Superimposed preekamsia
3. Aspek risiko internal
Ny.M memiliki faktor hipertensi kehamilan dan faktor 4T (Terlalu Tua)
dan sebelumnya untuk kehamilan pertama dan kedua juga memiliki
riwayat preekamsia
4. Aspek risiko eksternal
Kurangnya pengetahuan dan kesadaran tentang ibu hamil resiko tinggi
5. Aspek fungsional
Derajat 1 (satu) yaitu mampu melakukan pekerjaan rumah seperti sebelum
sakit yakni mandiri dalam perawatan diri, bekerja didalam dan diluar
rumah.

F. Assesment
Diagnosis kerja: GIIIPIIA0, Usia ibu 43 tahun, Usia kehamilan 34 minggu, janin
tunggal hidup intrauterin, punggung kanan, presentasi kepala, point of
direction ubun-ubun kecil, turun di Hodge 0 dengan Preeklamsia.

G. Plan
Tatalaksana yang diberikan oleh Puskesmas

10
1. Non Medikamentosa
a. Pemantauan tekanan darah dengan home visit oleh petugas
kesehatan
b. Kontrol rutin dengan menggunakan buku KIA ke puskesmas
2. Medikamentosa
a. Ibuprofen 400 mg 3 X 1
b. Tablet Fe

11
BAB II
DASAR TEORI

A. Definisi
Preeklampsia adalah suatu sindrom spesifik pada kehamilan yang
terjadi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita yang sebelumnya
normotensi. Keadaan ini ditandai oleh peningkatan tekanan darah (140/90
mmHg) yang disertai oleh proteinuria (Sarwono, 2018).
Kriteria gejala preeklampsia yang diadopsi dari The Working of the
National High Blood Pressure Education Program 2000 dapat ditegakkan
bila ditemukan tanda-tanda di bawah ini:
1. Tekanan darah sistolik >140 mmHg atau tekanan diastolik > 90 mmHg
2. Proteinuria > 0,3 g/24 jam atau +1 pada pemeriksaan kualitatif
3. Timbulnya hipertensi setelah usia kehamilan 20 minggu pada wanita
yang sebelumnya normotensi.
Preeklampsia merupakan sindrom spesifik kehamilan berupa
berkurangnya perfusi organ akibat vasospasme dan aktivasi endotel.
Proteinuria adalah penanda penting preeklampsia. Definisi proteinuria
adalah terdapatnya 300 mg atau lebih protein dalam urin 24 jam atau 30
mg/dL (+1 pada dipstik) secara menetap pada sampel urin acak
(Sitomorang et al., 2016).

B. Epidemiologi
Menurut World Health Organization (WHO), hipertensi dalam
kehamilan masih merupakan salah satu dari lima penyebab utama
kematian ibu di dunia, yaitu berkisar 12%. Prevalensi hipertensi dalam
kehamilan bervariasi di berbagai tempat, yaitu berkisar 2,6-7,3% dari
seluruh kehamilan. Di negara maju seperti Amerika Serikat, angka
kejadian preeklampsia pada tahun 1998 sebesar 3,7% dari seluruh
persalinan, sedangkan kematian ibu akibat preeklampsia dan eklampsia
sejak tahun 1987 sampai dengan 1990 sekitar 18%. Di Inggris pada tahun
1998 didapatkan kejadian hipertensi dalam kehamilan sekitar 5% dan

12
merupakan penyebab utama kematian maternal serta menyebabkan
meningkatnya mortalitas dan morbiditas perinatal. Di negara-negara
berkembang insidensi preeklampsia sekitar 3-10% dan eklampsia 0,3-
0,7% kehamilan. Di Indonesia, preeklampsia menempati urutan kedua
sebagai penyebab kematian ibu setelah perdarahan. Angka kejadian
preeklampsia di RSUP Dr. Kariadi Semarang pada tahun 2010 adalah
11,86% dari 1973 persalinan dengan angka kematian maternal 2,1%
(Nugroho, 2012).

C. Faktor resiko
Menurut Persatuan Obsetri dan Ginekologi (POGI) menjelaskan
bahwa sampai sekarang belum ada teori yang pasti berkaitan dengan
penyebab terjadinya preeklampsia, tetapi beberapa penelitian
menyimpulkan sejumlah faktor yang mempengaruhi terjadinya
preeklampsia. Faktor risiko tersebut meliputi:
1. Usia
Duckitt melaporkan peningkatan risiko preeklampsia hampir 2 kali
lipat pada wanita hamil berusia 40 tahun atau lebih.
2. Nulipara
Duckitt melaporkan nulipara memiliki risiko hampir 3 kali lipat.
3. Jarak antar kehamilan
Studi yang melibatkan 760.901 wanita di Norwegia, memperlihatkan
bahwa wanita multipara dengan jarak kehamilan sebelumnya 10 tahun
atau lebih memiliki risiko preeklampsia hampir sama dengan nulipara.
4. Riwayat preeklampsia sebelumnya
Riwayat preeklampsia pada kehamilan sebelumnya merupakan faktor
risiko utama. Menurut Duckitt risiko meningkat 7 kali lipat.
Kehamilan pada wanita dengan riwayat preeklampsia sebelumnya
berkaitan dengan tingginya kejadian preeklampsia berat, preeklampsia
onset dan dampak perinatal yang buruk.
5. Kehamilan multipel

13
Sebuah studi yang melibatkan 53.028 wanita hamil menunjukkan
kehamilan kembar meningkatkan risiko preeklampsia hampir 3 kali
lipat.
6. Donor oosit, donor sperma dan donor embrio
Kehamilan setelah inseminasi donor sperma, donor oosit atau donor
embrio juga dikatakan sebagai faktor risiko. Satu hipotesis yang
populer penyebab preeklampsia adalah maladaptasi imun.
7. Obesitas
Obesitas merupakan faktor risiko preeklampsia dan risiko semakin
besar dengan semakin besarnya IMT (Indeks Massa Tubuh). Obesitas
sangat berhubungan dengan resistensi insulin, yang juga merupakan
faktor risiko preeklampsia.
8. Hipertensi kronik
Chappell meneliti 861 wanita dengan hipertensi kronik, didapatkan
insiden preeklampsia suprimosed sebesar 22% dan hampir
setengahnya adalah preeklampsia onset dini (< 34 minggu) dengan
keluaran maternal dan perinatal yang lebih buruk (POGI, 2018).

D. Patofisiologi
Penyebab hipertensi dalam kehamilan hingga kini beium diketahui
dengan jelas. Banyak teori telah dikemukakan tentang terjadinya hipertensi
dalam kehamilan, terapi tidak ada satu pun teori tersebut yang dianggap
benar. Teori-teori yang sekarang banyak dianut adalah:
1. Teori kelainan vaskularisasi plasenta
Pada kehamilan normal, rahim dan plasenta mendapat aliran darah
dari cabang-cabang arteri uterina dan arteria ovarika. Kedua pembuluh
darah tersebut menembus miometrium berupa arteri arkuarta dan arteri
arkuarta memberi cabang arteria radialis. Arteria radialis menembus
endometrium menjadi arteri basalis dan arteri basalis memberi cabang
arteria spiralis.
Pada hamil normal dengan sebab yang belum jelas, terjadi invasi
trofoblas ke dalam lapisan otot arteria spiralis yang menimbulkan

14
degenerasi lapisan otot tersebut sehingga terjadi dilatasi arteri spiralis.
Invasi trofoblas juga memasuki jaringan sekitar arteri spiralis,
sehingga jaringan matriks menjadi gembur dan memudahkan lumen
arteri spiralis mengalami distensi dan dilatasi. Distensi dan vasodilatasi
lumen arteri spiralis ini memberi dampak penurunan tekanan darah,
penurunan resistensi vaskular, dan peningkatan aliran darah pada
daerah uteroplasenta. Akibatnya, aliran darah ke janin cukup banyak
dan perfusi jaringan juga meningkat, sehingga dapat menjamin
pertumbuhan janin dengan baik. Proses ini dinamakan "remodeling
arteri spiralis".
Pada hipertensi dalam kehamilan tidak terjadi invasi sel-sel
trofoblas pada lapisan otot arteri spiralis dan jaringan matriks
sekitarnya. Lapisan otot arteri spiralis menjadi tetap kaku dan keras
sehingga lumen arteri spiralis tidak memungkinkan mengalami distensi
dan vasodilatasi. Akibatnya, arteri spiralis relatif mengalami
vasokonstriksi, dan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis",
sehingga aliran darah uteroplasenta menunrn, dan terjadilah hipoksia
dan iskemia plasenta. Dampak iskemia plasenta akan menimbulkan
perubahan-perubahan yang dapar. menjelaskan patogenesis HDK
selanjutnya. Diameter rata-rata arteri spiralis pada hamil normal adalah
500 mikron, sedangkan pada preeklampsia rata-rata 200 mikron. Pada
hamil normal vasodilatasi lumen arteri spiralis dapat meningkatkan 10
kali aliran darah ke uteroplasenta.
2. Teori iskemia plasenta, radikal bebas, dan disfungsi endotel
Sebagaimana dijelaskan pada teori invasi trofoblas, pada hipertensi
dalam kehamilan terjadi kegagalan "remodeling arteri spiralis", dengan
akibat plasenta mengalami iskemia. Plasenta yang mengalami iskemia
dan hipoksia akan menghasilkan oksidan (disebut juga radikal bebas).
Oksidan atau radikal bebas adalah senyawa penerima elektron atau
atom/molekul yang mempunyai elektron yang tidak berpasangan.
Salah satu oksidan penting yang dihasilkan plasenta iskemia adalah
radikal hidroksil yang sangat toksis, khususnya terhadap membran sel

15
endotel pembuluh darah. Sebenarnya produksi oksidan pada manusia
adalah suatu proses norrnal, karena oksidan memang dibutuhkan untuk
perlindungan tubuh. Adanya radikal hidroksil dalam darah mungkin
dahulu dianggap sebagai bahan toksin yang beredar dalam darah, maka
dulu hipertensi dalam kehamilan disebut "toxaemia".
Radikal hidroksil akan merusak membran sel yang mengandung
banyak asam lemak tidak jenuh menjadi peroksida lemak. Peroksida
lemak selain akan merusak membran sel, juga akan merusak nukleus,
dan protein sel endotel. Produksi oksidan (radikal bebas) dalam tubuh
yang bersifat toksis, selalu diimbangi dengan produksi antioksidan.
Akibat sel endotel terpapar terhadap peroksida lemak, maka terjadi
kerusakan sel endotel yang kerusakannya dimulai dari membran sel
endotel. Kerusakan membran sel endotel mengakibatkan terganggunya
fungsi endotel, bahkan rusaknya seluruh struktur sel endotel. Keadaan
ini disebut "disfungsi endotel" (endothelial dysfunction). Pada waktu
terjadi kerusakan sel endotel yang mengakibatkan disfungsi sel
endotel, maka akan terjadi:
a. Gangguan metabolisme prostaglandin, karena salah satu fungsi sel
endotel, adalah memproduksi prostaglandin, yaitu menurunnya
produksi prostasiklin (PGE2) sebagai suatu vasodilatator kuat.
b. Agregasi sel-sel trombosit pada daerah endotel yang mengalami
kerusakan. Agregasi sel trombosit ini adalah untuk menutup
tempar-tempat di lapisan endotel yang mengalami kerusakan.
Agregasi trombosit memproduksi tromboksan (XA2) suatu
vasokonstriktor kuat. Dalam keadaan normal perbandingan kadar
prostasiklin/tromboksan lebih tinggi kadar prostasiklin (lebih tinggi
vasodilatator). Pada preeklampsia kadar tromboksan lebih tinggi
dari kadar prostasiklin sehingga terjadi vasokonstriksi, dengan
terjadi kenaikan tekanan darah.
c. Perubahan khas pada sel endotel kapilar glomerulus (glomerular
endoteliosis) Peningkatan permeabilitas kapilar.

16
d. Peningkatan produksi bahan-bahan vasopresor yaitu endotelin.
Kadar NO (vasodilatator) menurun, sedangkan endotelin
(vasokonstriktor) meningkat.
e. Peningkata & faktor koagulasi.
3. Teori intoleransi imunologik antara ibu dan janin
Pada perempuan hamil normal, respons imun tidak menolak
adanya "hasil konsepsi" yang bersifat asing. Hal ini disebabkan adanya
Human leukoqsit antigen protein G (HLA-G) yang berperan penting
dalam modulasi respons imun, sehingga si ibu tidak menolak hasil
konsepsi (plasenta). Adanya HLA-G pada plasenta dapat melindungi
trofoblas janin dari lisis oleh sel Natural Killer (NK) ibu. Selain itu,
adanya HLA-G akan mempermudah invasi sel trofoblas ke dalam
jaringan desidua ibu. Jadi HLA-G merupakan prakondisi untuk
terjadinya invasi trofoblas ke dalam jaringan desidua ibu, di samping
untuk menghadapi sel Natural Killer. Pada plasenta hipertensi dalam
kehamilan, terjadi penurunan ekspresi HLA-G. Berkurangnya HLA-G
di desidua daerah plasenta menghambat invasi trofoblas ke dalam
desidua. Invasi trofoblas sangat penting agar jaringan desidua menjadi
lunak dan gembur sehingga memudahkan terjadinya dilatasi arteri
spiralis. HLA-G juga merangsang produksi sitikon, sehingga
memudahkan terjadinya reaksi inflamasi. Kemungkinan terjadi
Immune Maladaption pada preeklampsia. Pada awal trimester kedua
kehamilan perempuan yarrg mempunyai kecenderungan terjadi
preekiampsia, ternyata mempunyai proporsi Helper Sel yang lebih
rendah dibanding pada normotensif
4. Teori adaptasi kardiovaskular genetik
Pada hamil normal pembuluh darah refrakter terhadap bahan-bahan
vasopresor. Refrakter berarti pembuluh darah tidak peka terhadap
rangsangan bahan vasopresor, atau dibutuhkan kadar vasopresor yang
lebih tinggi untuk menirnbulkan respons vaso- konstriksi. Pada
kehamilan normal terjadinya refrakter pembuluh darah terhadap bahan
vasopresor adalah akibat dilindungi oleh adanya sintesis prostaglandin

17
pada sel endotel pembuluh darah. Hal ini dibuktikan bahwa daya
refrakter terhadap bahan vasopresor akan hilang bila diberi
prostaglandin sintesa inhibitor (bahan yang menghambat pro- duksi
prostaglandin). Prostaglandin ini di kemudian hari ternyata adalah
prostasiklin. Pada hipertensi dalam kehamilan kehilangan daya
refrakter terhadap bahan vasokonstriktor, dan ternyata terjadi
peningkatan kepekaan terhadap bahan-bahan vasopresor. Artinya, daya
refrakter pembuluh darah terhadap bahan vasopresor hilang sehingga
pembuluh darah menjadi sangat peka terhadap bahan vasopresor.
Banyak peneliti telah membuktikan bahwa peningkatan kepekaan
terhadap bahan-bahan vasopresor pada hipertensi dalam kehamilan
sudah terjadi pada trimester I (pertama). Peningkatan kepekaan pada
kehamilan yang akan menjadi hipenensi dalam kehamilan, sudah dapat
ditemukan pada kehamilan dua puluh minggu. Fakta ini dapat dipakai
sebagai prediksi akan terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
5. Teori defisiensi gizi
Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa kekurangan
defisiensi gizi berperan dalam terjadinya hipertensi dalam kehamilan.
Penelitian yang penting yang pernah dilakukan di Inggris ialah
penelitian tentang pengaruh diet pada preeklampsia beberapa waktu
sebelum pecahnya Perang Dunia II. Suasana serba sulit mendapat gizi
yang cukup dalam persiapan perang menimbulkan kenaikan insiden
hipertensi dalam kehamilan. Penelitian terakhir membuktikan bahwa
konsumsi minyak ikan, termasuk minyak hati halibut, dapat
mengurangi risiko preeklampsia. Minyak ikan mengandung banyak
asam lemak tidak jenuh yang dapat menghambat produksi tromboksan,
menghambat aktivasi trombosit, dan mencegah vasokonstriksi
pembuluh darah. Beberapa peneliti telah mencoba melakukan uji
klinik untuk memakai konsumsi minyak ikan atau bahan yang
mengandung asam lemak tak jenuh dalam mencegah preeklampsia.
Hasil sementara menunjukkan bahwa penelitian ini berhasil baik dan
mungkin dapat dipakai sebagai alternatif pemberian aspirin. Beberapa

18
peneliti juga menganggap bahwa defisiensi kalsium pada diet
perempuan hamil mengakibatkan risiko terjadinya
preeklampsia/eklampsia. Penelitian di Negara Equador Andes dengan
metode uji klinik ganda tersamar dengan membandingkan pemberian
kalsium dan plasebo. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ibu
hamil yang diberi suplemen kalsium cukup, kasus yang mengalami
preeklampsia adalah 14 % sedang yang diberi glukosa 17 %.
6. Teori inflamasi
Teori ini berdasarkan fakta bahwa lepasnya debris trofoblas di
dalam sirkulasi darah merupakan rangsangan utama terjadinya proses
inflamasi. Pada kehamilan normal plasenta juga melepaskan debris
trofoblas, sebagai sisa-sisa proses apoptosis dan nekrotik trofoblas,
akibat reaksi stres oksidatif. Bahan-bahan ini sebagai bahan asing yang
kemudian merangsang timbulnya proses inflamasi. Pada kehamilan
normal, jumlah debris trofoblas masih dalam batas wajar, sehingga
reaksi inflamasi juga masih dalam batas normal. Berbeda dengan
proses apoptosis pada preeklampsia, di mana pada preeklampsia terjadi
peningkatan stres oksidatif, sehingga produksi debris apoptosis dan
nekrotik trofoblas juga meningkat. Makin banyak sel trofoblas
plasenta, misalnya pada plasenta besar, pada hamil ganda, maka reaksi
stres oksidatif akan sangat meningkat, sehingga jumlah sisa debris
trofoblas juga makin meningkat. Keadaan ini menimbulkan beban
reaksi inflamasi dalam darah ibu menjadi jauh lebih besar, dibanding
reaksi inflamasi pada kehamilan normal. Respon inflamasi ini akan
mengaktivasi sel endotel, dan sel-sel makrofag/granulosit, yang lebih
besar pula, sehingga terjadi reaksi sistemik inflamasi yang
menimbuikan gejala-gejala preeklampsia pada ibu.
Redman menyatakan bahwa disfungsi endotel pada preeklampsia
akibat produksi debris trofoblas plasenta berlebihan tersebut di atas,
mengakibatkan "aktivitas leukosit yang sangat tinggi" pada sirkulasi
ibu. Peristiwa ini oleh Redman disebut sebagai "kekacauan adaptasi

19
dari proses inflamasi intravaskular pada kehamilan" yang biasanya
berlangsung normal dan menyeluruh (Sarwono, 2018).

E. Manifestasi klinis
Gejala klinis preeklampsia sangat bervariasi dari yang ringan
sampai yang mengancam kematian pada ibu. Efek yang sama terjadi pula
pada janin, mulai dari yang ringan, pertumbuhan janin terlambat (PJT)
dengan komplikasi pascasalin sampai kematian intrauterine (Pribadi, A et
al., 2015).
Gejala dan tanda preeklampsia meliputi (Morgan & Hamilton,
2009):
1. Hipertensi: Peningkatan sistolik sebesar 30 mmHg atau diastolic
sebesar 15 mmHg.
2. Hiperrefleksi nyata, terutama disertai klonus pergelangan kaki yang
sementara atau terus-menerus.
3. Edema wajah
4. Gangguan pengelihatan
5. Mengantuk atau sakit kepala berat (pertanda konvulsi)
6. Peningkatan tajam jumlah proteinuria (≥5 g pada specimen 24 jam,
atau bila menggunakan uji dipstick 3+ sampai 4+)
7. Oliguria : keluaran urine kurang dari 30 ml/jam atau kurang dari 500
ml/24 jam
8. Nyeri epigastrium karena distensi hati.
Menurut manuaba (2009) gejala klinis preekalmsi dapat dibagi
menjadi
1. Gejala ringan
Gejala ringan yaitu tekanan darah sekitar 140/90 mmHg atau kenaikan
tekanan darah 30 mmHg untuk tekanan sistolik dan kenaikan 15 mmHg
untuk tekanan diastolik dengan interval pengukuran selama 6 jam,
terdapat pengeluaran protein 0,3 g/liter atau kualitatif +1, +2, edem pada
kaki, tangan, wajah dan lainnya, kenaikan berat badan >1 kg/minggu.
2. Gejala berat

20
Gejala berat meliputi tekanan darah sekitar 160/110 mmHg atau lebih,
pengeluaran protein dalam urin lebih dari 5 g/24 jam , terjadi penurunan
produksi urin kurang dari 400 cc/24 jam , terdapat edema paru dan
sianosis serta sesak napas dan terdapat gejala subyektif (sakit kepala,
nyeri dibagian perut atas, dan gangguan penglihatan) (Sarwono, 2018).

F. Diagnosis
1. Anamnesis
Hipertensi adalah tekanan darah sekurang-kurangnya 140 mmHg
sistolik atau 90 mmHg diastolik pada dua kali pemeriksaan berjarak 4
sampai 6 jam pada wanita yang sebelumnya normotensi. Derajat
hipertensi berdasarkan tekanan darah diastolik pada saat datang, dibagi
menjadi ringan (90-99 mmHg), sedang (100-109 mmHg) dan berat (>
110 mmHg). Definisi hipertensi berat adalah peningkatan tekanan darah
sekurang-kurangnya 160 mmHg sistolik atau 110 mmHg diastolic
(Hutabarat et al., 2016).
Berdasarkan American Society of Hypertension ibu diberi kesempatan
duduk tenang selama 15 menit sebelum dilakukan pengukuran tekanan
darah. Pengukuran dilakukan pada posisi duduk atau telentang, posisi
lateral kiri, kepala ditinggikan 30 derajat, posisi manset setingkat dengan
jantung dan tekanan diastolik diukur dengan mendengar bunyi korotkoff
V (hilangnya bunyi) (Hutabarat et al., 2016).
Konsensus Australian Society for the Study of Hypertension in
Pregnancy (ASSHP) dan panduan yang dikeluarkan oleh Royal College
of Obstetrics and Gynecology (RCOG) menetapkan bahwa pemeriksaan
proteinuria dipstik hanya dapat digunakan sebagai tes skrining dengan
angka positif palsu yang sangat tinggi dan harus dikonfirmasi dengan
pemeriksaan protein urin tampung 24 jam atau rasio protein banding
kreatinin (Icemi dan Wahyu, 2013).

Tabel Diagnosis Preeklampsia


Parameter Keterangan
Tekanan Darah 1. TD sistol ≥ 140 mmHg atau

21
diastole ≥ 90 mmHg pada dua kali
pengukuran setidaknya dengan
selisih 4 jam, pada usia kehamilan
lebih dari 20 minggu pada
perempuan dengan TD normal
2. TD Sistol ≥ 160 mmHg atau
diastole ≥ 110 mmHg hipertensi
dapat ditegakkan dalam hitungan
menit untuk mempercepat
dimulainya pemberian
antihipertensi
D AN
Proteinuria Protein urine kuantitatif ≥ 300 mg/24
jam atau
Protein/rasio kreatinin ≥ 0.3 mg/dL
Pemeriksaan carik celup urine +1 (hanya
jika protein urine kuantitatif tidak
tersedia)
Atau jika tidak ada proteinuria hiper tensi yang baru timbul dengan awitan
salah satu dari :
Trombositopenia Hitung trombosit < 100.000/µL
Insufisiensi ginjal Konsentrasi kreatinin serum >1,1 mg/dL
atau lebih dari dua kali kadarnya dan
tidak terdapat penyakit ginjal lainnya
Gangguan fungsi hati Konsentrasi transaminase lebih dari dua
kali normal
Edema paru
Gangguan serebral atau pengelihatan
(American College of Obstetricians and Gynecologists, 2013).
2. Pemeriksaan fisik
a) Wajah
inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada cloasma gravidarum
Palpasi : tidak ada oedema
b) Mata

22
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, konjungtiva merah muda, sklera
putih
c) Mulut
Inspeksi : bibir tidak pucat, tidak ada sariawan, gigi tidak tanggal
dan tidak ada caries gigi
d) Leher
Inspeksi : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjar tiroid dan vena jugularis.
e) Payudara
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, hyperpigmentasi pada areola
mammae, putting susu menonjol
Palpasi : tidak ada benjolan dan nyeri tekan
f) Abdomen
Inspeksi : terdapat linea nigra, striae alba dan tidak terdapat luka
bekas operasi
Palpasi :
- Leopold I : TFU 1,5 jrbpx, 34cm, teraba bokong
- Leopold II : Puka
- Leopold III : kepala
- Leopold IV : Belum PAP sudut konvergen
Auskultasi :
DJJ terdengar kuat dan jelas di kuadran kiri bawah perut ibu
dengan frekuensi 141x/menit secara teratur
g) Genitalia
Inspeksi : tidak ada kelainan
Palpasi : tidak oedema
h) Ekstremitas
Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada varises
Palpasi : terdapat oedema pada kedua kaki
Perkusi : refleks patella kiri (+) kanan (+)(Oxorn & Forte, 2010).
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium

23
- Hb : 9,8 gr%
- Albumin : +1
- Reduksi : Positif (+)
b. Pemeriksaan USG
Hasil USG : tunggal, hidup, presentasi kepala, usia kehamilan
34-36 minggu, jk : perempuan, TBJ: 2900 gram.
c. Pemeriksaan proteinuria
Proteinuria ditetapkan bila ekskresi protein di urin melebihi 300
mg dalam 24 jam atau tes urin dipstik > positif 1 dalam 2 kali
pemeriksaan berjarak 4 sampai 6 jam. Proteinuri berat adalah
adanya protein dalam urin 5 mg/24 jam (Bloomberg, 2011).

G. Tatalaksana

Tujuan penanganan preeklamsia adalah :

1. Untuk melindungi ibu dari efek meningkatnya tekanan darah


dan mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia dengan
segala komplikasinya.
2. Untuk mengatasi atau menurunkan resiko preeklamsia terhadap
janin termasuk terjadinya solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat dan kematian janin intrauterine.
 Preeklamsia ringan

Perawatan preeklampsia ringan dapat secara rawat jalan


(ambulatoir) atau rawat inap (hospitalisasi).
 Rawat jalan (ambulatoir)
1. Tidak mutlak harus tirah baring, dianjurkan ambulasi
sesuai keinginannya. Di Indonesia tirah baring masih diperlukan.
2. Diet regular ; tidak perlu diet khusus.
3. Vitamin prenatal.
4. Tidak perlu restriksi konsumsi garam.
5. Tidak perlu pemberian diuretik, antihipertensi, dan sedativum.
6. Kunjungan ke rumah sakit setiap minggu.

24
 Rawat inap (hospitalisasi)

Indikasi hospitalisasi pada preeklampsia ringan adalah :

1. Hipertensi yang menetap selama > 2 minggu.


2. Proteinuria menetap selama > 2 minggu.
3. Hasil tes laboratorium yang abnormal.
4. Adanya satu atau lebih tanda atau gejala preeklampsia
berat.

Selama di rumah sakit dilakukan anamnesis, pemeriksaan fisik


serta laboratorik. Juga dilakukan pemeriksaan kesejahteraan
janin, khususnya untuk evaluasi pertumbuhan janin dan jumlah
cairan amnion. Terapi medikamentosa pada dasarnya sama
dengan terapi ambulatoar. Bila terdapat perbaikan tanda dan
gejala preeklampsia dna umur kehamila≥n 37 minggu, ibu masih
perlu diobservasi selama 2-3 hari kemudian boleh dipulangkan.
 Pengelolaan obstetrik tergantung usia kehamilan
a. Usia kehamilan < 37 minggu

Bila tanda dan gejala tidak memburuk, kehamilan dapat


dipertahankan sampai aterm.
b. Usia kehamilan ≥ 37 minggu

Kehamilan dipertahankan sampai timbul onset partus atau bila


serviks matang pada tanggal taksiran persalinan dapat
dipertimbangkan untuk dilakukan induksi persalinan.

 Preeklamsia berat
Untuk melahirkan janin dengan cara yang paling
aman bila diketahui resiko janin atau ibu akan lebih berat
bila kehamilan dilanjutkan. Pengelolaan preeklampsia dan
eklampsia mencakup pencegahan kejang, pegobatan
hipertensi, pengelolaan cairan, pelayanan suportif terhadap
penyulit organ yang terlibat, dan saat yang tepat untuk

25
persalinan.
 Pemberian terapi medikamentosa.
1. Segera masuk rumah sakit.
2. Tirah baring ke kiri secara intermiten.
3. Infus Ringer Laktat atau Ringer Dekstrose 5%.
4. Pemberian anti kejang MgSO4 sebagai pencegahan dan
terapi kejang, yang dibagi atas loading dose (initial dose) atau
dosis awal dan maintenance dose (dosis lanjutan).
-Loading dose (dosis awal ) : 4 gr MgSO4 40% IV secara
perlahan
-Maintenance dose (dosis lanjutan) : 6gr MgSO4 40%/6jam
dalam 500 ml RL. Selanjutnya diberikan 4 gr im tiap 4-6
jam.
5. Anti hipertensi.

Diberikan bila tensi ≥ 160 /110 atau MAP ≥ 126.

Obat anti hipertensi lini pertama di indonesia adalah nifedipin dosis


awal 10-20mg, diulangi 30 menit bila perlu. Dosis maksimum
120mg per 24 jam. Obat lini kedua sodium nitroprusside dan
diazokside.

6. Diuretikum.
Diuretikum tidak dibenarkan diberikan secara rutin karena
memperberat penurunan perfusi plasenta, memperberat
hipovolemia, dan meningkatkan hemokonsentrasi. Diuretikum
hanya diberikan atas indikasi edema paru, paying jantung
kongestif, dan edema anasarka.
7. Diet.
Diet diberikan secara seimbang, hindari protein dan kalori
berlebih (Pribadi, A et al., 2015).

26
Alogaritma tatalaksana preeklasia

27
28
29
(Kemenkes RI, 2013).

H. Komplikasi
Komplikasi terberat adalah kematian ibu dan janin. Usaha utama ialah
melahirkan bayi hidup dari ibu yang menderita preeklampsia dan eklampsia.
Komplikasi dibawah ini yang biasanya terjadi pada preeklampsia berat dan
eklampsia:
1) Solusio plasenta
Komplikasi ini terjadi pada ibu yang menderita hipertensi akut dan lebih
sering terjadi pada preeklampsia.
2) Hipofibrinogenemia
Biasanya terjadi pada preeklampsia berat. Oleh karena itu dianjurkan
pemeriksaan kadar fibrinogen secara berkala.
3) Hemolisis

30
Penderita dengan gejala preeklampsia berat kadang-kadang menunjukkan
gejala klinis hemolisis yang dikenal dengan ikterus. Belum diketahui
dengan pasti apakah ini merupakan kerusakan sel hati atau destruksi
eritrosit. Nekrosis periportal hati yang ditemukan pada autopsy penderita
eklampsia dapat menerangkan ikterus tersebut.
4) Perdarahan otak
Komplikasi ini merupakan penyebab utama kematian maternal penderita
eklampsia.
5) Kelainan mata
Kehilangan pengelihatan untuk sementara, yang berlansung selama
seminggu, dapat terjadi. Perdarahan kadang-kadang terjadi pada retina.
Hal ini merupakan tanda gawat akan terjadi apopleksia
serebri.
6) Edema paru-paru
Paru-paru menunjukkan berbagai tingkat edema dan perubahan karena
bronchopneumonia sebagai akibat aspirasi. Kadang-kadang ditemukan
abses paru.
7) Nekrosis hati
Nekrosis periportal hati pada preeklampsia/eklampsia merupakan akibat
vasospasme arteriole umum. Kelainan ini diduga khas untuk eklampsia,
tetapi ternyata juga ditemukan pada penyakit lain. Kerusakan sel-sel hati
dapat diketahui dengan pemeriksaan faal hati, terutama pada enzim-
enzimnya.
8) Sindroma HELLP yaitu haemolysis, elevated liver enzymes and
low
platelets
Merupakan sindrom kumpulan gejala klinis berupa gangguan fungsi hati,
hepatoseluler (peningkatan enzim hati [SGOT, SGPT], gejala subyektif
[cepat lelah, mual, muntah dan nyeri epigastrium]), hemolisis akibat
kerusakan membran eritrosit oleh radikal bebas asam lemak jenuh dan tak
jenuh. Trombositopenia (<150.000/cc), agregasi (adhesi trombosit di
dinding vaskuler), kerusakan tromboksan (vasokonstriktor kuat), lisosom.

31
9) Kelainan ginjal
Kelainan ini berupa endotheliosis glomerulus yaitu
pembengkakan sitoplasma sel endhotelial tubulus ginjal tanpa kelainan
struktur yang lainnya. Kelainan lain yang dapat timbul adalah anuria
sampai gagal ginjal.
10) Komplikasi lain
Lidah tergigit, trauma dan fraktur karena jantung akibat kejangkejang,
pneumonia aspirasi dan DIC (disseminated intravascular coagulation).

11) Prematuritas, dismaturitas dan kematian janin intra-uterin


(American College of Obstetricians and Gynecologist, 2013).

I. Prognosis

Kematian karena preeklamsia sekitar <0,1%. Jika terjadi


kejang pada eklampsia berkembang, sekitar 5 - 7% dari pasien ini
akan meninggal dunia. Penyebab kematian biasanya disebabkan
oleh perdarahan intrakranial, shock, gagal ginjal, pemisahan
prematur plasenta, dan pneumonia aspirasi. Selain itu, hipertensi
kronis mungkin merupakan sekuel dari eklampsia. Meskipun
jumlah trombosit meningkat secara signifikan setelah postpartum
kehamilan normotensif, sekitar ada 2 – 3 kali lipat meningkat
pada pasien preeklampsia. Nilai puncak terjadi pada 6 – 14 hari
setelah persalinan. kebanyakan merekomendasikan evaluasi yang
lengkap 6 minggu sampai 6 bulan (American College of
Obstetricians and Gynecologist, 2013).

32
BAB III
PEMBAHASAN

Field lab semester 7 kelompok 9 dilaksanakan pada 27 Januari 2020


meliputi topik Ilmu kedokteran keluarga dan masyarakat dan evaluasi program
puskesmas. Field lab dilakukan selama 1 minggu yang dilaksanakan di Puskesmas
Sumpiuh 1 Kabupaten Banyumas. Field lab dilaksanakan mulai pukul 7.30-14.00
WIB.
Kasus kedokteran keluarga dan komunitas salah satu diantaranya adalah
pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak (KIA). Pelayanan KIA yang sedang dilakukan
adalah tentang Ibu hamil dengan Resiko Tinggi (Risti). Pasien ibu hamil risti
didatangi oleh bidan dari puskesmas dengan melakukan home visit yang
dilakukan pada hari selasa, 28 Januari 2020. Pasien dengan nama Ny.M bertempat
tinggal di Desa X RT/RW X/X di wilayah kerja Puskesmas Sumpiuh 1 telah
didiagnosis GIIIPIIA0, Usia ibu 43 tahun, Usia kehamilan 34 minggu, janin tunggal
hidup intrauterin, punggung kanan, presentasi kepala, point of direction ubun-
ubun kecil, turun di Hodge 0 dengan Preeklamsia. Ny.M rutin melakukan Kontrol
kehamilannya di puskesmas. Alasan kehamilan Ny.M termasuk kedalam resiko
tinggi dikarenakan pasien telah berusia 43 tahun atau memenuhi kriteria 4T (4
Terlalu) yaitu terlalu tua. Sesuai dengan hasil penelitian (Yogi et al., 2014)
mengatakan bahwa ibu hamil yang usianya ≥35 tahun mengalami banyak
komplikasi, karena pada usia tersebut kelemahan fisik dan terjadi perubahan pada
jaringan dan alat reproduksi serta jalan lahir tidak lentur lagi. Salah satu penyakit
yang timbul pada usia tersebut biasanya hipertensi dan juga hampir semua ibu
hamil mengalami preeklamsia ringan dengan usia ≥35 tahun.
Pasien Ny.M sebelumnya tidak memiliki riwayat hipertensi sebelum
kehamilan tetapi memiliki riwayat preeklamsia sejak mengandung anak pertama.
Pada ibu hamil yang tidak memiliki riwayat hipertensi sebelumnya lebih
signifikan mengalami preeklamsia pada kehamilan berikutnya karena seorang ibu
hamil yang tidak mengetahui bahwa keadaanya sudah mengalami tanda-tanda
preeklamsia ringan seperti tekanan darah ≥140/90 mmHg disertai pembengkakan

33
pada wajah atau tungkai dan pemeriksaan penunjang ditemukan proteinuria
(Sutrimah, 2015).
Berdasarkan tinjauan teori yang dijelaskan menurut (Pudiastuti, 2012)
pada kasus preeklamsia ringan cukup melakukan rawat jalan selama 2 minggu
berturut-turut, namun jika selama kunjungan preeklamsia ringan tidak mengalami
perubahan baik dari tekanan darah, pembengkakanapada kaki ataupun proteinuria
tidak berubah atau terdapat tanda atau gejala dari preeklamsia berat maka pasien
harus dilakukan rawat inap selama 1 minggu. Namun jika keadaan pasien
mengalami perubahan maka tetap melakukan kunjungan antenatal dan tetap
memantau keadaan ibu dan keadaan janin. Apabila preeklamsia ringan berubah
menjadi preeklamsia berat yang ditandai dengan tekanan darah ≥160/110 mmHg,
pembengkakan pada wajang dan tungkai serta proteinuria ≥+2, nyeri epigastrum,
pandangan kabur, perubahan kesadaran dan nyeri kepala maka akan dilakukan
rawat inap dan segera melakukan tindakan emergency yaitu segera masuk rumah
sakit, tirah baring kiri, segera memasang cairan infus cairan dextrose 5% dimana
setiap 1 liter diselingi dengan cairan infus RL (60-125cc/jam) 500cc, dan
pemberian anti kejang/anti konvulsan magnesium sulfat (MgSO4) sebagai
pencegahan terjadinya kejang ataupun kejang yang berulang (Marmi, 2014).
Namun pada pasien Ny. M tidak diberikan tindakan segera karena tekanan
darah masih dalam batas preeklamsia ringan dan tidak ada tanda-tanda terjadinya
preeklamsia berat makan dianjurkan untuk melakukan kunjungan antenatal setiap
minggu untuk mengatasi preeklamsia ringan yang dialaminya. Berdasarkan data
yang diperoleh dari pasien Ny. M bahwa pasien telah melakukan kunjungan
antenatal selama 2 minggu berturut-turut dan dilanjutkan dengan kunjungan
rumah dengan memantau tekanan darah, berat badan, pembengkakan pada kaki
dan keadaan janin. Jadi pada keadaan Ny. M tidak memerlukan tindakan segera
atau kolaborasi karena keadaan pasien sudah berubah sejak kunjungan home visit.
Berdasarkan uraian diatas, rencana tindakan yang disusun berdasarkan
tujuan yang sesuai kebutuhan pasien Ny. M dengan kasus preeklamsia ringan
pada masa kehamilan yaitu, dilakukan kunjungan untuk evaluasi setelah diberikan
terapi rawat jalan dan pemberian obat nefedifin, memberitahu hasil pemeriksaan,
pendidikan kesehatan tentang makanan yang bergizi, personal hygine dan istirahat

34
yang cukup, mendiskusikan tentang tanda bahaya kehamilan, mendiskusikan
tentang komplikasi yang dapat terjadi pada kehamilan, mendiskusikan tentang
tanda-tanda preeklamsia berat, mendiskusikan tentang persiapan persalinan dan
kelahiran bayinya. Rencana asuhan yang telah disusun berdasarkan
diagnosa/masalah aktual dan potensial, hal ini menunjukkan tidak ada
kesenjangan antara teori dengan tinjauan manajemen asuhan kebidanan pada
penerapan studi kasus di praktek.
Pada kasus ini Ny. M 43 tahun dengan diagnosa preeklamsia ringan pada
masa kehamilan. Pada kasus ini, diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik dan pemeriksaang penunjang. Penatalaksanaan asuhan pada
studi kasus Ny. M dengan preeklamsia ringan, semua tindakan yang telah
direncanakan dapat dilaksanakan seluruhnya dengan baik dan tidak menemukan
hambatan yang berat karena adanya kerja sama dan penerimaan yang baik dari
klien dan keluarga yang kooperatif serta sarana dan fasilitas yang mendukung
dalam pelaksanaan tindakan di Puskesmas Sumpiuh 1. Dalam pelaksanaan
tindakan asuhan kebidanan tidak menemukan hambatan yang berarti karena
seluruh tindakan yang dilakukan sudah berorientasi pada kebutuhan klien.
Menurut teori dengan kenyataan yang ada dilapangan bahwa yang
dilakukan oleh tenaga kesehatan khusunya bidan dalam melakukan pelayanan
bagi ibu hamil resiko tinggi sudah sesuai dan dikategorikan baik, sehingga dapat
mencegah dan mengendalikan resiko kematian ibu.

35
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam menghadapi masa kehamilan serta persalinan setiap
individu memiliki masalah yang bervariasi.Hal ini bergantung pada
pengetahuan, persepsi dan wawasan ibu tentang masa persalinan.Selain
itu setiap ibu hamil memilki penyakit penyerta atau bawaan yang
berbeda-beda.
Setelah penulis melakukan pengkajian  pada Ny. M GIIIPIIA0 34
minggu janin tunggal hidup intrauterin, punggung kanan, presentasi
kepala, point of direction ubun-ubun kecil, turun di Hodge 0 dengan
Preeklamsia. Kemudian setelah melakukan identifikasi masalah, dibuat
rencana tindakan (intervensi) yang akan dilakukan antara lain
melakukan kolaborasi antara pasien dengan tenaga kesehatan bidan
dari puskesmas dengan cara melakukan home visit ke rumah pasien
sehingga didapatkan asuhan kebidanan yang komprehensif dan
optimal. Dilakukan pemantauan secara surveilans ibu hamil dengan
resiko tinggi yang bertujuan untuk mencegah dan mengendalikan
kematian ibu dan bayi sehingga ibu dan janin dapat lahir dengan
selamat tanpa adanya komplikasi yang berkelanjutan. Selain itu juga
memberikan motivasi serta dukungan dan semangat kepada ibu dan
keluarga.

B. Saran
i. Bagi tenaga kesehatan khususnya bidan
Kinerja bidan puskesmas sudah baik sehingga diharapkan tetap
dipertahankan. Bidan dan kader masyarakat bekerja sama dengan
keluarga pasien untuk melakukan surveilans ibu hamil resiko tinggi
kepada masyarakat agar dapat mendeteksi dini penyakit
berdasarkan keluhan yang dirasakan ibu lebih awal, sehingga dapat
dicegah sedini mungkin.

36
ii. Bagi Puskesmas
Untuk menambah semangat kerja para bidan, puskesmas dapat
memberikan reward berupa penghargaan dan sertifikat
dikategorikan sebagai bidan teladan. Puskesmas dapat
menyediakan kelas kreatif ibu hamil yang dijadwalkan di setiap
bulan sekali yang berisi edukasi dan dilakukan ditempat ibu hamil
yang malas melakukan kontrol rutin atau senam ibu hamil.
iii. Bagi ibu hamil
Melakukan pemeriksaan kehamilan secara rutin dan aktif minimal
4 kali selama hamil untuk mendeteksi preeklamsi sedini mungkin
dan menghindari terjadinya eklamsi.

37
DAFTAR PUSTAKA

ACOG. Robert JM, et all. 2013. Hypertension in Pregnancy. American


College of Obstetricians and Gynecologist.

Bloomberg. Duckitt K, Harrington D. 2011. Risk factors for pre-eclampsia at


antenatal booking: systematic review of controlled studies.

Hutabarat, Surya R, Ratna K. 2016. Preeclampsia. Available at


http://bestpractice.bmj.com/best-
practice/monograph/326/diagnosis/differential.html.  Cited: Desember
2016

Icemi dan Wahyu. 2013. Faktor-faktor Yang Berhubungan Dengan Kejadian


Preeklampsia Pada Ibu Hamil Di Rumah Sakit Roemani Muhammadiyah
Semarang: Jurnal Kebidanan.
Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.2013. Pelayanan Kesehatan Ibu di
Fasilitas Dasar dan Rujukan. Jakarta: Depkes RI

Manuaba. 2009 .Hypertension In Pregnancy The Management Of Hypertensive


Disorders During Pregnancy. Royal College of Obstetricians and
Gynaecologists.

Marmi. 2014. Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran


UNPAD..Obstetri Fisiologi. Bandung:Eleman.
Morgan & Hamilton, Uzan J, Carbonnel M, Piconne O, Asmar R. 2009. pre-
eclampsia: pathophysiology, diagnosis, and management.Vasc Health
Risk Manag. 2011;7:467-74.

Nugroho, Bagian Obstetrik dan Ginekologi FKUI. 2012. Buku Acuan Nasional
Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta: YBPSP.

Oxorn & Forte, Bilano VL, Ota E, Gancimeg T, Mori R and Souza JP. 2010. Risk
factors of pre-Eclampsia/Eclampsia and Its Adverse Outcames in Low and
Middle-Income Countries. Plos on.

Persatuan Obsetri dan Ginekologi (POGI). 2018. Esensial Obstetri dan Ginek
Hipertensi Dalam Kehamilan. Jakarta: Hipokrates.
Prawirohadjo, Sarwono. 2018. Ilmu Kebidanan. Jakarta :Bina Pustaka

38
Pribadi. Ida Bagus. Ketut Gde. 2015. Ilmu Kebidanan Penyakit Kandungan &
Keluarga Berencana untuk Pendidikan Bidan, Cetakan 3. Jakarta: EGC.

Pudiastuti, 2012. Obstetri Williams Vol 1Cetakan I. Jakarta: EGC.


Sitomorang. Malik, Abdul Saefuddin. 2016. Ilmu Kebidanan Edisi 4. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawihardjo

Sutrimah, 2015.Sinopsis Obstetri Jilid 2 Edisi 3. Jakarta: EGC.

Yogi ED,Hariyanto,Sombay E. Hubungan antara usia dengan preeklampsia pada


ibu hamil di POLRI KIA RSUD Kefamenanu kKabupaten Timor Tengah
Utara. Jurnal Delima Harapan,vol 3, No. 2 Agustus-januari.

39
LAMPIRAN

40

Anda mungkin juga menyukai

  • Refrat Lathifah Riana
    Refrat Lathifah Riana
    Dokumen25 halaman
    Refrat Lathifah Riana
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Arthritis Gout
    Arthritis Gout
    Dokumen7 halaman
    Arthritis Gout
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • RIANA Ke Ayah
    RIANA Ke Ayah
    Dokumen5 halaman
    RIANA Ke Ayah
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Riana Jwab
    Riana Jwab
    Dokumen10 halaman
    Riana Jwab
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Tugas Herbal
    Tugas Herbal
    Dokumen22 halaman
    Tugas Herbal
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Tutorial
    Tutorial
    Dokumen10 halaman
    Tutorial
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Tipoeng
    Tipoeng
    Dokumen13 halaman
    Tipoeng
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Evaprop Asi
    Evaprop Asi
    Dokumen29 halaman
    Evaprop Asi
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Urtikari
    Urtikari
    Dokumen7 halaman
    Urtikari
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Riana Jwab
    Riana Jwab
    Dokumen10 halaman
    Riana Jwab
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • JUDUL
    JUDUL
    Dokumen31 halaman
    JUDUL
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • PPPP Ikk
    PPPP Ikk
    Dokumen22 halaman
    PPPP Ikk
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Blok 23
    Blok 23
    Dokumen7 halaman
    Blok 23
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • PBL
    PBL
    Dokumen5 halaman
    PBL
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Blok 23
    Blok 23
    Dokumen7 halaman
    Blok 23
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • ANTRAKS
    ANTRAKS
    Dokumen25 halaman
    ANTRAKS
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Blok 23
    Blok 23
    Dokumen7 halaman
    Blok 23
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • ANTRAKS
    ANTRAKS
    Dokumen25 halaman
    ANTRAKS
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Untitled Document
    Untitled Document
    Dokumen61 halaman
    Untitled Document
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Tugas SC
    Tugas SC
    Dokumen1 halaman
    Tugas SC
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Daftar Isi
    Daftar Isi
    Dokumen2 halaman
    Daftar Isi
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • PPPPPPPPPPT Asi
    PPPPPPPPPPT Asi
    Dokumen8 halaman
    PPPPPPPPPPT Asi
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Jawaban Tutor Dinda Skenario 3
    Jawaban Tutor Dinda Skenario 3
    Dokumen2 halaman
    Jawaban Tutor Dinda Skenario 3
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Kerangka Konsep
    Kerangka Konsep
    Dokumen2 halaman
    Kerangka Konsep
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Proker DANUS
    Proker DANUS
    Dokumen10 halaman
    Proker DANUS
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • STEP 5-Dapus Lengkap
    STEP 5-Dapus Lengkap
    Dokumen36 halaman
    STEP 5-Dapus Lengkap
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Herpes Oftalmika
    Herpes Oftalmika
    Dokumen7 halaman
    Herpes Oftalmika
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Kirim My Lili
    Kirim My Lili
    Dokumen4 halaman
    Kirim My Lili
    riana mahwai
    Belum ada peringkat
  • Laporan Field Lab
    Laporan Field Lab
    Dokumen9 halaman
    Laporan Field Lab
    riana mahwai
    Belum ada peringkat