Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA


KEPALA

DISUSUN OLEH :
Kelompok I
Mis Suriani
Muhammad Ahlul Udzri
Muhammad Aulia Rahman
Mufikrar Akbar
Muhammad Afdhal Hudzaifah
Dewi Suprianawati
Jannatul Mawar

DOSEN PEMBIMBING :
Ns. Risna, M.Kep

STIKes MEDIKA NURUL ISLAM


PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
TAHUN 2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha


Esa, karena telah melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan
sehingga makalah ini bisa selesai pada waktunya.

Terima kasih juga kami ucapkan kepada teman-teman yang telah


berkontribusi dengan memberikan ide-idenya sehingga makalah ini bisa disusun
dengan baik dan rapi.

Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para


pembaca. Namun terlepas dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna, sehingga kami sangat mengharapkan kritik serta saran yang
bersifat membangun demi terciptanya makalah selanjutnya yang lebih baik lagi.
    
                                                                                     

Sigli, 23 Maret 2020    

                                                                                           

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..............................................................................................i
DAFTAR ISI............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................1
A. Latar Belakang..............................................................................................1
B.   Rumusan Masalah.........................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA..............................................................................3
A. Pengertian Cedera Kepala.............................................................................3
B. Klasifikasi Cedera Kepala.............................................................................4
C.   Etiologi Cedera Kepala................................................................................4
D.    Patofisiologi Cedera Kepala.........................................................................5
E.    Manifestasi Klinis........................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang................................................................................7
G. Penatalaksanaan............................................................................................7
H.   Komplikasi....................................................................................................8
I.     Pencengahan.................................................................................................9
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN.................................................................12
A. Pengkajian...................................................................................................12
B. Diagnosa......................................................................................................13
C.   Intervensi...................................................................................................14
D.    Implementasi..............................................................................................20

ii
E.    Evaluasi......................................................................................................21
BAB IV PENUTUP...............................................................................................22
A. Kesimpulan.................................................................................................22

B. Saran............................................................................................................22

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................23

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian
dan kecatatan utama pada kelompok produktif dan sebagian
besar terjadi akibat kecelakaan lalu lintas. Diperkirakan 100.000
orang meninggal setiap tahunnya dan lebih dari 700.000
mengalami cedera cukup berat yang memerlukan perawatn di
rumah sakit, dua pertiga berusia di bawah 30 tahun dengan
jumlah laki-laki lebih banyak dibandingkan jumlah wanita, lebih
dari setengah pasien cedera kepala mempunyai signifikasi
terhadap cedera bagian tubuh lainnya.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab utama
kematian pada pengguna kendaraan bermotor karena tingginya
tingkat mobilitas dan kurangnya kesadaran untuk menjaga
keselamatan di jalan raya. Di samping penerangan di lokasi
kejadian dan selama transportasi ke rumah sakit, penilaian dan
tindakan awal di ruang gawat darurat sangat menentukan
penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya.Lebih dari 50%
kematian disebabkan oleh cedera kepala dan kecelakaan
kendaraan bermotor. Setiap tahun, lebih dari 2 juta orang
mengalami cedera kepala, 75.000 diantaranya meninggal dunia
dan lebih dari 100.000 orang yang selamat akan mengalami
disabilitas.
Kasus trauma terbanyak disebabkan oleh kecelakaan lalu
lintas, disamping kecelakaan industri, kecelakaan olahraga, jatuh
dari ketinggian maupun akibat kekerasan.
 Menurut penelitian nasional Amerika, di bagian
kegawatdaruratan menunjukkan bahwa penyebab primer cedera
kepala karena trauma pada anak-anak adalah karena jatuh, dan
penyebab sekunder adalah terbentur oleh benda keras.Penyebab

1
cedera kepala pada remaja dan dewasa muda adalah kecelakaan
kendaraan bermotor dan terbentur, selain karena kekerasan.
Insidensi cedera kepala karena trauma kemudian menurun pada
usia dewasa; kecelakaan kendaraan bermotor dan kekerasan
yang sebelumnya merupakan etiologi cedera utama, digantikan
oleh jatuh pada usia >45 tahun.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Cedera Kepala


Cedera kepala adalah suatu gangguan traumatik dari fungsi otak yang
disertai atau tanpa disertai perdarahan interstiil dalam substansi otak tanpa diikuti
terputusnya kontinuitas otak. Cedera kapala merupakan cedera yang meliputi
trauma kulit kepala, tengkorak, dan otak.
Cedera kepala (trauma capitis) adalah cedera mekanik yang secara
langsung atau tidak langsung mengenai kepala yang mengakibatkan luka di kulit
kepala, fraktur tulang tengkorak, robekan selaput otak, dan kerusakan jaringa otak
itu sendiri, serta mengakibatkan gangguan neurologis.
Cedera kepala merupakan salah satu penyebab kematian dan kecacatan
utama pada kelompok usia produktif dan sebagian besar terjadi akibat kecelakaan
lalu lintas. Disamping penanganan di lokasi kejadian dan selama transpotasi
korban kerumah sakit, penilaian dan tindakan awal di ruan gawat darurat sangat
menentukan penatalaksanaan dan prognosis selanjutnya. Tindakan resusitasi,
anamnesis dan pemeriksaan fisis umum serta neurologis harus dilakukan secara
serentak.Pendekatan yang sistematis dapat mengurangi kemungkinan terlewatinya
evaluasi unsur vital. Tingkat keparahan cedara kepala menjadi ringan segera di
tentukan saat pasien tiba di rumah sakit.
Trauma atau cedera kepala juga di kenal sebagai cedera otak adalah
gangguan fungsi normal otak karena trauma baik trauma tumpul maupun trauma
tajam. Defisit neurologis terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia, dan
pengaruh massa karena hemoragik, serta edema serebral di sekitar jaringan otak.

2
Cedera kepala, dikenal juga sebagai cedera otak, adalah gangguan fungsi otak
normal karena trauma (trauma tumpul atau trauma tusuk). Defisit neurologis
terjadi karena robeknya substansia alba, iskemia dan pengaruh masa karena
hemoragi, serta edema serebral disekitar jaringan otak. Jenis-jenis cedera otak
meliputi komosio, kontusio serebri, kontusio batang otak, hematoma epidural,
hematoma subdural, dan fraktur tengkorak.

B. Klasifikasi Cedera Kepala


Klasifikasi cedera kepala yang terjadi melalui dua cara yaitu efek langsung
trauma pada fungsi otak (cedera primer) dan efek lanjutan dari sel-sel otak yang
bereaksi terhadap trauma (cedera sekunder).
1. Cedera primer
Cedera primer, terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar pada
permukaan otak, lasetasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi.
2. Cedera sekunder
Cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi serebral
dikurangi atau tidak ada pada area cedera.Konsekuensinya meliputi hyperemia
(peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler, serta
vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan isi intrakranial dan
akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat
menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi.
Trauma kepala diklasifikasikan berdasarkan nilai dari Glasgow Coma Scale
(GCS) nya, yaitu:
a. Ringan
1. GCS = 13 – 15
2. Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit.
3. Tidak ada kontusio tengkorak, tidak ada fraktur cerebral, hematoma.
b. Sedang
1. GCS = 9 – 12
2. Kehilangan kesadaran dan atau amnesia lebih dari 30 menit tetapi kurang
dari 24 jam.
3. Dapat mengalami fraktur tengkorak.

3
c. Berat
1. GCS = 3 – 8
2. Kehilangan kesadaran dan atau terjadi amnesia lebih dari 24 jam.
3. Juga meliputi kontusio serebral, laserasi, atau hematoma intrakranial.

C. Etiologi Cedera Kepala


Penyebab cedera kepala dapat dibedakan berdasarkan jenis kekerasan
yaitu jenis kekerasan benda tumpul dan benda tajam.Benda tumpul biasanya
berkaitan dengan kecelakaan lalu lintas (kecepatan tinggi, kecepatan rendah),
jatuh, pukulan benda tumpul, Sedangkan benda tajam berkaitan dengan benda
tajam (bacok) dan tembakan.
Menurut penelitian Evans di Amerika (1996), penyebab cedera kepala
terbanyak adalah 45% akibat kecelakaan lalu lintas, 30% akibat terjatuh, 10%
kecelakaan dalam pekerjaan,10% kecelakaaan waktu rekreasi,dan 5% akibat
diserang atau di pukul.
Kontribusi paling banyak terhadap cedera kepala serius adalah kecelakaan
sepeda motor. Hal ini disebabkan sebagian besar (>85%) pengendara sepeda
motor tidak menggunakan helm yang tidak memenuhi standar. Pada saat penderita
terjatuh helm sudah terlepas sebelum kepala menyentuh tanah, akhirnya terjadi
benturan langsung kepala dengan tanah atau helm dapat pecah dan melukai
kepala.

D. Patofisiologi
Berdasarkan patofisiologinya, kita mengenal dua macam cedera otak, yaitu
cedera otak primer dan cedera otak sekunder.Cedera otak primer adalah cedera
yang terjadi saat atau bersamaan dengan kejadian trauma, dan merupakan suatu
fenomena mekanik.Umumnya menimbulkan lesi permanen. Tidak banyak yang
bisa kita lakukan kecuali membuat fungsi stabil, sehingga sel-sel yang sedang
sakit bisa mengalami proses penyembuhan yang optimal.
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan, mungkin karena memar
pada permukaan otak, laserasi substansi alba, cedera robekan atau hemoragi
karena terjatuh, dipukul, kecelakaan dan trauma saat lahir yang bisa
mengakibatkan terjadinya gangguan pada seluruh sistem dalam tubuh. Sedangkan

4
cedera otak sekunder merupakan hasil dari proses yang berkelanjutan sesudah
atau berkaitan dengan cedera primer dan lebih merupakan fenomena metabolik
sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan autoregulasi
serebral dikurangi atau tak ada pada area cedera. Cedera kepala terjadi karena
beberapa hal diantanya, bila trauma ekstra kranial akan dapat menyebabkan
adanya leserasi pada kulit kepala selanjutnya bisa perdarahan karena mengenai
pembuluh darah. Karena perdarahan yang terjadi terus-menerus dapat
menyebabkan hipoksia, hiperemi peningkatan volume darah pada area
peningkatan permeabilitas kapiler, serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan
peningkatan isi intrakranial, dan akhirnya peningkatan tekanan intrakranial (TIK),
adapun, hipotensi.
Namun bila trauma mengenai tulang kepala akan menyebabkan robekan
dan terjadi perdarahan juga. Cedera kepala intra kranial dapat mengakibatkan
laserasi, perdarahan dan kerusakan jaringan otak bahkan bisa terjadi kerusakan
susunan syaraf kranial terutama motorik yang mengakibatkan terjadinya gangguan
dalam mobilitas (Brain, 2009).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala yang ditimbulkan tergantung pada besarnya dan distribusi cedera
otak.
1. Cedera kepala ringan
a. Kebingungan saat kejadian dan kebinggungan terus menetap setelah
cedera.
b. Pusing menetap dan sakit kepala, gangguan tidur, perasaan cemas.
c. Kesulitan berkonsentrasi, pelupa, gangguan bicara, masalah tingkah laku
Gejala-gejala ini dapat menetap selama beberapa hari, beberapa minggu
atau lebih lama setelah konkusio cedera otak akibat trauma ringan.
2. Cedera kepala sedang
a. Kelemahan pada salah satu tubuh yang disertai dengan kebingungan atau
hahkan koma.
b. Gangguan kesadaran, abnormalitas pupil, awitan tiba-tiba defisit
neurologik, perubahan TTV, gangguan penglihatan dan pendengaran,

5
disfungsi sensorik, kejang otot, sakit kepala, vertigo dan gangguan
pergerakan.
3. Cedera kepala berat
a. Amnesia tidak dapat mengingat peristiwa sesaat sebelum dan sesudah
terjadinya penurunan kesehatan.
b. Pupil tidak aktual, pemeriksaan motorik tidak aktual, adanya cedera
terbuka, fraktur tengkorak dan penurunan neurologik.
c. Nyeri, menetap atau setempat, biasanya menunjukan fraktur.
d. Fraktur pada kubah kranial menyebabkan pembengkakan pada area
tersebut.
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Foto polos tengkorak (skull X-ray)
Untuk mengetahui lokasi dan tipe fraktur.
2. Angiografi cerebral
Bermanfaat untuk memperkirakan diagnosis adanya suatu pertumbuhan
intrakranial hematoma.
3. CT-Scan
Pemeriksaan ini dapat mendeteksi adanya perdarahan intrakranial, edema
kontosio dan pergeseran tulang tengkorak.
4. Pemeriksaan darah dan urine.
5. Pemeriksaan MRI
6. Pemeriksaan fungsi pernafasan
Mengukur volume maksimal dari inspirasi dan ekspirasi yang penting
diketahui bagi penderita dengan cidera kepala dan pusat pernafasan (medulla
oblongata).
7. Analisa Gas Darah
Menunjukan efektifitas dari pertukaran gas dan usaha pernafasan.

G. Penatalaksaanan
Penanganan medis pada kasus cedera kepala yaitu :
1. Stabilisasi kardio pulmoner mencakup prinsip-prinsip ABC (Airways-
Brething-Circulation). Keadaan hipoksemia, hipotensi, anemia, akan
cenderung memper-hebat peninggian TIK dan menghasilkan prognosis yang

6
lebih buruk.
2. Semua cedera kepala berat memerlukan tindakan inkubasi pada kesempatan
pertama.
3. Pemeriksaan umum untuk mendeteksi berbagai macam cedera atau
gangguan-gangguan di bagian tubuh lainnya.
4. Pemeriksaan neurologos mencakup respon mata, motorik, verbal,
pemeriksaan pupil, refleks okulor sefalik dan reflel okuloves tubuler.
Penilaian neurologis kurang bermanfaat bila tekanan darah penderita rendah
(syok).
5. Pemberian pengobatan seperti : antiedemaserebri, anti kejang dan natrium
bikarbonat.
6. Tindakan pemeriksaan diagnostik seperti : scan tomografi, komputer otak,
angiografi serebral, dan lainnya.
Penanganan non medis pada cedera kepala, yaitu:
1. Dexamethason/ kalmetason sebagai pengobatan anti edema serebral, dosis
sesuai dengan berat ringannya trauma.
2. Therapi hiperventilasi (trauma kepala berat) untuk mengurangi vasodilatasi.
3. Pemberian analgetik.
4. Pengobatan antiedema dengan larutan hipertonis yaitu; manitol 20%, glukosa
40% atau gliserol.
5. Antibiotik yang mengandung barier darah otak (pinicilin) atau untuk infeksi
anaerob diberikan metronidazole.
6. Makanan atau caioran infus dextrose 5%, aminousin, aminofel (18 jam
pertama dari terjadinya kecelakaan) 2-3 hari kemudian diberikan makanan
lunak.
Prinsip penanganan awal pada pasien cedera kepala meliputi survei primer
dan survei sekunder. Dalam penatalaksanaan survei primer hal-hal yang
diprioritaskan antara lain airway, breathing, circulation, disability, dan exposure,
yang kemudian dilanjutkan dengan resusitasi. Pada penderita cedera kepala
khususnya dengan cedera kepala beratsurvei primer sangatlah penting untuk
mencegah cedera otak sekunder dan mencegah homeostasis otak.

H. Komplikasi

7
Rosjidi (2007), kemunduran pada kondisi klien diakibatkan dari perluasan
hematoma intrakranial edema serebral progresif dan herniasi otak, komplikasi dari
cedera kepala adalah;
1. Edema pulmonal
Komplikasi yang serius adalah terjadinya edema paru, etiologi mungkin
berasal dari gangguan neurologis atau akibat sindrom distress pernafasan dewasa.
Edema paru terjadi akibat refleks cushing/perlindungan yang berusaha
mempertahankan tekanan perfusi dalam keadaan konstan. Saat tekanan
intrakranial meningkat tekanan darah sistematik meningkat untuk mencoba
mempertahankan aliran darah keotak, bila keadaan semakin kritis, denyut nadi
menurun bradikardi dan bahkan frekuensi respirasi berkurang, tekanan darah
semakin meningkat. Hipotensi akan memburuk keadaan, harus dipertahankan
tekanan perfusi paling sedikit 70 mmHg, yang membutuhkan tekanan sistol 100-
110 mmHg pada penderita kepala. Peningkatan vasokonstriksi tubuh secara umum
menyebabkan lebih banyak darah dialirkan ke paru, perubahan permiabilitas
pembulu darah paru berperan pada proses berpindahnya cairan ke alveolus.
Kerusakan difusi oksigen akan karbondioksida dari darah akan menimbulkan
peningkatan TIK lebih lanjut.
2. Kejang
Kejang terjadi kira-kira 10% dari klien cedera otak akut selama fase
akut.Perawat harus membuat persiapan terhadap kemungkinan kejang dengan
menyediakan spatel lidah yang diberi bantalan atau jalan nafas oral disamping
tempat tidur klien, juga peralatan penghisap.Selama kejang, perawat harus
memfokuskan pada upaya mempertahankan, jalan nafas paten dan mencegah
cedera lanjut.Salah satunya tindakan medis untuk mengatasi kejang adalah
pemberian obat, diazepam merupakan obat yang paling banyak digunakan dan
diberikan secara perlahan secara intavena.Hati-hati terhadap efek pada sistem
pernafasan, pantau selama pemberian diazepam, frekuensi dan irama pernafasan.
3. Kebocoran cairan serebrospinalis
Adanya fraktur di daerah fossa anterior dekat sinus frontal atau dari fraktur
tengkorak basilar bagian petrosus dari tulangan temporal akan merobek meninges,
sehingga CSS akan keluar. Area drainase tidak boleh dibersihkan, diirigasi atau

8
dihisap, cukup diberi bantalan steril di bawah hidung atau telinga.Instruksikan
klien untuk tidak memanipulasi hidung atau telinga.
4. Hipoksia
5. Gangguan mobilitas
6. Hidrosefalus
7. Oedem otak
8. Dipnea

I. Pencegahan
Upaya pencegahan cedera kepala pada dasarnya adalah suatu tindakan
pencegahan terhadap peningkatan kasus kecelakaan yang berakibat trauma.
Upaya yang dilakukan yaitu :

a. Pencegahan Primer
Pencegahan primer yaitu upaya pencegahan sebelum peristiwa terjadinya
kecelakaan lalu lintas seperti untuk mencegah faktor-faktor yang menunjang
terjadinya cedera seperti pengatur lalu lintas, memakai sabuk pengaman, dan
memakai helm.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder yaitu upaya pencegahan saat peristiwa terjadi yang
dirancang untuk mengurangi atau meminimalkan beratnya cedera yang terjadi.
Dilakukan dengan pemberian pertolongan pertama, yaitu :
1. Memberikan jalan nafas yang lapang (Airway).
Gangguan oksigenasi otak dan jaringan vital lain merupakan
pembunuh tercepat pada kasus cedera.Untuk menghindari gangguan tersebut
penanganan masalah airway menjadi prioritas utama dari masalah yang
lainnya.Beberapa kematian karena masalah airway disebabkan oleh karena
kegagalan mengenali masalah airway yang tersumbat baik oleh karena
aspirasi isi gaster maupun kesalahan mengatur posisi sehingga jalan nafas
tertutup lidah penderita sendiri.Pada pasien dengan penurunan kesadaran
mempunyai risiko tinggi untuk terjadinya gangguan jalan nafas, selain
memeriksa adanya benda asing, sumbatan jalan nafas dapat terjadi oleh

9
karena pangkal lidahnya terjatuh ke belakang sehingga menutupi aliran udara
ke dalam paru.Selain itu aspirasi isi lambung juga menjadi bahaya yang
mengancam airway.
2. Memberi nafas/ nafas buatan (Breathing)
Tindakan kedua setelah meyakini bahwa jalan nafas tidak ada
hambatanadalah membantu pernafasan. Keterlambatan dalam mengenali
gangguan pernafasan dan membantu pernafasan akan dapat menimbulkan
kematian.
3. Menghentikan perdarahan (Circulations).
Perdarahan dapat dihentikan dengan memberi tekanan pada tempat
yang berdarah sehingga pembuluh darah tertutup.Kepala dapat dibalut dengan
ikatan yang kuat.Bila ada syok, dapat diatasi dengan pemberian cairan infus
dan bila perlu dilanjutkan dengan pemberian transfusi darah.Syok biasanya
disebabkan karena penderita kehilangan banyak darah.
c. Pencegahan Tertier
Pencegahan tertier bertujuan untuk mengurangi terjadinya komplikasi
yang lebih berat, penanganan yang tepat bagi penderita cedera kepala akibat
kecelakaan lalu lintas untuk mengurangi kecacatan dan memperpanjang harapan
hidup.Pencegahan tertier ini penting untuk meningkatkan kualitas hidup penderita,
meneruskan pengobatan serta memberikan dukungan psikologis bagi
penderita.Upaya rehabilitasi terhadap penderita cedera kepala akibat kecelakaan
lalu lintas perlu ditangani melalui rehabilitasi secara fisik, rehabilitasi psikologis
dan sosial.
1. Rehabilitasi Fisik
a. Fisioterapi dan latihan peregangan untuk otot yang masih aktif pada lengan
atas dan bawah tubuh.
b. Perlengkapan splint dan caliper.
c. Transplantasi tendon
2. Rehabilitasi Psikologis
Pertama-tamadimulai agar pasien segera menerima ketidakmampuannya
dan memotivasi kembali keinginan dan rencana masa depannya.Ancaman

10
kerusakan atas kepercayaan diri dan harga diri datang dari ketidakpastian
financial, sosial serta seksual yang semuanya memerlukan semangat hidup.
3. Rehabilitasi Sosial
a. Merancang rumah untuk memudahkan pasien dengan kursi roda, perubahan
paling sederhana adalah pada kamar mandi dan dapur sehingga penderita
tidak ketergantungan terhadap bantuan orang lain.
b. Membawa penderita ke tempat keramaian (bersosialisasi dengan masyarakat).

11
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN CEDERA KEPALA

A. Pengkajian
1. Riwayat kesehatan
Waktu kejadian, penyebab trauma, posisi saat kejadian, status kesadaran saat
kejadian, pertolongan yang diberikan segera setelah kejadian.
2. Pemeriksaan fisik
a. Sistem respirasi:
Suara nafas, pola nafas (kusmaull, cheyene stokes, biot,
hiperventilasi,ataksik), nafas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi
positif(kemungkinan karena aspirasi).
b. Kardiovaskuler:
Pengaruh perdarahan organ atau pengaruh PTIK
c. Kemampuan komunikasi:
Kerusakan pada hemisfer dominan, disfagia atau afasia akibat kerusakan saraf
hipoglosus dan saraf fasialis.
d. Aktivitas/istirahat
S : Lemah, lelah, kaku dan hilang keseimbangan
O : Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese, guadriparese, goyah
dalamberjalan (ataksia), cidera pada tulang dan kehilangan tonus
otot.
e. Sirkulasi
O : Tekanan darah normal atau berubah (hiper/normotensi),perubahan
frekuensi jantung nadi bradikardi, takhikardi dan aritmia.
f. Neurosensori
S : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo, tinitus, kehilangan
pendengar-an, perubahan penglihatan, diplopia,
gangguanpengecapan/pembauan.
O : Perubahan kesadaran, koma. Perubahan status mental
(orientasi,kewas-padaan, atensi dan konsentarsi) perubahan pupil
(respon terhadap cahaya), kehilangan penginderaan, pengecapan dan

12
pembauan serta pendengaran.Postur (dekortisasi, desebrasi),
kejang.Sensitive terhadap sentuhan / gerakan.
g. Nyeri/Keyamanan
S : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda.
O : Wajah menyeringai, merintih, respon menarik pada rangsang nyeri
yang hebat, gelisah.
3. Pemeriksaan Penunjang
a. CT Scan (tanpa/dengan kontras)
Mengidentifikasi adanya sol, hemoragik, menentukan ukuran ventrikuler,
pergeseran jaringan otak.
b. MRI
Sama dengan scan CT dengan atau tanpa kontras.
c. Angiografi serebral
Menunjukan kelainan sirkulasi serebral, seperti pengeseran jaringan otak akibat
edema, perdarahan, trauma.
d. Sinar X
Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari
garis tengah (karena perdarahan, edema), adanya fragmen tulang.
e. GDA (Gas Darah Artery)
Mengetahui adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang akan dapat
meningkatkan TIK.

B. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan pola nafas.
b. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pengeluaran urine
dan elektrolit meningkat.
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
melemahnya otot yang digunakan untuk mengunyah dan menelan.
d. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan perubahan persepsi sensori
dan kognitif, penurunan kekuatan dan kelemahan.
e. Penuruna kapasitas adaptif intakranial.
f. Hambatan interaksi sosial.
g. Kelebihan volume cairan.

13
h. Gangguan rasa nyaman.
i. Gangguan pertukaran gas.
j. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak.

C. Intervensi Keperawatan
NO. Diagnosa NOC NIC
Keperawatan
1. Risiko  Mendemonstrasikan - Monitor adanya daerah
ketidakefektifan status sirkulasi yang tertentu yang peka terhadap
perfusi jaringan ditandai dengan: panas/ dingin/ tajam/ tumpul.
otak  tekanan systole dan - Monitor adanya paretese.
diastole dalam rentang - Instruksikan keluarga untuk
yang diharapkan. mengobservasi kulit jika ada
 Tidak ada ortostatik isi atau laserasi.
hipertensi. - Gunakan sarung tangan untuk
 Tidak ada tanda-tanda proteksi.
peningkatan tekanan - Batasi gerakan pada kepala,
intrakranial (tidak leher dan punggung.
boleh dari 15 mmHg), - Monitor kemampuan BAB.
 Mendemonstrasikan - Kolabrasi pemberian
kemampuan kognitif analgetik.
yang ditandai dengan: - Diskusikan mengenai
- Berkomunikasi dengan penyebab perubahan sensasi.
jelas dan sesuai dengan
kemampuan.
- Menunjukkan
perhatian, konsentrasi
dan orientasi.
2. Hambatan  Klien meningkat dalam - Monitoring vital sign sebelum/
mobilitas fisik aktivitas fisik. sesudah latihan.
 Mengerti tujuan dari - Konsultasikan dengan terapi
peningkatan dari fisik tentang rencana ambulasi
peningkatan mobilitas. sesuai dengan kebutuhan.

14
 Memverbalisasikan - Kaji pasien dalam mobilisasi.
perasaan dalam
meningkatkan kekuatan
dan kemampuan
berpindah.
3. Gangguan  Mendemonstrasikan - Buka jalan nafas, gunakan
pertukaran gas peningkatan ventilasi teknik chin lift atau jaw thrust
dan oksigenasi yang bila perlu.
adekuat. - Posisikan pasien untuk
 Memelihara kebersihan memaksimalkan ventilasi.
paru-paru dan bebas - Identikasi pasien perlunya
dari tanda distress pemasangan alat jalan nafas
pernafasan. buatan.
 Mendemonstrasikan - Pasang mayo bila perlu.
batuk efektif dan suara - Lakukan fisioterapi dad bila
nafas yang bersih, tidak perlu.
ada sianosis dan - Keluarkan secret dengan batuk
dyspneu (mampu atau saction.
mengeluarkan sputum, - Auskultasi suara nafas, catat
mampu bernafas adanya suara tambahan.
dengan mudah, tidak - Lakukan suction pada mayo.
ada pursed lips). - Berikan bronkodilator bila
 Tanda-tanda vital perlu.
dalam rentang normal. - Berikan pelembab udara.
4. Ketidakefektifan  Mendemonstrasikan Airway Management
pola nafas batuk efektif dengan - Buka jalan nafas dengan
berhubungan suara nafas yang besih, teknik chin lift atau jaw thrust
dengan tidak ada sianosis dan bila perlu
penurunan dyspneu (mamou - Posisikan pasien untuk
ekspansi paru mengeluarkan septum, memaksimalkan ventilasi
Definisi : mampu bernafas - Identifikasi pasien perlunya
Inspirasi atau dengan mudah, tidak pemasangan alat jalan nafas
ekspirasi yang

15
tidak memberi ada pursed lips) buatan
ventilasi  Menunjukkan jalan - Pasang mayo bila perlu
Batasan nafas yang paten (klien - Auskultassi suara nafas, catat
Karakteristik: tidak merasa tercekik, adanya suara tambahan
 Perubahan irama nafas, frekuensi
Oxygen Therapy
kedalaman pernafasan dalam
- Bersihkan mulut, hidung dan
bernafas rentang normal, tidak
sekret trakea
 Penurunan ada suara abnormal)
- Pertahankan jalan nafas yang
tekanan ekspirasi  Tanda- tanda vital
paten
 Penurunan dalam rentang normal
- Atur peralatan oksigen
ventilasi se menit (tekanan darah, nadi,
- Monitor aliran oksigen
 Penurunan pernafasan)
- Pertahankan posisi pasien
kapsitas vital
- Observasi adanya tanda –
tanda hiperventilasi
- Monitor adanya kecemasan
pasien terhadan oksigenasi

Vital Sign Monitoring


- Monitor TD,nadi,suhu,dan RR
- Monitor pola pernafasan
abnormal
- Identifikasi penyebab dari
perubahan vital sign
5. Ketidakseimban  Adanya peningkatan Nutrition Management
gan nutrisi berat bedan sesuai - Kaji adanya alergi makanan
kurang dari dengan tujuan - Kolaborasi dengan ahli gizi
kebutuhan  Berat badan ideal untuk menentukan jumlah
tubuh sesuai dengan tinggi kalori dan nutrisi yang di
Definisi : asupan badan butuhkan pasien
nutrisi tidak  Mampu - Anjurkan pasien untuk
cukup untuk mengidentifikasi meningkatkan intake Fe
memenuhi kebutuhan nutrisi - Anjurkan pasien untuk

16
kebutuhan  Tidak ada tanda-tanda meningkatkan protein dan
metabolik malnutrisi vitamin C
Batasan  Menunjukkan - Kaji kemampuan pasien untuk
karakteristik : peningkatan fungsi mendapatkan nutrisi yang
 kram pengecapan dari dibutuhkan
abdomen menelan Nutrition monitoring
 nyeri  Tidak terjadi penurunan - BB pasien dalam batas normal
abdomen berat badan - Monitot adanya penurunan
 menghind berat badan
ari makanan - Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
6. Gangguan rasa  Mampu mengontrol Anxiety reduction
nyaman kecemasan - Nyatakan dengan jelas harapan
Definisi : merasa  Status lingkungan yang terhadap pelaku pasien
kurang senang, nyaman - Jelaskan semua prosedur dan
lega dan  Mengontrol nyeri apa yang dirasakan selama
sempurna dalam  Kualitas tidur dan prosedur
dimensi fisik, istirahat adekuat - Berikan obat untuk
psikospiritual,  Agresi pengendalian mengurangi kecemasan
lingkungan dan diri
sosial  Respon terhadap
Batasan pengobatan
karakteristik  Control gejala
 Ansietas  Status kenyamanan
 Menangis meningkat
 Gangguan  Dapat mengontrol
pola tidur ketakutan
 Takut  Support social
 Ketidakm  Keinginan untuk hidup
ampuan untuk
rileks
7. Hambatan  Menggunakan aktivitas Socialization Enhancement
interkasi social yang menenangkan, - Buat interaksi terjadwal

17
Definisi : menarik dan - Dorong pasien ke kelompok
Insufisiensi atau menyenangkan untuk atau program keterampilan
kelebihan meningkatkan interpersonal yang membantu
kuantitas atau kesejahteraan interaksi meningkatkan pemahaman
ketidakefektifan sosial dengan orang, tentang pertukaran informasi
kualitas kelompok,atau atau sosialisasi, jika perlu
perukuran social organisasi - Identifikasi perubahan
 Memahami dari perilaku tertentu
dampak diri perilaku - Berikan umpan balik positif
diri pada interaksi jika pasien berinteraksi dengan
sosial orang lain
 Mendapatkan / - Fasilitas pasien dalam member
meningkatkan masukkan dan membuat
keterampilan interaksi perencanaan
sosial,kerja - Anjurkan bersikap jujur dan
sama,ketulusandan apa adanya dalam berinteraksi
saling memahami dengan orang lain
 Perkembangan - Anjurkan menghargai orang
fisik,kognitif,dan lain
psikososial anak sesuai - Minta dan harapkan informasi
dengan usianya verbal
8. Kelebihan  Terbebas dari edema, Fluid management
volume cairan efusi, anaskara - Timbang popok/pembalut jika
Definisi :  Memelihara fena diperlukan
Peningkatan sentral, tekanan kapiler - Pertahankan catatan intake dan
retensi cairan paru, output jantung output yang akurat
isotonik dan vital sign dalam - Pasang urine kateter jika
batas normal diperlukan
 Terbatas dari kelelahan - Monitor status nutrisi
kecemasan atau - Kolaborasi pemberian diuretik
kebingungan sesuai intruksi
 Menjelaskan endikator - Batasi masukan cairan pada
kelebihan cairan keadaan hiponatrermi dilusi

18
dengan serum Na < 130 mEq/l
- Kolaborasi dokter jika tanda
cairan berlebihan muncul
memburuk
9. Resiko  Mempertahankan urine Fluid management
ketidakseimbang output sesuai dengan - Timbang popok/pembalut jika
an elektrolit usia dan BB, BJ urine diperlukan
Definisi : normal, HT normal - Pertahankan catatan intake dan
Berisiko  Tekanan darah, nadi, output yang akurat
mengalami suhu tubuh dalam batas - Monitor vital sign monitor
perubahan kadar normal status nutrisi
dan elektrolit  Tidak ada tanda-tanda - Berikan cairan IV pada suhu
serum yang dapat dehidrasi, elastisitas ruangan
mengganggu turgor kulit baik, - Dorong masukan oral
kesehatn membran mukosa - Pelihara IV line
lembab, tidak ada rasa - Monitor tingkat HB dan
haus yang berlebihan hematokrit
- Monitor tanda vital
- Monitor respon pasien
terhadap penambahan cairan
10. Penurunan  Mendemonstrasikan Intrakranial Pressure (ICP)
kapasitas adaptif status sirkulasi yang Monitoring (monitor tekanan
intrakranial ditandai dengan: intracranial)
Definisi : - Tekanan systole dan - Berikan informasi kepada
Mekanisme diastole dalam rentang keluarga
dinamika cairan yang diharapkan - Monitor tekanan perfusi
intracranial yang 120/80 mmHg serebral
normalnya - Tidak ada ortostatik - Catatan respon pasien terhadap
melakukan hipertensi stimulasi
kompensasi untuk - Tidak ada tanda-tanda - Monitor tekanan intracranial
meningkatkan peningkatan tekanan dan respon neurology terhadap
volume intrakranial (tidak lebih aktifitas
intrakranial dari 15 mmH) - Monitor intake dan out put

19
mengalami cairan
 Mendemonstrasikan
gangguan, yang - Monitor suhu dan angka WBC
kemampuan kognitif
menyebabkan - Kolaborasi pemberian anti
yang ditandai dengan:
peningkatan biotik
- Berkomunikasi dengan
tekanan
jelas yang sesuai
intracranial (TIK)
dengan kemampuan
secara tidak
- Menunjukkan
merata dan
perhatian, konsentrasi
berespon terhadap
dan orientasi
berbagai stimuli
- Memproses informasi
ynag berbahaya
- Membuka keputusan
dan tidak
dengan benar
berbahaya
 Menunjukkan sensori
motorik cranial yang
utuh:
- Tingkat kesadaran
membaik
- Tidak ada gerakan
infolunter

D. Implementasi Keperawatan
Untuk tindakan keperawatan dilakukan tindakan ganti balut setiap hari,
namun ada beberapa kebiasaan yang perlu diperbaiki, misalnya minimnya
peralatan, seringnya tindakan dilakukan oleh beberapa perawat/ praktikan secara
bergantian, sehingga resiko infeksi semakin besar. Kemudian ada juga perawat/
praktikan yang melakukan ganti balut tanpa komunikasi terapeutik dengan
keluarga atau klien dan tanpa prosedur yang benar.
Seharusnya tindakan ganti balut dilakukan sesuai prosedur yang benar
yaitu meliputi persiapan alat, prosedur tindakan, komunikasi terapeutik dan
menggunakan prinsip steril.

E. Evaluasi

20
Pada dasarnya evaluasi bisa didokumentasikan meskipun tanpa data
subyektif, namun akan lebih baik dan akurat bila muncul data subyektif langsung
dari respon klien.

21
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
Penelitian ini menunjukkan hasil bahwa terdapat hubungan antara hasil CT
Scan dengan nilai GCS pada pasien cedera kepala. Dimana hal ini dapat
dipengaruhi oleh efek buruk cedera kepala karena melalui mekanisme langsung
dan tidak langsung. Pengaruh secara langsung terjadi beberapa saat setelah trauma
terjadi sedangkan trauma secara tidak langsung merupakan cedera otak sekunder
yang bisa terjadi beberapa jam setelah kejadian bahkan beberapa hari setelah
penderita terpapar trauma. Cedera otak sekunder terjadi karena perubahan aliran
darah ke otak dan juga terjadi peningkatan tekanan intrakranial karena
meningkatnya volume isi kepala. Kedua mekanisme tersebut memperberat cedera
otak yang sudah ada.Cedera otak bisa menimbulkan dampak fisik, kognitif, emosi
dan sosial. Prognosis cedera otak bisa sangat bervariasi dari mulai sembuh total
sampai cacat menetap bahkan kematian.

B. Saran
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi
makalah ini, agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga
makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada
umumnya.

22
DAFTAR PUSTAKA

Kozier, Berman dan Audrey. 2009. Buku Ajar Praktik


Keperawatan Klinis. Edisi 5. Jakarta: EGC
Sylvia, Price dan Wilson LM. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Vol. 2. Jakarta: EGC
Smeltzer, dan Bare, BG. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal
Bedah. Edisi 8. Alih bahasa: Kuncara. Jakarta: EGC
Nurarif, Amin Huda dan Hardhi Kusuma. 2015. Aplikasi
Asuhan Keperawatan Diagnosa Medis Dan NANDA NIC-NOC.
Yogyakarta: Mediaction Publishing

23

Anda mungkin juga menyukai