Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Non Steroid Anti-Inflammatory Drug (NSAID) adalah salah satu obat


secara luas digunakan. Non Steroid Anti-Inflammatory Drug (NSAID) sering
diberikan sebagai pengobatan terhadap penyakit inflamatori, rheumatoid arthritis,
osteoarthritis, dismenore, dan penyakit serebrovaskular iskemik. Obat ini bekerja
dengan menghambat biosintesis prostaglandin dan menghasilkan efek
terapeutiknya. Efek anti inflamasi dan analgetik yang diberikan golongan obat ini
merupakan salah satu efek yang banyak dimanfaatkan oleh banyak klinisi bagi
pasien. Selain efek menguntungkan ini, ada juga efek merugikan yang dapat
diberikan oleh golongan obat ini. Efek yang merugikan ini adalah defek atau
perlukaan pada sistem gastrointestinal dan ulkus peptikum. Efek samping yang
terjadi akibat penggunaan NSAID dapat asimptomatik, namun pada beberapa
kasus dapat mengancam nyawa.1 Diperkirakan, pasien yang mengalami gastropati
karena penggunaan NSAID secara berkala mencapai 20%, sedangkan penggunaan
NSAID dalam jangka waktu yang panjang menyebabkan terjadinya ulkus gaster
atau peptikum pada 33% kasus.2

Banyak strategi yang drekomendasikan untuk mengatasi efek samping dari


penggunaan NSAID ini. Mulai dari pemberian selective cyclooxygenase-2 (COX-
2) inhibitor, sampai ke pemberian NSAID secara bersamaan dengan agen
gastroprotektif seperti misoprostol, PPI, atau antagonis reseptor histamine-2 3.
Pemberian obat-obat ini juga masih diperdebatkan karena beberapa penelitian
menunjukan potensi interaksi obat yang dapat mengakibatkan komplikasi lebih
lanjut.

Perdarahan akut saluran cerna bagian atas merupakan salah satu


manifestasi klinis yang sering terjadi sebagai akibat dari penggunaan NSAID.
Perdarahan saluran cerna bagian atas adalah perdarahan saluran makanan
proksimal dari ligamentum treitz. Manifestasi klinis perdarahan saluran cerna atas
dapat beragam tergantung dari lama perdarahan, jumlah perdarahan, kecepatan
perdarahan, dan apakah perdarahan berlangsung terus menerus atau tidak. Pasien

1
dapat datang dengan anemia defisiensi besi pada perdarahan tersembunyi yang
berlangsung lama. Pasien juga dapat datang dengan melena atau hematemesis
yang dapat disertai atau tanpa anemia, disertai atau tanpa renjatan.4

Perdarahan akut saluran cerna bagian atas sering dijumpai di bagian gawat
darurat. Meskipun tatalaksana optimal dengan terapi endoskopi dan obat-obat
penghambat sekresi asam lambung, angka kematian SCBA tetap berkisar 6-14%.5.

Berikut ini akan dibahas laporan kasus mengenai seorang pasien yang di
rawat di instalasi rawat inap C1 RSUP Prof. Dr. R. D. Kandou Manado dengan
diagnosa Melena et causa NSAID gastropathy, Anemia et causa GIT
(Gastrointestinal) bleeding.

2
BAB II

LAPORAN KASUS

Seorang pasien laki-laki dengan inisial Tn. PM berumur 46 tahun dirawat


di IRINA C1 RSUP Prof Dr. R. D. Kandou Manado sejak tanggal 13 November
2018. Pasien berasal dari Kaleosan, suku Minahasa Utara, dan tinggal di Kaleosan
Jaga IV. Pasien datang dengan keluhan utama buang air besar (BAB) hitam
dengan volume ± 300mL. Keluhan BAB Hitam sudah dirasakan pasien sejak
kurang lebih 2 minggu sebelum masuk rumah sakit, memberat sejak 1 hari yang
lalu. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri ulu hati yang dirasakan pasien sejak 2
minggu yang lalu. Nyeri tidak dipengaruhi aktivitas. Pasien mengaku sering
merasakan nyeri ulu hati selama beberapa tahun terakhir. Setiap kali pasien
merasa nyeri ulu hati, pasien meminum obat antasida doen dan pasien merasakan
adanya perbaikan. Pasien juga mengeluh merasa mual tapi tidak muntah. Pasien
juga mengakui bahwa pasien memiliki penyakit asam urat yang dialami pasien
sejak kurang lebih 7 tahun terakhir. Pasien meminum obat anti nyeri asam
mefenamat selama 7 tahun terakhir untuk mengobati asam urat, tetapi bukan dari
dokter. Pasien hanya mendengar dari orang lain dan meminum obat anti nyeri
yang dibeli sendiri oleh pasien. Setiap kali pasien meminum obat anti nyeri pasien
merasa keluhan berkurang. Pasien merupakan perokok sejak usia 12 tahun dan
merokok 1 bungkus per hari hingga 2 bulan sebelum masuk rumah sakit. Pasien
juga memiliki kebiasaan minum alkohol. Pasien bekerja di dinas pendidikan
sebagai petugas kebersihan. Riwayat penyakit diabetes, hipertensi dan kolestrol
disangkal. Riwayat pengobatan paru-paru 6 bulan disangkal, riwayat asma
disangkal. Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa dengan
pasien.

Pada pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum tampak sakit sedang


dengan kesadaran compos mentis (E4M6V5). Saat masuk didapatkan tekanan
darah 120/80 mmHg, denyut nadi 92 kali/menit, reguler, kuat angkat, isi cukup,
respirasi 25 kali/menit dan suhu badan 36,5°C. Berat badan 65 kilogram, tinggi
badan 160 sentimeter, dengan status gizi Obese I (IMT 25,4). Pada kepala
ditemukan wajah pasien simetris, konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, tidak

3
ada edema palpebra dekstra dan sinistra, pupil bulat isokor dekstra = sinistra,
refleks cahaya normal, bibir tidak sianosis, faring tidak hiperemis, tonsil T1-T1,
tekanan vena jugularis normal, trakea letak tengah, tidak teraba pembesaran
kelenjar getah bening. Pada pemeriksaan dada, inspeksi didapatkan pergerakan
dada simetris, palpasi didapatkan stem fremitus lapang paru kanan dan kiri sama,
perkusi paru kanan dan kiri sonor, auskultasi didapatkan suara pernapasan
vesikuler dan tidak didapatkan suara napas tambahan. Pada pemeriksaan jantung
iktus kordis tidak tampak dan tidak teraba. Batas jantung kiri terletak pada ICS IV
linea midklavikularis sinistra, batas jantung kanan pada ICS IV linea sternalis
dekstra. Auskultasi suara jantung I dan II reguler, tidak ditemukan bising dan
gallop. Pada pemeriksaan abdomen didapatkan inspeksi cembung, auskultasi
terdengar bising usus dalam batas normal 3 kali/menit, palpasi didapatkan nyeri
tekan epigastrium, tidak teraba pembesaran hati, limpa tidak teraba, ballotement
test pada ginjal negatif. Pada pemeriksaan ekstremitas didapatkan akral hangat,
capillary refill time (CRT) < 2 detik, tidak ada sianosis pada ujung jari, edema
tungkai (-). Hasil pemeriksaan rectal toucher dari pasien ini didapatkan tonus
musculus sphinter ani normal, tidak terdapat massa pada lumen, ekstra lumen dan
dinding rektum, nyeri tekan prostat tidak ada, dan didapatkan adanya melenic
stool.

Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 13 November 2018: Hb 5.2 gr/dL,


Eritrosit 1.99x106/uL, Leukosit 11.800/uL, Trombosit 429.000/uL, MCH 26.1 pg,
MCHC 31.3 g/dL , MCV 83.4 fL. GDS 101 mg/dL, Ureum 30 mg/dL, Kreatinin
1.2 mg/dL, SGOT 20 U/L, SGPT 9 U/L, Klorida 98.5 mEq/L, Kalium 4.78
mEq/L, Natrium 131 mEq/L, Uric acid darah 10.9 mg/dL.

Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) pada tanggal 13 November 2018,


normal sinus rhytm, heart rate 92 kali/menit.

Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang


maka pasien ini didiagnosis dengan Melena et causa NSAID gastropathy, Anemia
et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding. Diterapi dengan bolus esomeprazole 2
vial, kemudian Intravenous Fluid Drips (IVFD) NaCl 0,9% pada line 1, IVFD
NaCl 0,9% + esomeprazole 5 vial 10 tetes per menit, sucralfat 200mg 3 x II C PO,

4
Asam tranexamat 500mg/8jam intravena, paracetamol 3x500 mg, transfusi
packed red cell 1 kantong/hari (target Hb > 10 g/dL).

Perawatan hari pertama tanggal 14 November 2018, didapatkan adanya


BAB hitam cair berkurang, ada mual. Keadaan umum tampak sakit berat dengan
kesadaran compos mentis. Tekanan darah 110/70 mmHg, nadi 87 kali/menit,
respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36.70C, SpO2 97%. Pada pemeriksaan fisik
kepala ditemukan konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, paru dalam batas
normal, pada abdomen didapati nyeri tekan epigastrium, dan ekstremitas
didapatkan akral hangat, tidak ada edema. Didiagnosis dengan Melena et causa
NSAID gastropathy dan Anemia et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding.
Diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% pada line 1, IVFD NaCl 0,9% + esomeprazole
5 vial 10 tetes per menit (hari kedua), extra esomeprazole 2 vial, sucralfat 200mg
3 x II C PO, Asam tranexamat 500mg/8jam intravena, paracetamol 3x500 mg,
transfusi packed red cell 1 kantong/hari (target Hb > 10 g/dL).

Perawatan hari ke-2 tanggal 15 November 2018, didapatkan BAB hitam


cair berkurang. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos
mentis. Tekanan darah 120/70 mmHg, nadi 85 kali/menit, respirasi 18 kali/menit,
suhu badan 36.30C, SpO2 95%. Pada pemeriksaan fisik kepala ditemukan
konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik, paru dalam batas normal, pada abdomen
didapati nyeri tekan epigastrium dan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak
ada edema. Didiagnosis dengan Melena et causa NSAID gastropathy dan Anemia
et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding. Diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% pada
line 1, IVFD NaCl 0,9% + esomeprazole 5 vial 10 tetes per menit (hari ketiga),
sucralfat 200mg 3 x II C PO, Asam tranexamat 500mg/8jam intravena,
paracetamol 3 x 500mg, transfusi packed red cell 1 kantong/hari (target Hb > 10
g/dL).

Perawatan hari ke-3 tanggal 16 November 2018, BAB hitam cair tidak
ada. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu
badan 36.40C, SpO2 95%. Pada pemeriksaan fisik kepala ditemukan konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, paru dalam batas normal, pada abdomen didapati

5
nyeri tekan epigastrium, dan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak ada
edema. Hasil pemeriksaan rectal toucher pada perawatan hari ketiga didapatkan
tonus musculus sphinter ani normal, tidak terdapat massa pada lumen, ekstra
lumen dan dinding rektum, nyeri tekan prostat tidak ada, dan sudah tidak
didapatkan adanya melenic stool. Didiagnosis dengan Melena et causa NSAID
gastropathy dan anemia et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding. Diterapi dengan
IVFD NaCl 0,9% pada line 1, IVFD NaCl 0,9% + esomeprazole 5 vial 10 tetes
per menit (hari ke-4), sucralfat 200mg 3 x II C PO, Asam tranexamat 500mg/8jam
intravena, paracetamol 3 x 500mg, transfusi packed red cell 1 kantong/hari (target
Hb > 10 g/dL).

Perawatan hari ke-4 tanggal 17 November 2018, BAB hitam cair tidak
ada. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 100/60 mmHg, nadi 88 kali/menit, respirasi 22 kali/menit, suhu
badan 36.40C, SpO2 98%. Pada pemeriksaan fisik kepala ditemukan konjungtiva
anemis, sklera tidak ikterik, paru dalam batas normal, pada abdomen tidak
didapati nyeri tekan epigastrium, dan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak
ada edema. Didiagnosis dengan Melena et causa NSAID gastropathy dan Anemia
et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding. Diterapi dengan IVFD NaCl 0,9% pada
line 1, IVFD NaCl 0,9% + esomeprazole 5 vial 10 tetes per menit (hari ke-5),
sucralfat 200mg 3 x II C PO, Asam tranexamat 500mg/8jam intravena,
paracetamol 3 x 500mg, transfusi packed red cell 1 kantong/hari (target Hb > 10
g/dL).

Pada perawatan hari ke-5, tanggal 18 September 2018, BAB hitam cair
tidak ada. Keadaan umum tampak sakit sedang dengan kesadaran compos mentis.
Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 72 kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu
badan 36.60C, SpO2 97%. Pada pemeriksaan fisik kepala ditemukan konjungtiva
tidak anemis, sklera tidak ikterik, paru dalam batas normal, pada abdomen tidak
didapati nyeri tekan epigastrium, dan ekstremitas didapatkan akral hangat, tidak
ada edema. Didiagnosis dengan Melena et causa NSAID gastropathy dan Anemia
et causa GIT (Gastrointestinal) bleeding. Diterapi dengan lansoprazole
30mg/12jam, sucralfat 10mg/8jam, paracetamol 3 x 500mg dan direncanakan
untuk dilakukan pemeriksaan laboratorium kontrol.

6
Pada hari ke-6, pasien dipulangkan dengan keadaan umum saat pulang
sedang, kesadaran compos mentis. Tekanan darah 120/80 mmHg, nadi 78
kali/menit, respirasi 20 kali/menit, suhu badan 36.00C. Hasil pemeriksaan
aboratorium antara lain leukosit 5.500/uL; Hb 11.1 g/dL; trombosit 400.000/uL;
GDS 102 mg/dL; Albumin 3.9. Pasien dipulangkan dengan pemberian obat
lansoprazole 30 mg dua kali sehari, sucralfat 10 mg tiga kali sehari, paracetamol
500 mg tiga kali sehari bila perlu.

7
BAB III

PEMBAHASAN

Gastropati merupakan kelainan pada mukosa lambung dengan


karakteristik perdarahan subepitelial dan erosi. Salah satu penyebab dari
gastropati adalah efek dari NSAID (Non steroidal anti inflammatory drugs) serta
beberapa faktor lain seperti alkohol, stres, ataupun faktor kimiawi. Gastropati
NSAID dapat memberikan keluhan dan gambaran klinis yang bervariasi seperti
dispepsia, ulkus, erosi, hingga perforasi.6,7

NSAID adalah obat yang secara luas digunakan di seluruh dunia untuk
pengobatan nyeri, inflamasi (peradangan), dan demam1. NSAID merupakan obat
yang secara luas diresepkan dan dan dijual secara bebas (over the counter drug) 8
NSAID memiliki beberapa efek teraputik seperti analgesik, antipiretik, dan
antiinflamasi. Sebagai efek analgesik, obat ini efektif untuk meredakan nyeri
ringan-sedang. Efek antipiretik yang dihasilkan obat ini bisa digunakan dalam
pengobatan demam rematik. Untuk efek antiinflamasi, obat ini digunakan untuk
pengobatan osteoartritis dan reumatoid artritis. Sebagai tambahan terhadap
NSAID, aspirin dosis rendah (acetylsalicylic) digunakan untuk profilaksis primer
atau sekunder baik untuk kejadian serebrovaskular atau kardiovaskular.
Penggunaan NSAID juga dilakukan sebagai pengobatan untuk jenis kanker
tertentu.9 Pada kasus yang akan dibahas, pasien memiliki keluhan BAB hitam
sejak kurang lebih 2 minggu SMRS. Pasien memiliki riwayat konsumsi NSAID,
yaitu asam mefenamat yang diminum setiap kali pasien merasa nyeri sendi karena
gouthy arthritis.

Mekanisme kerja dari NSAID pertama kali didefinisikan pada awal tahun
tujuh puluhan dengan inhibisi dari sintesis prostaglandin. Prostaglandin adalah
salah satu mediator utama inflamasi, nyeri, dan demam, yang disintesis dari asam
arakhidonat. Reaksinya dikatalase oleh enzim cyclooxygenase (COX). NSAID
bekerja menghambat sintesis prostaglandin dengan berikatan dan menginhibisi
COX. Efek analgesic yang ditimbulkan oleh NSAID terjadi dengan intervensi

8
PGE1 dan PGE2 pada model binatang. Diobservasi juga bahwa NSAID efektif
dalam menghilangkan nyeri dengan kemampuannya untuk menginhibisi
vasodilatasi vaskular sereberal yang dimediasi oleh prostaglandin. Beberapa studi
menunjukan bahwa peran antipiretik yang dimiliki NSAID didasarkan pada
kerjanya dalam menginhibisi sintesis PGE2 pada daerah dekat hipotalamus
preoptikus.1

Ada tiga mekanisme utama terjadinya komplikasi gastrointestinal pada


penggunaan NSAID. Yang pertama adalah inhibisi enzim COX1 dan PG
gastroprotektif, permeabilisasi membrane, dan produksi tambahan mediator
proinflamatori. Pada mekanisme yang pertama ada dua jenis COX, yaitu COX1
dan COX2 yang mempunya dua fungsi yang berbeda. COX1 secara terus menerus
diproduksi dan berperan pada proteksi fisiologis pada mukosa gaster. COX1
berperan dalam produksi prostaglandin yang melindungi permukaan dari asam
yang diproduksi lambung, mempertahankan aliran darah pada mukosa gaster, dan
memproduksi bikarbonat. Bentuk lainnya, COX2, dipicu oleh kerusakan sel,
berbagai sitokin proinflamatori, dan faktor-faktor turunan tumor. Gastropati
NSAID secara garis besar disebabkan oleh inhibisi COX1 oleh NSAID.1

NSAID juga memiliki efek sitotoksik langsung pada sel mukosa gaster
menyebabkan lesi. Beberapa studi telah menunjukan bahwa efek sitotoksik
NSAID bersifat independen walaupun tanpa efek ihibisi COX. NSAID terbukti
mampu menimbulkan efek nekrotik dan apoptosis pada sel mukosa gaster.1

Inhibisi sintesis PG oleh NSAID menimbulkan aktivasi berkelanjutan dari


jalur lipoksigenase dan meningkatkan sintesis leukotrien. Leukotrien
menyebabkan inflamasi dan iskemia jaringan yang berujung pada kerusakan
mukosa gaster. Bersamaan dengan itu, hal ini juga meningkatkan produksi
mediator proinflamatori seperti TNF (Tumor Necrosis Factors). Hal ini secara
lebih lanjut menyebabkan oklusi mikrovaskular gaster dan berujung pada
penurunan aliran darah dan pelepasan radikal bebas turunan oksigen.1

Penyakit ini tersebar diseluruh dunia dengan prevelensi berbeda tergantung


pada sosial ekonomi, demografi dan dijumpai lebih banyak pada pria usia lanjut
dan kelompok sosial ekonomi rendah dengan puncak pada dekade keenam.

9
Insidensi perdarahan saluran cerna bagian atas terjadi dua kali lipat lebih sering
pada pria dibandingkan wanita, dengan tingkat mortalitas meningkat sejalan
dengan bertambahnya usia. Tingkat mortalitas bertambah pada usia >60 tahun.
Prevalensi kejadian gastropati reaktif pada pasien yang mengonsumsi NSAID
setidaknya 1 bulan berkisar antara 30%-40%. Pada kasus, pasien adalah seorang
laki-laki usia 56 tahun.

Lebih dari 50% Gastropati NSAID bersifat asimptomatik. Gejala yang


sering muncul seperti, dispepsia ringan, rasa terbakar, mual, nyeri perut, erosi,
ulserasi, perdarahan, perforasi, obstruksi, occult bleeding, colitis akut. Banyak
pasien yang memiliki riwayat konsumsi NSAID datang tanpa dispepsia tetapi
dengan hematemesis atau melena sebagai gejala pertama mereka, karena efek
analgesik dari NSAID.11 Pada kasus, pasien datang dengan keluhan BAB hitam,
mual dan nyeri ulu hati. Pasien mengeluhkan BAB hitam sejak kurang lebih 2
minggu sebelum masuk rumah sakit. BAB hitam dengan volume kurang lebih
300mL. Keluhan BAB hitam juga disertai keluhan mual dan nyeri ulu hati sejak
kurang lebih 1 hari SMRS. Mual tidak disertai muntah. BAB hitam atau yang
biasa disebut melena pada pasien dengan perdarahan saluran cerna bagian atas
dapat terjadi karena darah yang keluar di saluran pencernaan ikut mengalami
proses pencernaan sehingga darah yang keluar dari kotoran tidak lagi berwarna
merah, namun hitam. Akan tetapi pada beberapa kasus di mana terjadi perdarahan
masif, darah yang belum sempat mengalami proses pencernaan dapat keluar di
kotoran sebagai darah segar. Nyeri ulu hati dan mual yang dirasakan pasien
diakibatkan karena akumulasi darah pada saluran cerna bersifat iritatif dan
meningkatkan laju peristaltik. Hal ini juga dapat menyebabkan diare pada
beberapa kasus.12

Pemeriksaan fisik yang harus dilakukan pada pasien dengan perdarahan


saluran cerna bagian atas adalah penilaian status hemodinamik (denyut nadi dan
tekanan darah), laju pernafasan, status kesadaran, konjungtiva yang pucat,
capillary refill time yang melambat, serta identifikasi stigmata sirosis hati.
Stigmata sirosis hati perlu dinilai untuk membedakan sumber perdarahan dan
tindakan lanjut yang harus dilakukan. Produksi urine pada pasien juga perlu
diperhatikan, begitu juga dengan tanda-tanda kekurangan cairan lainnya.13,14 Pada

10
pasien ini ditemukan keadaan umum yang tampak sakit sedang dan kesadaran
compos mentis. Pada pemeriksaan fisik lanjutan belum ditemukan tanda-tanda
ketidakstabilan hemodinamik. Pada pemeriksaan konjungtiva didapatkan pucat,
pemeriksaan lainnya dalam batasan yang normal.

Pemeriksaan penunjang untuk mendiagnosis NSAID gastropathy meliputi,


tekanan darah ortostatik, hitung darah lengkap dengan diferensial, tingkat
haemoglobin, profil metabolik dasar, nitrogen urea darah, dan profil koagulasi,
tingkat kalsium, tingkat gastrin, endoskopi, foto roentgen thorax, nasogastric
lavage, Angiografi (jika perdarahan menetap dan endoskopi gagal untuk
mengidentifikasi lokasi perdarahan). Pada kasus, telah dilakukan pemeriksaan
hematologi lengkap, foto thorax dan EKG dengan hasil pada saat pasien masuk
pertama kali di rumah sakit Hb 5.2 gr/dL, Eritrosit 1.99x106/uL, Leukosit
11.800/uL, Trombosit 429.000/uL, MCH 26.1 pg, MCHC 31.3 g/dL , MCV 83.4
fL. GDS 101 mg/dL, Ureum 30 mg/dL, Kreatinin 1.2 mg/dL, SGOT 20 U/L,
SGPT 9 U/L, Klorida 98.5 mEq/L, Kalium 4.78 mEq/L, Natrium 131 mEq/L, Uric
acid darah 10.9 mg/dL.. Pada pemeriksaan foto thorax ditemukan hasil yang ada
dalam batasan normal. Pemeriksaan elektrokardiogram (EKG) normal sinus
rhytm, heart rate 92 kali/menit.

Resusitasi pasien hemodinamik yang tidak stabil dimulai dengan menilai


dan menangani ABC (yaitu, jalan nafas, pernapasan, sirkulasi). Resusitasi dini
yang agresif dapat mengurangi mortalitas pada perdarahan saluran cerna atas yang
akut. Pasien harus dipantau secara elektif dalam lingkungan yang terkontrol.
Akses intravena harus dipasang untuk resusitasi cairan. Cairan koloid atau
kristaloid dapat digunakan untuk mencapai pemulihan volume sebelum pemberian
produk darah. Pedoman kasar untuk jumlah total volume cairan kristaloid yang
diperlukan untuk memperbaiki hipovolemia adalah aturan 3 banding 1. Ganti
setiap mililiter kehilangan darah dengan 3 mL cairan kristaloid. Ini
mengembalikan volume plasma yang hilang. Pasien dengan penyakit berat yang
memiliki riwayat penyakit kardiovaskular dan paru-paru, mungkin memerlukan
penyisipan kateter arteri pulmonal untuk secara ketat memantau profil kinerja
jantung hemodinamik selama fase resusitasi awal. Setelah ABC telah ditangani,
nilailah respon pasien terhadap resusitasi, berdasarkan bukti perfusi organ akhir

11
dan pengiriman oksigen. Kemanjuran relatif dari PPI untuk mempertahankan pH
lambung pada tingkat di atas 6,0 dapat melindungi bekuan ulkus dari fibrinolisis.
Hal ini dikonfirmasi dalam pedoman SIGN 2008, yang merekomendasikan PPI
intravena dosis tinggi pada pasien dengan perdarahan ulkus peptikum mayor atau
pembuluh darah yang tidak dapat dilepas setelah kontrol perdarahan endoskopik.
Lansoprazole, dan esomeprazole adalah PPI yang tersedia sebagai formulasi
intravena; omeprazol intravena digunakan di negara lain. Dosis yang disarankan
dari pantoprazole intravena dan esomeprazol adalah 80 mg bolus diikuti dengan
8mg/jam infus. Infus dilanjutkan selama 48-72 jam. Pada kasus, pasien diberikan
esomeprazole 40 miligram bolus intravena, IVFD NaCl 0,9% pada line pertama
dan IVFD NaCl 0,9% ditambah esomeprazole 200 miligram 10 tetes per menit
dan sucralfat 200mg 3 x II C PO.

Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien dengan perdarahan saluran


cerna atas yang tidak ditindaklanjuti dengan baik adalah syok hipovolemik yang
dapat diikuti dengan gagal ginjal akut, gagal multi organ dan kematian. 15 Pada
pasien ini, dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang tidak
ditemukan adanya komplikasi bermakna. Hemodinamik pasien stabil, dan tidak
terjadi peningkatan fungsi ginjal yang ditunjukan dengan kadar ureum 30 mg/dL
dan kreatinin 1.2 mg/dL. Urine output pasien juga baik. Tatalaksana yang agresif
dan tepat dapat mencegah terjadinya komplikasi pada pasien.

Prognosis pada pasien dengan perdarahan saluran cerna atas dapat


ditegakan dengan lebih baik dengan dilakukannya endoskopi. Adapun faktor
risiko yag menandakan prognosis buruk pada pasien dengan perdarahan saluran
cerna atas adalah usia lebih dari 60 tahun, awitan perdarahan di rumah sakit,
terdapat penyakit medis komorbid, syok atau hipotensi ortostatik, darah segar di
pipa nasogastik, koagulopati, dibutuhkan transfusi berulang, ulkus di kurvatura
minor bagian atas (dekat dengan arteri gastrika sinistra), ulkus bulbus duodeni
posterior (dekat dengan arteri gastroduodenal), temuan endoskopik berupa
perdarahan arterial atau pembuluh darah visible.16 Pada pasien ini belum
dilakukan endoskopi sehingga prognosis sementara pasien untuk quo ad vitam
dubia ad bonam, quo ad functionam dubia ad bonam, dan quo ad sanationam
dubia.

12
13
BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan sebuah kasus Melena et causa NSAID gastropathy pada


seorang laki-laki 46 tahun. Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis adanya gejala
dan tanda klinis seperti buang air besar berwarna hitam, mual dan nyeri ulu hati,
Pasien memiliki riwayat konsumsi NSAID dalam waktu yang lama serta pada
pemeriksaan fisik dilakukan rectal toucher dan didapatkan melenic stool (+).
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah lengkap, EKG
dan pemeriksaan foto roentgen thorax. Pada pemeriksaan darah lengkap
didapatkan nilai hemoglobin yang menurun dan leukosit yang meningkat.
Pasien dirawat inap selama 6 hari di RSUP Prof. DR. R. D. Kandou.
Pasien dipulangkan dengan pemberian obat lansoprazole 30 mg dua kali sehari,
sucralfat 10 mg tiga kali sehari, paracetamol 500 mg tiga kali sehari bila perlu.
Pasien pulang dengan perbaikan dan direncanakan untuk kontrol ke poli
gastroenterohepatologi agar dapat dijadwalkan untuk melakukan endoskopi.

14
DAFTAR PUSTAKA

1. Sinha M, Gautam L, Shukla PK, Kaur P, Sharma S. Current Perspectives


in NSAID-Induced Gastropathy. New Delhi: Hindawi Publishing
Corporation, 2013
2. Yadav SK, Adhikary B, Chand S, Maity B, Bandyopadhyay SK,
Chattopadhyay S. Molecular mechanism of indomethacin-induced
gastropathy. Free Radic Biol Med 2012; 52:1175-1187
3. F. L. Lanza, F. K. Chan, and E. M. Quigley;, “PracticeParameters
Committee of the American College of Gastroenterology, Guidelines for
prevention of NSAID-related ulcer complications,”American Journal of
Gastroenterology,vol.104,no.3,pp. 728–738,2009.

4. Adi P. Pengelolaan Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas. In: Sudoyo


AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. editor. Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi VI. Jakarta: Interna Publising;
2014:1873
5. The Indonesian Society of Gastroenterology. National consensus on
management of non-variceal upper gastrointestinal tract bleeding in
Indonesia. Acta Medica Indonesiana. 2014;46(2):163-71

6. Suyata, Bustami E, Bardiman S, Bakry F. A comparison of efficacy


between rebamipide and omeprazole in the treatment of nsaids
gastropathy. The Indonesian Journal of Gastroenterology Hepatology and
Digestive Endoscopy Vol. 5, No. 3, December 2004; p.89-94.
7. Tugushi M. Nonsteroidal anti inflamatory drug (NSAID) associated
gastropathies [online]. World Medicine [cited September 11 2018].
Available from: http://www.worldmedicine.ge/?
Lang=2&level1=5&event=publication&id=39
8. Pintor, E.L., Lumbreras, B., 2011. Use of Gastrointestinal Prophylaxis in
NSAID Patients: A Cross Sectional Study in Community Pharmacies. Int J
Clin Pharm 33 : 155-164.

15
9. Furst, D.E., Ulrich, R.W., 2007. Nonsteroidal Anti-Inflammatory Drugs,
DiseaseModifying Antirheumatic Drugs, Nonopioid Analgesics, &Drugs
Used in Gout. In : Katzung, B.G., ed. Basic & Clinical Pharmacology.
10th ed. Singapore : McGraw-Hill, 573-577.
10. Wolfe MM, Lichtenstein DR, Singh G. Gastointestinal toxicity of
nonsteroidal antiinflamatory drugs. N Engl J Med. 1999. 340(24): 1888-99
11. Roth S. Coming to terms with nonsteroidal anti-inflammatory drug
gastropathy. Drugs(2012, May 7), 72(7): 873-879.
12. McCance, Kathryn L, Huether, SE. Pathophysiology: The Basic for Disease in
Adults and Children, 6th ed. United States of America: Elsevier Mosby;
2010.1456
13. Djojoningrat D. Perdarahan Saluran Cerna Bagian Atas (Hematemesis Melena). 1
ed. Jakarta: Interna Publishing;2011
14. Albeldawi M, Qadeer MA, Vargo JJ. Managing acute upper bleeding, prevenring
reccucences. Cleve Clin J Med 2010;77:131-42
15. Simadibrata K, Syam AF, Abdulah M, Fauzi A, Renaldi K: Konsensus
Nasional Penatalaksanaan Saluran Cerna Atas Non Varises di Indonesia.
Perkumpulan Gastroenterologi Indonesia; 2012. 16
16. Sleisenger MH, Feldman M, Friedman LS, Brandt LJ. Sleisenger dan
Fordtran’s gastrointestinal and liver disease: pathophysiology, diagnosis,
management. 9th ed. Philadelphia, PA: Saunders/Elsevier; 2010

16

Anda mungkin juga menyukai