Materi KDM 4
Materi KDM 4
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Bekal seorang bidan sebelum melakukan praktek pada sebuah layanan rumah bersalin adalah
mengetahui nama-nama alat kebidanan beserta fungsinya. Dalam hal ini terdapat beberapa Macam alat
kebidanan dan alat-alat yang biasa digunakan dalam kebidanan beserta fungsinya serta pemprosesan
alat setelah menggunakan alat tersebut dengan berbagai cara pemprosesannya beserta cara
pencegahan infeksi.
Pemilihan Materi Pengenalan alat dan pemerosean alat dalam praktek kebidanan adalah sebagai
persyarakatan struktur dari mata kuliah “Kebutuhan dasar manusia” Dalam hal ini telah kami sajikan
berupa pengertian dari pengenalan alat-alat yang digunakan dalam praktek kebidanan, macam-macam
peralatan kebidanan, dan pencegahan infeksi serta fungsinya serta pemprosesan alat yang digunakan
untuk membersihkan dan mensterilisasikan alat-alat kebidananan yang telah digunakan. Selanjutnya
ucapan terimakasih pada pihak-pihak yang telah membantu kami dalam hal pembuatan makalah ini.
Dan kami penulis berharap agar nantinya dapat berguna dalam proses pembelajaran mengenai alat-alat
kebidanan dan pemprosesan alat secara khusus dan secara umum pada mata kuliah Kebidanan.
2. Rumusan masalah
1. Apa kepentingan seorang bidan dalam mengenal dan mengetahui alat-alat dan pemprosesan alat
dalam praktek kebidanan?
3. Tujuan makalah
1. Mahasiswa mampu memahami tentang alat-alat kebidanan dan cara pencegahan infeksi
3. Mahasiswa mampu memahami tentang penting pengenalan alat dan pemprosesan alat–alat
4. Mahasiswa mampu memahami tentang alat-alat kebidanan dan fungsinya
BAB II
PEMBAHASAN
· Asepsis atau teknik aseptik adalah istilah umum yang biasa digunakan dalam pelayanaan
kesehatan. Istilah ini dipakai untuk menggambarkan semua usaha yang dilakukan dalam mencegah
masuknya mikroorganisme ke dalam tubuh dan berpotensi untuk menimbulkan infeksi. Teknik aseptik
membuat prosedur lebih aman bagi ibu, bayi baru lahir dan penolong persalinan dengan cara
menurunkan jumlah atau menghilangkan seluruh (eradikasi) mikroorganisme pada kulit, jaringan dan
instrumen/peralatan hingga tingkat yang aman
· Disinfeksi tingkat tinggi (DTT) adalah tindakan yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme kecuali endospora bakteri dengan cara merebus atau kimiawi.
Suatu usaha yang dilakukan untuk mencegah terjadinya resiko penularan infeksi mikro organisme dari
lingkungan klien dan tenaga kesehatan ( Nakes )
Pengertian infeksi :
interaksi anti mikroorganisme dengan penjamu rentan yang terjadi melalui kode transmisi,
mikroorganisme dapat terjadi melalui darah, udara, kontak langsung kuman tertentu
Tujuan :
· Mencegah infeksi silang dalam prosedur klinik seperti episiotomi, menyuntik, periksa dalam atau
Seksio Sesaria
· Menggunakan barier protektif (misalnya: sepatu, masker, kacamata, gaun bedah, sarung tangan)
· Penggunaan aseptik dan antiseptik
1. Mengingat kembali tentang kemungkinan terjadinya infeksi, nosokomial akibat tingkah laku
personil rumah sakit
Bekal seorang bidan sebelum melakukan praktek pada sebuah layanan rumah bersalin adalah
mengetahui nama-nama alat kebidanan beserta fungsinya. Dalam hal ini terdapat beberapa Macam alat
kebidanan dan alat-alat yang biasa digunakan dalam kebidanan beserta fungsinya.
Ada beberapa alat dari usaha bidan, yangbiasa digunakan selama persalinan.
a. Peralatan dasar
Setiap bidan akan membawa beberapa peralatan dasar untuk kelahiran. Ini adalah item medis umum
yang meliputi sarung tangan steril, pelumas larut dalam air, gunting pusar, klem, jarum suntik, kain kassa
steril, pitocin, peralatan oksigen dan pernafasan, bayi okular alat kontrasepsi, bantalan feminin berat
dan pakaian sekali pakai. Barang-barang bantuan dalam kelahiran fisik bayi baru dan perawatan ibu.
Jika bidan yang membantu kelahiran di rumah sakit, item ini akan menjadi pra-trayed dan dibawa ke
ruang melahirkan di gerobak, siap untuk bidan untuk digunakan.
b. Peralatan pemantauan
Untuk kelahiran pusat rumah atau kelahiran, bidan akan menggunakan peralatan pemantauan untuk
mengawasi tanda-tanda vital ibu dan bayi. Beberapa jenis peralatan bidan dapat membawa kelahiran
terjadi di luar rumah sakit adalah stetoskop, manset tekanan darah, dan USG Doppler gel transmisi atau
fetoscope, dan stopwatch. Peralatan ini membantu bidan hati-hati mengikuti perkembangan ibu dan
bayi selama proses persalinan. Dalam kelahiran rumah sakit, peralatan pemantauan yang biasa mereka
dapat atau tidak dapat digunakan, tergantung pada rumah sakit protokol, standar bidan praktek, dan
keinginan pasien.
c. Peralatan lainnya
Peralatan lain yang mungkin diperlukan oleh bidan adalah pad pemanasan atau foil bayi bendera pak,
cekungan emesis, pispot, cairan IV dan kit, konakion (vitamin K), bahan menjahit, anestesi lokal dan alat-
alat untuk membantu dalam tindakan kenyamanan, seperti genggam pijat alat.
Dalam proses pembelajaran, bidan membutuhkan beberapa alat bantu peraga kebidanan. Beberapa di
antaranya: phantom, relief, dan model.
1. Termometer
adalah alat yang digunakan untuk mengukur suhu (temperatur), ataupun perubahan suhu. Istilah
termometer berasal dari bahasa Latin thermo yang berarti panas dan meter yang berarti untuk
mengukur.
2. Stetoskop
(bahasa Yunani: stethos, dada dan skopeein, memeriksa) adalah sebuah alat medis akustik untuk
memeriksa suara dalam tubuh. Dia banyak digunakan untuk mendengar suara jantung dan pernapasan,
meskipun dia juga digunakan untuk mendengar intestine dan aliran darah dalam arteri dan "vein".
3. Tensi meter
untuk mengukur tekanan darah.
4. Funduscope
5. Doppler
6. USG
untuk mengetahui keadaan dalam rahim, mis: janin, tumor, kanker, IUD.
7. Bak Instrumen
sebagai tempat alat-alat yang akan digunakan untuk menolong persalinan/merawat luka dan lain
sebagainya.
8. Bengkok/Nier bekken
sebagai tempat alat-alat yang sudah terpakai saat menolong persalinan/merawat luka dan lain
sebagainya.
9. Gunting
Penggunaan Gunting dalam praktek kebidanan ada beberapa macam diantaranya sebagai berikut:
Gunting ini ada dua jenis yaitu, lurus dan bengkok. Ujungnya biasanga runcing. Terdapat dua tipe yabg
sering digunakan yaitu tipe Moyo dan tipe Metzenbaum
§ Gunting Benang
Fungsi dari gunting benang ini adalah Untuk menggunting benang atau bagian-bagian yang sulit
digunting dengan gunting besar. Dan cara kerjanya adalah dengan menekan bagian gagang gunting
§ Gunting Episiotomi
Gunting Episiotomi adalah instrument yang digunakan untuk menggunting bagian perineum terutama
jika perineum Ibu yang melahirkan kaku. Perineum adalah daerah antara kedua belah paha yang dibatasi
oleh vulva dan anus.
Gunting Tali Pusar adalah alat yang digunakan untuk menggunting tali pusar bayi
10. Klem
Fungsi umum klem adalah menjepit tali pusar. Klem memiliki beberapa jenis yang masing-masing
berbeda bentuk dan fungsinya.Namun yang digunakan dalam kebidanan hanya klem yang berfungsi
untuk menjepit tali pusar.
Ada dua jenis yang lurus dan bengkok. Kegunaanya adalah untuk hemostatis untuk jaringan tipis dan
lunak.
· Klem Kocher
Ada dua jenis bengkok dan lurus. Sifatnya mempunyai gigi pada ujungnya seperti pinset sirugis.
Kegunaannya adalah untuk menjepit jaringan.
· Klem Allis
Penggunaan klem ini adalah untuk menjepit jaringan yang halus dan menjepit tumor.
· Klem Babcock
Penggunaanya adalah menjepit dock atau kain operasi.
11. Suction pump
12. Kateter
13. Benang CatGut
14. Baby Scale
18. Pinset anatomi
yaitu alat untuk membantu proses menjahit luka, utk menjepit otot.
· Pinset Sirugis
Penggunaannya adalah untuk menjepit jaringan pada waktu diseksi dan penjahitan luka, memberi
tanda pada kulit sebelum memulai insisi.
§ Pinset Anatomis
Penggunaannya adalah untuk menjepit kassa sewaktu menekan luka, menjepit jaringan yang tipis dan
lunak.
§ Pinset Splinter
19. Jarum Hecting
Setengah Kocher adalah alat yang digunakan untuk memecahkan/melubangi selaput ketuban jika belum
pecah.
21. Tong spatel
Nama lain dari Tong spatel adalah tongue depressor atau penekan lidah.juga sering di sebut Tongue
Blade (bahasa inggris) dan Zungenspatel (bahasa jerman). Fungsinya untuk menekan lidah,agar dapat
melihat lebih jelas keadaan di dalam tenggorokan, apakah ada kelainan-kelainan, misalnya ada
peradangan seperti pharyngitis,amandel,dan lain-lain.
Gunanya adalah untuk memegang jarum jahit (nald heacting) dan sebagai penyimpul benang
23. Sonde (Probe)
Penggunaannya adalah untuk penuntun pisau saat melakukan eksplorasi, dan mengetahui kedalam luka.
24. Korentang
Penggunaannya adalah untuk mengambil instrumen steril, mengambil kassa, jas operasi, doek, dan
laken steril.
25. Spekulum
Spekulum adalah Alat yang berfungsi untuk melebarkan pembukaan vagina, yang berfungsi untuk di
gunakan untuk membuka vagina
26. Pispot
Pispot adalah sebuah bejana yang diberi pegangan dan biasanya diletakkan di bawah tempat tidur di
dalam kamar dan digunakan untuk buang air kecil di malam hari. Fungsi : alat yang di gunakan sebagai
tempat untuk buang air kecil
27. Infusion set
Kegunaan: Alat bantu saluran masuk serta penyetelan keluarnya cairan infus ke dalam jaringan tubuh
28. Jarum disposible
Alat Suntik Sekali Pakai (Auto Disable Syringe) ini dirancang dengan teknologi handal oleh Star Syringe
Limited (K1) dimana setelah penyuntikan selesai dilakukan, alat suntik secara otomatis terkunci / tidak
berfungsi dan jika piston/pendorong ditarik kembali maka akan patah.
29. Troli
30. Waskom
31. Vial
32. Spuit
34. Kom Betadine
35. Kom sputum
kasa steril adalah tempat untuk kasa yang steril dan Wasped adalah alat untuk memberikan makanan
37. Abocath
38. Selang infus
40. Standar impus
41. Tabung oksigen
abung Oksigen yaitu alat untuk memberikan oksigenSpismamonometer, umidipayer, klowmeter, tabung
O.
42. Selang NGT
43. Resusiatator bayi
Resusiatator bayi standar adalah alat untuk memompa oksigen udara bebas. digunakan untuk
memperbaiki fungsi ventilasi dengan cara memberikan pernafasan buatan untuk menjamin kebutuhan
oksigen dan pengeluaran gas CO2
3. Kewaspadaan universal
A. Pengertian
Kewaspadaan Universal merupakan (Universal Precaution) adalah kewaspadaan terhadap darah dan
cairan tubuh yang tidak membedakan perlakuan terhadap setiap pasien, dan tidak tergantung pada
diagnosis penyakitnya (kamus-medis) .
Kewaspadaan universal merupakan bagian dari upaya pengendalian infeksi di sarana pelayanan
kesehatan. Merupakan salah satu cara untuk mencegah penularan penyakit dari cairan tubuh, baik dari
pasien ke petugas kesehatan atau sebaliknya.
Dasar Kewaspadaan Universal ini meliputi pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah
infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantaranya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan
darah serta cairan infeksius yang lain, pengelolaan jarum dan alat tajam untuk mencegah perlukaan,
serta pengelolaan limbah (Depkes RI, 2003).
Dalam menggunakan Kewaspadaan Universal petugas kesehatan memberlakukan semua pasien sama,
tanpa memandang penyakit atau diagnosanya dengan asumsi bahwa risiko atau infeksi berbahaya.
Dalam semua sarana kesehatan, termasuk rumah sakit, puskesmas dan praktek dokter gigi, tindakan
yang dapat mengakibatkan luka atau tumpahan cairan tubuh, atau penggunaan alat medis yang tidak
steril, dapat menjadi sumber infeksi penyakit tersebut pada petugas layanan kesehatan dan pasien lain.
Jadi seharusnya ada pedoman untuk mencegah kemungkinan penularan terjadi.
Pedoman ini disebut sebagai kewaspadaan universal. Harus ditekankan bahwa pedoman tersebut
dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap penularan HIV, tetapi yang tidak kalah penting
terhadap infeksi lain yang dapat berat dan sebetulnya lebih mudah menular.
Sebelum kewaspadaan universal pertama dikenalkan di AS pada 1987, semua pasien harus di tes untuk
semua infeksi tersebut. Bila diketahui terinfeksi, pasien diisolasikan dan kewaspadaan khusus lain
dilakukan, misalnya waktu bedah.
Banyak petugas layanan kesehatan dan pemimpin rumah sakit masih menuntut tes HIV wajib untuk
semua pasien yang dianggap anggota ‘kelompok berisiko tinggi’ infeksi HIV, misalnya pengguna narkoba
suntikan.
Karena akan sulit untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi atau tidak, petugas layanan kesehatan
harus menerapkan kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien,
dengan melakukan tindakan berikut:
· Cuci tangan setelah berhubungan dengan pasienatau setelah membuka sarung tangan.
· Menggunakan sarung tangan bila mungkin ada hubungan dengan cairan tubuh.
· Menggunakan masker dan kacamata pelindung jika kemungkinan terdapat percikan cairan
tubuh.
· Buang jarum suntik dan alat tajam lain secara aman (yang sekali pakai, tidak boleh dipakai
ulang).
· Bersihkan tumapahan cairan tubuh dengan bahan yang cocok.
· Tangani semua bahan yang tercemar dengan cairan tubuh sesuai dengan prosedur.
Penerapan Kewaspadaan Universal (Universal Precaution) didasarkan pada keyakinan bahwa darah dan
cairan tubuh sangat potensial menularkan penyakit, baik yang berasal dari pasien maupun petugas
kesehatan. Prosedur Kewaspadaan Universal ini juga dapat dianggap sebagai pendukung progran K3
bagi petugas kesehatan.
Dengan menerapkan KU, setiap petugas kesehatan akan terlindung secara maksimal dari kemungkinan
terkena infeksi penyakit yang ditularkan melalui darah/cairan tubuh, baik dari kasus yang terdiagnosis
maupun yang tidak terdiagnosis.
2. Kurang dana untuk menyediakan pasokan yang dibutuhkan, misalnya sarung tangan dan masker
Kewaspadaan universal diciptakan untuk melindungi terhadap kecelakaan yang dapat terjadi.
Kecelakaan yang paling umum adalah tertusuk jarum suntik, yaitu jarum suntik yang dipakai pada pasien
menusuk kulit seorang petugas layanan kesehatan.
Penelitian menunjukkan bahwa risiko penularan rata-rata dalam kasus pasien yang bersangkutan
terinfeksi HIV adalah kurang lebih 0,3%, dibandingkan dengan 3% untuk hepatitis C dan lebih dari 30%
untuk hepatitis B. Jika darah dari pasien yang terinfeksi mengenai selaput mukosa (misalnya masuk
mata) petugas layanan kesehatan, risiko penularan HIV adalah kurang lebih 0,1%. Walaupun belum ada
data tentang kejadian serupa dengan darah yang dicemar hepatitis B, risiko jelas jauh lebih tinggi.
Kewaspadaan Universal yang tidak sesuai dapat menghasilkan bukan hanya risiko pada petugas layanan
kesehatan dan pasien lain, tetapi juga peningkatan pada stigma dan diskriminasi yang dihadapi oleh
ODHA.
Contoh kasus yang ditemukan terkait penerapan kewaspadaan universal dalam pelayanan kesehatan
yaitu Infeksi nosokomial.
Infeksi nosokomial adalah infeksi yang terdapat dalam sarana kesehatan. Nosokomial berasal dari kata
Yunani nosocomium, yang berarti rumah sakit. Maka, kata nosokomial artinya "yang berasal dari rumah
sakit" kata infeksi cukup jelas artinya, yaitu terkena hama penyakit.
Menurut Patricia C Paren, pasien dikatakan mengalami infeksi nosokomial jika pada saat masuk belum
mengalami infeksi kemudian setelah dirawat selama 48-72 jam klien menjadi terinfeksi Infeksi
nosokomial bisa bersumber dari petugas kesehatan, pasien yang lain, alat dan bahan yang digunakan
untuk pengobatan maupun dari lingkungan rumah sakit.
Infeksi nosokomial mulai dengan penyebab (di bagian tengah gambar berikut), yang ada pada sumber.
Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu masuk ke
tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama
ODHA yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit tambahan.
Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi.
Pada 1847, seorang dokter bernama Ignaz Semmelweis bekerja di bagian kebidanan di sebuah rumah
sakit di Vienna, Austria. Semmelweis mengamati bahwa angka kematian di antara ibu di bangsal yang
dilayani oleh mahasiswa kedokteran tiga kali lebih tinggi dibandingkan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Semmelweis mendalilkan bahwa hal ini terjadi karena mahasiswa langsung ke bangsal kebidanan setelah
belajar otopsi (bedah mayat), dan membawa infeksi dari mayat ke ibu yang melahirkan. Dia
memerintahkan dokter dan mahasiswa untuk mencuci tangannya dengan larutan klorin sebelum
memeriksakan ibu tersebut. Setelah aturan ini diterapkan, angka kematian menurun menjadi serupa
dengan bangsal yang dilayani oleh bidan.
Dengan masalah infeksi nosokomial menjadi semakin jelas, dicari kebijakan baru untuk menguranginya.
Solusi pertama pada 1877 adalah mendirikan rumah sakit khusus untuk penyakit menular.
Pengenalan sarung tangan lateks pada 1887 membantu mengurangi penularan. Tetapi dengan
peningkatan mortalitas (angka kematian) di 1960-an, Departemen Kesehatan di Amerika Serikat pada
tahu 1970 mengeluarkan kebijakan untuk mengisolasikan semua pasien yang diketahui tertular infeksi
menular.
Namun kebijakan ini kurang berhasil serta menimbulkan banyak masalah lain. Perhatian pada masalah
ini menjadi semakin tinggi dengan munculnya HIV pada 1985, kebijakan kewaspadaan universal
dikenalkan pada 1985.
Sesuai dengan kebijakan ini yang dikembangkan pada 1970, semua pasien yang diketahui terinfeksi
penyakit menular melalui tes wajib diisolasi. Kebijakan ini menentukan tujuh kategori isolasiberdasarkan
sifat infeksinya (daya menular, ganas, dll). Kewaspadaan khusus (sarung tangan)dengan tingkat yang
ditentukan oleh kategori hanya dipakai untuk pasien ini.
Teknik isolasi mengurangi jumlah infeksi nosokomial, tetapi timbul beberapa tantangan:
1. Peningkatan dalam jenis dan jumlah infeksi menular, sehingga semakin banyak tes harus dilakukan,
dan semakin banyak pasien harus diisolasi.
3. Biaya sangat tinggi, bila semua orang dites untuk setiap infeksi
4. Stigma dan diskriminasi meningkat bila hanya pasien yang dianggap berisiko tinggi dites untuk
menenkankan biaya.
5. Hasil tes dapat negatif palsu (hasil negatif walau terinfeksi), terutama dalam masa jendela, dengan
akibat petugas layanan kesehatan kurang waspada.
6. Sebaliknya hasil tes positif palsu (hasil positif walau tidak terinfeksi), dengan akibat kegelisahan
untuk pasien dan petugas layanan kesehatan .
7. Perhatian pada hak asasi mengharuskan pasien memberi informed consent (disertai oleh konseling
untuk HIV).
Sejak AIDS diketahui, kebijakan baru yang bernama kewaspadaan universal (KU) dikembangkan.
Kebijakan ini menganggap bahwa setiap darah dan cairan tertentu lain dapat mengandung infeksi, tidak
memandang status sumbernya. Lagipula, semua alat medis harus dianggap sebagai sumber penularan,
dan penularan dapat terjadi pada setiap layanan kesehatan, termasuk layanan kesehatan gigi dan
persalinan, pada setiap tingkat (klinik dan puskesmas sampai dengan rumah sakit rujukan).
Harus ditekankan bahwa kewaspadaan universal dibutuhkan tidak hanya untuk melindungi terhadap
penularan HIV tetapi yang tidak kalah penting terhadap infeksi lain yang dapat parah dan sebetulnya
lebih mudah menular, misalnya virus Hepatitis B dan C. Petugas layanan kesehatan harus menerapkan
kewaspadaan universal secara penuh dalam hubungan dengan semua pasien.
Kita biasanya menganggap cairan yang dapat menular HIV sebagai darah, cairan kelamin dan ASI saja.
Namun ada cairan lain yang dapat mengandung kuman lain, dan dalam sarana kesehatan, lebih banyak
cairan tubuh biasanya tersentuh. Contohnya, walaupun tinja tidak mengandung HIV, cairan berikut
mengandung banyak kuman lain nanah, cairan ketuban, cairan limfa, ekskreta (air seni, tinja).
4. Pemprosesan Alat
A. Pengertian
Pemrosesan alat adalah salah satu cara untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme
berbahaya penyebab penyakit dari peralatan kesehatan yang sudah terpakai. Pemrosesan alat juga
dikatakan suatu tindakan yang dilakukan untuk membunuh kuman pada alatalat medis. Pemrosesan alat
dilakukan dengan menggunakan bahan desinfektan melalui cara dekontaminasi, mencuci atau
membilas, dan sterilisasi.
a. Dekontaminasi
Dekontaminasi adalah langkah pertama dalam menangani peralatan, perlengkapan,sarung tangan, dan
benda-benada lainnya yang terkontaminasi. Dekontaminasi membuat benda-benda lebih aman untuk
ditangani petugas pada saat dilakukan pembersihan. Untuk perlindungan lebih jauh,pakai sarung tangan
karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari latex, jika menangani peralatan yang sudah
digunakan atau kotor.
Segera setelah digunakan, masukkan benda-benda yang telah terkontaminasi ke dalam larutan klorin 0,5
% selama 10 menit. Ini akan dengan cepat mematikan virus hepatitis B dan HIV. Pastikan bahwa benda-
benda yang terkontaminasi telah terendam seluruhnya dalam larutan klorin.
Daya kerja larutan klorin akan cepat menurun sehingga harus diganti minimal setiap 24jam sekali atau
lebih cepat, jika terlihat telah kotor atau keruh.
adalah sebuah cara yang efektif untuk menghilangkan sebagian besar mikroorganisme pada peralatan
dan instrumentyang kotor atau sudah digunakan. Baik seterilisasi maupun desinfeksi tingkat tinggi
menjadi kurang efektif tanpa proses pencucian sebelumnya. Jika bendabenda yang terkontaminasi tidak
dapat dicuci segera setelah didekontaminasi, bilas peralatan dengan air untuk mencegah korosi dan
menghilangkan bahan-bahan organik, lalu cuci dengan seksama secepat mungkin.
a) Sarung tangan karet yang tebal atau sarung tangan rumah tangga dari lateks
c) Tabung suntik (minimal ukuran 10ml : untuk membilas bagian dalam kateter, termasuk kateter
penghisap lendir)
e) Air bersih
b) Ambil peralatan bekas pakai yang sudah di dekontaminasi (hatihati bila memegang peralatan yang
tajam, seperti gunting dan jarum jahit).
c) Agar tidak merusak bendabenda yang terbuat dari plastik atau karet,jangan dicuci secara
bersamaan dengan peralatan yang terbuat dari logam.
· Gunakan sikat dengan air dan sabun untuk menghilangkan sisa darah dan kotoran.
· Pastikan tidak ada sisa darah dan kotoran yang tertinggal di peralatan
· Cuci setiap benda sedikitnya tiga kali (lebih jika perlu) dengan air dan sabun atau detergent.
g) Peralatan yang akan di desinfeksi Tingkat Tinggi dangan cara dikukus atau di rebus atau disterilisasi
di dalam autoklaf atau open panas kering, tidak usah dikeringkan sebelum proses DTT atau sterilisasi
dimulai.
h) Selagi masih memakai sarung tangan , cuci sarung tangan dengan air dan sabun kemudian dibilas
secara seksama dangan menggunakan air bersih.
DDT adalah cara efektif untuk membunuh mikroorganisme penyebab penyakit dari peralatan, sterilisasi
tidak selalu memungkinkan dan tidak selalu praktis. DTT bisa dijangkau dengan cara merebus,
mengukus atau secara kimiawi. Ini dapat menghilangkan semua organisme kecuali beberapa bakteri
endospora sebesar 95%.
Merebus merupakan cara efektif dan praktis untuk DTT. Perebusan dalam air selama 20 menit setelah
mendidih, dimana semua alat jika mungkin harus terendam semua, ditutup rapat dan dibiarkan
mendidih serta berputar.
f. Jangan tambahkan benda apapun ke dalam air mendidih setelah penghitungan waktu dimulai
· Biarkan peralatan kering dengan cara diangin-anginkan sebelum digunakan atau disimpan
· Setelah peralatan kering,gunakan segera atau simpan dalam wadah DTT dan penutup. Peralatan bisa
disimpan sampai satu minggu asalkan penutupnya tidak dibuka.
Setelah sarung tangan didekontaminasi dan dicuci maka sarung tangan siap DTT dengan uap tanpa
diberi talk.
b. Gulung bagian atas sarung tangan sehingga setelah DTT selesai, sarung tangan dapat dipakai tanpa
membuat kontaminasi baru
c. Letakkan sarung tangan pada baki atau tampan pengukus yang berlubang di bawahnya. Agar mudah
dikeluarkan dari panci,letakkan sarung tangan dengan bagian jarinya kearah tengah panci. jangan
menumpuk sarung tangan.
d. Ulangi proses tersebut hingga semua nampan terisi dengan menyusun tiga nampan pengukus yang
brisi air.
e. Letakkan penutup di atas panci paling atas dan panaskan air hingga mendidih. Jika uap airnya
sedikit, suhunya mungkin tidak cukup tinggi untuk membunuh mikroorganisme.
f. Catat lamanya waktu pengukusan jika uapa air mulai keluar dari celah panci.
h. Angkat nampan pengukus paling atas dan goyangkan perlahan-lahan agar air yang tersisa menetes
keluar.
j. Ulangi langkah tersebut hingga nampan tersebut berisi sarung tangan susun di atas panci perebus
yang kosong.
k. Biarkan sarung tangan kering dengan diangin-anginkan di dalam panci sampai 4 – 6 jam.
l. Jika sarung tangan tidak akan segera dipakai, setelah kering gunakan pinset DTT untuk
memindahkan sarung tangan. Letakkan sarung tangan dalam wadah DTT lalu tutup rapat.
3. DTT dengan kimiawi
a. Letakkan peralatan kering yang sudah didekontaminasi dan dicuci dalam wadah yang sudah berisi
laruta kimia.
e. Bilas peralatan dengan air matang dan angin-anginkan di wadah DTT yang berpenutup
f. Setelah kering peralatan dapat digunakan atau disimpan dalam wadah DTT yang bersih.
D. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya pembunuhan atau penghancuran semua bentuk kehidupan mikroba yang
dilakukan di rumah sakit melalui proses fisik maupun kimiawi. Strilisasi jika dikatakan sebagai tindakan
untuk membunuh kuman patoge atau apatoge beserta spora yang terdapat pada alat perawatan atau
kedokteran denngan cara merebus,stoom,panas tinggi atau bahan kimia.jenis sterilisasi antara lain
sterlisasi cepat,strilisasi panas kering,strerilisasi gas (formalin, H2O2), rdiasi ionisasi.
a. Sterilisator (alat untuk steril) harus siap pakai,bersih dan masih berfungsi
b. Peralatan yang akan di sterilisasi harus dibungkus dan diberi label yang jelas dengan menyebutkan
jenis peralatan,jumlah,tanggal pelaksanaan steril.
d. d.Tidak boleh menambahkan peralatan dalam sterilisator sebelum waktu mensteril selesai
f. f.Saat mendinginkan alat steril tidak boleh membuka bungkusnya,bila terbuka harus dilakukan
sterilisasi ulang.
3. Prosedur kerja
c. Masukkan ke dalam sterilisator dan hidupkan sterilisator sesuai dengan waktu yang ditentukan
d. Cara sterilisasi:
o Sterilisasi dangan merebus dalam air mendidih sampai 100 (15-20 menit) untuk logam, kaca,dan
karet
o Sterilisasi dengan stoom menggunakan uap panas di dalam autoclave dengan waktu, suhu,tekanan
tertentu untuk alat tenun
o Sterilisasi dengan panas kering menggunakan oven panas tinggi ( logam yang tajam,dll )
o Sterilisasi dengan bahan kimia menggunakan bahan kimia seperti alkohol, sublimat,uap formalin,
sarung tangan dan kateter.
5. Pengelolahan Sampah (limbah infisitis)
A. Pengertian
Limbah (menurut PP NO 12, 1995) adalah bahan sisa suatu kegiatan dan atau proses produksi.
Sedangkan limbah rumah sakit menurut Permenkes RI nomor: 1204/MENKES/SK/X/2004 Tentang
Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah Sakit adalah semua limbah yang dihasilkan dari kegiatan
rumah sakit dalam bentuk padat, cair, dan gas.
Limbah rumah sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme bergantung pada jenis rumah
sakit, tingkat pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang. Limbah cair rumah sakit dapat mengandung
bahan organik dan anorganik yang umumnya diukur dan parameter BOD, COD, TSS, dan lain-lain.
Sementara limbah padat rumah sakit terdiri atas sampah mudah membusuk, sampah mudah terbakar,
dan lain-lain. Limbah-limbah tersebut kemungkinan besar mengandung mikroorganisme patogen atau
bahan kimia beracun berbahaya yang menyebabkan penyakit infeksi dan dapat tersebar ke lingkungan
rumah sakit yang disebabkan oleh teknik pelayanan kesehatan yang kurang memadai, kesalahan
penanganan bahan-bahan terkontaminasi dan peralatan, serta penyediaan dan pemeliharaan sarana
sanitasi yang masih buruk. Limbah benda tajam adalah semua benda yang mempunyai permukaan tajam
yang dapat melukai / merobek permukaan tubuh.
Limbah gas adalah semua limbah yang berbentuk gas yang berasal dari kegiatan pembakaran di rumah
sakit seperti insinerator, dapur, perlengkapan generator, anastesi, dan pembuatan obat citotoksik.
Limbah sitotoksis adalah limbah dari bahan yang terkontaminasi dari persiapan dan pemberian obat
sitotoksis untuk kemoterapi kanker yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan sel hidup.
Sampah dan limbah rumah sakit adalah semua sampah dan limbah yang dihasilkan oleh kegiatan rumah
sakit dan kegiatan penunjang lainnya. Apabila dibanding dengan kegiatan instansi lain, maka dapat
dikatakan bahwa jenis sampah dan limbah rumah sakit dapat dikategorikan kompleks. Secara umum
sampah dan limbah rumah sakit dibagi dalam dua kelompok besar, yaitu sampah atau limbah medis dan
non medis baik padat maupun cair.
Limbah medis adalah yang berasal dari pelayanan medis, perawatan, gigi, veterinari, farmasi atau
sejenis, pengobatan, perawatan, penelitian atau pendidikan yang menggunakan bahan-bahan beracun,
infeksius berbahaya atau bisa membahayakan kecuali jika dilakukan pengamanan tertentu. Bentuk
limbah medis bermacam-macam dan berdasarkan potensi yang terkandung di dalamnya dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
ü Limbah benda tajam :Limbah benda tajam adalah obyek atau alat yang memiliki sudut tajam, sisi,
ujung atau bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit seperti jarum hipodermik,
perlengkapan intravena, pipet pasteur, pecahan gelas, pisau bedah. Semua benda tajam ini memiliki
potensi bahaya dan dapat menyebabkan cedera melalui sobekan atau tusukan. Benda-benda tajam yang
terbuang mungkin
terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi, bahan beracun atau radioaktif.
o Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawatan
intensif)
o Limbah laboratorium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan/isolasi penyakit menular.
ü Limbah jaringan tubuh:Limbah jaringan tubuh meliputi organ, anggota badan, darah dan cairan tubuh,
biasanya dihasilkan pada saat pembedahan atau otopsi.
ü Limbah sitotoksik:Limbah sitotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi
dengan obat sitotoksik selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi sitotoksik. Limbah yang
terdapat limbah sitotoksik didalamnya harus dibakar dalam incinerator dengan suhu diatas 1000oc
ü Limbah farmasi:Limbah farmasi ini dapat berasal dari obat-obat kadaluwarsa, obat-obat yang
terbuang karena batch yang tidak memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, obat-obat
yang dibuang oleh pasien atau dibuang oleh masyarakat, obat-obat yang tidak lagi diperlukan oleh
institusi yang bersangkutan dan limbah yang dihasilkan selama produksi obat-obatan.
ü Limbah kimia:Limbah kimia adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan bahan kimia dalam
tindakan medis, veterinari, laboratorium, proses sterilisasi, dan riset.
ü Limbah radioaktif:Limbah radioaktif adalah bahan yang terkontaminasi dengan radio isotop yang
berasal dari penggunaan medis atau riset radio nukleida. Limbah ini dapat berasal dari antara lain :
tindakan kedokteran nuklir, radio-imunoassay dan bakteriologis; dapat berbentuk padat, cair atau gas.
Limbah cair yang dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi.
ü Limbah Plastik:Limbah plastik adalah bahan plastik yang dibuang oleh klinik, rumah sakit dan sarana
pelayanan kesehatan lain seperti barang-barang dissposable yang terbuat dari plastik dan juga pelapis
peralatan dan perlengkapan medis.
Selain sampah klinis, dari kegiatan penunjang rumah sakit juga menghasilkan sampah non medis atau
dapat disebut juga sampah non medis. Sampah non medis ini bisa berasal dari kantor/administrasi
kertas, unit pelayanan (berupa karton, kaleng, botol), sampah dari ruang pasien, sisa makanan buangan;
sampah dapur (sisa pembungkus, sisa makanan/bahan makanan, sayur dan lain-lain). Limbah cair yang
dihasilkan rumah sakit mempunyai karakteristik tertentu baik fisik, kimia dan biologi. Limbah rumah
sakit bisa mengandung bermacam-macam mikroorganisme, tergantung pada jenis rumah sakit, tingkat
pengolahan yang dilakukan sebelum dibuang dan jenis sarana yang ada (laboratorium, klinik dll).
Tentu saja dari jenis-jenis mikroorganisme tersebut ada yang bersifat patogen. Limbah rumah sakit
seperti halnya limbah lain akan mengandung bahan-bahan organik dan anorganik, yang tingkat
kandungannya dapat ditentukan dengan uji air kotor pada umumnya seperti BOD, COD, TTS, pH,
mikrobiologik, dan lainlain.
Melihat karakteristik yang ditimbulkan oleh buangan/limbah rumah sakit seperti tersebut diatas, maka
konsep pengelolaan lingkungan sebagai sebuah sistem dengan berbagai proses manajemen didalamnya
yang dikenal sebagai Sistem Manajemen Lingkungan (Environmental Managemen System) dan diadopsi
Internasional Organization for Standar (ISO) sebagai salah satu sertifikasi internasioanal di bidang
pengelolaan lingkunan dengan nomor seri ISO 14001 perlu diterapkan di dalam Sistem Manajemen
Lingkungan Rumah Sakit.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
· Infeksi merupakan invasi tubuh oleh patogen atau mikroorganisme yang mampu menyebabkan
sakit, jika mikroorganisme gagal menyebabkan cidera yang serius terhadap sel atau jaringan.
3.2 Saran
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, dan Praktik.Edisi
4.Volume 2.Alih Bahasa : RenataKomalasari,dkk.Jakarta:EGC.2005
Potter, P.A, Perry, A.G.Buku Ajar Fundamental Keperawatan : Konsep,Proses, Dan Praktik.Edisi
4.Volume 1.Alih Bahasa : Yasmin Asih, dkk.Jakarta : EGC.2005
Linda Tietjen, dkk. 2004. Panduan Pencegahan Infeksi. Jakarta. Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.
Abdul Bari Saifudin. 2002. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal Dan Neonatal. Jakarta.
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Sarwono Prawirohardjo. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo