Anda di halaman 1dari 10

AKUNTANSI KEUANGAN

(PROVISI, LIABILITAS KONTINJENSI, DAN ASET


KONTINJENSI)

OLEH KELOMPOK 3 :

1. PUTU SILVIA PURNAMALENI (1838321189)


2. I PUTU GDE BISMANTIA ADI PUTRA (1833121268)
3. I KADEK HADY PUTRA (1833121278)
4. PUTU SATIA DEWI (1833121504)

FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS WARMADEWA

TAHUN AJARAN 2019-2020


1. Definisi Liabilitas.

Definisi Liabilitas adalah penyusunan laporan keuangan, harus diperhatikan bahwa semua
liabilitas yang ada telah dibukukan dan dilaporkan selengkapnya dalam laporan posisi keuangan.
Merujuk pada penjelasan mengenai liabilitas jangka pendek. Liabilitas merupakan kewajiban
kini entitas yang timbul dari peristiwa masa lalu, yang penyelesaiannya diharapkan
mengakibatkan arus ke luar dari sumber daya perusahaan yang mengandung manfaat ekonomik.

Berdasarkan definisi tentang liabilitas tersebut dapat disimpulkan adanya tiga unsur yaitu :

a. Adanya kewajiban masakini.


b. Timbul dari pristiwa masalalu.
c. Akan mengakibatkan arus keluar sumberdaya yang mengandung manfaat ekonomi.

Kapan suatu liabilitas dapat diakui dan harus dilaporkan dalam laporan posisi keuangan?
Liabilitas diakui dalam neraca apabila pengeluaran sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomi akan dilakukan untuk menyelesaikan kewajiban (obligation) sekarang dan jumlah yang
harus diselesaikan dapat diukur dengan andal.

Panduan tersebut memberikan dua kriteria pokok yaitu :

a. Besar kemungkinan (probable).


b. Pengeluaran sumber daya dapat diukur dengan andal.

Tapi sering kali dalam penyusunan laporan keuangan terdapat ketidakpastian tentang
keberadaan, waktu atau jumlah suatu liabilitas. Ketidakpastian tersebut terutama mengenai
provisi dan liabilitas kontinjensi.

2. Pengertian provisi.

PSAK 57 mendefinisikan provisi sebagai liabilitas yang waktu dan jumlahnya


belumpasti. Jadi bedanya dengan liabilitas biasa lainnya adalah, suatu provisi meskipun
keberadaanya (existence) sudah pasti ada, tapi waktu (kapan harus dilunasi) dan jumlahnya pada
saat penyusunan laporan keuangan masih belum dapat dipastikan.
3. Pengakuan dan Pengukuran Provisi.

Pengakuan dan Pengukuran Provisi Suatu liabilitas yang waktunya dan jumlahnya belum
dapat dipastikan diakui sebagai provisi bila dipenuhi ketiga kondisi sebagai berikut:

a. Entitas mempunyai kewajiban kini sebagai akibat peristiwa masa lalu.


b. Besar kemungkinan penyelesaian liabilitas tersebut mengakibatkan arus keluar
sumberdaya.
c. Entitas yang andal mengenai jumlah liabilitas tersebut dabat dibuat.

Peristiwa masa lalu yang menimbulkan kewajiban kini disebut peristiwa mengikat.
Kewajiban kini dapat timbul baik dari kewajiban hukum maupun dari kewajiban konstruktif.
Kewajiban hukum dapat timbul dari kontrak atau dari peraturan perundangan atau hukum yang
berlaku.Kewajiban hukum biasanya lebih mudah untuk ditentukan dibandingkan kewajiban
konstruktif. Kewajiban konstruktif adalah kewajiban yang timbul dari tindakan entitas karena
adanya suatu komitmen kepada pihak ketiga untuk menerima tanggung jawab tertentu.

4. Pengubahan provisi.

Entitas harus menelaah provisi setiap tanggal laporan posisi keuangan, dan saldo provisi
harus disesuaikan untuk mencerminkan estimasi terbaik yang paling kini. Jika berdasarkan
penelaahan diestimasi bahwa arus keluar sumber daya untuk menyelesaikan kewajiban
kemungkinan besar tidak terjadi, maka provisi tersebut harus dibatalkan.Bila provisi
didiskontokan dan dilaporkan dalam nilai kini, maka dengan berjalannya waktu nilai kini akan
semakin meningkat. Oleh karena itu jumlah provisi haruslah disesuaikan secara berkala.

5. Kontrak Memberatkan (Onerus Contract).

Yang dimaksudkan kontrak memberatkan (onerous contract) adalah kontrak yang


menimbulkan biaya yang melebihi manfaat ekonomi yang akan diterima, dan tidak dapat
dihindarkan dalam memenuhi kewajiban kontrak tersebut.

Provisi tersebut diukur berdasarkan biaya bersih terendah untuk terbebas dari ikatan kontrak.
Yaitu mana yang lebih rendah antara biaya untuk memenuhi kontrak dan denda dengan
kompensasi yang harus dibayar jika kontrak tak dipenuhi.
6. Restrukturisasi.

Bila suatu perusahaan melakukan restrukturisasi, seringkali akan membawa dampak


timbulnya suatu kewajiban tertentu. Bila kewajiban tersebut belum pasti kapan harus dibayar dan
atau jumlahnya tidak pasti, maka suatu provisi dibukukan dan dilaporkan jika memang sudah
terdapat kewajiban konstruktif. PSAK 57 menyebutkan beberapa contoh restrukturisasi adalah
sebagai berikut:

a. Penjualan atau penghentian suatu lini usaha.


b. Penutupan lokasi usaha atau relokasi kegiatan usaha.
c. Penutupan struktur manajemen.
d. Reorganisasi mendasar yang signifikan atas operasi perusahaan, termasuk
penggabungan dan peleburan badan usaha
7. ISAK 9 Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas
Serupa

ISAK 9 Perubahan atas Liabilitas Aktivitas Purnaoperasi, Restorasi, dan Liabilitas


Serupa merupakan adopsi dari IFRIC 1 Changes in Existing Decommissioning, Restoration and
Similar Liabilities disusun oleh International Financial Reporting Interpretations Committee dan
diterbitkan oleh IASB di bulan Mei 2004. ISAK 9 ini diterbitkan atas PSAK 16 Aset Tetap
(IAS 16 Property Plant and Equipment) dan PSAK 57 Provisi, Liabilitas Kontinjensi, dan Aset
Kontinjensi (IAS 37 Provisions, Contingent Liabilities and Contingent Assets), sehubungan
dengan permasalahan sebagai berikut :

a. Berdasarkan PSAK 16 Aset Tetap ditetapkan bahwa dalam perhitungan biaya tanah,
bangunan, dan peralatan harus dimasukkan perhitungan awal biaya pembongkaran dan
pemindahan aset tersebut serta biaya untuk pemberesan kembali lokasi bekas aset
tersebut dibangun. Kewajiban tersebut timbul baik sejak awal aset diperoleh, atau timbul
kemudian seiring dengan pemanfaatan yang tidak berhubungan dengan menghasilkan
persediaan.
b. PSAK 57 menetapkan bahwa pengukuran provisi dan liabilitas kontinjensi baik awal
maupun kemudian haruslah sejumlah taksiran pengeluaran yang diperlukan dan
dinyatakan dalam nilai tunai berdasarkan tingkat bunga yang berlaku pada tanggal
neraca, dan harus ditinjau secara berkala setiap tanggal laporan keuangan.
ISAK 9 memberikan penjelasan tentang bagaimana memperhitungkan perubahan atas provisi
yang berkaitan dengan pembongkaran (decommissioning), restorasi (restoration), dan liabilitas
sejenis lainnya. Isu yang timbul adalah apakah perubahan yang timbul diperhitungkan sebagai
laba rugi periode berjalan, atau menambah atau mengurangi nilai aset yang bersangkutan. PSAK
16 mengharuskan mengkapitalisasikan biayatersebut pada nilai asset yang bersangkutan. PSAK
57 mewajibkan pengukuran liabilitas yang terkait. Kedua standar tersebut tidak secara khusus
menjelaskan dampak perubahan yang terjadi atas Liabilitas. Maka diperlukan ISAK 9 agar tidak
terjadi kesimpangsiuran perlakuan atas perubahan dalam praktek.

ISAK 9 hanya merupakan interpretasi atas PSAK 16 Aset Tetap yang berkaitan dengan
pengakuan provisi (provision) yang diatur dalam PSAK 57, tapi tak berlaku untuk PSAK lain.
Dalam industry pertambangan, liabilitas aktivitas purnaoperasi (decommissioning) harus
dibedakan antara liabilitas yang berkaitan dengan tanah, bangunan, dan peralatan yang termasuk
lingkup PSAK 16 dan ISAK 9, atau yang berkaitan dengan persediaan yang dihasilkan dan
termasuk dalam lingkup PSAK 14. ISAK 9 mengatur bahwa perubahan pengukuran atas
aktivitas purna-operasi, restorasi atau kewajiban serupa, yang merupakan hasil perubahan
estimasi saat terjadinya atau jumlah arus keluar dari sumber daya yang mengandung manfaat
ekonomis yang disyaratkan untuk menyelesaikan kewajiban, atau perubahan tingkat diskon,
harus dicatat sebagai berikut;

1. Jika aset terkait diukur dengan menggunakan model biaya:


a. Tergantung pada butir, Perubahan kewajiban harus ditambahkan pada, atau dikurangi
dari, biaya perolehan aset terkait pada periode berjalan.
b. Jumlah yang dikurangi dari biaya perolehan aset tidak boleh melebihi nilai tercatat.
Jika penurunan kewajiban melebihi nilai tercatat aset, maka kelebihan tersebut harus
diakui segera dalam laba atau rugi.
c. Jika penyesuaian menghasilkan tambahan biaya perolehan aset, maka entitas harus
mempertimbangkan apakah hal ini merupakan indikasi bahwa nilai tercatat yang baru
atas aset mungkin tidak dapat terpulihkan seluruhnya.
d. Jika terdapat indikasi tersebut, entitas harus melakukan pengujian penurunan nilai
aset dengan mengestimasikan jumlah yang dapat dipulihkan, dan harus mencatat
setiap kerugian penurunan nilai, sesuai PSAK 48.
2. Jika aset terkait diukur menggunakan model revaluasi :
a. Perubahan kewajiban mengubah surplus atau defisit revaluasi sebelumnya yang telah
diakui atas aset tersebut.
b. Dalam hal penurunan kewajiban melebihi nilai tercatat aset seandainya aset tersebut
diakui menggunakan model biaya, maka kelebihan tersebut harus diakui segera dalam
laba atau rugi.
c. Perubahan dalam kewajiban merupakan indikasi bahwa aset tersebut mungkin harus
dinilai kembali untuk memastikan nilai tercatat tidak berbeda secara material dari
nilai yang ditentukan menggunakan nilai wajar pada akhir tanggal pelaporan.
d. PSAK 1 mensyaratkan pengungkapan pada laporan laba rugi komprehensif atas setiap
komponen pendapatan dan beban komprehensif lainnya.

8. Pengertian Liabilitas Kontinjensi.

Dalam PSAK 57 disebutkan bahwa secara umum semua provisi bersifat kontinjensi
karena tidak pasti dalam jumlah atau waktu. Tetapi istilah “kontinjensi” digunakan untuk
liabilitas dan aset yang tidak diakui karena keberadaannya baru dapat dipastikan dengan terjadi
atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih yang tidak pasti pada masa datang dan tidak
sepenuhnya berada dalam kendali entitas. Selain itu, istilah “liabilitas kontinjensi” digunakan
untuk liabilitas yang tidak memenuhi kriteria pengakuan provisi.

Berikut adalah definisi liabilitas kontinjensi :

a. Kewajiban potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu dan keberadaannya menjadi
pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada masa depan yang
tidak sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan.
b. Kewajiban kini yang timbul sebagai akibat peristiwa masa lalu, tetapi tidak diakui karena,
tidak terdapat kemungkinan besar (not probable) perusahaan mengeluarkan sumber daya
yang mengandung manfaat ekonomis untuk menyelesaikan kewajibannya.
9. Pengertian Aset Kontinjensi

Aset kontinjensi adalah aset potensial yang timbul dari peristiwa masa lalu, dan
keberadaannya menjadi pasti dengan terjadi atau tidak terjadinya satu peristiwa atau lebih pada
masa depan yang tidak sepenuhnya berada dalam kendali perusahaan. Aset kontinjensi tidak
diakui dalam laporan keuangan, agar tidak terjadi harapan yang berlebihan atas masuknya arus
masuk sumber ekonomi yang belum pasti. Tapi apabila terdapat kemungkinan besar arus masuk
manfaat ekonomi akan diperoleh perusahaan, aset kontinjensi diungkapkan sejelasnya.

10. Penyajian Provisi dan Pengungkapan Provisi, Liabilitas, Kontinjensi, dan Aset
Kontinjensi.

Provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi semua adalah unsur yang mengandung
ketidakpastian. Agar laporan keuangan menjadi lebih transparan dan tidak menyesatkan,
pengungkapan menjadi syarat yang penting untuk diperhatikan dan dilaksanakan dengan baik.

11. Penyajian.

Provisi disajikan di laporan posisi keuangan (neraca) bagian liabilitas jangka pendek
dan/atau jangka panjang, tergantung dari estimasi waktu pembayaran liabilitas terkait.

12. Pengungkapan Provosi.

Pengungkapan tentang provisi dalam laporan keuangan terutama harus mencakup hal-hal sebagai
berikut:

a. Uraian singkat karakteristik kewajiban.


b. Taksiran kapan terjadi pelunasan.
c. Indikasi ketidak pastian tentang waktu dan jumlah.
d. Asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa depan.
e. Uraian singkat mengenai nilai tercatat pada awal dan akhir periode.
f. Pertambahan dan pengurangan yang terjadi selama periode.

Sedangkan informasi komparatif tidak diharuskan untuk disajikan, untuk setiap jenis provisi,
perusahaan harus mengungkapkan :
a. Nilai tercatat awal dan akhir periode.
b. Provisi tambahan yang dibuat dalam periode bersangkutan termasuk peningkatan jumlah
pada provisi yang ada.
c. Jumlah yang digunakan, yaitu jumlah yang terjadi dan dibebankan pada provisi selama
periode bersangkutan.
d. Jumlah yang belum digunakan yang dibatalkan selama periode bersangkutan.
e. Peningkatan, selama periode yang bersangkutan, dalam nilai kini yang timbul karena
berlalunya waktu dan dampak dari setiap perubahan tingkat diskonto.

Untuk setiap jenis provisi, perusahaan harus mengungkapkan pula.

a. Uraian singkat mengenai karakteristik kewajiban dan perkiraan saat arus keluar sumber
daya terjadi.
b. indikasi mengenai ketidakpastian saat atau jumlah arus keluar tersebut jika diperlukan
dalam rangka menyediakan informasi yang memadai, perusahaan harus mengungkapkan
asumsi utama yang mendasari prakiraan peristiwa masa depan.
c. Jumlah estimasi penggantian yang akan diterima dengan menyebutkan jumlah aset yang
telah diakui untuk estimasi penggantian tersebut.
13. Pengungkapan Liabilitas Kontinjesi.

Liabilitas kontinjensi tidak diakui melainkan hanya diungkap dalam catatan atas laporan
keuangan. Kecuali kemungkinan arus keluar dalam penyelesaian adalah kecil, entitas
mengungkapan untuk setiap liabilitas kontinjensi pada akhir periode pelaporan, uraian ringkas
mengenai karakteristik liabilitas kontinjensi dan, jika praktis :

a. Estimasi dari dampak finansialnya yang diukur berdasarkan estimasi terbaik dengan
mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian serta nilai kini seandainya nilai
waktu adalah signifikan.
b. indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah atau waktu pembayaran dan
kemungkinan penggantian oleh pihak ketiga.
14. Pengungkapan Aset Kontinjensi.
Bila sesuai persyaratan seperti dijelaskan di atas, dianggap terdapat potensi timbulnya suatu
aset kontinjensi yang patut diungkapkan, maka pengungkapan harus dilakukan dengan jelas
mengenai uraian singkat tentang karakteristik aset kontinjensi; dan apabila praktis :

a. estimasi dari dampak finansialnya yang diukur berdasarkan estimasi terbaik dengan
mempertimbangkan berbagai risiko dan ketidakpastian serta nilai kini seandainya nilai
waktu adalah signifikan dan indikasi tentang ketidakpastian yang terkait dengan jumlah
atau waktu penerimaan.
15. Bila Pengungkapan Tidak Dilakukan.

Bila pengungkapan provisi, liabilitas kontinjensi, dan aset kontinjensi tidak dapat
dilakukan karena tidak praktis, kenyataan tersebut harus diungkapkan. Dalam hal suatu
pengungkapan dapat menyulitkan perusahaan yang sedang berselisih dengan pihak tertentu,
pengungkapan tak perlu dilakukan, tapi perlu diuraikan secara umum mengenai kasus yang ada
serta alasan mengapa pengungkapan informasi tertentu tak dapat dilakukan. Misalnya tentang
suatu kasus perkara yang sedang menunggu keputusan pengadilan, yang bila diungkapkan akan
merugikan perusahaan.
Daftar Pustaka.

Kartikahadi, Hans dkk. 2019. Akuntansi Keuangan Berdasarkan SAK Berbasis IFRS.
Jakarta. Ikatan Akuntansi Indosia.

Anda mungkin juga menyukai