Anda di halaman 1dari 10

AKUNTANSI MANAJEMEN

SISTEM PENENTUAN HARGA POKOK VARIABEL


DOSEN : ANAK AGUNG NGURAH MAYUN NARINDRA,SE,M.Si

OLEH :

D6 AKUNTANSI/SEMESTER 4

ANGGOTA KELOMPOK :

1. KADEK FITRIANI (1838321020)


2. NI WAYAN EGITA MELISTYANI (1833121171)
3. SITI SUSILAYANTI NINDI (1833121225)
4. NI KADEK AYU PADMASARI (1833121226)
5. KADEK HOKY PURNAMA SHANTI (1833121257)
6. NI PUTU APRIYANTI (1833121379)

UNIVERSITAS WARMADEWA

FAKULTAS EKONOMI

TAHUN AJARAN 2019/2020


A. DEFINISI HARGA POKOK VARIABEL

Harga Pokok Variabel merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang hanya
memperhitungkan biaya produksi yang berperilaku variabel ke dalam harga pokok produksi
yang terdiri dari biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung, dan biaya overhead pabrik
variabel. Sedangkan biaya-biaya produksi tetap dikelompokkan sebagai biaya periodik
bersama-sama dengan biaya tetap non produksi. Biasanya perhitungan harga pokok variabel
sering disebut sebagai perhitungan biaya langsung (direct costing) atau perhitungan biaya
marginal (marginal costing). Dengan Perubahan dalam produksi tidak memiliki pengaruh
terhadap laba bersih operaasional ketika metode variabel costing digunakan.
Pendekatan perhitungan harga pokok variabel berhubungan erat dengan konsep biaya-
volume-laba yang selalu dipertimbangkan oleh manajer dalam perencanaan laba dan
pembuatan keputusan. Pendekatan variabel costing di kenal sebagai contribution approach,
merupakan suatu format laporan laba rugi yang mengelompokkan biaya berdasarkan perilaku
biaya dimana biaya-biaya dipisahkan menurut kategori biaya (variabel dan tetap) dan tidak
dipisahkan menurut fungsi-fungsi produksi, administrasi, dan penjualan. Dan laporan laba rugi
yang dihasilkandari pendekatan ini banyak digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak
internal, oleh karena itu tidak harus disesuaikan dengan prinsip akuntansi yang berlaku umum.

B. PERBANDINGAN HARGA POKOK VARIABEL DENGAN HARGA POKOK


PENUH

Dalam metodenya harga pokok dikenal dengan dua metode yaitu full costing dan
variable costing :

1. Full Costing, merupakan metode penentuan harga pokok produksi yang


membebankan seluruh biaya produksi baik yang berperilaku tetap maupun variabel
kepada produk. Dikenal juga dengan Absortion atau Conventional Costing.
2. Variabel Costing adalah metode penentuan harga pokok yang hanya memasukkan
komponen biaya produksi yang bersifat variabel sebagai unsur harga pokok, yang
meliputi biaya bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biay overhead pabrik
variabel.
Perbedaan tersebut terletak pada perlakuan terhadap biaya produksi tetap, dan akan
mempunyai akibat pada:

1. Perhitungan harga pokok produksi

Full Costing Variable Costing

Harga Pokok Produksi: Harga Pokok Produksi:

B. Bahan Baku Rp. XXXX B. Bahan Baku Rp. XXXX

B. Tenaga Kerja Langsung Rp. XXXX B. Tenaga Kerja Lamgsung Rp. XXXX

B. Overhead Pabrik Tetap Rp. XXXX B. Overhead Pabrik Variabel Rp. XXXX

B. Overhead Pabrik Variabel Rp. XXXX

Harga Pokok Produk Rp. XXXX Harga Pokok Produksi Rp. XXXX

Full Costing Variable Costing

B. Overhead Pabrik baik yang variabel B. Overhead Pabrik tetap diperlakukan


maupun tetap dibebankan kepada produk sebagai period costs dan bukan sebagai unsur
atas dasar tarif yang ditentukan di muka pada harga pokok produk, sehingga biaya
kapasitas normal atau atas dasar biaya overhead pabrik tetap dibebankan sebagai
overhead pabrik sesungguhnya biaya dalam periode terjadinya biaya.

Selisih BOP akan timbul apabila BOP yang


dibebankan berbeda dengan BOP yang
sesungguhnya terjadi.

Jika semua produk yang diolah dalam Dalam kaitannya dengan produk yang belum
periode tersebut belum laku dijual, maka laku dijual, BOP tetap tidak melekat pada
pembebanan BOP lebih atau kurang tersebut persediaan tersebut tetapi langsung dianggap
digunakan untuk mengurangi atau sebagai biaya dalam periode terjadinya
menambah harga pokok yang masih dalam
persediaan (baik produk dalam proses
maupun produk jadi)

Menunda pembebanan BOP tetap sebagai Penundaan pembebanan suatu biaya hanya
biaya sampai saat produk tersebut dijual bermanfaat jika dengan penundaan tersebut
diharapkan dapat dihindari terjadinya biaya
yang sama dengan periode yang akan datang

BOP tetap diperhitungkan dalam harga BOP diperlakukan sebagai biaya periodik
pokok sehingga BOP tetap belum diakui sehingga BOP tetap diperlakukan sebagai
sebagai biaya sampai saat produk atau jasa biaya produksi sehingga langsung di akui
yang bersangkutan terjual, karena BOP tetap sebagai biaya pada saat terjadinya
masih melekat pada persediaan produk atau
jasa yang belum terjual

2. Penyajian dalam Laporan Laba Rugi

Full Costing Variable Costing

Hasil Penjualan Rp. 500.000 Hasil Penjualan Rp. 500.000

HP Penjualan (Rp. Dikurangi B. Variabel:


250.000)
Laba Bruto B. Produksi Variabel Rp. 150.000
Rp. 250.000
B. Adm. & Umum B. Pemasaran Variabel Rp. 50.000
(Rp. 50.000)
B. Pemasaran B. Adm. & Umum Rp. 30.000
(Rp. 75.000) Variabel
Laba Bersih Usaha
Rp. 125.000
Rp. 230.000
Margin Kontribusi
Rp. 270.000
Dikurangi B. Tetap:

B. Produksi Tetap
Rp. 100.000
B. Pemasaran Tetap Rp. 25.000

B. Adm. & Umum Tetap Rp. 20.000

Rp. 145.000

Laba Bersih Usaha Rp. 125.000

Keterangan:
a. Dalam metode full costing, laporan laba-rugi tersebut menyajikan biaya-biaya menurut
hubungan biaya dengan fungsi pokok dalam perusahaan manufaktur, yaitu fungsi
produksi, fungsi pemasaran dan fungsi administrasi dan umum. Sedangkan pada laporan
laba-rugi menurut metode variable costing, biaya digolongkan berdasarkan perilakunya
terhadap perubahan volume kegiatan perusahaan.
b. Pada perhitungan laba-rugi metode full costing, digunakan istilah laba kotor (Groos
Profit), yaitu kelebihan hasil penjualan dari harga pokok penjualan. Pada perhitungan
laba-rugi metode variable costing, digunakan istilah margin kontribusi, yaitu kelebihan
hasil penjualan dari biaya-biaya variabel.

Full Costing Variable Costing

Hasil penjualan Rp. 280.000 Hasil penjualan Rp. 280.000

(800 x Rp. 350) (800 x Rp. 350)

HPP: HPP:

Biaya Produksi: Biaya Produksi:

BBB 75.000 BBB 75.000

(1.000 x Rp. 75) (1.000 x Rp. 75)

BTK 41.000 BTK 41.000

(1.000 x Rp. 41) (1.000 x Rp. 41)

BOP Variabel 30.000 BOP Variabel 30.000


(1.000 x Rp. 30) (1.000 x Rp. 30)

BOP Tetap 92.000 Total B. Produksi 146.000

Total B. Produksi 238.000 Barang Siap Dijual 146.000

Barang Siap Dijual 238.000 Pers. Akhir 29.200

Pers. Akhir 47.600 (200 x Rp. 146)

(200 x Rp. 238) HPP Rp. 116.800

HPP Rp. 190.400 B. Adm. & Penjualan:

Laba Kotor Rp. 89.600 Variabel 9.600

B. Adm. & Penjualan: (800 x Rp. 12)

Tetap 50.000 Total Biaya Variabel Rp. 126.400

Variabel 9.600 Margin Kontribusi Rp. 153.600

(800 x Rp. 12) Biaya Tetap:

Jumlah Rp. 59.600 BOP 92.000

Laba Bersih Rp. 30.000 B. Adm. & Penjualan 50.000

Jumlah Rp. 142.000

Laba Bersih Rp. 11.600

Perbandingan Perhitungan Laba Bersih antara Metode Full Costing dan Variable Costing:

a. Ketika produksi dan penjualan sama, laba bersih operasional akan sama secara umum
dengan tidak memandang apakah digunakan perhitungan harga pokok penuh atau
perhitungan harga pokok variabel. Perbedaannya terletak pada nilai dari overhead
pabrik tetap yang diakui sebagai beban dalam laporan laba rugi. Ketika semua yang
diproduksi pada tahun itu telah terjual, semua overhead pabrik tetap yang dibebankan
ke unit produk menggunakan perhitungan harga pokok penuh menjadi bagian dari harga
pokok penjualan untuk tahun itu. Dengan perhitungan harga pokok variabel, overhead
pabrik tetap langsung dibebankan ke laporan laba rugi. Sehingga dengan kedua metode
itu, ketika produksi sama dengan penjualan, semua overhead pabrik tetaap yang terjadi
ditahun itu langsung mengalir ke laporan laba rugi sebagai beban. Sehingga, laba
operasi bersih dengan menggunakan kedua metode tersebut adalah sama.
b. Ketika produksi melebihi penjualan, laba bersih operasional yang dilaporkan dengan
menggunakan perhitungan harga pokok penuh pada umumnya akan lebih besar dari
laba bersih operasional yang dilaporkan dengan perhitungan harga pokok variabel. Ini
terjadi karena dengan perhitungan harga pokok penuh, sebagian biaya biaya overhead
pabrik tetap untuk periode berjalan ditangguhkan dalam persediaan. Tetapi, dengan
perhitungan harga pokok variabel semua biaya overhead pabrik tetap untuk tahun
berikutnya telah dibebankan terhadap pendapatan sebagai biaya periodik. Sebagai
hasilnya, laba bersih operasional untuk tahun berikutnya tersebut dengan perhitungan
harga pokok variabel lebih rendah dibanding dengan perhitungan harga pokok penuh.
c. Ketika produksi dibawah penjualan, laba bersih operasional yang dilaporkan dengan
menggunakan perhitungan harga pokok penuh pada umumnya akan lebih rendah dari
laba bersih operasional yang dilaporkan dengan perhitungan harga pokok variabel. Ini
terjadi karena persediaan menurun dan biaya overhead pabrik tetap yang sebelumnya
ditangguhkan dalam persediaan dengan metode perhitungan harga pokok penuh
sekarang dikeluarkan dan dibebankan terhadap pendapatan ( fixed manufacturing
overhead cost released from inventory ). Sebaliknya, dengan perhitungan harga pokok
variabel laba bersih operasionalnya akan lebih tinggi dibanding dengan perhitungan
harga pokok penuh.
d. Dalam jangka panjang, laba bersih operasional yang dihitung dengan perhitungan harga
pokok penuh dan variabel akan cenderung sama. Alasannya adalah dalam jangka
panjang penjualan tidak dapat melebihi produksi, begitu juga produksi tidak akan
melebih penjualan. Semakin pendek periodenya, laba bersih operasi akan cenderung
semakin berbeda.
C. KELEMAHAN DAN KELEBIHAN HARGA POKOK

Secara umum, keunggulan variable costing adalah menutupi kelemahan full costing.
Kelemahan utama variabel costing adalah tidak dapat digunakan untuk pelaporan pada pihak
ekstern perusahaan.

1) Kelemahan:
1. Kesulitan dalam pemisahan biaya tetap dan variabel. Untuk dapat diterapkan variabel
costing, biaya semi variabel harus dipisahkan ke dalam biaya tetap dan biaya variabel.
Secara teoritis memang tidak sulit, namun dalam praktiknya tidak sepenuhnya dapat
diterapkan.
2. Tidak dapat diterima unuk pelaporan ekstern. Dalam prinsip akuntansi indonesia 1984
(Ikatan Akuntan Indonesia) disebutkan bahwa “harga pokok barang yang diproduksi
meliputi semua biaya bahan baku langsung yang dipakai, upah langsung, serta biaya
produksi tidak langsung, dengan memperhitungkan saldo awal dan saldo akhir barang
dalam pengolahan”. Hal ini berarti bahwa untuk perhitungan dan pelaporan biaya
produksi didasarkan pada konsep full costing.

2) Kelebihan :
1. Alat perencanaan operasi atau anggaran. Meliputi semua aspek operasi dimasa yang
akan datang yang dirancang untung mencapai sasaran laba yang telah ditetapkan.
Variabel costing memudahkan penghimpunan data untuk perencanaan laba yang telah
ditetapkan. Tersedianya data tentang biaya variabel dan margin kontribusi
memungkinkan manajemen untuk mengambil keputusan secara cepat mengenai
persoalan-persoalan biaya yang dihadapi setiap hari.
Contoh: Misalnya, Biaya Variabel per unit adalah Rp. 350,00 yang merupakan 70%
dariharga jual dan biaya tetap total adalah Rp. 4.000.000,00 serta unit yang
dijualdiperoyeksikan sebanyak 40.000 unit maka dapat dihitung kelayakan dari rencana
penjualan tersebut, sebagai berikut.
Per Unit Total %

Penjualan 40.000 unit Rp. 500 Rp. 20.000.000 100


B. Variabel 350 14.000.000 70

Margin Kontribusi Rp. 150 Rp. 6.000.000 30


B. tetap 4.000.000 20

Laba Bersih Operasi Rp. 2.000.000 10

2. Penetapan harga jual. Harga jual produk yang ditetapkan oleh suatu perusahaan tentu
harga jual dapat bersaing dipasaran. Penentuan harga jual yang dapat bersaing bukanlah
suatu hal yang mudah dilakukan. Harga jual yang terlalu tinggi dapat berakibat
kalahnya perusahaan dalam persaingan, sedangkan harga yang terlalu rendah
dapat berakibat tidak tercapainya tujuan perusahaan yaitu tercapainya laba pada
tingkat yang dikehendaki. Dengan variabel costing, penetapan harga jual dapat lebih
mudah dilakukan. Konsep margin kontribusi memudahkan perusahaan untuk
menentukan harga jual yang dapat menutup biaya-biaya tetap seperti biaya gaji, biaya
sewa, pajak, dan sebagainya.
3. Penentuan titik impas atau peluang pokok. Bila margin kontribusi dan biaya tetap
diketahui, ada cara perhitungan yang sederhana untuk menentukan suatu keadaan
perusahaan tidak mengalami laba dan juga tidak mengalami rugi yang dikenal dengan
istilah peluang pokok atau impas atau Break Even.
DAFTAR PUSTAKA

Hansen, Don R and Maryanne M Mowen dalam Dewi Fitriasari dan Deny Arnos Kwary. 2005.
Akuntansi Manajemen buku 2, Edisi 7. Jakarta: Salemba Empat.

Siregar, Baldric, dkk. 2013. Akuntansi Manajemen. Jakarta: Salemba Empat.

Anda mungkin juga menyukai