Anda di halaman 1dari 29

BAB I

PENDAHULUAN

1.      Latar  belakang

Bekal seorang bidan sebelum melakukan praktek pada sebuah layanan rumah bersalin adalah
mengetahui nama-nama alat kebidanan beserta fungsinya. Dalam hal ini terdapat beberapa Macam alat
kebidanan dan alat-alat yang biasa digunakan dalam kebidanan beserta fungsinya serta pemprosesan
alat setelah menggunakan alat tersebut dengan berbagai cara pemprosesannya beserta cara
pencegahan infeksi.

Pemilihan Materi Pengenalan alat dan pemerosean alat dalam praktek kebidanan adalah sebagai
persyarakatan struktur dari mata kuliah “Kebutuhan dasar manusia”  Dalam hal ini telah kami sajikan
berupa pengertian dari pengenalan alat-alat yang digunakan dalam praktek kebidanan, macam-macam
peralatan kebidanan, dan pencegahan infeksi serta fungsinya serta pemprosesan alat yang digunakan
untuk membersihkan dan mensterilisasikan alat-alat kebidananan yang telah digunakan. Selanjutnya
ucapan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam hal pembuatan makalah ini.
Dan kami penulis berharap agar nantinya dapat berguna dalam  proses pembelajaran mengenai alat-alat
kebidanan dan pemprosesan alat secara khusus dan secara umum pada mata kuliah Kebidanan.

2.    Rumusan masalah    

1.      Apa kepentingan seorang bidan dalam mengenal dan mengetahui alat-alat dan  pemprosesan alat
dalam praktek kebidanan?

2.      Apa saja macam-macam istilah pencegahan infeksi dalam kebidanan?

3.      Apa saja alat-alat kebidanan?

4.      Bagaimana cara mencegah kewaspadaan universal ?

5.      Apa yang dimaksud dengan pemprosesan alat ?

6.      Apa saja macam-macam pengelolahan sampah ?

3.    Tujuan makalah

1.      Mahasiswa mampu memahami tentang alat-alat kebidanan dan cara  pencegahan infeksi

2.      Mahasiswa mampu memahamitentang macam-macam istilah pencegahan infeksi

3.      Mahasiswa mampu memahami tentang penting pengenalan alat dan pemprosesan alat–alat
4.      Mahasiswa mampu memahami tentang alat-alat kebidanan dan fungsinya

5.      Mahasiswa mampu memahami tentang pengertian pemerosesan alat –alat

6.      Mahasiswa mampu memahami tentang macam-macam pengelolahansampah

BAB II

PEMBAHASAN

                                                      

1.    Istilah PI (Pencegahan Infeksi)

a.    Beberapa istilah yang digunakan untuk mencegah infeksi:

·         Asepsis atau teknik aseptik adalah istilah umum yang biasa digunakan dalam pelayanaan
kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Teknik aseptik
membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara
menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh (eradikasi) mikroorganisme pada kulit, jaringan dan
instrumen/peralatan hingga tingkat yang aman 

·         Antisepsis mengacu pada pencegahan infeksi dengan cara membunuh atau menghambat


pertumbuhan mikroorganisme pada kulit atau jaringan tubuh lainnya.  

·         Dekontaminasi adalah tindakan yang dilakukan untuk memastikan bahwa petugas kesehatan


dapat menangani secara aman berbagai benda yang terkontaminasi darah dan cairan tubuh. Peralatan
medis, sarung tangan dan permukaan (misalnya, meja periksa) harus segera didekontaminasi setelah
terpapar darah atau cairan tubuh. 

·         Mencuci dan membilas adalah tindakan-tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua


cemaran darah, cairan tubuh atau benda asing (misalnya debu, kotoran) dari kulit atau
instrumen/peralatan. 
·         Disinfeksi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan hampir semua mikroorganisme
penyebab penyakit yang mencemari benda-benda mati atau instrumen. 

·         Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus atau kimiawi. 

·         Sterilisasi adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua mikroorganisme (bakteri,


jamur, parasit dan virus) termasuk endospora bakteri dari benda-benda mati atau instrumen

Pengertian prinsip pencegahan infeksi :

Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme dari
lingkungan klien dan tenaga kesehatan ( Nakes )

Pengertian infeksi :

interaksi anti mikroorganisme dengan penjamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi,
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara, kontak langsung kuman tertentu
Tujuan :

·      Bagian dari kualitas pelayanan kesehatan

·      Mencegah infeksi silang dalam prosedur klinik seperti episiotomi, menyuntik, periksa dalam atau
Seksio Sesaria

·      Menurunkan risiko transmisi penyakit menular seperti Hepatitis B dan AIDS

·      Mengurangi terjadinya infeksi

·      Memberikan perlindungan terhadap klien, nakes

Aplikasi Kewaspadaan Standar :

·      Setiap orang dapat merupakan sumber infeksi

·      Membudayakan cuci tangan

·      Menggunakan barier protektif (misalnya: sepatu, masker, kacamata, gaun bedah, sarung tangan)
·      Penggunaan aseptik dan antiseptik

·      Memproses instrumen agar aman digunakan

·      Budaya aman dalam setiap prosedur

·      Pengelolaan limbah berbahaya secara adekuat

Upaya pencegahan infeksi nosokomial :

1.      Mengingat kembali tentang kemungkinan terjadinya infeksi, nosokomial akibat tingkah laku
personil rumah sakit

2.      Keharusan menaati prosedur pelayanan yang telah ditetapkan

3.      Peningkatan kemampuan opersonil

4.      Pemantauan terjadinya infeksi nosokomial

2.    Pengenalan alat-alat kesehatan (Instrumen dalam kebidanan)

Bekal seorang bidan sebelum melakukan praktek pada sebuah layanan rumah bersalin adalah
mengetahui nama-nama alat kebidanan beserta fungsinya. Dalam hal ini terdapat  beberapa Macam alat
kebidanan dan alat-alat yang biasa digunakan dalam kebidanan beserta fungsinya.

a.       Beberapa Macam Alat Kebidanan

Ada beberapa alat dari usaha bidan, yangbiasa digunakan selama persalinan.

a.       Peralatan dasar

Setiap bidan akan membawa beberapa peralatan dasar untuk kelahiran. Ini adalah item medis umum
yang meliputi sarung tangan steril, pelumas larut dalam air, gunting pusar, klem, jarum suntik, kain kassa
steril, pitocin, peralatan oksigen dan  pernafasan, bayi okular alat kontrasepsi, bantalan feminin berat
dan pakaian sekali  pakai. Barang-barang bantuan dalam kelahiran fisik bayi baru dan perawatan ibu.
Jika  bidan yang membantu kelahiran di rumah sakit, item ini akan menjadi pra-trayed dan dibawa ke
ruang melahirkan di gerobak, siap untuk bidan untuk digunakan.
b.      Peralatan pemantauan

Untuk kelahiran pusat rumah atau kelahiran, bidan akan menggunakan  peralatan pemantauan untuk
mengawasi tanda-tanda vital ibu dan bayi. Beberapa jenis  peralatan bidan dapat membawa kelahiran
terjadi di luar rumah sakit adalah stetoskop, manset tekanan darah, dan USG Doppler gel transmisi atau
fetoscope, dan stopwatch. Peralatan ini membantu bidan hati-hati mengikuti perkembangan ibu dan
bayi selama  proses persalinan. Dalam kelahiran rumah sakit, peralatan pemantauan yang biasa mereka
dapat atau tidak dapat digunakan, tergantung pada rumah sakit protokol, standar bidan praktek, dan
keinginan pasien.

c.       Peralatan lainnya 

Peralatan lain yang mungkin diperlukan oleh bidan adalah pad pemanasan atau foil bayi bendera pak,
cekungan emesis, pispot, cairan IV dan kit, konakion (vitamin K), bahan menjahit, anestesi lokal dan alat-
alat untuk membantu dalam tindakan kenyamanan, seperti genggam pijat alat.

d.      Peralatan untuk bidan belajar

Dalam proses pembelajaran, bidan membutuhkan beberapa alat bantu peraga kebidanan. Beberapa di
antaranya: phantom, relief, dan model.

b.      Berikut ini adalah daftar nama alat kebidanan beserta fungsinya:

1.      Termometer

adalah alat yang digunakan untuk mengukur  suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah
termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang  berarti panas dan meter yang berarti untuk
mengukur.

2.      Stetoskop 

 (bahasa Yunani:  stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah alat medis akustik untuk
memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan untuk mendengar  suara jantung dan pernapasan,
meskipun dia juga digunakan untuk mendengar  intestine dan aliran darah dalam arteri dan "vein".

3.      Tensi meter
 untuk mengukur tekanan darah.

4.      Funduscope          

 untuk mendengarkan denyut jantung janin.

5.      Doppler

untuk mendengarkan denyut jantung janin(elektrik)

6.      USG

untuk mengetahui keadaan dalam rahim, mis: janin, tumor, kanker, IUD.

7.      Bak Instrumen

sebagai tempat alat-alat yang akan digunakan untuk menolong  persalinan/merawat luka dan lain
sebagainya.

8.      Bengkok/Nier bekken

sebagai tempat alat-alat yang sudah terpakai saat menolong  persalinan/merawat luka dan lain
sebagainya.
9.      Gunting

Penggunaan Gunting dalam praktek kebidanan ada beberapa macam diantaranya sebagai berikut:

§  Gunting Diseksi (disecting scissor)

Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya biasanga runcing. Terdapat dua tipe yabg
sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe Metzenbaum

§  Gunting Benang

Fungsi dari gunting benang ini adalah Untuk menggunting benang atau  bagian-bagian yang sulit
digunting dengan gunting besar. Dan cara kerjanya adalah dengan menekan bagian gagang gunting

§  Gunting Episiotomi

Gunting Episiotomi adalah instrument yang digunakan untuk menggunting  bagian perineum terutama
jika perineum Ibu yang melahirkan kaku. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi
oleh vulva dan anus.

§  Gunting Tali Pusar

Gunting Tali Pusar adalah alat yang digunakan untuk menggunting tali pusar  bayi

10.  Klem

Fungsi umum klem adalah menjepit tali pusar. Klem memiliki beberapa jenis yang masing-masing
berbeda bentuk dan fungsinya.Namun yang digunakan dalam kebidanan hanya klem yang berfungsi
untuk menjepit tali pusar.

·         Klem Arteri Pean

Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan
lunak.

·         Klem Kocher

Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi pada ujungnya seperti pinset sirugis.
Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.

·         Klem Allis

Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor.

·         Klem Babcock
Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.

11.  Suction pump

untuk menyedot lendir dalam saluran pernapasan bayi

12.  Kateter

untuk membantu mengeluarkan urin.

13.  Benang CatGut

 yaitu benang yang digunakan dalam menjahit luka.

14.  Baby Scale

 untuk menimbang berat badan bayi.

15.  Timbangan Orang dewasa

untuk menimbang berat badan ibu hamil.

                          

16.  HB Sahli (Haemometer)


untuk mengukur kadar hemoglobin dalam darah.

17.  Sarung tangan / Handscoon

untuk melindungi petugas kesehatan saat bekerja

18.  Pinset anatomi

yaitu alat untuk membantu proses menjahit luka, utk menjepit otot.

·         Pinset Sirugis

Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan  penjahitan luka, memberi
tanda pada kulit sebelum memulai insisi.

§  Pinset Anatomis

Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan luka, menjepit  jaringan yang tipis dan
lunak.

§  Pinset Splinter

Penggunaannya adalah untuk mengadaptasi tepi-tepi luka ( mencegah overlapping).

19.  Jarum Hecting

adalah jarum untuk membantu proses menjahit luka.


20.  Setengah Kocher

Setengah Kocher adalah alat yang digunakan untuk memecahkan/melubangi selaput ketuban jika belum
pecah.

21.  Tong spatel

Nama lain dari Tong spatel adalah tongue depressor atau penekan lidah.juga sering di sebut Tongue
Blade (bahasa inggris) dan Zungenspatel (bahasa jerman). Fungsinya untuk menekan lidah,agar dapat
melihat lebih jelas keadaan di dalam tenggorokan, apakah ada kelainan-kelainan, misalnya ada
peradangan seperti pharyngitis,amandel,dan lain-lain.

22.  Nald vooder/Needle Holder/Nald Heacting

Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul  benang

23.  Sonde (Probe)

Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan eksplorasi, dan mengetahui kedalam luka.
24.  Korentang

Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil kassa,  jas operasi, doek, dan
laken steril.

25.  Spekulum

Spekulum adalah Alat yang berfungsi untuk melebarkan pembukaan vagina, yang berfungsi untuk di
gunakan untuk membuka vagina

26.  Pispot

Pispot adalah sebuah bejana yang diberi pegangan dan biasanya diletakkan di  bawah tempat tidur di
dalam kamar dan digunakan untuk buang air kecil di malam hari. Fungsi : alat yang di gunakan sebagai
tempat untuk buang air kecil

27.  Infusion set

Kegunaan: Alat bantu saluran masuk serta penyetelan keluarnya cairan infus ke dalam jaringan tubuh

28.  Jarum disposible
Alat Suntik Sekali Pakai (Auto Disable Syringe) ini dirancang dengan teknologi handal oleh Star Syringe
Limited (K1) dimana setelah penyuntikan selesai dilakukan, alat suntik secara otomatis terkunci / tidak
berfungsi dan jika  piston/pendorong ditarik kembali maka akan patah.

29.  Troli

Troli yaitu tempat untuk meletakkan alat-alat instrument.

30.  Waskom

Waskom yaitu tempat untuk mengisi air

31.  Vial

  Vial yaitu obat injeksi dapat beberapa kali pakai

32.  Spuit

Spuit yaitu alat untuk injeksi atau menyuntik


33.  Kom kasa

Kom kasa yaitu tempat untuk menaruh kasa

34.  Kom Betadine

Kom betadine yaitu tempat untuk manaruh betadine

35.  Kom sputum

Kom sputum adalah tempat untuk mengisi sputum/dahak

36.  Kom Kasa steril

kasa steril adalah tempat untuk kasa yang steril dan Wasped adalah alat untuk memberikan makanan

37.  Abocath

Abotacth yaitu jarum untuk pemasangan inpus

38.  Selang infus

Selang impus adalah selang untuk impus


39.  Kanala nasal/kateter nasal

Kanala nasal/kateter nasal yaitu selang untuk pemberian oksigen

40.  Standar impus

Standar impus adalah tempat untuk menggantungkan botol impus

41.  Tabung oksigen

abung Oksigen yaitu alat untuk memberikan oksigenSpismamonometer, umidipayer, klowmeter, tabung
O.
42.  Selang NGT

Selang NGT adalah selang untuk memberikan makanan

43.  Resusiatator bayi

Resusiatator bayi standar adalah alat untuk memompa oksigen udara bebas. digunakan untuk
memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan  buatan untuk menjamin kebutuhan
oksigen dan pengeluaran gas CO2

3.    Kewaspadaan universal

A.     Pengertian

Kewaspadaan Universal merupakan (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada
diagnosis penyakitnya (kamus-medis) .

Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan
kesehatan. Merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari
pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya.

Dasar Kewaspadaan Universal ini meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah
infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan
darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan,
serta pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).

Dalam menggunakan Kewaspadaan Universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama,
tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.

Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter gigi, tindakan
yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak
steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain.
Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi.

Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut
dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting
terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.

B.     Kewaspadaan universal di pelayanan kesehatan

a)      Penerapan Kewaspadaan Universal di Pelayaanan Kesehatan

Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus di tes untuk
semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain
dilakukan, misalnya waktu bedah.

Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk
semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba
suntikan.

Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan
harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien,
dengan melakukan tindakan berikut:

·         Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasienatau setelah membuka  sarung tangan.

·         Segera cuci tangan setelah ada hubungan dengan cairan tubuh.

·         Menggunakan sarung tangan bila mungkin ada hubungan dengan cairan tubuh.

·         Menggunakan masker dan kacamata pelindung jika kemungkinan terdapat percikan cairan
tubuh.         

·         Buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman (yang sekali pakai, tidak boleh dipakai
ulang).        
·         Bersihkan tumapahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.     

·         Patuhi standar sterilisasi alat medis.

·         Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.

·         Buang limbah sesuai dengan prosedur.      

Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan
cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3
bagi petugas kesehatan.

Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari kemungkinan
terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari kasus yang terdiagnosis
maupun yang tidak terdiagnosis.    

b)      Alasan Kewaspadaan Universal Sering Diabaikan     

Ada banyak alasan mengapa kewaspadaan universal tidak diterapkan, termasuk :

1.      Kurangnya pengetahuan petugas pelayan kesehatan

2.      Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker

3.      Kurangnya pasokan pennyedia yang dibutuhkan

c)      Risiko jika Kewaspadaan Universal Kurang Diterapkan

Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi.
Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien
menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan.

Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan
terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30%
untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk
mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada
data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.

Kewaspadaan Universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya risiko pada petugas layanan
kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh
ODHA.
  

C.     Contoh kasus terkait kewaspadaan universal di pelayanan kesehatan     

Contoh kasus yang ditemukan terkait penerapan kewaspadaan universal dalam pelayanan kesehatan
yaitu Infeksi nosokomial.

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Nosokomial berasal dari kata
Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah
sakit" kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.

Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi
nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan
untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit.

Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber.
Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke
tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama
ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit tambahan.
Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.        

Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah
sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang
dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah
belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia
memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum
memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa
dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.

Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya.
Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular.

Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan
peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di Amerika Serikat pada
tahu 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi
menular.
Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah
ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal
dikenalkan pada 1985.    

Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi
penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasiberdasarkan
sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll). Kewaspadaan khusus (sarung tangan)dengan tingkat yang
ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.     

Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:     

1.      Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan,
dan semakin banyak pasien harus diisolasi.

2.      Hasil tes sering diterima terlambat, sering setelah pasien pulang.

3.      Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi

4.      Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk
menenkankan biaya.

5.       Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan
akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada.

6.      Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan
untuk pasien dan petugas layanan kesehatan .

7.      Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling
untuk HIV).

Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan.
Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak
memandang status sumbernya. Lagipula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan,
dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan
persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan).

Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap
penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya
lebih mudah menular, misalnya virus Hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan
kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.         

Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja.
Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak
cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut
mengandung banyak kuman lain nanah, cairan ketuban, cairan limfa, ekskreta (air seni, tinja).    
4.      Pemprosesan Alat

A.    Pengertian

Pemrosesan alat adalah salah satu cara untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
berbahaya penyebab penyakit dari peralatan kesehatan yang sudah terpakai. Pemrosesan alat juga
dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman pada alatalat medis. Pemrosesan alat
dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara dekontaminasi, mencuci atau
membilas, dan sterilisasi.

B.     Jenis-jenis pemrosesan alat

Jenis- jenis pemrosesan alat, antara lain :

a.        Dekontaminasi

Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan,sarung tangan, dan
benda-benada  lainnya yang terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan lebih jauh,pakai sarung tangan
karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari latex, jika menangani peralatan yang sudah
digunakan atau kotor.

Segera setelah digunakan, masukkan benda-benda yang telah terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5
% selama 10 menit. Ini akan dengan cepat mematikan virus hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-
benda yang terkontaminasi telah terendam seluruhnya dalam larutan klorin.

Daya kerja larutan klorin akan cepat menurun sehingga harus diganti minimal setiap 24jam sekali atau
lebih cepat, jika terlihat telah kotor atau keruh.

b.         Pencucian atau bilas

adalah sebuah cara yang efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan
dan instrumentyang kotor atau sudah digunakan. Baik seterilisasi maupun desinfeksi tingkat tinggi
menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika bendabenda yang terkontaminasi tidak
dapat dicuci segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan
menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama secepat mungkin.

1.   Perlengkapan/ bahan – bahan untuk mencuci peralatan:

a)      Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga  dari  lateks

b)      Sikat halus (boleh menggunakan sikat gigi)

c)      Tabung suntik (minimal ukuran 10ml : untuk membilas bagian dalam kateter, termasuk kateter
penghisap lendir)

d)     Wadah plastik atau baja anti katat (stainless steel)

e)      Air bersih

f)       Sabun dan detergent

2.   Tahap-tahap pencucian dan pembilasan :

a)      Gunakan sarung tangan yang tebal pada kedua tangan.

b)      Ambil peralatan bekas pakai yang sudah di dekontaminasi (hatihati bila memegang peralatan yang
tajam, seperti gunting dan jarum jahit).

c)      Agar tidak  merusak bendabenda yang terbuat dari plastik atau karet,jangan dicuci secara
bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.

d)     Cuci setiap benda tajam secara terpisah dan hati-hati,seperti berikut :

·      Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.

·      Buka engsel gunting dan klem

·      Sikat dengan seksama terutama dibagian sambungan dan pojok peralatan

·      Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal di peralatan

·      Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau detergent.

·      Bilas benda-benda tersebut dangan air bersih

e)      Ulangi prosedur tersebut pada benda-benda lain.


f)       Jika peralatan akan di desinfeksi tingkat tinggi secara kimiawi (misalnya dalam larutan klorin 0,5%)
tempatkan peralatan dalam wadah yang bersih dan biarkan kering sebelum memulai proses DTT.

g)      Peralatan yang akan di desinfeksi Tingkat Tinggi dangan cara dikukus atau di rebus atau disterilisasi
di dalam autoklaf atau open panas kering, tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi
dimulai.

h)      Selagi masih memakai sarung tangan , cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas
secara seksama dangan menggunakan air bersih.

i)        Gantungkan sarung tangan dan biarkan dengan cara di angin-anginkan

C.     Desinfeksi Tingkat Tinggi (DTT)

DDT adalah cara efektif untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dari peralatan, sterilisasi
tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT  bisa dijangkau dengan cara merebus,
mengukus atau secara kimiawi. Ini dapat menghilangkan semua organisme kecuali beberapa bakteri
endospora sebesar 95%.

1.   DTT dengan cara merebus

Merebus merupakan cara efektif dan praktis untuk DTT. Perebusan dalam air selama 20 menit setelah
mendidih, dimana semua alat jika mungkin harus terendam semua, ditutup rapat dan dibiarkan
mendidih serta berputar.

a.       Gunakan panci dengan penutup yang rapat

b.      Ganti air setiap kali mendesinfeksi peralatan

c.       Rendam peralatan sehingga semuanya terendam dalam air

d.      Mulai panaskan air

e.       Mulai hitung waktu saat air mulai mendidih

f.       Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai

·   Rebus selama 20 menit

·   Catat lama waktu perebusan pelaratan di dalam buku khusus

·   Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan
·   Setelah peralatan kering,gunakan segera atau simpan dalam wadah DTT dan penutup. Peralatan bisa
disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.

2.   DTT dengan uap panas

           Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci maka sarung tangan siap DTT dengan uap tanpa
diberi talk.

a.    Gunakan panci perebus yang memiliki 3 susunan nampan pengukus.

b.   Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung tangan dapat dipakai tanpa
membuat kontaminasi baru

c.    Letakkan sarung tangan pada baki atau tampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari panci,letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya kearah tengah panci. jangan
menumpuk sarung tangan.

d.   Ulangi proses tersebut hingga semua nampan terisi dengan menyusun tiga nampan pengukus yang
brisi air.

e.    Letakkan penutup di atas panci paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika uap airnya
sedikit, suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme.

f.    Catat lamanya waktu pengukusan jika uapa air mulai keluar dari celah panci.

g.   Kukus sarung tangan 20 menit

h.   Angkat nampan pengukus paling atas dan goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa menetes
keluar.

i.     Letakkan nampan pengukus di atas panci yang kosong disebelah kompor

j.     Ulangi langkah tersebut hingga nampan tersebut  berisi sarung tangan susun di atas panci perebus
yang kosong.

k.   Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan di dalam panci sampai 4 – 6 jam.

l.     Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering gunakan pinset DTT untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan dalam wadah DTT lalu tutup rapat.
3.      DTT  dengan kimiawi

a.    Letakkan peralatan kering yang sudah didekontaminasi dan dicuci dalam wadah yang sudah berisi
laruta kimia.

b.   Pastikan bahwa peralatan terendam semua dalam larutan.

c.    Rendam selama 20 menit.

d.   Catat lama waktu perendaman

e.    Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan di wadah DTT yang berpenutup

f.    Setelah kering peralatan dapat digunakan atau disimpan dalam wadah DTT yang bersih.

D. Sterilisasi

Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba yang
dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Strilisasi jika dikatakan sebagai tindakan
untuk membunuh kuman patoge atau apatoge beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau
kedokteran denngan cara merebus,stoom,panas tinggi atau bahan kimia.jenis sterilisasi antara lain
sterlisasi cepat,strilisasi panas kering,strerilisasi gas (formalin, H2O2), rdiasi ionisasi.

1.      Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam sterilisasi :

a.    Sterilisator (alat untuk steril) harus siap pakai,bersih dan masih berfungsi

b.   Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan
jenis peralatan,jumlah,tanggal pelaksanaan steril.

c.    Penataan alat harus berprinsip semua bagian dapat steril

d.   d.Tidak boleh menambahkan peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai

e.    Memindahkan alat steril ke dalam tempatnya dengan korental

f.    f.Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka bungkusnya,bila terbuka harus dilakukan
sterilisasi ulang.

2.       Beberapa alat yang perlu disterilkan :


a.    Peralatan logam (pinset, gunting, speculum, dll)

b.   Peralatan kaca (semprit, tabung kimia)

c.    Peralatan karet (cateter, sarung tangan, pipa lambung,dll)

d.   Peralatan ebonite (kanule rectum, kanule trakea,dll)

e.    Peralatan email (bengkok, baskom, dll)

f.    Peralatan porselin (mangkok, cangkir, piring, dll)

g.   Peralatan plastic (selang infuse, dll)

h.   Peralatan tenunan (kain kassa, dll)

3.      Prosedur kerja

a.    Bersihkan peralatan yang akan disterilisasi

b.   Peralatan yang dibungkus harus diberi label

c.    Masukkan ke dalam sterilisator dan hidupkan sterilisator sesuai dengan waktu yang ditentukan

d.   Cara sterilisasi:

o   Sterilisasi dangan merebus dalam air mendidih sampai 100 (15-20 menit) untuk logam, kaca,dan
karet

o   Sterilisasi dengan stoom menggunakan uap panas di dalam autoclave dengan waktu, suhu,tekanan
tertentu untuk alat tenun

o   Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi ( logam yang tajam,dll )

o   Sterilisasi dengan bahan kimia menggunakan bahan kimia seperti alkohol, sublimat,uap formalin,
sarung tangan dan kateter.

  
5.      Pengelolahan Sampah (limbah infisitis)

A. Pengertian

Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.
Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.

Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah
sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung
bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.
Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar,
dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan
rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan
penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana
sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam
yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.

Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah
sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.

B.     Karakteristik limbah rumah sakit

Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat
dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum
sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan
non medis baik padat maupun cair.

Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau
sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun,
infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk
limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:

ü  Limbah benda tajam :Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang
terbuang mungkin

terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.

ü  Limbah infeksius:Limbah infeksius mencakup pengertian sebagai berikut:

o   Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif)

o   Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular.

ü  Limbah jaringan tubuh:Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.

ü  Limbah sitotoksik:Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang
terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc

ü  Limbah farmasi:Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat
yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.

ü  Limbah kimia:Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.

ü  Limbah radioaktif:Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.

ü  Limbah Plastik:Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis
peralatan dan perlengkapan medis.

Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau
dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi
kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah
sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit
seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH,
mikrobiologik, dan lainlain.

Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka
konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya
yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi
Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang
pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen
Lingkungan Rumah Sakit.

BAB III

PENUTUP

3.1  Kesimpulan

·         Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit, jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius terhadap sel atau jaringan.

·         Faktor- faktor yang menyebabkanperkembanganinfeksinosokomial

Tergantungdariagen yang menginfeksi,respondantoleransitubuh, faktorlingkungan, resistensiantibiotika,


danfaktoralat.

3.2  Saran

ü  Sterilkan alat dengan benar sesuai dengan prosedur.

ü  Jagalah alat dari kontaminasi lingkungan sekitar.

ü  Tangani dengan benar limbah rumah sakit.


DAFTAR PUSTAKA

      Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : RenataKomalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005

  Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, Dan Praktik.Edisi
4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.Jakarta : EGC.2005

Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Abdul Bari Saifudin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Sarwono Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai