Anda di halaman 1dari 77

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2017

TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI BANDAR LAMPUNG

(SKRIPSI)

Oleh
LISA AGUSTIN WIBOWO

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
ABSTRAK

IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2017


TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK
DI BANDAR LAMPUNG

Oleh
Lisa AgustinWibowo

Di Kota Bandar Lampung, peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) berlaku


Mulai 31 Juli 2017, Pemerintah Provinsi Lampung telah menetapkan sejumlah
tempat sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Aturan yang tertuang dalam Perda
Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut memuat
sanksi tegas, yakni pidana kurungan tiga bulan, dan/atau denda Rp 1 juta. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Peraturan Daerah
Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung. Jenis penelitian deskriptif,
analisis data merupakan cara seseorang peneliti dalam mengelola data yang telah
terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karna data
yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja.

Hasil penelitian menunjukan asas implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun


2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung dilakukan berdasarkan
kepentingan kualitas kesehatan manusia, keseimbangan kesehatan manusia dan
lingkungan, kemanfaatan umum, keterpaduan, keserasian, kelestarian dan
keberlanjutan, partisipatif, keadilan, transaparnsi dan akuntabilitas. Maksud
implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa
Rokok di Bandar Lampung ini adalah mendorong pembatasan ruang tempat untuk
tidak boleh merokok dan sebagai komitmen dalam mendorong terbangunnya
budaya disiplin bagi perokok aktif atas bahaya dan dampaknya bagi kesehatan.
Tujuan implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan
Tanpa Rokok di Bandar Lampung untuk menciptakan ruang dan lingkungan yang
bersih dan sehat; melindungi kesehatan perorangan, keluarga, masyarakat dan
lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung karsinogen dan zat adiktif,
dalam produk tembakau yang dapat menyebabkan penyakit, kematian dan
penururnan kualitas hidup; melindungi setiap orang dari dorongan lingkungan
dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi penggunaan dan ketergantungan
terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa tembakau; meningkatkan
kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap bahaya merokok dan manfaat
hidup tanpa merokok; melindungi kesehatan masyarakat dari bahaya asap rokom
orang dan mweujudkan generasi muda yang sehat.

Kata Kunci: Implementasi, Peraturan Daerah, Kawasan Tanpa Rokok


ABSTRACT

IMPLEMENTATION OF REGIONAL REGULATIONS NUMBER 8 OF 2017


CONCERNING NON-SMOKING AREAS IN BANDAR LAMPUNG

By
Lisa Agustin Wibowo

In Bandar Lampung City, the Non-Smoking Zone (KTR) regulation is effective


from 31 July 2017, the Lampung Provincial Government has designated a number
of places as Non-Smoking Areas (KTR). The rules contained in the Regional
Regulation Number 8 Of 2017 concerning Non-Smoking Areas (KTR) contain
strict sanctions, namely three months imprisonment, and / or a fine of Rp. 1
million. The purpose of this study was to determine the implementation of
Regional Regulations Regarding Non-Smoking Areas in Bandar Lampung. This
type of descriptive research, data analysis is a way for a researcher to manage
collected data to get a conclusion from his research, because the data obtained
from a study cannot be used for granted.

The results of the study show that the principle of implementing Regional
Regulation No. 8 of 2017 concerning Non-Smoking Areas in Bandar Lampung is
based on the importance of human health quality, balance of human health and
the environment, public benefit, integration, harmony, sustainability and
sustainability, participation, justice, transparency and accountability. The
purpose of implementing Regional Regulation No. 8 of 2017 concerning Non-
Smoking Areas in Bandar Lampung is to encourage restrictions on the space for
not smoking and as a commitment to encourage the establishment of a culture of
discipline for active smokers on the dangers and impacts on health. The purpose
of implementing Regional Regulation Number 8 of 2017 concerning Non-Smoking
Areas in Bandar Lampung to create clean and healthy spaces and environments;
protect the health of individuals, families, communities and the environment from
the dangers of materials containing carcinogens and addictive substances, in
tobacco products that can cause illness, death and reduced quality of life; protect
everyone from environmental encouragement and the influence of advertising and
promotion for the initiation of use and dependence on ingredients containing
addictive substances in the form of tobacco; increase public awareness and
alertness to the dangers of smoking and the benefits of living without smoking;
protect people's health from the dangers of rocket smoke people and realize
healthy young generation

Keywords: Implementation, Regional Regulations, Non-Smoking Areas


IMPLEMENTASI PERATURAN DAERAH NOMOR 8 TAHUN 2017
TENTANG KAWASAN TANPA ROKOK DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

Lisa Agustin Wibowo

SKRIPSI

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar

Ilmu Pemerintahan

Pada

Jurusan Ilmu Pemerintahan

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

2019
RIWAYAT HIDUP

Penulis memiliki nama lengkap Lisa Agustin Wibowo Lahir di

Bandar Lampung pada tanggal 04 Agustus 1994. Merupakan

putri dari Bpk. Bowo Suwito dan Ibu W.Tarkiah TR, sebagai

anak ketiga dari empat bersaudara. Penulis menempuh

pendidikan di Taman Kanak-Kanak (TK) Pertiwi Bandar Lampung pada tahun

2002, SDN 02 Rawa Laut yang diselesaikan pada tahun 2007, SMPN 4 Bandar

Lampung yang diselesaikan pada tahun 2010, dan SMAN 1 Bandar Lampung

yang diselesaikan pada tahun 2013. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa jurusan

Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik melalui jalur Seleksi

Pararel Universitas Lampung tahun 2013. Penulis mengikuti Kuliah Kerja Nyata

(KKN) di Kampung Negeri Ratu Kecamatan Pubian Kabupaten Lampung Tengah

selama 40 hari.
MOTTO

“Barang siapa yang bersungguh-sungguh,


sesungguhnya kesungguhan tersebut untuk kebaikan
dirinya sendiri”
(Qs. Al- Ankabut:6)

“Honesty is a very expensive gift. Do not expect it


from cheap people”
(Warren Buffet)
PERSEMBAHAN

Kupersembahkan karya yang penuh perjuangan ini untuk kedua orang tua

tercinta MamakuW Tarkiah TR dan Bapakku Bowo Suwito. Untuk Kakak

Fitriyah Apri W, Fara Juliana BS, dan AdikSiti Sundari Wibowo, dan

Rachmad Afandi, Serta seluruh pihak yang selalu mendukungku. Dan untuk

almamaterku tercinta, Universitas Lampung terimakasih atas pengalaman

hidup dan pembelajaran yang luar biasa berharga.


SANWACANA

Puji syukur Kehadirat Allahyang Maha Esa,Karena Atas Limpahan Rahmat-Nya

Sehingga Penulis Dapat Menyelesaikan Skripsi Ini Dengan Judul “Implementasi

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Di

Bandar Lampung”sebagai salah satu persayaratan untuk meraih gelar Sarjana

Ilmu Pemerintahan di Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penyusunan skripsi ini jauh dari kata

sempurna dan tidak terlepas dari berbagai hambatan dan kesulitan. Namun,

penulis berusaha semaksimal mungkin dalam penyusunan skripsi ini dengan

kemampuan dan pengetahuan yang penulis miliki, serta berkat bantuan dari

berbagai pihak penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Dan dalam kesempatan

ini, penulis menyampaikan ucapan terimakasih yang tak terhingga kepada :

1. Tuhan YME yang telah memberikan nikmat iman yang luar biasa sehingga

penulis diberikan kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini.

2. Kedua orang tuaku tercinta. Terimakasih atas segala bentuk dukungan yang

mama dan bapak berikan kepadaku. Terimakasih untuk semua doa dan

dukungan kalian yang tidak pernah putus sehingga selalu diberikan

kemudahan dan kebahagian melimpah di dunia ini. Kasih sayang kalian selalu

menjadi semangat untuk selalu membuat kalian bahagia dan bangga.

3. Bapak Dr. Syarief Makhya, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu

Politik, Universitas Lampung.


4. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP, selaku Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

5. Bapak Darmawan Purba, S.IP, M.IPselaku Seketaris Jurusan Ilmu Pemerintahan,

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Lampung.

6. Bapak Dr. Robi Cahyadi Kurniawan, S.IP, M.A. selaku pembimbing akademik .

7. Bapak Drs. R. Sigit Krisbintoro, M.IP selaku Dosen Pembimbing. Terimakasih

atas bimbingannya selama ini, selalu sabar dan ramah dalam membimbing

saya dalam menyelesaikan skripsi ini. Terimakasih atas semua ilmu yang luar

biasa yang selalu Bapak berikan kepada saya.

8. Bapak Drs. Denden Kurnia Drajat, M.Si selaku Dosen Pembahas. Terimakasih

atas semua kritik dan saran yang membangun serta kebaikan dan keramahan

bapak selama menjadi dosen pembahas saya hingga saya bisa menyelesaikan

skripsi ini.

9. Almamaterku tercinta, Universitas Lampung. Terima kasih untuk segala

pembelajaran berharga di bangku perkuliahan yang telah membuatku menjadi

orang yang lebih baik.

Akhir kata, penulis berharap semoga penelitian ini bisa bermanfaat dan

memberikan keluasan ilmu bagi semua pihak yang telah membantu. Terimakasih

banyak untuk segala bentuk doa dan dukungan yang kalian berikan.

Bandar Lampung, Mei 2019


Penulis,

Lisa Agustin Wibowo


DAFTAR ISI

Halaman

I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................... 7
C. Tujuan Penelitian .......................................................................... 7
D. Manfaat Penelitian ......................................................................... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA


A. Tinjauan Tentang Kebijakan .......................................................... 9
B. Tinjauan Tentang Implementasi ..................................................... 15
C. Tinjauan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ........................................ 26
D. Kerangka Pikir ............................................................................... 30

III. METODE PENELITIAN


A. Tipe Penelitian ............................................................................... 31
B. Lokasi Penelitian ............................................................................ 32
C. Fokus Penelitan .............................................................................. 32
D. Jenis Data Penelitian ...................................................................... 33
E. Penentuan Informan ....................................................................... 34
F. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 35
G. Teknik Pengolahan Data ................................................................ 36
H. Teknik Analisis Data ...................................................................... 37
I. Teknik Keabsahan Data ................................................................ 38
J. Triangulasi Data ............................................................................. 42
IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN
A. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung ......... 43
B. Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bandar Lampung ......................... 48

V. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Penelitian .............................................................................. 57
B. Pembahasan .................................................................................... 62

VI. SIMPULAN DAN SARAN


A. Simpulan ........................................................................................ 76
B. Saran ............................................................................................... 77

DAFTAR PUSTAKA
DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Jurnal Penelitian Kawasan Tanpa Rokok (KTR) ....................................... 3


2. Data pengguna rokok berdasarkan usia di Bandar Lampung (2015-2017) 4
3. Data pengguna rokok berdasarkan prevelensi perokok di Bandar
Lampung (2016-2017) ............................................................................... 4
4. Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung ............................ 52
DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Kerangka Pikir Penelitian .......................................................................... 30


1

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Kebijakan publik adalah segala hal yang diputuskan oleh pemerintah. Definisi ini

menunjukkan bagaimana pemerintah memiliki otoritas untuk membuat kebijakan

yang bersifat mengikat. Dalam proses pembuatan kebijakan terdapat dua model

pembuatan, yang bersifat top-down dan bottom-up. Idealnya proses pembuatan

kebijakan hasil dari dialog antara masyarakat dengan pemerintah sehingga

kebijakan tidak bersifat satu arah. Masalah kebijakan merupakan sebuah

fenomena yang memang harus ada mengingat tidak semua kebijakan yang

dikeluarkan oleh pemerintah dapat diterima oleh seluruh masyarakat, tidak jarang

kebijakan dari pemerintah itu justru menimbulkan masalah baru di dalam

masyarakat, termasuk dalam kebijakan mengenai kesehatan.

Kesehatan merupakan investasi untuk mendukung pembangunan dengan upaya

meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Pembangunan nasional merupakan

usaha meningkatkan kualitas manusia dan masyarakat Indonesia yang dilakukan

secara berkesinambungan. Upaya besar bangsa Indonesia dalam meluruskan

kembali arah pembangunan nasional yang telah dilakukan menuntut reformasi

total kebijakan pembangunan di segala bidang. Pembangunan pada hakekatnya

adalah perubahan yang secara terus-menerus yang merupakan kemajuan dan

perbaikan menuju ke arah tujuan yang ingin dicapai.


2

Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan, dan

kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud derajat kesehatan

masyarakat yang optimal melaluiterciptanya masyarakat, bangsa, dan Negara

Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan dengan

perilaku hidup sehat, seperti yang diketahui rokok merupakan salah satu yang

membuat lingkungan sekitar menjadi tidak sehat karena asap yang dihasilkannya

mengandung banyak zat berbahaya yang dapat mengakibatkan tercemarnya

lingkungan serta mengganggu kesehatan penikmatnya maupun orang disekitarnya.

Sebagian besar orang bisa meninggal dikarenakan mengonsumsi rokok dengan

berlebih. Awalnya memang tidak terasa sakit, tetapi semakin lama seseorang

mengonsumsi rokok, maka akan banyak timbul berbagai penyakit dalam

tubuhnya. Rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dimaksudkan

untuk dibakar dan dihisap asapnya termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu

atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana rustica, nicotiana

tabacum dan spesies lainnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar dengan

atau bahan tambahan.

Dampak asap rokok sudah menjadi isu penting dalam beberapa tahun terakhir.

Banyak penelitian mempublikasikan bahaya asap rokok bagi si perokok maupun

bagi orang yang berada disekitarnya. Kebiasaan merokok merupakan perilaku

yang sulit untuk diubah karena efek kecanduan yang ditimbulkan dari nikotin,

namun disadari untuk dapat mengurangi negatifnya terutama terhadap lingkungan,

demi kesehatan masyarakat, harus ada kebijakan efektif yang diambil, salah

satunya dengan penerapan kawasan tanpa rokok. Sanksi yang dijatuhkan terhadap

pelanggaran kawasan tanpa rokok yaitu sanksi administratif seperti teguran dan
3

denda administrasi (Ade Retsy Ambar Wati, Penerapan Kawasan Tanpa Rokok

Berdasarkan Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014,

http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/han/article/viewFile/897/776, diunduh 24

Maret 2018). Kawasan Tanpa Rokok (KTR) adalah ruangan atau area

yangdinyatakan dilarang untuk Kegiatan merokok, Kegiatan memproduksi,

Menjual,Mengiklankan, dan/ataumempromosikan produk tembakau (Siti Fatonah,

Kepatuhan warga terhadap Peraturan Kawasan Tanpa Rokok di Lampung Selatan,

https://ejurnal.poltekkes-tjk.ac.id/index.php/JKEP/article/view/372, diunduh 16

Oktober 2018).

Tabel 1. Jurnal Peneltiian Kawasan Tanpa Rokok (KTR)


Nama Peneliti
No Judul Hasil Peneltiian
(tahun)
1 Ade Retsy Penerapan Kawasan Demi kesehatan masyarakat,
Ambar Wati Tanpa Rokok harus ada kebijakan efektif yang
(2017) Berdasarkan Peraturandiambil, salah satunya dengan
Daerah Kota Metro penerapan kawasan tanpa rokok.
Nomor 4 Tahun 2014 Sanksi yang dijatuhkan terhadap
pelanggaran kawasan tanpa
rokok yaitu sanksi administratif
seperti teguran dan denda
administrasi
2 Siti Fatonah Kepatuhan warga Hasil penelitian didapatkan
(2016) terhadap Peraturan kepatuhan terhadap larangan
Kawasan Tanpa Rokok di menjual dan mempromosikan
Lampung Selatan rokok (pada warung atau toko)
didapatkan data dari 6 warung
yang berada dalam kategori
patuh sebanyak 5 warung
(83,33%), sedangkan untuk
kategori tidak patuh sebanyak 1
warung (16,66%). Dan
didapatkan data tentang
kepatuhan warga terhadap
larangan mengenai kegiatan
merokok, dari 66 responden
yang berada dalam kategori
patuh sebanyak 47 orang
(71,21%), sedangkan untuk
kategori tidak patuh sebanyak
19 orang (28,78%).
Sumber: Ade Retsy Ambar Wati (2017) dan Siti Fatonah (2016)
4

Adapun bahaya merokok pada perokok aktif dan pasif, yakni besarnya bahaya

merokok sebenarnya bukan tidak disadari oleh para perokok, karena pada setiap

bungkus rokok kini terdapat peringatan wajib dari pemerintah yang berbunyi:

“Merokok Membunuhmu.” tetapi seringkali kuatnya ketergantungan terhadap

rokok membuat orang tidak mau berhenti mengisapnya. Menurut penelitian,

ternyata yang akan menerima efek negatif dari rokok tersebut bukan hanya

perokok aktif saja, akan tetapi perokok pasif pun akan menerima akibat negatif

dari rokok tersebut dan justru efek yang diterima oleh perokok pasifakan jauh

lebih berbahaya lagi daripda perokok aktifnya (Ade Retsy Ambar Wati, Penerapan

Kawasan Tanpa Rokok Berdasarka Peraturan Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun

2014, http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/han/article/viewFile/897/776, diunduh

24 Maret 2018).

Tabel 2. Data pengguna rokok berdasarkan usia di Bandar Lampung


Umur Presentase Perokok (%)
10-14 tahun 6,7
15-19 tahun 38,2
20-24 tahun 17,5
25-29 tahun 12,7
>30 tahun 14,2
Sumber : WHO (2010)

Tabel 1 menunjukkan bahwa persentase umur perokok paling banyak adalah pada

usia 15-19 tahun, dimana pada golongan ini termasuk pada usia remaja (produktif)

namun sudah mempunyai kebiasaan merokok.

Tabel 3. Data pengguna rokok berdasarkan prevelensi peRokok di Bandar


Lampung (2016-2017)
Umur Presentase perokok
Kebiasaan merokok
2016 (%) 2017 (%)
Setiap hari 29,0 30,1
>15 tahun Kadang-kadang 4,5 6,2
Mantan perokok 3,5 4,1
Tidak merokok 63,0 59,6
Sumber : Dinas Kesehatan Kota Bandar (2017)
5

Ada alasan krusial dibalik semua kebiasaan ini mungkin diawali dari sebuah

keputusan yang salah yakni “Sekedar coba-coba“. Sudah banyak kami temukan

kawan yang terjebah dalam candu oleh karena rokok. Beberapa yang lain hanya

terjebak dalam konspiraasi teman pergaulannya yang memang secara terselubung

berniat untuk merusak kehidupannya. Beberapa faktor penyebab yang membuat

seseorang menjadi perokok berat yaitu pendidikan yang kurang, ekonomi, tidak

ada pekerjaan, pergaulan yang buruk, pengaruh lingkungan, merasa bosan

menunggu sesuatu, memanipulasi tekanan sosial, pelarian dari stress, memenuhi

tantangan dari teman, merasa lebih percaya diri saat merokok dan sudah terlanjur

candu sehingga sulit untuk berhenti.

Di Kota Bandar Lampung, peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) berlaku

Mulai 31 Juli 2017, Pemerintah Provinsi Lampung telah menetapkan sejumlah

tempat sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Aturan yang tertuang dalam Perda

Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR) tersebut memuat

sanksi tegas, yakni pidana kurungan tiga bulan, dan/atau denda Rp 1 juta.

Ruang lingkup KTR meliputi delapan lokasi, yakni: fasilitas pelayanan kesehatan,

tempat proses belajar mengajar, tempat kegiatan anak-anak, tempat ibadah,

fasilitas olahraga yang tertutup, angkutan umum, tempat kerja dan tempat umum

dan tempat lain yang ditetapkan. Pasal 27 ayat 2 Perda No 8/2017 menyebut,

setiap orang yang merokok di KTR akan mendapat sanksi berupa pidana

kurungan paling lama 3 bulan, dan/atau denda paling banyak Rp 1 juta. (sumber :

http://lampung.tribunnews.com/2018/03/17/perda-kawasan-tanpa-rokok-sudah-

berlaku-di-lampung-ini-8-lokasinya?page=4)
6

Beberapa daerah di Indonesia yang telah menetapkan Kawasan Tanpa Rokok,

seperti Jakarta, Bogor, Palembang, Yogyakarta dan Padang Panjang. Perguruan

tinggi yang telah menetapkan kawasan tanpa rokok adalah Universitas Indonesia,

Universitas Gajah Mada, Universitas Airlangga, dalam lingkungan perguruan

tinggi, fenomena yang tampak dari mahasiswa adalah kecenderungan untuk

berperilaku merokok di daerah umum pada area kampus. Mahasiswa tersebut

cenderung berkumpul dengan teman-temannya saat merokok pada saat jam

kosong kuliah dan setelah makan. Adanya fenomena perilaku kolektif dari

perilaku merokoknya, apabila dalam kelompok tersebut satu mahasiswa merokok

maka mahasiswa yang lain akan merokok pula begitu juga dengan para pegawai

dan dosen yang merokok di wilayah kampus. Padahal dengan kondisi tersebut

sangat mengganggu orang lain yang bukan perokok.Rokok merupakan salah satu

masalah publik yang mengemuka di masyarakat. Bagi perokok aktif tentu paparan

asap rokok sama sekali tidak menjadi masalah Asap rokok sangat merugikan

kesehatan perokok pasif seperti menyebabkan berbagai penyakit seperti kanker

paru-paru, penyakit jantung, asma, dan juga akan mengganggu masyarakat

lainnya yang ingin menjalani kehidupan dengan pola hidup sehat (Ade Retsy

Ambar Wati, http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/han/article/viewFile/897/776,

diunduh 24 Maret 2018).

Pemerintah dan Dinas Kesehatan Provinsi Lampung mempunyai tanggung jawab

untuk melindungi dan meningkatkan kesehatan masyarakat namun jika harus

memperhatikan kesejahteraan para buruh pabrik rokok dan petani tambakau, oleh

karena itu sebagai jalan keluar maka pada tahun 2017 Pemerintah Kota Bandar
7

Lampung telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang

Kawasan Tanpa Rokok.

Tujuan dari kebijakan melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang

Kawasan Tanpa Rokok ini tidak bermaksud melarang orang untuk merokok,

tetapi mengatur supaya orang tidak merokok di sembarangan tempat. Apabila

berada di tempat umum atau tempat kerja yang termasuk kawasan tanpa rokok,

maka seseorang dapat merokok asalkan di tempat khusus merokok yang telah

disediakan. Penyediaan tempat khusus merokok wajib dilakukan oleh pimpinan

atau penanggung jawab kawasan tersebut.

Berdasarkan hal ini kemudian penulis tertarik untuk melakukan penelitian skripsi

dengan judul “Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang tersebut, maka yang menjadi rumusan masalah

pada penelitian ini adalah bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung?

C. Tujuan Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi Peraturan

Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar

Lampung.
8

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat :

1. Manfaat Teoritis

Dapat dijadikan salah satu wahana pengembangan implementasi Peraturan

Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar

Lampung. Serta dapat dijadikan sebagai acuan bagi pemerintah untuk

membuat dan melaksanakan kebijakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat

luas.

2. Manfaat Praktis

a. Hasil penelitian dapat dijadikan sebagai masukan mengenai upaya-upaya

yang dapat dilakukan untuk melaksanakan kebijakan Perda Provinsi

terhadap Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Selain manfaat secara teoritis

maupun praktis, juga terdapat manfaat-manfaat yang dapat dirasakan bagi

pemerintah maupun masyarakat.

b. Bagi Pemerintah Daerah Dapat memberikan kontribusi Dinas Kesehatan

dalam implementasi kebijakan Perda Provinsi terhadap Kawasan Tanpa

Rokok (KTR).
9

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Tentang Kebijakan

1. Pengertian Kebijakan

Kata kebijakan secara etimologis berasal dari bahasa Inggris yaitu dari kata policy

sedangkan kebijaksanaan berasal dari kata Wisdom. Dalam konstek tersebut

penulis berpandangan bahwa istilah kebijakan berbeda dengan istilah

kebijaksanaan. Hal tersebut didasarkan pada pertimbangan bahwa pengertian

kebijaksanaan memerlukan pertimbangan-pertimbangan lebih lanjut, sedangkan

kebijakan mencakup aturan-aturan yang ada didalamnya termasuk konteks politik

karena pada hakikatnya proses pembuatan kebijakan itu sesunguhnya merupakan

sebuah proses politik Islamy (2007 12).

Kata kebijakan dan kebijaksanaan seringkali digunakan secara bergantian,

sehingga terkadang sulit untuk dibedakan pengertiannya. Kamus Manajemen

(2009 135-405) memberikan pengertian untuk kedua istilah sebagai berikut

a. Kebijakan adalah suatu peraturan atau suatu arah tindakan yang ditentukan
sebelumnya yang dibuat oleh manusia yang ditentukan untuk membimbing
pelaksanaan pekerjaan kearah tujuan organisasi.
b. Kebijaksanaan adalah ketentuan dari pimpinan tentang cara penindakan atau
penyelenggaraan sesuatu pekerjaan dalam rangka usaha mencapai tujuan
pokok dibadang dan jangka waktu tertentu, sehingga merupakan dasar bagi
pejabat-pejabat pelaksana atau bawahan dalam mengambil tindakan-tindakan
atau penyelenggaraan pekerjaan yang serupa.
10

Melengkapi uraian tersebut, akan peneliti kemukakan beberapa pengertian

kebijakan dari beberapa para ahli yang mengetahui dan memahami tentang kajian

kebijakan, yaitu Lasswell dan Kaplan sebagai mana dikutip oleh Irfan Islamy

dalam bukunya yang berjudul Prinsip–prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara

mengartikan bahwa kebijakan Sebagai “suatu program pencapaian tujuan, nilai-

nilai, dan tindakan-tindakan yang terarah” Islamy (2007 14)

Adapun pengertian dari Hoogerwerf (2009 3-4) memberikan definisi tentang

kebijakan sebagai berikut “Kebijakan dapat dilukiskan sebagai suatu usaha untuk

mencapai sasaran tertentu dan dalam urutan waktu tertentu. Kebijakan adalah

semacam jawaban terhadap suatu masalah. Kebijakan adalah upaya untuk

memecahkan, mengurangi, atau mencegah suatu masalah dengan cara tertentu

yaitu tindakan yang terarah.

Kleijn memberikan definisi kebijakan sebagai berikut “suatu tindakan secara sadar

dan sistematis, dengan menggunakan sarana-sarana yang cocok, dengan tujuan

politik yang jelas sebagai sasaran, yang dijalankan langkah demi langkah”. dalam

Hoogerwerf (2009 7)

Makna kebijakan di atas, berupa tindakan yang dilakukan langkah demi langkah

menunjukan tindakan yang berpola, hal itu sejalan dengan pandangan Wahab

yang menegaskan bahwa “Policy itu adalah suatu tindakan berpola yang

mengarah pada tujuan tertentu dan bukan sekedar keputusan untuk melakukan

sesuatu”. Wahab (2001 3)


11

Berdasarkan kedua pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan

merupakan program pencapaian tujuan, nilai, serta tindakan yang terarah pada

sasaran atau tujuan tertentu. Selain itu kebijakan merupakan suatu jawaban

terhadap suatu masalah dalam upaya mencegah, mengurangi atau memecahkan

masalah dengan tindakan terarah dan dalam urutan waktu tertentu.

2. Kriteria Kebijakan

Adanya kriteria-kriteria kebijakan menurut William N Dunn (2006 24-28) yaitu

a. Penyusunan agenda adalah perumusan masalah yang dapat memasok

pengetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-

asumsi yang mendasari definisi masalah.

b. Formulasi kebijakan adalah peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang

relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa

mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif.

c. Adopsi kebijakan adalah rekomendasi membuahkan pengetahuan yang

relevan tentang kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif

yang akibatnya dimasa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.

d. Implementasi kebijakan adalah pemantauan (monitoring) menyediakan

pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan

yang diambil sebelumnya.

e. Penilaian kebijakan adalah evaluasi membuahkan pengetahuan yang relevan

dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebijakan yang

diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.


12

Berdasarkan pendapat di atas bahwa kriteria-kriteria yang dijadikan landasan

dalam suatu kebijakan yaitu penyusunan agenda, formulasi kebijakan, adopsi

kebijakan, implementasi kebijakan, penilaian kebijakan.

Kebijakan yang diambil oleh daerah dalam hal ini Peraturan Daerah tentang

Kawasan Tanpa Rokok (KTR) melibatkan banyak dinas-dinas daerah yang

melaksanakan masing-masing fungsi dinasnya, sehingga kebijakan tersebut

berjalan sesuai yang telah ditetapkan. Menurut Anderson dalam (Wahab, 2007 2)

mengemukakan Kebijakan sebagai berikut “kebijakan adalah prilaku dari

sejumlah aktor pejabat, kelompok instansi pemerintah atau serangkaian aktor

dalam suatu bidang kegiatan tertentu”. Sejalan dengan rumusan tersebut Carl

Friedrich mengemukakan kebijakan sebagai berikut Kebijakan adalah suatu

tindakan yang mengarah pada tujuan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok

atau pemerintah dalam lingkungan tertentu sehubungan dengan adanya hambatan-

hambatan tertentu seraya mencari peluang-peluang untuk mencapai tujuan atau

mewujudkan sasaran yang diinginkan.

Sementara menurut Jenkins dalam Wahab (2007 3) merumuskan kebijaksanaan

negara sebagai

A set interrelated decisions taken by the political actor or group of actors


concerning the selection of goals and the means of achieving them within
a specified situation where these decisions should in principle, be within
the power of these actors to achieve, yaitu “serangkaian keputusan yang
saling berkaitan yang diambil oleh seseorang aktor politik atau
sekelompok aktor politik berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih
berserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi dimana
keputusan-keputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas
kewenagan kekuasaan dari para aktor tersebut”.
13

Menurut Udoji dalam (Wahab, 2007 5) mendefinisikan kebijaksanaan negara,

sebagai berikut

An sanctioned course af action addressed to a particular problem or


group of related problems that affect society at large, yaitu “suatu
tindakan yang bersanksi yang mengarah pada suatu tindakan tertentu yang
diarahkan pada suatu masalah atau sekelompok masalah tertentu yang
saling berkaitan yang mempengaruhi sebagian besar warga masyarakat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti menyimpulkan bahwa yang

dimaksud dengan kebijakan adalah semacam jawaban terhadap suatu masalah

dengan menggunakan serangkaian tindakan yang berpola atau usaha yang

dilakukan baik oleh perorangan maupun kelompok dengan menggunakan sarana-

sarana yang cocok dilaksanakan selangkah demi selangkah untuk mencapai tujuan

tertentu serta berpengaruh terhadap orang banyak.

Kemudian berkaitan dengan istilah publik peneliti berpandangan bahwa kata

publik sesungguhnya memiliki dimensi pengertian yang sangat bearagam. Kata

tersebut misalnya secara sosiologis kata publik dapat diterjemahkan sebagai

masyarakat yang mengandung arti sistem sosial dimana manusia hidup dan tnggal

secara bersama-sama, kemudian dalam hal masyarakat tersebut terdapat norma-

norma atau nilai-nilai tertentu yang mengikat atau membatasi kehidupan

masyarakatnya.

Kaitannya dengan konsep kebijakan publik, peneliti akan mencoba memaparkan

beberapa teori kebijakan publik dengan mengambil rujukan pendapat dari

beberapa ahli, misalnya Anderson dalam Islamy (2007 15) memberikan definisi

kebijakan publik sebagai berikut Kebijakan Publik adalah kebijakan-kebijakan

yang dibangun badan-badan dan pejabat-pejabat pemerintah, dimana implikasi


14

dari kebijakan itu adalah (1). Kebijakan publik selalu mempunyai tujuan tertentu

atau mempunyai tindakan-tindakan yang berorietasi pada tujuan. (2). Kebijakan

publik berisi tentang tindakan-tindakan pemerintah. (3). Kebijakan publik

merupakan apa yang benar-benar dilakukan oleh pemerintah, jadi bukan

merupakan apa yang masih dimaksudkan untuk dilakukan. (4). Kebijakan publik

yang diambil bersifat positif dalam arti merupakan tindakan pemerintah mengenai

segala sesuatu masalah tertentu, atau yang bersifat negatif dalam arti merupakan

keputusan pemerintah untuk tidak melakukan sesuatu. (5). Kebijakan publik

setidak-tidaknya dalam arti yang positif didasrkan pada peraturan perundang-

undangan yang bersifat mengikat dan memaksa.

Sedangkan menurut Nugroho (2003 51) menyatakan bahwa kebijakan publik

adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. Jika cita-cita bangsa

Indonesia adalah mencapai masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan

pancasila dan UUD 1945, maka kebijakan publik adalah seluruh sarana dan

prasarana untuk mencapai tempat tujuan tersebut.

Sementara itu Easton dalam Islamy (2007 2), menyetakan kebijakan publik

sebagai ”pengalokasian nilai-nilai kekuasaan untuk seluruh masyarakat yang

keberadaannya mengikat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, peneliti dapat memberikan pandangan

bahwa kebijakan publik mengandung sejumlah makna antara lain

a. Kebijakan publik merupakan kebijakan yang dibangun oleh badan-badan atau

pejabat-pejabat pemerintah.
15

b. Kebijakan publik merupakan tindakan yang mengarah pada suatu tujuan yang

telah ditetapkan.

c. Kebijakan publik diproyeksikan pada pemecahan masalah yang ada

dimasyarakat.

d. Kebijakan publik berimplikasi positif dalam arti tindakan pemerintah

mengenai segala sesuatu dan negatif dalam arti tindakan pemerintah untuk

tidak melakukan sesuatu.

e. Kebijakan publik membutuhkan regulasi (aturan) dalam menterjemahkan

program yang telah ditetapkan.

f. Kebijakan publik berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat baik secara

langsung maupun tidak langsung

B. Tinjauan Tentang Implementasi

1. Pengertian Implementasi

Menurut Hoogerwerf (2009 47) secara etimologis kata implementasi berasal dari

bahasa Inggris yaitu “to implement”. Dalam kamus besar Webster, to implement

berarti “to provide the means for carryng out” (menyediakan sarana bagi

pelaksanan sesuatu); dan “to partical effect” (untuk menimbulkan efek atau

dampak). Sesuatu yang dilaksanakan untuk menimbulkan efek atau dampak itu

dapat berupa Undang-undang, peraturan, keputusan dan kebijakan yang dibuat

oleh lembaga-lembaga pemerintahan dalam kehidupan kenegaraan. Implementasi

atau pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu bagian dari proses kebijakan.
16

Sementara itu Mazmanian dan Sabatier dalam Wahab (2007 20-21) melihat

“implementasi Sebagai pelaksanaan berbagai keputusan, baik berasal dari

legislatif, eksekutif, maupun yudikatif

Van Meter dan Van Horn dalam Wahab (2007 65) merumuskan proses

implementasi ini sebagai berikut

Those actions by public or private individuals (or groups) that are


directed at the achievement of objectives set forth in prior policy decisions
“tindakan-tindakan yang dilakukan baik oleh individu-individu/pejabat-
pejabat atau kelompok-kelompok pemerintah atau swasta yang diarahkan
pada tercapainya tujuan-tujuan yang telah digariskan dalam keputusan
kebijakan”

Menurut Udoji dalam Wahab (2004 59) menyatakan bahwa

The execation of policies is as important if not more important than policy


making. Policies will remain dreams or blue prints file jackhet unless they
are implemented. “pelaksanaan kebijaksanaan adalah sesuatu yang
penting, bahkan mungkin jauh lebih penting dari pada pembuatan
kebijakan. Kebijksanaan-kebijaksanaan akan sekedar berupa impian atau
rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak
diimplementasikan.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa implementasi sebagai pelaksanaan

berbagai keputusan yang menyediakan sarana dalam pelaksanaan serta dapat

menimbulkan efek atau dampak dan adanya tindakan-tindakan yang dilakukan

oleh individu maupun pejabat yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang

telah digariskan. Pelakasanaan kebijakan sesuatu yang penting bahkan jauh lebih

penting daripada pembuatabn kebijakan.

2. Implementasi Kebijakan

Salah satu langkah dan aspek yang sangat penting dalam proses kebijakan adalah

pelaksanaan atau implementasi kebijakan, sehingga berhasil atau tidaknya suatu


17

kebijakan dibuat dapat terlihat apabila kebijakan itu telah dilaksanakan, Menurut

Silalahi (2009 148-149) menyebutkan jika suatu kebijaksanaan telah diputuskan

kebijaksanaan itu tidak berhasil dan terwujud bilamana tidak dilaksanakan.

Pelaksanaan kebijakan merupakan rangkaian kegiatan setelah suatu kebijaksanaan

dirumuskan, tanpa suatu pelaksanaan maka suatu kebijaksanaan yang telah

dirumuskan akan sia-sia belaka, oleh karena itulah pelaksanaan kebijaksanaan

merupakan kedudukan yang penting didalam kebijaksanaan negara

Penerapan kebijakan merupakan salah satu tahapan dalam merealisasikan

kebijakan, dan melalui penerapan kebijakan dapat ditentukan berhasil tidaknya

suatu tujuan kebijakan. Tahapan penting dalam mencapai tujuan menurut Gafar

dalam Syaukany (2002 126) adalah

a. Menyiapkan seperangkat peraturan lanjutan yang merupakan interpretasidari


kebijakan tersebut dari sebuah Undang-undang muncul sebuah Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden, Peraturan Daerah dan lain-lain.
b. Menyiapkan sumber daya, guna menggerakan kegiatan implementasi
termasuk didalamnya sarana dan prasarana, sumber daya keuangan dan tentu
saja penetapan siapa yang bertanggung jawab melaksanakan kebijakan
tersebut.
c. Bagaimana mengantarakan kebijakan tersebut secara kongkret ke masyarakat.

Berdasarkan pendapat-pendapat di atas, bahwa pelaksanaan kebijakan memahami

apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau

dirumuskan dan melalui penerapan kebijakan dapat ditentukan berhasil tidaknya

suatu tujuan kebijakan.

Sejalan dengan pendapat tersebut, Winardi (2008 126) mendefinisikan target

sebagai sasaran yang hendak dicapai oleh suatu organisasi sesuai dengan rencana

atau program yang telah ditetapkan. Untuk keberhasilan target Winardi (2008
18

127) menjelaskan beberapa kriteria atau ukuran sebagai berikut (1). Hasil yang

dicapai, (2). Waktu yang diperlukan.

Pelaksanaan kebijakan tentu didukung pemahaman yang baik terhadap kebijakan

yang telah dilaksanakan. Pemahaman yang didukung dengan penerapan yang baik

kebijakan memfokuskan pada birokrasi dimana menurut Jones sebagai berikut

Menurut Sulaeman (2006 15) terdapat tiga aktivitas utama dalam penerapan

kebijakan adalah

a. Interprestasi, yaitu merupakan aktivitas yang menerjemahkan makna program


kedalam peraturan yang adapat diterima dan dapat dijalankan.
b. Organisasi, yaitu merupakan unit atau wadah untuk menempatkan program
kedalam dampak.
c. Aplikasi, yaitu berhubungan dengan perlengkapan rutin bagi pelayanan upah
dan lain-lain

Nugroho (2003 158) mengatakan implementasi kebijakan yaitu “implementasi

kebijakan pada prinsipnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai

tujuannya. Sejalan dengan pendapat Nugroho, Suryaningrat (1988 102)

mengemukakan tentang pengertian pelaksanaan kebijakan sebagai berikut

Pelaksanaan kebijakan adalah upaya untuk mencapai tujuan yang sudah

ditentukan dengan mempergunkan sarana dan menurut urutan waktu tertentu.

Pelaksanaan kebijakan dapat pula dirumuskan sebagai penggunaan sarana yang

telah dipilih untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan terlebih dahulu.

Berdasarkan pada pendapat-pendapat di atas, maka peneliti menyimpulkan bahwa

pelaksanaan kebijakan haruslah dilaksanakan dalam suatu usaha, tindakan

aktivitas dengan menggunakan sarana-sarana yang telah dipilih menurut urutan

waktu. Dimana kebijakan yang diambil sangat penting dalam rangka


19

menyelenggaakan pemerintahan yang baik dan memberikan ruang bagi

masyarakat untuk mendapatkan hasil yang optimal dari pelaksanaan kebijakan

tersebut.

3. Syarat-Syarat Pelaksanaan Kebijakan

Menurut Hoogerwerf (2009 47) merumuskan pelaksanaan kebijakan sebagai

berikut “pengunaan sarana-sarana yang dipilih untuk tujuan-tujuan yang dipilih

dan pada urutan waktu yang dipilih”. Pelaksanaan kebijakan merupakan salah satu

tahap yang sulit karena terlibat banyak pihak atau aktor yang kemungkinan

berbeda kepentingan dan aspirasinya. Untuk mengetahui sejauhmana suatu

pelaksanaan kebijakan pemerintah itu mencapai tujuannya (efektif) maka perlu

dicarikan faktor penyebab yang mempengaruhi atau menentukan berhasil tidaknya

suatu pelaksanaan kebijakan, yang oleh Islamy (2008 98) disebut syarat-syarat

pelaksanaan kebijakan, syarat-syarat tersebut ada 4 (empat) macam yaitu

a. Isi kebijakan
Isi kebijakan yang akan dilaksanakan dapat mempersulit pelaksanaannya
dengan berbagai cara, pertama-tama samarnya isi kebijakan yaitu tidak
terperincinya tujuan-tujuan, sarana-sarana, dan penetapan prioritas program
kebijakan terlalu umum atau sama sekali tidak ada.
b. Informasi kebijakan
Pelaksanaan suatu kebijakan memperkirakan atau yang terlibat langsung
mempunyai informasi yang perlu untuk dapat memainkan perannya dengan
baik.
c. Dukungan kebijakan
Pelaksanaan suatu kebijakan akan sangat dipersulit jika para pelaksana tidak
cukup dukungan untuk kebijakan, karena disini terkait kepentingan pribadi
dan tujuan pelaksana, juga pengharapan-pengharapan tentang efektifitas
sarana yang dipilih, keunggulan situasi masalah, latar belakang histories,
tradisi dan kebiasaan rutin serta pendapat mengenai cara bagaimana
pelaksanaan diorganisasi.
d. Pembagian potensi kebijakan
Mencakup tingkat diferensiasi tugas dan wewenang, masalah koordinasi,
terutama jika kepentingan terwakili sangat berlainan, timbulnya masalah
pengawasan ataupun timbulnya pergeseran tujuan, struktur organisasi
20

pelaksana kebijakan, bila pembagian wewenang dan tanggung jawab kurang


disesuaikan dengan pembagian tugas, atau ditandai pembatasan-pembatasan
yang kurang jelas.

Berdasarkan penjelasan di atas dapat terlihat bahwa syarat-syarat pelaksanaan

kebijakan merupakan faktor yang penting dalam melaksanakan kebijakan dalam

upaya menghindari kegagalan-kegagalan dalam pelaksanaan kebijakan. Sehingga

pelaksana kebijakan dapat melaksanakan tugasnya dapat berrjalan sesuai dengan

tujuan yang diharapkan.

4. Model-Model Implementasi Kebijakan

a. Implementasi Sistem Rasional (Top-Down)

Menurut Parsons (2006: 25), model implementasi inilah yang paling pertama

muncul. Pendekatan top down memiliki pandangan tentang hubungan

kebijakan implementasi seperti yang tercakup dalam Emile karya Rousseau :

“Segala sesuatu adalah baik jika diserahkan ke tangan Sang Pencipta. Segala

sesuatu adalah buruk di tangan manusia”.

Masih menurut Parsons (2006: 25), model rasional ini berisi gagasan bahwa

implementasi adalah menjadikan orang melakukan apa-apa yang

diperintahkan dan mengontrol urutan tahapan dalam sebuah sistem.

Mazmanian dan Sabatier (1983) dalam Ratmono (2008), berpendapat bahwa

implementasi top down adalah proses pelaksanaan keputusan kebijakan

mendasar. Beberapa ahli yang mengembangkan model implementasi

kebijakan dengan perspektif top down adalah sebagai berikut :


21

b. Implementasi Kebijakan Bottom Up

Model implementasi dengan pendekatan Bottom Up muncul sebagai kritik

terhadap model pendekatan rasional (top down). Parsons (2006: 26),

mengemukakan bahwa yang benar-benar penting dalam implementasi adalah

hubungan antara pembuat kebijakan dengan pelaksana kebijakan. Model

Bottom Up adalah model yang memandang proses sebagai sebuah negosiasi

dan pembentukan consensus. Masih menurut Parsons (2006:26), model

pendekatan Bottom Up menekankan pada fakta bahwa implementasi di

lapangan memberikan keleluasaan dalam penerapan kebijakan.

Ahli kebijakan yang lebih memfokuskan model implementasi kebijakan dalam

persfektif Bottom Up adalah Adam Smith. Menurut Smith (1973) dalam

Islamy (2001: 79), implementasi kebijakan dipandang sebagai suatu proses

atau alur. Model Smith ini memamndang proses implementasi kebijakan dari

proses kebijakan dari persfekti perubahan social dan politik, dimana kebijakan

yang dibuat oleh pemerintah bertujuan untuk mengadakan perbaikan atau

perubahan dalam masyarakat sebagai kelompok sasaran.

Menurut Smith dalam Islamy (2001: 80), implementasi kebijakan dipengaruhi

oleh empat variabel, yaitu :

1) Idealized policy yaitu pola interaksi yang digagas oleh perumus kebijakan

dengan tujuan untuk mendorong, mempengaruhi dan merangsang target

group untuk melaksanakannya

2) Target groups yaitu bagian dari policy stake holders yang diharapkan

dapat mengadopsi pola-pola interaksi sebagaimana yang diharapkan oleh


22

perumus kebijakan. Karena kelompok ini menjadi sasaran dari

implementasi kebijakan, maka diharapkan dapat menyesuaikan pola-pola

perilakukan dengan kebijakan yang telah dirumuskan

3) Implementing organization yaitu badan-badan pelaksana yang

bertanggung jawab dalam implementasi kebijakan.

4) Environmental factors yaitu unsur-unsur di dalam lingkungan yang

mempengaruhi implementasi kebijakan seperti aspek budaya, sosial,

ekonomi dan politik.

Kajian implementasi kebijakan publik dalam penelitian ini menggunakan teori

dari Edward III. Pendekatan yang digunakan dalam menganalisis implementasi

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di

Bandar Lampung adalah teori yang dikemukakan oleh Edwards III. Pemilihan

teori Edwards III didasarkan pada implementasi dapat dimulai dari kondisi

abstrak dan sebuah pertanyaan tentang apakah syarat agar implementasi kebijakan

dapat berhasil, menurut Edwards III ada empat variabel dalam kebijakan publik

yaitu Komunikasi (Communications), sumber daya (resources), sikap

(dispositions atau attitudes) dan struktur birokrasi (bureucratic structure).

Keempat faktor tersebut harus dilaksanakan secara simultan karena antara satu

dengan yang lainnya memiliki hubungan yang erat. Edward III menggunakan

empat indikator dari kebijakan yaitu struktur birokrasi, sumber daya, komunikasi,

disposisi.

a. Struktur Birokrasi

Menurut Ripley dan Franklin dalam Winarno (2005:149-160) birokrasi

merupakan salah-satu institusi yang paling sering bahkan secara keseluruhan


23

menjadi pelaksana kegiatan. Keberadaan birokrasi tidak hanya dalam struktur

pemerintah, tetapi juga ada dalam organisasi-organisasi swasta, institusi

pendidikan dan sebagainya. Bahkan dalam kasus-kasus tertentu birokrasi

diciptakan hanya untuk menjalankan suatu kebijakan tertentu.

Struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi,

pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam

organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar

dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi

fragmentasi dan standar prosedur operasi (SOP) yang akan memudahkan dan

menyeragamkan tindakan dari para pelaksana kebijakan dalam melaksanakan

apa yang menjadi bidang tugasnya.

b. Sumber Daya

Syarat berjalannya suatu organisasi adalah kepemilikan terhadap sumberdaya

(resources). Sumber daya diposisikan sebagai input dalam organisasi sebagai

suatu sistem yang mempunyai implikasi yang bersifat ekonomis dan

teknologis. Secara ekonomis, sumber daya bertalian dengan biaya atau

pengorbanan langsung yang dikeluarkan oleh organisasi yang merefleksikan

nilai atau kegunaan potensial dalam transformasinya ke dalam output. Sedang

secara teknologis, sumberdaya bertalian dengan kemampuan transformasi dari

organisasi”.

Menurut Edward III dalam Agustino (2006:158-159), sumberdaya merupakan

hal penting dalam implementasi kebijakan yang baik. Indikator-indikator yang


24

digunakan untuk melihat sejauhmana sumberdaya mempengaruhi

implementasi kebijakan terdiri dari:

1) Staf. Sumber daya utama dalam implementasi kebijakan adalah staf atau

pegawai (street-level bureaucrats).

2) Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua

bentuk yaitu: pertama, informasi yang berhubungan dengan cara

melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari

para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah

ditetapkan.

3) Wewenang. Pada umumnya kewenangan harus bersifat formal agar

perintah dapat dilaksanakan secara efektif. Kewenangan merupakan

otoritas atau legitimasi bagi para pelaksana dalam melaksanakan kebijakan

yang ditetapkan secara politik. Ketika wewenang tidak ada, maka

kekuatan para implementor di mata publik tidak dilegitimasi, sehingga

dapat menggagalkan implementasi kebijakan publik.

4) Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi

kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi,

kapabel dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung (sarana

dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

c. Disposisi

Menurut Edward III dalam Wianrno (2005:142-143) mengemukakan

”kecenderungan-kecenderungan atau disposisi merupakan salah-satu faktor

yang mempunyai konsekuensi penting bagi implementasi kebijakan yang

efektif”. Para pelaksana mempunyai kecenderungan atau sikap positif atau


25

adanya dukungan terhadap implementasi kebijakan maka terdapat

kemungkinan yang besar implementasi kebijakan akan terlaksana sesuai

dengan keputusan awal.

Disposisi sendiri merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para

pelaku kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara bersungguh-sungguh

sehingga apa yang menjadi tujuan kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi ini

akan muncul diantara para pelaku kebijakan, manakala akan menguntungkan

tidak hanya organisasinya, tetapi juga dirinya. Mereka akan tahu bahwa

kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya, manakala mereka

cukup pengetahuan dan mereka sangat mendalami dan memhaminya.

d. Komunikasi

Menurut Agustino (2006:157); ”komunikasi merupakan salah-satu variabel

penting yang mempengaruhi implementasi kebijakan publik, komunikasi

sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan dari implementasi

kebijakan publik”. Implementasi yang efektif akan terlaksana, jika para

pembuat keputusan mengetahui mengenai apa yang akan mereka kerjakan.

Infromasi yang diketahui para pengambil keputusan hanya bisa didapat

melalui komunikasi yang baik.

Berdasarkan uraian tersebut di atas, menurut peneliti dari model-model yang

disajikan tersebut ada yang relatif abstrak, dan ada pula yang relatif operasional.

Sekalipun demikian peneliti tidak bermaksud untuk menilai mana yang diantara

model-model tersebut yang baik atau paling tepat, sebab penggunaan model ini

untuk keperluan penelitian/analisis sedikit banyak akan tergantung pada


26

kompleksitas permasalahan kebijakan yang dikaji serta tujuan dan analisis itu

sendiri. Sebagai pedoman awal barangkali ada baiknya diingat bahwa semakin

kompleks permasalahan kebijakan dan semakin mendalam analisis yang

dilakukan, semakin diperlukan teori atau model yang relatif operasional yang

mampu menjelaskan hubungan kausalitas antar yang menjadi fokus analisis.

C. Tinjauan Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

1. Pengertian

Kawasan Tanpa Rokok Kawasan Tanpa Rokok merupakan ruangan atau area

yang dinyatakan dilarang untuk melakukan kegiatan merokok atau kegiatan

memproduksi, menjual, mengiklankan, dan atau mempromosikan rokok.

Penetapan kawasan tanpa rokok adalah upaya untuk perlindungan untuk

masyarakat terhadap risiko ancaman dan gangguan kesehatan karena lingkungan

tercemar asap rokok. Penetapan kawasan tanpa rokok ini perlu diselenggarakan di

fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar mengajar, tempat anak

bermain, tempat ibadah, angkuatan umum, tempat kerja, tempat umum, dan

tempat lain yang ditetapkan untuk melindungi masyarakat dari asap rokok

(Pedoman Kawasan Tanpa Rokok, 2011).

2. Peraturan Daerah Tentang Kawasan Tanpa Rokok

Pemerintah Republik Indonesia telah mengatur kebijakan pelarangan merokok

melalui Kawasan Tanpa Rokok (KTR) yang dijabarkan dalam UU nomor 36

tahun 2009 dan Keputusan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam

Negeri Nomor 188/Menkes/PB/I/2011 serta PP Nomor 109 tahun 2013.

Pemerintah Kota Bandar Lampung telah mengeluarkan Peraturan Daerah Nomor


27

8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok, karena bahaya yang ditimbulkan

rokok tidak hanya terhadap perokok aktif tetapi juga sangat berbahaya bagi

perokok pasif. Selain dampak kesehatan asap rokok orang lain juga akan

berdampak terhadap ekonomi individu, keluarga dan masyarakat akibat hilangnya

pendapatan karena sakit dan tidak dapat bekerja, pengeluaran biaya obat dan biaya

perawatan. Penetapan KTR di suatu wilayah pada dasarnya adalah kebijakan

untuk memberikan perlindungan terhadap perokok pasif dari dampak buruk asap

rokok, serta menyediakan udara bersih dan sehat yang merupakan hak asasi

manusia. Perda KTR ini meliputi 7 kawasan, yaitu tempat umum, fasilitas

pelayanan kesehatan, tempat kerja, tempat proses belajar mengajar, tempat

bermain anak-anak, tempat ibadah, angkutan umum dan tempat lain yang

ditetapkan sebagai kawasan tanpa rokok

3. Area Kawasan Tanpa Rokok

a. Fasilitas Pelayanan Kesehatan

Suatu tempat atau alat yang digunakan untuk menyelenggarakan upaya

pelayanan kesehatan baik secara promotif, preventif, kuratif dan rehabilitative

yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Faslitias pelayanan

kesehatan yang dimaksud adalah Rumah Sakit, Rumah Bersalin, Poliklinik,

Puskesmas, Balai pengobatan, Laboratorium, Posyandu, Tempat praktek

kesehatan swasta.

b. Tempat Proses Belajar Mengajar

Sarana yang digunakan untuk kegiatan belajar, mengajar, pendidikan dan

pelatihan. Tempat kegiatan proses belajar mengajar yang di maksud adalah

sekolah, perguruan tinggi, balai pendidikan dan pelatihan, balai latihan kerja,
28

bimbingan belajar, dan tempat kursus.

c. Tempat Anak Bermain

Area atau tempat baik terbuka maupun tertutup, yang digunakan untuk

kegiatan bermain anak-anak. Tempat anak bermain yang dimaksud adalah

kelompok bermain, penitipan anak, pendidikan anak usia dini (PAUD), dan

taman kanak-kanak.

d. Tempat Ibadah

Bangunan atau ruang tertutup atau terbuka yang memiliki ciri-ciri tertentu

yang khusus dipergunakan untuk beribadah bagi para pemeluk masing-masing

agama secara permanen, tidak termasuk tempat ibadah keluarga. Tempat

ibadah yang dimaksud adalah pura, masjid atau mushola, gereja, vihara, dan

klenteng.

e. Angkutan Umum

Alat trasnportasi bagi masyarakat yang berupa kendaraan darat, air, dan udara

biasanya dengan kompensasi. Angkutan umum yang dimaksud adalah bus

umum, taxi, angkutan kota termasuk kendaraan wisata, bus angkutan anak

sekolah dan bus angkutan karyawan, angkutan antar kota, angkutan pedesaan,

angkutan air, dan angkutan udara.

f. Tempat Kerja

Ruang atau lapangan terbuka atau tertutup, bergerak atau tetap dimana tenaga

bekerja, atau yang dimasuki tenaga kerja untuk keperluan suatu usaha dan

dimana terdapat sumber bahaya. Tempat kerja yang dimaksud adalah

perkantoran pemerintah baik sipil maupun TNI dan POLRI, perkantoran

swasta, industri, dan bengkel.


29

g. Tempat Umum

Semua tempat terbuka atau tertutup yang dapat diaskses oleh masyarakat

umum dan atau tempat yang dapat dimanfaatkan bersama-sama untuk

kegiatan masyarakat yang dikelola oleh pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Tempat umum yang dimaksud adalah pasar modern, pasar tradisional, tempat

wisata, tempat hiburan, hotel, restoran, tempat rekreasi, halte, terminal

angkutan umum, terminal angkutan barang, pelabuhan, dan bandara.

h. Tempat Lain yang ditetapkan

Tempat terbuka yang dimanfaatkan bersama-sama untuk kegiatan masyarakat.

4. Sanksi Pelanggaran Perda KTR

Ketentuan Pidana dalam Perda KTR diatur dalam Bab VII, Pasal 18, ayat (1) dan

(2). Pada Pasal 18, ayat (1) bahwa setiap orang dan/atau badan yang melanggar

ketentuan Pasal 12 dan Pasal 13 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 3

(tiga) bulan atau denda paling banyak Rp.50.000,00 (lima puluh ribu rupiah).

Pada ayat (2) bahwa tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1)

merupakan pelanggaran
30

D. Kerangka Pikir

Gambar 1
Kerangka Pikir Penelitian

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan


Tanpa Rokok di Kota Bandar Lampung

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang


Kawasan Tanpa Rokok
1. Asas
2. Maksud
3. Tujuan

Terciptanya Kawasan Tanpa Rokok di Kota


Bandar Lampung

Berdasarkan gambar di atas, terlihat bahwa pemerintah Kota Bandar Lampung

menerapkan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa

Rokok. Tujuan dari kebijakan melalui Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017

tentang Kawasan Tanpa Rokok ini tidak bermaksud melarang orang untuk

merokok, tetapi mengatur supaya orang tidak merokok di sembarangan tempat.

Tujuan akhir dari kebijakan ini adalah terciptanya Kawasan Tanpa Rokok di Kota

Bandar Lampung.
III. METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana implementasi Peraturan

Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar

Lampung, maka penelitian ini menggunakan metode penelitian deskriptif dengan

menggunakan pendekatan kualitatif.

Penelitian deskriptif mempelajari masalah-masalah dalam masyarakat serta

situasi-situasi, termasuk tentang hubungan, kegiatan-kegiatan, sikap-sikap,

pandangan-pandangan, serta proses-proses yang sedang berlangsung dan

pengaruh-pengaruh dari suatu fenomenal. Dalam penelitian kualitatif,

pengumpulan data tidak dipandu oleh teori, tetapi dipandu oleh fakta-fakta yang

ditemukan pada saat penelitian dilapangan. Oleh karena itu, analisis data yang

dilakukan bersifat induktif berdasarkan fakta-fakta yang ditemukan dan kemudian

dapat dikonstruksikan menjadi hipotesis atau teori. Dengan demikian, dalam

penelitian kualitatif, analisis data dilakukan untuk membangun hipotesis dan teori.

Berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan, peneliti akan menggambarkan

bagaimana implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung


32

B. Lokasi Penelitian

Penelitian telah dilakukan di Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung.

C. Fokus Penelitan

Fokus penelitian ini berfokus pada implementasi Peraturan Daerah Nomor 8

Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampungdengan indikator

sebagai berikut

1. Asas Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok

di Bandar Lampung.

2. Maksud Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok di Bandar Lampung.

3. Tujuan Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok di Bandar Lampung

D. Jenis Data Penelitian

1. Data Primer

Data primer merupakan data yang diperoleh langsung dengan cara menggali dari

sumber informasi (informan) dan dari catatan lapangan yang relevan dengan

masalah yang diteliti. Dalam penelitian ini, informan-informan dipilih dengan

mendasar pada subyek yang menguasai permasalahan, memiliki data serta

bersedia memberikan informasi data yang berasal dari Dinas Kesehatan Kota

Bandar Lampung.
33

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang digunakan untuk mendukung dan mencari fakta

yang sebenarnya hasil dari wawancara mendalam yang telah dilakukan maupun

mengecek kembali data yang sudah ada sebelumnya. Data tersebut bersumber dari

dokumentasi berupa surat kabar, buku, situs internet yang berhubungan dengan

implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa

Rokok di Bandar Lampung.

E. Penentuan Informan

Dalam penelitian kualitatif, informasi merupakan data yang diperoleh di lokasi

penelitian, dalam naskah atau dokumen, dan dari informan yang telah ditunjuk

sebagai kunci pengayaan sumber data. Peneliti akan menggunakan informan

untuk memperoleh berbagai informasi yang dipelukan selama proses penelitian.

Informan penelitian dipilih berdasarkan teknik snowball.

Teknik snowball yaitu dengan mencari informan kunci, yang dimaksud dengan

informan kunci (key informan) adalah mereka yang mengetahui dan memiliki

berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian atau informan yang

yang mengetahui secara mendalam permasalahan yang sedang diteliti. Informan

dalam penelitian ini di khususkan pada: (1) Dinas Kesehatan Kota Bandar

Lampung yaitu Kepala Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung atau staf yang

mewakilinya, karena informan dianggap mengetahui dan dapat menjelaskan

secara detail mengenai implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017

Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung, (2) Pegawai Pemerintah

Kota Bandar Lampung, (3) Perwakilan masyarakat Kota Bandar Lampung.


34

F. Teknik Pengumpulan Data

Untuk memperoleh data yang benar dan akurat sehingga mampu menjawab

permasalahan penelitian, maka pengumpulan data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah:

1. Wawancara mendalam (indepth interview)

Yaitu metode yang digunakan untuk mendapatkan keterangan pribadi dan

untuk memperoleh informasi lengkap dengan informan dengan lisan maupun

tulisan secara langsung dengan bertatap muka dengan informan, hal ini

bertujuan untuk memperoleh kejelasan dari sumber-sumber data dokumentasi

yang belum dipahami oleh peneliti serta untuk memperoleh pengertian

maupun penjelasan yang lebih mendalam tentang realita dan obyek yang akan

diteliti tersebut. Wawancara dilakukan terhadap Kasi Pencegahan dan

Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM) Dinas Kesehatan Kota Bandar

Lampung, staf Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (PTM)

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung dan perwakilan masyarakat Kota

Bandar Lampung,

2. Dokumentasi

Dokumentasi diartikan sebagai pencarian data dokumentasi mengenai hal-hal

atau variabel yang berupa catatan, buku, surat kabar, majalah, prasasti, notulen

rapat, agenda dan sebagainya yang berhubungan dengan implementasi

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di

Bandar Lampung, dokumentasi berupa foto kegiatan wawancara dan foto-foto

tempat penerapan kawasan tanpa rokok di Kota Bandar Lampung.


35

3. Observasi

Digunakan peneliti dalam rangka pengamatan pada implementasi Peraturan

Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar

Lampung., obervasi dilakukan terhadap tempat ynng telah diterapkan sebagai

kawasan tanpa rokok di Kota Bandar Lampung

G. Teknik Pengolahan Data

Setelah data diperoleh dari lapangan terkumpul maka tahap berikutnya ialah

mengolah data tersebut, adapun teknik yang digunakan dalam pengolahan data

sebagaimana yang disebutkan (Lexy J. Moleong, 2006:151) meliputi:

1. Editing

Editing yaitu teknik mengolah data dengan cara meneliti kembali data yang

berhasil diperoleh dalam rangka menjamin validitasnya serta dapat segera

diproses lebih lanjut. Tahapan Editing yang akan dilakukan oleh penulis

dalam penelitian ini menyajikan hasil wawancara dan observasi mengenai

struktur birokrasi, sumber daya, disposisi dan komunikasi dalam implementasi

Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan Tanpa Rokok di

Bandar Lampung.

2. Interpretasi

Interpretasi merupakan upaya untuk memperoleh arti dan makna yang lebih

mendalam dan luas terhadap hasil penelitian yang sedang dilakuakan.

Pembahasan hasil penelitian dilakukan dengan cara meninjau hasil penelitian

secara kritis dengan teori yang relevan dan informasi akurat yang diperoleh di

lapangan mengenai mengenai struktur birokrasi, sumber daya, disposisi dan


36

komunikasi dalam implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017

Tentang Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung.

H. Teknik Analisis Data

Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biglen yang dikutip Lexy J Moleong

(2006) adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,

mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola,

mensintesisnya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan

apa yang dipelajari, dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang

lain. Analisis data merupakan cara seseorang peneliti dalam mengelola data yang

telah terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karna

data yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat digunakan begitu saja,

analisis

Prosedur analisis data kualitatif dibagi dalam lima langkah Afifuddin (2012: 159)

yaitu:

1. Mengorganisasi data. Cara ini dilakukan dengan membaca berulang-ulang

data yang ada sehingga peneliti dapat menemukan data yang ada sehingga

peneliti dapat menemukan data yang sesuai dengan penelitiannya dan

membuang data yang tidak sesuai.

2. Membuat kategori, menetukan tema, dan pola, dalam hal ini peneliti

menentukan kategori yang merupakan proses yang cukup rumit karna peneliti

harus mampu mengelompokkan data yang ada kedalam suatu kategori dengan

masing-masing sehingga pola keteraturan data menjadi terlihat secara jelas.


37

3. Mencari eksplanasi alternatif data proses berikutnya ialah peneliti memberikan

keterangan yang masuk akal data yang ada dan peneliti harus mampu

menerangkan data tersebut dengan didasarkan pada hubungan logika makna

yang terkandung dalam data tersebut.

4. Menulis laporan. Penulisan laporan merupakan bagian analisis kualitatif yang

tidak terpisahkan. Dalam laporan ini, peneliti harus mampu menuliskan data,

frase dan kalmat serta pengertian secara tepat yang dapat digunakan untuk

mendeskripsikan data dan hasil analisisnya.

Analisis data merupakan cara seorang peneliti dalam mengelola data yang telah

terkumpul sehingga mendapatkan suatu kesimpulan dari penelitiannya, karna data

yang diperoleh dari suatu penelitian tidak dapat dipergunakan begitu saja, analisis

data menjadi bagian yang amat penting dalam metode ilmiah, karena dengan

analisis data tersebut dapat lebih berarti dan bermakna dalam memecahkan

masalah penelitian.

I. Teknik Keabsahan Data

Keabsahan data dimaksud untuk memperoleh tingkat kepercayaan yang berkaitan

dengan seberapa jauh kebenaran hasil penelitian, mengungkapkan dan

memperjelas data dengan fakta-fakta aktual di lapangan, dalam penelitian

kualitatif keabsahan data lebih bersifat sejalan seiring denganproses penelitian itu

berlangsung. Keabsahan data kualitatif harus dilakukan sejak awal pengambilan

data, yaitu sejak melakukan reduksi data, display data dan penarikan kesimpulan

atau verifikasi (Afifuddin, 2012: 159)


38

Untuk memperoleh keabsahan data dalam penelitian kualitatif ini dilakukan

dengan cara menjaga kredibilitas, transferabilitas dan dependabilitas yang

maksudnya adalah:

1. Validitas internal (Kredibilitas)

Validitas internal merupakan ukuran tentang kebenaran data yang diperoleh

dengan instrumen, yakni apakah instrumen itu sungguh-sungguh mengukur

variabel yang sesungguhnya. Bila ternyata instrumen tidak mengukur apa

yang seharusnya diukur maka data yang diperoleh tidak sesuai dengan

kebenaran, sehingga hasil penelitiannya juga tidak dapat dipercaya, atau

dengan kata lain tidak memenuhi syarat validitas.

Menurut Nasution (2006:114), validitas internal (kredibilitas) dapat dilakukan

dengan: a). Memperpanjang masa observasi, b). Melakukan pengamatan terus

menerus, c). Trianggulasi data, d). Membicarakan dengan orang lain (peer

debriefing), e). Menganalisis kasus negatif, f). Menggunakan bahan referensi,

dan g). Mengadakan member check. Dalam melakukan penelitian ini, untuk

mencapai kredibilitas peneliti melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

a. Memperpanjang masa observasi, Memperpanjang masa observasi

dimaksudkan untuk mendeteksi dan memperhitungkan distorsi yang

mungkin merusak data. Distorsi bisa terjadi karena unsur kesengajaan

seperti bohong, menipu, dan berpura-pura oleh subyek, informan, key

informan. Unsur kesengajaan dapat berupa kesalahan dalam mengajukan

pertanyaan, motivasi, hanya untuk menyenangkan atau menyedihkan

peneliti.
39

b. Pengamatan terus menerus, Dengan pengamatan terus menerus dan

kontinyu, peneliti akan dapat memperhatikan sesuatu dengan lebih cermat,

terinci dan mendalam. Pengamatan yang terus menerus, akhirnya akan

dapat menemukan mana yang perlu diamati dan mana yang tidak perlu

untuk diamati sejalan dengan usaha pemerolehan data. Pengamatan secara

terus menerus dilakukan untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian

tentang fokus yang diajukan.

c. Trianggulasi data, Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini

adalah untuk mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang

diperoleh dari sumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan.

Trianggulasi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan

sumber dan metode, artinya peneliti membandingkan dan mengecek balik

derajat kepercayaan informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang

berbeda dalam metode kualitatif. Trianggulasi data dengan sumber ini

antara lain dilakukan dengan cara membandingkan data yang diperoleh

dari hasil wawancara dengan informan dan key informan. Trianggulasi

data dilakukan dengan cara, pertama, membandingkan hasil pengamatan

pertama dengan pengamatan berikutnya. Kedua, membandingkan data

hasil pengamatan dengan hasil wawancara. Membandingkan data hasil

wawancara pertama dengan hasil wawancara berikutnya. Penekanan dari

hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan pendapat, pandangan,

pikiran semata-mata. Tetapi lebih penting lagi adalah bisa mengetahui

alasan-alasan terjadinya perbedaan.


40

d. Membicarakan dengan orang lain (peer debriefing), Mendiskusikan hasil

data dengan orang lain yang paham dengan penelitian yang sedang

dilakukan.

e. Menganalisis kasus negatif, Menganalisis kasus negatif maksudnya adalah

mencari kebenaran dari suatu data yang dikatakan benar oleh suatu sumber

data tetapi ditolak oleh sumber yang lainnya.

f. Menggunakan bahan referensi sebagai pembanding dan untuk

mempertajam analisa data.

g. Mengadakan member check. Tujuan mengadakan member check adalah

agar informasi yang telah diperoleh dan yang akan digunakan dalam

penulisan laporan dapat sesuai dengan apa yang dimaksud oleh informan,

dan key informan. Untuk itu dalam penelitian ini member check dilakukan

setiap akhir wawancara dengan cara mengulangi secara garis besar

jawaban atau pandangan sebagai data berdasarkan catatan peneliti tentang

apa yang telah dikatakan oleh responden. Tujuan ini dilakukan adalah agar

responden dapat memperbaiki apa yang tidak sesuai menurut mereka,

mengurangi atau menambahkan apa yang masih kurang. Member check

dalam penelitian ini dilakukan selama penelitian berlangsung-sewaktu

wawancara secara formal maupun informal berjalan.

2. Validitas Eksternal (Transferabilitas)

Validitas eksternal berkenaan dengan masalah generalisasi, yakni sampai

dimanakah generalisasi yang dirumuskan juga berlaku bagi kasus-kasus lain

diluar penelitian. Dalam penelitian kualitatif, peneliti tidak dapat menjamin

keberlakuan hasil penelitian pada subyek lain. Hal ini disebabkan karena
41

penelitian kualitatif tidak bertujuan untuk menggeneralisir, karena dalam

penelitian kualitatif tidak menggunakan sampling acak, atau senantiasa

bersifat purposive sampling.

3. Dependabilitas

Dependabilitas atau reliabilitas instrumen adalah indeks yang menunjukkan

sejauh mana alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan. Reliabilitas

menunjukkan sejauh mana hasil pengukuran tetap konsisten bila dilakukan

ulang terhadap gejala yang sama dengan alat pengukur yang sama. Untuk

dapat mencapai tingkat reliabilitas dalam penelitian ini, maka dilakukan

dengan tekhnik ulang atau check recheck.

4. Objektivitas

Dalam penelitian kualitatif peneliti harus berusaha sedapat mungkin

memperkecil faktor subyektifitas. Penelitian akan dikatakan obyektif bila

dibenarkan atau diconfirm oleh peneliti lain. Maka obyektifitas diidentikkan

dengan istilah confirmability.

J. Triangulasi Data

Triangulasi pada hakikatnya merupakan pendekatan multimetode yang

dilakukan peneliti pada saat mengumpulkan dan menganalisis data. Ide

dasarnya adalah bahwa fenomena yang diteliti dapat dipahami dengan baik

sehingga diperoleh kebenaran tingkat tinggi jika didekati dari berbagai sudut

pandang. Memotret fenomena tunggal dari sudut pandang yang berbeda-beda

akan memungkinkan diperoleh tingkat kebenaran yang handal. Karena itu,

triangulasi ialah usaha mengecek kebenaran data atau informasi yang


42

diperoleh peneliti dari berbagai sudut pandang yang berbeda dengan cara

mengurangi sebanyak mungkin perbedaan yang terjadi pada saat pengumpulan

dan analisis data berdasarkan hasil wawancara, observasi dan dokumentasi

hasil penelitian.

Tujuan trianggulasi data dilakukan dalam penelitian ini adalah untuk

mengecek kebenaran data dengan membandingkan data yang diperoleh dari

sumber lain, pada berbagai fase penelitian di lapangan. Trianggulasi data yang

dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan sumber dan metode, artinya

peneliti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan informasi

yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam metode kualitatif.

Trianggulasi data dengan sumber ini antara lain dilakukan dengan cara

membandingkan data yang diperoleh dari hasil wawancara dengan informan

dan key informan. Trianggulasi data dilakukan dengan cara, pertama,

membandingkan hasil pengamatan pertama dengan pengamatan berikutnya.

Kedua, membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

Membandingkan data hasil wawancara pertama dengan hasil wawancara

berikutnya. Penekanan dari hasil perbandingan ini bukan masalah kesamaan

pendapat, pandangan, pikiran semata-mata. Tetapi lebih penting lagi adalah

bisa mengetahui alasan-alasan terjadinya perbedaan.


IV. GAMBARAN UMUM TEMPAT PENELITIAN

A. Gambaran Umum Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

1. Profil Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung terletak di Jalan Dr. Warsito 74, Teluk

Betung- Bandar Lampung. Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung merupakan

aset dari Pemerintah Kota Bandar Lampung. Berdasarkan Peraturan Daerah Kota

Bandar Lampung Nomor 3 Tahun 2008 tentang Organisasi dan Tata Kerja

Dinas Daerah Kota Bandar Lampung, Dinas Kesehatan merupakan Dinas Daerah

yang berfungsi sebagai pelaksana otonomi daerah dibidang kesehatan yang

dipimpin oleh seorang Kepala Dinas yang berkedudukan di bawah dan

bertanggung jawab kepada Walikota melalui Sekretaris Daerah. Dinas Daerah

mempunyai tugas pokok melaksanakan urusan pemerintahan daerah berdasarkan

asas otonomi dan tugas pembantuan. Dalam menjalankan tugas pokok dan

fungsinya Dinas Kesehatan dibantu oleh Puskesmas, Labkesda, Akper maupun

Depo Farmasi dan Alat-alat Kesehatan. Untuk menyelengarakan tugas pokok

sebagaimana dimaksud di atas, Dinas kesehatan menyelenggarakan fungsi:

a. Perumusan kebijakan teknis dibidang kesehatan.

b. Penyelenggaraan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang

kesehatan.
44

c. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kesehatan.

d. Pelaksanaan tugas lain yang diberikan oleh Walikota dibidang kesehatan.

e. Pelayanan administratif

2. Visi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Dalam menyelenggarakan pembangunan kesehatan, Dinas Kesehatan harus

seksama memperhatikan dasar-dasar pembangunan sebagaimana tercantum dalam

Rencana Pembangunan Kesehatan Menuju Indonesia Sehat 2015. Dengan

meperhatiakan dasar-dasar pembangunan kesehatan tersebut dan untuk mencapai

sasaran Rencana Pembangunan Jangka Menebgah pada akhir tahun 2015, dan

mempertimbangkan perkembangan serta masalah, dan kecenderungan yang

dihadapi Dinas Kesehatan, maka visi Dinas Kesehatan adalah: “Terwujudnya

Derajat Kesehatan Kota Bandar Lampung Yang Optimal”

3. Misi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Dalam rangka mewujudkan visi “Terwujudnya Derajat Kesehatan Masyarakat

Kota Bandar Lampung yang Optimal Tahun 2015”, maka Misi Dinas Kesehatan

adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan manajemen kesehatan, sarana dan serta prasarana kesehatan

2) Meningkatkan kinerja dan mutu serta akses pelayanan kesehatan

3) Memberdayakan masyarakat

4) Jaminan pemeliharaan kesehatan masyarakat

5) Penanggulangan penyakit menular, tidak menular, surveilance epidemilogi

serta penangulangan KLB dan bencana

6) Upaya meningkatkan penyehatan lingkkungan untuk menuju kota sehat


45

4. Tujuan dan Sasaran Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

a. Tujuan

Sebagai penjabaran dari Visi Dinas Kesehatan, maka ujuan umum yang

akan dicapai adalah terselenggaranya pembangunan kesehatan secara

berhasil-guna dan berdaya- guna dalam rangka mencapai derajat

kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Adapun tujuan khusus

yang akan dicapai adalah sebagai berikut:

1) Terselenggaranya pembangunan kesehatan secara berhasil-guna

dan berdaya-guna melalui penyelenggaran manajemen yang dinamis

dan akuntabel dengan menerapkan tata kelola pemerintahan yang

baik

2) Terselenggaranya upaya kesehatan yang berkualitas dan dapat dicapai

dan dapat dijangkau oleh segenap kalangan masyarakat dengan mutu

yang terjamin

3) embangunan kesehatan secara maksimal melalui partisipasi aktif

masyarakat termasuk swasta dalam melayani, melaksanakan dan

mengkritisi pembangunan kesehatan

4) Tersedianya prosedur yang akurat dalam penangulangan dan

penanganan gawat darurat, kejadian bencana, serta kejadian luar biasa

5) Terselengaranya kota sehat di Kota Bandar Lampung

b. Sasaran

Agar pembangunan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil-

guna dan berdaya-guna, maka sasaran yang akan dicapai oleh Dinas

Kesehatan sampai akhir tahun 2015 adalah:


46

1) Cakupan kunjungan ib hamil 95%

2) Cakupan komplikasi kebidanan yang ditangani 80%

3) Cakupan persalinan oleh tenaga kesehatan 90%

4) Cakupan pelayanan nifas 90%

5) Cakupan neonatus komplikasi ditangani 80%

6) Cakupan kunjungan bayi 90%

7) Cakupan kelompok UCI 100%

8) Cakupan anak Balita 100%

9) Cakupan MP-ASI 90%

10) Cakupan balita gixi buruk mendapat perawatan 100%

11) Cakupan penjaringan kesehatan siswa SD 100%

12) Cakupan KB aktif 100%

13) Cakupan penemuan dan penanganan penderita penyakit:

a) AFP rate per 100.000 penduduk < 15th:<5%

b) Penemuan penderita pneumonia balita 100%

c) Penemuan pasien baru TB BTA (+) 85%

d) Penderita TBC yang ditangani 100%

e) Penemuan penderita diare 100%

14) Cakupan pelayanan kesehatan dasar masyarakat miskin 100%

15) Cakupan pelayanan kesehatan rujukan masyarakat miskin 100%

16) Cakupan pelayanan gawat darurat level 1 yang harus diberikan

sarana kesehatan (RS) di Kota Bandar Lampung

17) Cakupan kelurahan KLB yang dilakukan PE 24 jam 100%

18) Cakupan desa siaga aktif 80%


47

5. Program dan Kegiatan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung

Program dan kegiatan pembangunan di bidang kesehatan pada tahun 2013

diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat yang ditandai

dengan semakin meningkatnnya indeks kelangsungan (74.70); angka

kematian bayi (26/1000 kelahiran hidup); menurunnya angka kematian ibu

(226/100000 kelahiran hidup); menurunnya kasus gizi buruk (20%). Adapun

program kegiatan yang dilaksanankan meliputi:

1) Program pelayanan administrasi perkantoran

2) Program peningkatan sarana dan prasarana aparatur

3) Program peningkatan kapasitas sumer daya aparatur

4) Program obat dan pembekalan kesehatan

5) Program upaya kesehatan masyarakat

6) Program pengawasan obat dan makanan

7) Program pengembangan obat asli Indonesia

8) Program promosi kesehatan dan pemberdayaan kesehatan

9) Program perbaikan gizi masyarakat

10) Program pengembangan lingkungan sehat

11) Program pencegahan dan pengangulang penyakit menular

12) Program pelayanan kesehatan penduduk miskin

13) Program pengadaan, peningkatan dan perbaikan sarana dan prasarana

Puskesmas/ Puskesemas pembantu dan jaringannya

14) Program peningkatan pelayanan kesehatan anak Balita

15) Program peningkatan pelayanan kesehatan Lansia

16) Program pengawasan dan pengendalian kesehatan makanan


48

17) Program peningkatan keselamatan ibu melahirkan dan anak

18) Program manajemen pelayanan kesehatan

B. Kawasan Tanpa Rokok di Kota Bandar Lampung

Pemerintah Provinsi Lampung pada tanggal 31 Juli 2017 telah menetapkan

sejumlah tempat sebagai Kawasan Tanpa Rokok (KTR). Aturan yang tertuang

dalam Perda Nomor 8 Tahun 2017 tersebut memuat sanksi tegas, yakni pidana

kurungan tiga bulan, dan/atau denda Rp 1 juta. Ruang lingkup KTR meliputi

delapan lokasi, yakni fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses belajar

mengajar, tempat kegiatan anak-anak, tempat ibadah, fasilitas olahraga yang

tertutup, angkutan umum, tempat kerja, serta tempat umum dan tempat lain yang

ditetapkan.

Pembentukan Perda tentang KTR tersebut bertujuan untuk menciptakan ruang dan

lingkungan yang bersih dan sehat; melindungi kesehatan perseorangan, keluarga,

masyarakat dan lingkungan dari bahan yang mengandung karsinogen dan zat

adiktif dalam produk tembakau, melindungi setiap orang dari dorongan

lingkungan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif

berupa tembakau; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat terhadap

bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok; melindungi kesehatan

masyarakat dari asap rokok; dan mewujudkan generasi muda yang sehat.

Penerapana KTR diantaranya meliputi fasilitas pelayanan kesehatan, tempat

proses belajar mengajar, tempat kegiatan anak-anak, tempat ibadah, fasilitasi

olahraga yang tertutup, angkutan umum, tempat kerja, dan tempat umum. "Ini
49

merupakan bentuk bahwa Pemerintah Daerah terus berupaya dalam menciptakan

ruang dan lingkungan yang bersih dan sehat, serta melindungi setiap orang dari

ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif berupa tembakau

Peraturan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) merupakan produk hukum yang populer

di banyak Negara yang menerapkan, dan peraturan yang tidak merugikan pemilik

bisnis. Setiap negara, terlepas dari tingkat pendapatannya, dapat menerapkan

peraturan tentang KTR yang efektif. Larangan total merokok di tempat umum,

termasuk semua tempat kerja dalam ruangan, dapat melindungi masyarakat dari

bahaya menjadi perokok pasif, membantu perokok berhenti merokok dan

mengurangi perokok pemula dari kalangan remaja. Pedoman dari WHO Konvensi

Kerangka Kerja Pengendalian Tembakau (FCTC) membantu negara-negara untuk

menerapkan langkah-langkah pelaksanaan KTR yang tepat dalam melindungi

masyarakat dari bahaya paparan asap rokok. Pedoman dan Sumber terkait

Pelaksanaan KTR di Indonesia:

1. Peraturan Pemerintah No.109 Tahun 2012

2. Peraturan Bersama Menteri Kesehatan dan Menteri Dalam Negeri Tentang

Pedoman Pelaksanaan KTR

3. Pedoman Pengembangan KTR di Berbagai Tempat yang Ditentukan

Pemerintah melalui Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan

dan Peraturan Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 tentang Pengamanan Bahan

yang Mengandung Zat Adiktif Berupa Produk Tembakau Bagi Kesehatan telah

mewajibkan pemerintah daerah untuk menetapkan KTR di wilayahnya masing-

masing melalui Peraturan Daerah (Perda) atau peraturan perundang-undangan


50

daerah lainnya. KTR ini meliputi: fasilitas pelayanan kesehatan, tempat proses

belajar mengajar, tempat anak bermain, tempat ibadah, angkutan umum, tempat

kerja, tempat umum dan tempat lain yang ditetapkan.

KTR merupakan tanggung jawab seluruh komponen bangsa, baik individu,

masyarakat, DPR/DPRD, maupun pemerintah dan pemerintah daerah untuk

melindungi generasi sekarang maupun yang akan datang dari bahaya asap rokok.

Lebih dari 7.000 bahan kimia telah teridentifikasi pada asap rokok, 250 senyawa

tersebut adalah racun dan karsinogenik. Oleh karena itu, diperlukan komitmen

bersama dari lintas sektor dan berbagai elemen masyarakat ini akan sangat

berpengaruh pada penerapan KTR.

Penerapan KTR secara konsisten diharapkan dapat meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat terutama terkendalinya faktor risiko penyakit dan kematian

yang disebabkan oleh rokok, dan meningkatnya budaya msyarakat dalam

berperilaku hidup bersih dan sehat. Selain itu, akan meningkatkan citra

(pandangan) yang baik dari masyarakat umum terhadap daerah dan pemerintahnya

dengan meningkatnya kedisiplinan, ketertiban dan kepatuhan pada peraturan. Dari

aspek lingkungan, penerapan KTR akan berdampak pada meningkatnya kualitas

udara, terutama kualitas udara dalam ruang. Dalam bidang ekonomi, akan mampu

meningkatkan tingkat ekonomi keluarga karena berkurangnya belanja rokok,

terutama pada keluarga miskin. Demikian juga bagi pemerintah setempatnakan

mengurangi pengeluaran belanja pemerintah daerah untuk pembiayaan kesehatan

dalam penanggulangan penyakit akibat rokok.


51

Terdapat 9 Indikator Kepatuhan dalam Monitoring Evaluasi KTR

1. Tidak tercium asap rokok

2. Tidak terdapat orang merokok

3. Tidak terdapat asbak/korek api/pemantik

4. Tidak ditemukan puntung rokok

5. Tidak terdapat ruang khusus merokok

6. Terdapat tanda larangan merokok

7. Tidak ditemukan adanya indikasi merek rokok atau sponsor, promosi dan

iklan rokok di area KTR

8. Tidak ditemukan penjualan rokok (pada sarana kesehatan, sarana belajar,

sarana anak, sarana ibadah, kantor pemerintah dan swasta, dan sarana olahraga

kecuali: pasar modern/mall, hotel, restauran, tempat hiburan dan pasar

tradisional)

9. Penjualan rokok tidak di-display (dipajang)

Tabel 4.1 Penerapan Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung

Keterangan SK
No Puskesmas Nama Sekolah Penerapan KTR KTR
Ya Tidak Ada Tidak
1. Simpur MI YYP Kelapa Tiga √ √
SD Fransiskus √ √
SDN 1 Pasir Gintung √ √
MIMA P. Gintung √ √
MI AL Khairiyah √ √
SMP Swadaya √ √
SMP Fransiskus √ √
SMP Muhamadiyah II √ √
MTS AL Khairiyah √ √
2. Kebon Jahe SMP Taman Siswa √ √
SMK Taman Siswa √ √
SMA YP Unila √ √
SMP Arjuna √ √
SMP Eka Karya √ √
SMA Arjuna √ √
SMKN 4 √ √
SMK Arjuna √ √
52

SMP NEGERI 33 √ √
MTs Negeri 1 √ √
SMP Negri 1 √ √
smp Utama 2 √ √
SMP Utama 1 √ √
SMP Negeri 4 √ √
SMP Negeri 12 √ √
SMP Xaverius √ √
SMP 23 √ √
smp Utama 3 √ √
SMP Utama 2 √ √
SMP Negeri 1 √ √
SMTI √ √
SMA Xaverius √ √
SMA Utama 3 √ √
SMK Utama √ √
4. Gedong Air SDN 1 - 8 Gedong air √
SDN 1 -5 Sukajawa √
SDN Sukadanaham + MTS √
SDN MIN + Ar' Raudah √
SMK Kesuma Yudha √
5. Susunan Baru SDN 1 Susunan Baru √ √
SDN 2 Susunan Baru √ √
SMK 9 B Lampung √ √
SMP 33 B Lampung √ √
SMA 16 B Lampung √ √
SDN 1 Segalamider √ √
SD DCC Global √ √
SPM DCC Global √ √
SMA DCC Global √ √
SMAN 9 B Lampung √ √
SMPAN 10 B Lampung √ √
SMK Bakti Utama √ √
SMP Bhakti √ √
Wiyatama √ √
6. Kemiling SDIT Baitul Janah √ √
SMPIT Darul Ilmi √ √
SMP Negeri 26 √ √
7. Pinang Jaya
SDN 1 Pinang Jaya √ √
SDN 2 Pinang Jaya √ √
SDN 1 Sumber Agung √ √
SD Al Karim √ √
SD Yamama √ √
MI Hidayatul Islamiya √ √
SMP Maruja √ √
SMP Yamama √ √
MTs Hidayatul Islamiya √ √
SMA Yamama √ √
MA Hidayatula √ √
8. Beringin Raya SD 1 Beringin Raya √ √
SD 2 Beringin Raya √ √
SD MI Islamiya √ √
9. Satelit SDN 1 Bumi Kedamaian √ √
SDN 2 Bumi Kedamaian √ √
53

SD Fitra Insani √ √
SDN 1 Tanjung Gading √ √
SD Insan Tama √ √
MIN Islamiyah √ √
SDN 1 Tanjung Raya √ √
SD Wellington √ √
SD Mawar Saroon √ √
MIN 10 Tanjung Baru √ √
SDN 1 Tanjung Agung √ √
SDN 1 Kali Balau Kencana √ √
MIN Aljauhattun √ √
MIN Padjajaran √ √
MIN Al Jauhar √ √
School of Victory √ √
SMP Bina Taruna √ √
SMP 20 Bandar Lampung √ √
SMP Mawar Saroon √ √
SMP Nusantara √ √
SMPN 5 Bandar Lampung √ √
SMP Padjajaran √ √
MI Islamiyah √ √
SMAN 10 Bandar Lampung √ √
SMA Dirgantara √ √
SMA Nusantara √ √
SMK PGRI
√ √
10. Sumur Batu SDN 1 Gulak Galik √ √
SDN II Gulak Galik √ √
SDN III Gulak Galik √ √
SDN I Sumur Batu √ √
SDN II Sumur Batu √ √
SDN Pengajaran √ √
SDN Imanuel √ √
SD Advent √ √
SMPN 16 BL √ √
SMPN 17 BL √ √
SMPN 18 BL √ √
SMP Gunadharma √ √
SMP Advent √ √
SMP Immanuel √ √
SMP Muhmmadiyah √ √
SMKN 3 BL √ √
SMK Satu Nusa 1 √ √
SMK Satu Nusa 2 √ √
SMA Immanuel √ √
SMA Gunadharma √ √
SMK Gunadharma √ √
SMA Muhammadiyah √ √
SMK Muhammdiyah √ √
11. Sukaraja MAN 2 Bandar Lampung √ √
SMP & SMA Nuru Iman √ √
SMP Muhammadiyah √ √
12. Way Laga 1 SD 2 Way Laga √ √
2 SD 3 Way Laga √ √
3 SD 1 Way Gubak √ √
54

4 SD 2 Way Gubak √ √
5 MI Batu Suluh √ √
6 SMP Tiara Bakti √ √
7 SDN 1 Way Laga √ √
Rajabasa 1 SMP Negeri 2
13. Indah √ √
2 SMA Negeri 13 √ √
3 SD Al-Kautsar √ √
4 SMP Al-Kautsar √ √
5 SMA Al-Kautsar √ √
14. Sukarame 1 MIN 5 Sukarame
2 SD Karunia Imanuel √ √
3 SDN 1 Sukarame √ √
4 SDN 1 Way Dadi √ √
5 SD Insan Kamil √ √
6 MIT Muhammadiyah √ √
7 SMK BLK √ √
8 SMK PGRI 4 √ √
9 SMK YP 57 √ √
10 MA Muhammadiayah √ √
11 SMP YP 57 √ √
12 SMP PGRI 6 √ √
13 MTS Muhammadiyah √ √
Permata 1
15. Sukarame SD N 2 Sukarame √
2 SD N 1 Harapan Jaya √
3 SMP 24 Bandar Lampung √
4 SMAN 12 Bandar Lampung √
5 SMKN 7 Bandar Lampung √
6 MAN 1 Bandar Lampung √
16. Korpri 1 SD 2 Harapan √ √
2 SD 2 Way Dadi √ √
3 SMP 21 √ √
4 SMP 29 √ √
5 SMA 5 √ √
Way 1 SMP Dwi Pangga
17. Halim √ √
2 SMK Dwi Pangga √ √
3 SMKN 1 Bandar Lampung √ √
4 SMP Xaverius √ √
5 SMK Pelayaran √ √
18. Labuhan Ratu 1 SD Negeri 1 Kampung Baru √ √
2 SD Negeri 2 Kampung Baru √ √
3 SD Negeri 3 Kampung Baru √ √
4 SD Negeri 1 Labuhan Ratu √ √
5 SD Negeri 2 Labuhan Ratu √ √
6 SD Negeri 3 Labuhan Ratu √ √
7 SD Negeri 1 Sepang Jaya √ √
8 SD Negeri 2 Sepang Jaya √ √
9 SD Muhamadiyah 1 BL √ √
10 SMP IT √ √
11 SMP Muh. 3 Balam √ √
12 SMP Sriwijaya √ √
13 SMP AL Azhar 1 BL √ √
14 SMP N 8 Bandar Lampung √ √
15 SMA Muhammadiayah 2 √ √
55

16 SMA Sriwijaya √ √
17 SMA Al Azhar √ √
18 SMK Bhineka √ √
19 SMA Fransiscus √ √
20 MAN Mataul Anwar √ √
21 MI Mataul Anwar √ √
22 MMA 7 Labuhan Ratu √ √
23 MI Alkhairiyah √ √
24 MTS Mataul Anwar √ √
19. Kedaton 1 SDN 1 Kedaton √ √
2 SDN 1 Surabaya √ √
3 SDN 1 Sidodadi √ √
4 SDN 1 Suka Menanti √ √
5 SDN 2 Suka Menanti Baru √ √
6 SDN 1 Penengahan √ √
7 SDN 2 Penengahan √ √
8 SDN 3 Penengahan √ √
9 SDN 4 Penengahan Raya √ √
10 SDN 5 penangahan Raya √ √
11 SDN 6 Penengahan Raya √ √
12 SD Sejahtera I √ √
13 SD Sejahtera IV √ √
14 MIN Tanjung Karang √ √
15 MI Al-Hikmah √ √
16 SMP PGRI IV √ √
17 SMP Penyimbang √ √
18 MTs Al-Hikmah √ √
19 SMP Sejahtera √ √
20 SMP Bina Mulya √ √
21 SMP Kristen √ √
22 SMP Surya Dharma √ √
23 SMK Bina Mulya √ √
24 SMA Bina Mulya √ √
25 SMK Surya DHARMA √ √
26 SMA Surya Dharma √ √
27 MA Al-Hikmah √ √
28 SMA Penyimbang √ √
29 SMK Azza Wajalla √ √
30 SMK Kesehatan √ √
31 SMA Wijaya Kesuma √ √
20. Way 1 SDN 1 Perumnas Way √ √
Kandis Kandis
2 SDN 2 Perumnas Way
Kandis √ √
3 SDN 3 Perumnas Way
Kandis √ √
4 SDN 1 Tanjung Senang √ √
5 SDN 2 Tanjung Senang √ √
6 SDN 1 WAY Kandis √ √
7 SD Sejahtera √ √
8 SD Insan Mandiri √ √
9 SDN 1 Labuhan Dalam √ √
10 SDN 2 Labuhan Dalam √ √
11 SDN 3 Labuhan Dalam √ √
12 MIN Labuhan Dalam √ √
13 SMP N 19 Bandar √ √
56

Lampung
14 SMP N 20 Bandar
Lampung √ √
15 SMP Pangudi Luhur √ √
16 SMP Abdur Rahman √ √
17 SMP Gajah Mada √ √
18 SMAN 15 Bandar Lampung √ √
19 SMA Gajah Mada √ √
20 SMK Gajah Mada √ √
21 SMA Yadika √ √
22 SMK Yadika √ √
23 SMA Pangudi Luhur √ √
21. Kota Karang 1 SDN 01 Kota Karang √ √
2 SDN 02 Kota Karang √ √
3 SDN 03 Kota Karang √ √
4 SDN 04 Kota Karang √ √
5 MTS Sinar Laut √ √
6 MTS Al-Utrujiyah √ √
7 MTS Assafina √ √
8 MA Al-Utrujiyah √ √
22. Bakung 1 SMP N 15 B. Lampung √ √
2 SMP Boddhisatva √ √
3 SMP Boddhisatva √ √
4 SDN 1 Bakung √ √
76

VI. SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Asas implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang Kawasan

Tanpa Rokok di Bandar Lampung dilakukan berdasarkan kepentingan

kualitas kesehatan manusia, keseimbangan kesehatan manusia dan

lingkungan, kemanfaatan umum, keterpaduan, keserasian, kelestarian dan

keberlanjutan, partisipatif, keadilan, transaparnsi dan akuntabilitas.

2. Maksud implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung ini adalah mendorong pembatasan

ruang tempat untuk tidak boleh merokok dan sebagai komitmen dalam

mendorong terbangunnya budaya disiplin bagi perokok aktif atas bahaya dan

dampaknya bagi kesehatan.

3. Tujuan implementasi Peraturan Daerah Nomor 8 Tahun 2017 Tentang

Kawasan Tanpa Rokok di Bandar Lampung untuk menciptakan ruang dan

lingkungan yang bersih dan sehat; melindungi kesehatan perorangan,

keluarga, masyarakat dan lingkungan dari bahaya bahan yang mengandung

karsinogen dan zat adiktif, dalam produk tembakau yang dapat menyebabkan

penyakit, kematian dan penururnan kualitas hidup; melindungi setiap orang

dari dorongan lingkungan dan pengaruh iklan dan promosi untuk inisiasi

penggunaan dan ketergantungan terhadap bahan yang mengandung zat adiktif

berupa tembakau; meningkatkan kesadaran dan kewaspadaan masyarakat


77

terhadap bahaya merokok dan manfaat hidup tanpa merokok; melindungi

kesehatan masyarakat dari bahaya asap rokom orang dan mweujudkan

generasi muda yang sehat.

B. Saran

Adapun saran dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Bagi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar meningkatkan

pengawasan implementasi kebijakan Kawasan Tanpa Rokok pada

tiap fasilitas kesehatan, khususnya Kantor Pemerintah Kota Bandar

Lampung dan Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung. Tujuannya

supaya program-program yang telah di buat dapat dilaksanakan sesuai

yang diharapkan

2. Pihak Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung agar :

a. Melakukan sosialisasi penerapan Kawasan Tanpa Rokok sebagai

pemberitahuan secara jelas dan konsisten kepada pelaksana kebijakan

untuk mewujudkan penerapan Kawasan Tanpa Rokok yang efektif,

seperti pemasangan video promosi kesehatan secara periodik agar

pengunjung dapat lebih memahami mengenai Kawasan Tanpa Rokok.

b. Tetap menjalankan penerapan sanksi yang tegas terhadap setiap

pelanggaran merokok di area Kawasan Tanpa Rokok.

c. Meningkatkan pemantauan kegiatan merokok di Kawasan Tanpa

Rokok
78

3. Pihak Pemerintah Kota Bandar Lampung agar

a. Melakukan sosialisasi langsung ke masyarakat agar masyarakat dapat

lebih memahami mengenai Kawasan Tanpa Rokok dan batasan-

batasannya.

b. Menetapkan dan menerapkan sanksi yang lebih tegas terhadap

pelanggaran merokok di area Kawasan Tanpa Rokok.

c. Meningkatkan pemantauan kegiatan merokok di Kawasan Tanpa

Rokok.
DAFTAR PUSTAKA

A. BUKU-BUKU

Abe Alex (2005). Perencanaan Partisipatif. Pustaka Jogya Mandiri


Afifuddin (2012), Metodologi Penelitian Kualitatif, Pustaka Setia, Bandung
Alisyahbana, (2005), Marginalisasi Sektor Informal Perkotaan, ITS Press,
Surabaya.

Brannen, Julia, (2005), Memadu Metode Penelitian Kualitatif dan Kuantitatif,


Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Samarinda bekerjasama dengan Pustaka
Pelajar, Yogyakarta.

Evers, Hans Dieters dan Rudiger, Korf, (2002), Urbanisasi di Asia Tenggara:
Makna dan Kekuasaan di Ruang-Ruang Sosial, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.

Islamy (2007) Prinsip-Prinsip Perumusan Kebijaksanaan Negara, Cetakatan VII,


Bumi Aksara, Jakarta

Mulyana, Deddy, (2007), Metodologi Penelitian Kualitatif, Rosda, Bandung.

Mustafa, Ali Achsan (2008), Model Transformasi Sosial Sektor Informal, Sejarah,
Teori, dan Praksis Pedagang Kaki Lima, Ins-TRANS Publishing, Malang.

Nasution (2006), Metode Penelitian Naturalistik Kualitatif, Remaja Rosdakarya,


Bandung

Ripley dan Franklin (2004), Policy Implementation Bereaucracy. Edisi


Terjemahan, Chicago: Dorsey Press.

Santosa. (2008). Analisa Kebijakan Publik. Yogyakarta : PT. Tiara Wacana

Syafi'ie Inu Kencana (2008). Strategi dan Kebijakan Pembangunan Ekonomi


Daerah Perspektif Teoritik, Averros Press, Yogyakarta

Thoha Miftah (2002) Perilaku Organisasi Konsep Dasar dan Aplikasinya. Jakarta

Wirisardjono (2005) Ekonomi Informal Perkotaan: Gejala Involusi Gelombang


Kedua (1st edition). Jakarta: LP3ES.
B. SUMBER LAIN

Ade Retsy Ambar Wati, Penerapan Kawasan Tanpa Rokok Berdasarka Peraturan
Daerah Kota Metro Nomor 4 Tahun 2014,
http://jurnal.fh.unila.ac.id/index.php/han/article/viewFile/897/776,
diunduh 24 Maret 2018

http://lampung.tribunnews.com/2018/03/17/perda-kawasan-tanpa-rokok-sudah-
berlaku-di-lampung-ini-8-lokasinya?page=4

Perda Nomor 8 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR)

Riza Irma Arfiani (2017) Dampak Kebijakan Relokasi Pedagang Kaki Lima
(PKL) di Kabupaten Sidoarjo (Studi Pada Relokasi PKL Alun-alun Ke
GOR Delta Sidoarjo). Jurnal Penelitian.

Anda mungkin juga menyukai