Anda di halaman 1dari 9

Jurnal AgroIndustri ISSN : 2088-5369

Volume 1 Nomor 2, September 2011

PENGARUH LUMPUR SAWIT FERMENTASI DENGAN


SUPLEMENTASI ASAM AMINO LISIN, METIONIN, TRIPTOPAN
SELAMA PRODUKSI TERHADAP PERFORMANS DAN KUALITAS INTERNAL
SERTA KADAR KOLESTEROL TELUR AYAM RAS

Yosi Fenita* dan Desia Kaharuddin


Jurusan Peternakan, Fakultas Pertanian
Universitas Bengkulu
*E-mail: yosifenita@yahoo.co.id

Abstract

The aim of this study was to evaluate the effect of feeding fermented palm oil sluge
and critical amino acid (CAA) ; methyonine, lysine, and tryptophan supplementation on diet to
performance, egg internal quality and egg cholesterol level. The research design used was
complety randomized design with 4 teatments with 80 layer; each treatment consists of P0 ;
the control diet, without addition of critical amino acid. P1 ; the diet contains of 50% critical
amino acid (P1:50% (Lys 404.5 mg/kg ; Met 250 g/kg ; Trp 90,5 gr), P2: suplementasi 75%
(Lys 606,75 mg/kg; Met 375,75 mg/kg; Trp 137,75 mg/kg), P3: suplementasi 100% (Lys 809
mg/kg; Met 501 mg/kg; Trp 90.5mg/kg) on diet.. Variable 0bserved were feed comsumption,
feed conversi, egg weight, egg production, yolk colour, yolk index, albumen index, shell
thickness, air cell and egg cholesterol level that feeding 100% supplementation consisting of
(Lys 809 mg/kg; Met 501 mg/kg; Trp 90.5 mg/kg) significantly (P<0.05). In conclutions, P3
(Lys 809 mg/kg; Met 501 mg/kg; Trp 90.5 mg/kg) teatment group was significant on yolk
colour, yolk index, albumen index, air cell and cholesterol level.

Keyword : fermentation, of sludge of palm oil, critical amino acid, egg quality and egg
cholesterol

PENDAHULUAN minyak sawit. Lumpur sawit (LS)


merupakan salah satu produk sampingan
Sampai saat ini, Indonesia masih limbah kelapa sawit yang dihasilkan dari
mengimpor bahan pakan seperti jagung dan proses pemerasan buah sawit untuk
bungkil kedelai untuk memenuhi menghasilkan minyak sawit kasar Crude
kebutuhan dalam negeri. Jumlah impor ini Palm Oil (CPO). Pada proses produksi
terus meningkat sesuai dengan peningkatan CPO dihasilkan lumpur sawit (setara
kebutuhan akan produk peternakan. Di lain kering) sebanyak 2% dari tandan buah
pihak Indonesia memiliki bahan pakan segar (TBS), sehingga jumlah lumpur sawit
lokal yang belum lazim dimanfaatkan, ini akan menimbulkan polusi apabila tidak
salah satunya adalah lumpur sawit yang dilakukan pengolahan limbah. Jumlah
merupakan limbah hasil pengolahan produksi lumpur sawit untuk menghasilkan

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 115


minyak sawit sangat bergantung dengan Media fermentasi dengan kandungan
jumlah sawit yang diolah. Beberapa nutrien yang seimbang diperlukan untuk
penelitian melaporkan bahwa lumpur sawit menunjang kapang lebih maksimal dalam
dapat digunakan sebagai bahan pakan memproduksi β karoten sehingga
untuk ternak unggas. Lumpur sawit dihasilkan suatu produk fermentasi yang
mengandung serat kasar yang tinggi dan kaya β karoten.
kecernaan gizi yang rendah sehingga Bernes et al (1995) menyatakan
penggunaannya untuk pakan unggas sangat bahwa kualitas protein tergantung dari
terbatas. Salah satu usaha yang dapat keseimbangan dan kelengkapan asam
dilakukan untuk meningkatkan nilai gizi amino esensialnya. Asam amino lisin,
lumpur sawit yaitu melalui proses metionin, dan triptopan merupakan asam
fermentasi. Menurut Sinurat et al (1998) amino yang perlu diperhatikan dalam
ditambahlan oleh Mirwandhono (2004), penyusunan ransum karena lisin
teknologi untuk meningkatkan mutu merupakan asam amino pembatas utama
lumpur sawit sebagai bahan pakan adalah unggas disusul metionin sebagai asam
dengan fermentasi. Teknik ini sudah amino pembatas kedua, Kemudian
dilaporkan dapat meningkatkan nilai gizi triptopan merupakan asam amino pembatas
lumpur sawit (Sinurat et al., 1998; Pasaribu ketiga. Lisin, metionin, dan triptopan
et al., 1998). Secara umum semua produk merupakan asam amino kritis di dalam
akhir fermentasi biasanya mengandung pakan unggas (Lesson dan Summers 2001).
senyawa yang lebih sederhana dan mudah Penelitian ini bertujuan untuk
dicerna dari pada bahan asalnya sehingga mengevaluasi produk fermentasi kaya β
dapat meningkatkan nilai gizinya karoten yang berasal dari lumpur sawit
(Purwadaria et al., 1998; Sinurat et al ., fermentasi (LSF) dengan pemberian asam
2000). amino lisin, metionin, dan Triptopan
Kandungan nutrisi lumpur sawit terhadap performans, kualitas internal telur
yang difermentasi dengan Neorosspora dan kadar kolesterol telur.
crassa (LSF) mempunyai kadar PK
23,45%, SK 17,34%, energi (ME) 1774 METODE
kkal/kg, Ca 1,32%, P 0,56%, dan lemak
9,45% (Fenita et al 2009). Menurut Penelitian dilakukan di laboratorium
Sonaiya (1995) produk lumpur sawit dan kandang Jurusan Peternakan, Fakultas
fermentasi dapat digunakan dalam ransum Pertanian, UNIB. Penelitian dilakukan 2
unggas sebanyak 20-40%. Penggunaan tahap yaitu tahap pembuatan produk kaya β
produk pakan fermentasi yang kaya β karoten yang berasal dari fermentasi
karoten dalam ransum unggas selain dapat lumpur sawit dan pelaksanaan penelitian
menggantikan penggunaan jagung juga ayam petelur fase produksi umur 10 bulan
dapat menghasilkan telur yang rendah sebanyak 80 ekor selama 4 bulan produksi,
kolesterol. (Fenita et al, 2010) Ayam petelur dibagi dalam 4 perlakuan
Kapang Neurosspora crassa yang dan masing-masing perlakuan terdiri dari
berwarna kuning orange merupakan 10 ulangan, setiap ulangan terdiri dari 2
kapang penghasil β karoten tertinggi ekor ayam yang ditempatkan secara acak
dibandingkan dengan kapang karotegenik pada kandang system cage dengan ransum
yang lainnya yang diisolasi dari tongkol basal mengandung protein 17,25% dan ME
jagung (Nuraini 2008; Fenita et al 2010) . 2754,20kkal/kg. Parameter yang diukur

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 116


adalah produksi telur, berat telur, konsumsi air mendidih untuk mensterilkan bahan,
dan konversi ransum diamati setiap setelah itu dibiarkan sampai tercapai suhu
minggu. Kualitas internal telur (kadar kamar. Kemudian diaduk secara merata
kolesterol telur, tebal kerabang, H.U, dan diinkubasi selama 7 hari (5 hari aerob,
indeks putih telur, indeks yolk, warna yolk, 2 hari anaerob). Setelah itu produk
dan rongga udara) diamati setiap minggu fermentasi dipanen, dikeringkan dengan
pada hari ke tujuh. menggunakan sinar matahari dan digiling
Pembuatan fermentasi lumpur sawit selanjutnya dicampur dalam ransum
yang sudah kering, ditambahkan aquades sebanyak 15 % dari total ransum yang
(kadar air 70%) diaduk secara merata, diberikan (Fenita et al 2010).
kemudian dikukus selama 30 menit setelah

Tabel. 1 Komposisi bahan pakan serta kandungan nutrien ransum perlakuan .

Ransum Perlakuan
Bahan Pakan
P0 P1 P2 P3
Jagung Giling (%) 33 33 33 33
Kosentrat (%) 30 30 30 30
LSF (%) 15 15 15 15
Dedak Halus (%) 20 20 20 20
Mineral Mix (%) 2 2 2 2
Total (%) 100 100 100 100
Kandungan Nutrient
Protein Kasar (%) 17.25 17.25 17.25 17.25
ME (kkal/kg) (%) 2754.2 2754.2 2754.2 2754.2
Serat Kasar (%) 7.03 7.03 7.03 7.03
Kalsium (%) 4.5 4.5 4.5 4.5
Phospor (%) 1.54 1.54 1.54 1.54
Lemak (%) 6.17 6.17 6.17 6.17
Suplement Asam amino
Metionin (mg/kg) 0 250.5 375.75 501
Lisin (mg/kg) 0 404.5 606.75 809
Triptopan (mg/kg) 0 90.5 137.75 181

Rekomendasi metionin 501 mg/kg, lysine 809 mg/kg, tritopan 181 mg/kg (Bell and William, 2001).
Keterangan
P0 : Ransum Kontrol (RK)
P1 : Ransum kontrol + Asam Amino (lisin, metionin, triptopan 50% rekomendasi)
P2 : Ransum kontrol + Asam Amino (lisin, metionin, triptopan 75% rekomendasi)
P3 : Ransum kontrol + Asam Amino (lisin, metionin, triptopan 100% rekomendasi)

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 117


Jurnal AgroIndustri ISSN : 2088-5369
Volume 1 Nomor 2, September 2011

HASIL DAN PEMBAHASAN ditunjukkan oleh P3 dengan pemberian


asam amino lisin, metionin, triptopan
Rataan konsumsi, konversi, berat sebanyak (100%) 123,80 g/ekor/hari.
telur, produksi telur, Indeks kuning dan Konsumsi ransum pada penelitian ini lebih
putih telur, warna yolk, tebal kerabang dan tinggi bila dibandingkan dengan konsumsi
rongga udara pada masing - masing pada ayam ras petelur yang berkisar antara 110
setiap perlakuan selama penelitan sampai 120 g/hari/ekor dengan energi
ditunjukkan pada Tabel. 2. Rataan metabolis dalam ransum sebesar 2750
konsumsi ayam perlakuan berkisar antara Kkal/kg (Kashavardz, 2003). Pada
123,07 – 121,04 g/ekor/hari, dan penelitian ini pemberian pakan dengan
berdasarkan analisis sidik ragam perlakuan suplementasi asam amino lisin, metionin
berpengaruh nyata (P<0.05) terhadap dan triptopan dengan taraf pemberian asam
rataan konsumsi ransum. Rataan konsumsi amino kritis 50%, 75%, dan 100% diikuti
ransum terendah ditunjukkan oleh juga dengan peningkatan konsumsi pada
perlakuan P2 dengan pemberian asam ayam. Suplementasi LSF dengan perlakuan
amino lisin, metionin, triptopan sebanyak pemberian asam amino (lisin, metionin,
(75%) yaitu 121,04 g/ekor/hari kemudian dan triptopan) dengan taraf pemberian
diikuti dengan P1 dengan pemberian asam yang berbeda memberikan pengaruh yang
amino lisin, metionin, triptopan sebanyak nyata (P<0.05) terhadap jumlah konsumsi
(50%) dan P0 (kontrol) masing-masing pada ayam ras petelur.
yaitu 121,44 dan 123,07 g/ekor/hari,
sementara itu rataan konsumsi paling tinggi

Tabel 2 Rataan konsumsi konversi, berat telur, produksi telur, Indeks kuning dan putih telur,
warna yolk, tebal kerabang dan rongga udara perlakuan selama penelitan

Perlakuan (g/ekor/hari).
Kriteria Probabilitas
P0 P1 P2 P3
Konsumsi ransum (g/e/hari) 123,07ab 122,44b 121,04c 123,80a *
Konversi ransum 2,02a 2,00a 1,95b 2,02a *
Berat Telur (g/butir) 60,96 61,39 61,89 61,51 ns
Produksi telur (%) 75,00 77,85 77,50 76,78 ns
Indeks kuning putih 0,36 0,36 0,36 0,37 ns
Indeks putih putih 0,10b 0,11a 0,11a 0,09b *
Warna yolk 6,15d 7,24c 7,99b 9,65a *
Tebal kerabang (mm) 0,68 0,63 0,64 0,72 ns
Rongga Udara (cm) 0,39b 0,46a 0,46a 0,36b *

Rataan konversi ransum ayam petelur rataan konversi ransum terendah yaitu pada
tertinggi selama penelitian yaitu pada P0 perlakuan P2 dengan pemberian asam
(kontrol) dan P3 dengan pemberian asam amino lisin, metionin, triptopan sebanyak
amino lisin, metionin, triptopan sebanyak (75%) 1,95, dan dengan perlakuan P1
(100%) masing-masing dengan nilai dengan pemberian asam amino lisin,
konversi ransum yang sama yaitu 2,02 dan metionin, triptopan sebanyak (50%)

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 118


dengan nilai konversi pakan 2,00. pemberian 50%, persentase produksi 77,85
Berdasarkan sidik ragam (P<0,05), nilai % kemudian diikuti dengan P2 dan P3
konversi ransum pada perlakuan P0 masing-masing dengan persentase produksi
(kontrol) lebih tinggi yaitu 2,02 jika 77,50 % dan 76,78 % sedangkan untuk
dibandingkan dengan nilai konversi ransum persentase produksi harian telur terendah
perlakuan P2 dengan pemberian asam pada perlakuan P0 (kontrol) sebanyak
amino lisin, metionin, triptopan sebanyak 75,00 %. Berdasarkan sidik ragam
(75%) yaitu dengan nilai konversi ransum menunjukkan pada perlakuan tidak
sebesar 1,95. berpengaruh nyata terhadap produksi telur.
Rataan berat telur yang dihasilkan Menurut North dan Bell (1990), rataan
pada setiap perlakuan berkisar antara 60,96 produksi ayam petelur tipe medium pada
g sampai dengan 61,89 g, berdasarkan sidik minggu produksi 32 - 40 adalah 80,55%.
ragam, perlakuan dengan suplementasi Faktor yang mempengaruhi produksi
asam amino esensial (lisin, metionin, dan adalah jenis dan bangsa, umur ayam, suhu
triptopan) tidak berpengaruh nyata lingkungan, dan juga nutrisi ransum yang
(P>0,05) terhadap rataan berat telur. digunakan. Pada penelitian ini
Rataan berat telur tertinggi dihasilkan P2 suplementasi asam amino esensial (lisin,
(75%) 61,89 g dan diikuti oleh P3 (100%) metionin, dan triptopan) diharapkan dapat
61,51 g dan seterusnya P1(50%) dan P0 meningkatkan produksi telur.
masing masing dengan berat telur 61,39 g, Rataan indeks kuning telur yang
60,96 g. Jika dibandingkan dengan PO dihasilkan pada setiap perlakuan berkisar
(kontrol) perlakuan pada P1(50%), P2 antara 0,36 mm sampai dengan 0,37 mm,
(75%) dan P3 (100%) menunjukkan bahwa berdasarkan sidik ragam perlakuan dengan
adanya peningkatan rataan berat telur yang suplementasi asam amino esensial (lisin,
dihasilkan meskipun hasil sidik ragam metionin, dan triptopan) tidak berbeda
yang ditampilkan pada Tabel 2. di atas nyata (P> 0,05) terhadap indeks kuning
tidak berbeda nyata. Hal ini diduga telur per minggunya, Pada variabel indeks
metionin merupakan asam amino esensial kuning telur rataan dengan berat telur
yang sangat berpengaruh terhadap berat tertinggi yaitu pada P3 (100%) dengan
telur (Safaa et al., 2008). dan pernyataan jumlah rataan indeks kuning telur yang
yang sama juga menurut Lesson dan dihasilkan 0,37 mm dan diikuti dengan P2
Summer (2001) asam amino metionin lebih (75%), P1(50%) dan P0 dengan nilai rataan
superior dibandingkan dengan sumber yang sama yaitu 0,36 mm. Berdasarkan
asam amino yang lain dalam peningkatan hasil pengamatan indeks kuning telur
berat telur, karena asam amino sintetik dalam setiap perlakuan dengan rataan
dalam bentuk campuran dalam methionin berkisar antara 0,36 sampai 0,37 termasuk
berperan sebagai pendonor metil, sehingga dalam rataan dengan indeks kuning telur
berperan dalam membantu metabolisme dalam kisaran normal. Menurut Winarno
yang lain dalam tubuh seperti metabolisme (2000)dan Koswara (1994)) bahwa telur
kolin, protein dan karbohidrat (Safaa et al., segar mempunyai indeks kuning telur
2008). antara 0,33 – 0,50 dengan rataan 0,42.
Rataan produksi telur tertinggi
selama penelitian dihasilkan perlakuan P1 Rataan warna kuning telur selama
dengan perlakuan pemberian asam amino penelitian tertinggi diperoleh oleh P3
(lisin, metionin, dan triptopan) dengan taraf (100%) yaitu 9,65 kemudian diikuti oleh

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 119


P2 (75%) dan P1 (50%) yaitu masing- Rataan tebal kerabang telur selama
masing 7,99 dan 7,24, sedangkan warna masa penelitian tertinggi diperoleh oleh P3
kuning telur terendah pada P0 yaitu 6,15. (100%) yaitu 0,72 mm kemudian diikuti
Berdasarkan sidik ragam suplementasi oleh P0 dan P2 (75%) yaitu masing-
asam amino essensial dalam ransum masing 0,68 mm dan 0,64 mm, sedangkan
berbasis LSF berpengaruh nyata (P<0,05). tebal kerabang telur terendah pada
Menurut Wahyu (1997), bahwa P1(50%) yaitu 0,63. Pakan dengan
ketersediaan triptopan yang berlebih dalam suplementasi asam amino (lisin, metionin,
ransum akan memberi dampak pada triptopan) dengan taraf pemberian 100%
peningkatan warna kuning telur. Pada (P3) merupakan perlakuan dengan tebal
penelitian ini penggunaan produk lumpur kerabang yang tertinggi jika dibandingkan
sawit yang difermentasi dengan kapang dengan perlakuan lain, meskipun hasil
Neorosspora crassa yang digunakan dalam sidik ragam tidak berpengaruh nyata
ransum ayam petelur masing-masing (P>0,05). Tebal kerabang yang dihasilkan
sebanyak 15 % mempengaruhi warna dari pada penelitian ini berkisar antara 0,63 –
kuning telur. Menurut Sonaiya (1995) 0,72 mm yang sudah melebihi standar
produk fermentasi lumpur sawit dapat ukuran normal tebal kerabang. Sudaryani
digunakan dalam ransum unggas sebanyak (1966) menyatakan bahwa standar tebal
20-40%. Warna kuning telur yang kerabang ayam ras petelur adalah 0,04 –
dihasilkan pada penelitian ini menunjukkan 0,51 mm.
adanya peningkatan warna yaitu berkisar Rongga udara pada telur selama masa
6,15 sampai 9,65, namun nilai ini tidak penelitian terendah diperoleh oleh P3
berada dalam kisaran warna kuning telur (100%) yaitu 0,36 cm kemudian diikuti
yang disukai konsumen menurut Udedibie oleh P0 dengan 0,39 cm dan P1(50%), P2
and Opara (1998) yaitu 9 – 12, kecuali (75%) masing-masing dengan nilai yang
untuk perlakuan P4 mencapai nilai skor sama yaitu 0,46cm. Berdasarkan analisis
9.65.. ragam perlakuan berpengaruh nyata
Rataan indeks putih telur pada (P<0,05) terhadap rongga udara. Rongga
masing-masing perlakuan selama masa udara yang dihasilkan dalam penelitian
penelitian untuk indeks putih telur dengan berkisar antara 0,36 – 0,46 cm, pemberian
nilai tertinggi diperoleh oleh P1 (50%) dan asam amino pada perlakuan P3 (100%)
P2 (75%) dengan angka yang sama yaitu menunjukkan hasil yang berpengaruh
0,11 mm kemudian diikuti oleh P0 terhadap penurunan rongga udara. Tebal
(kontrol) 0,10 mm, sedangkan indeks putih kerabang berpengaruh terhadap rongga
telur terendah pada P3 (100%) yaitu 0,09 udara, karena dapat menutupi sebagian
mm. Berdasarkan sidik ragam pengaruh pori-pori pada kulit telur yang merupakan
suplementasi asam amino essensial dalam jalan masuknya udara, Rongga udara yang
ransum berbasis LSF berpengaruh nyata dihasilkan pada pemberian asam amino
terhadap indeks putih telur (P<0,05). esensial ini sudah berada pada kisaran yang
Rataan indeks putih telur dalam penelitian normal yaitu antara 0,36 – 0,46 cm,
ini masih dalam kisaran normal yaitu 0,09 Dimana rongga udara yang normal berkisar
– 0,11. Menurut Winarno dan Koswara antara 0,33 – 0,50 cm, Berdasarkan kriteria
(2002) bahwa telur segar memiliki indeks kualitas telur, telur yang dihasilkan
putih telur antara 0,050 – 0,174 mm. termasuk dalam kualitas AA, Sesuai
dengan pendapat Sudaryani (1996) bahwa

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 120


kualitas telur yang memiliki kedalaman Rataan kadar kolesterol pada kuning
rongga udara 0,3 cm adalah kualitas AA, telur yang dilakukan uji analisis kadar
kualitas telur dengan kedalaman rongga kolesterol selama dua kali dalam
udara 0,5 cm adalah kualitas A, dan penelitian, yaitu pada bulan ke-1 dan ke-2
kualitas telur yang memiliki kedalaman kemudian hasilnya dirata-ratakan pada
rongga udara lebih dari 0,5 cm adalah setiap perlakuan ditampilkan pada Tabel 3
kualitas B.

Tabel 3. Rataan kadar kolesterol pada telur pada masing-masing perlakuan selama penelitian.

Perlakuan mg%/butir
Probabilitas
P0 P1 P2 P3
Bulan 2 198.0a 185,4 b
182,0b 176,0b *
Bulan 4 194,2a 185,0b 165,8b 158,2a *
Rataan 196,1a 185,2a 173,9b 167,1b *
sd 2,69 0,28 11,46 12,59

Tabel. 3 memperlihatkan perlakuan KESIMPULAN


dengan rataan jumlah kolesterol tertinggi
pada P0 (kontrol) 196,1 mg% kemudian Hasil penelitian menunjukkan bahwa
diikuti dengan P1 (50%) dengan 185 mg% performans produksi (konversi, berat telur)
, P2 (75%) 173,9 mg%, sedangkan rataan terbaik pada perlakuan P2 pakan berbasis
kadar kolesterol terendah yaitu pada P3 lumpur sawit dengan pemberian asam
(100%) 167,1 mg%, Pemberian lumpur amino (lisin, metionin, dan triptopan) 75%
sawit fermentasi dan asam amino kritis dari yang direkomendasikan. Sedangkan
(lisin, metionin, dan triptopan) pada P3 dapat meningkatkan kualitas telur
menunjukkan pengaruh nyata (P<0,05) yang meliputi: warna yolk, indeks putih
terhadap kolesterol telur. Penurunan kadar telur, rongga udara dan dapat menurunkan
kolesterol pada kuning telur ini terjadi kadar kolesterol pada telur dengan
dengan adanya perlakuan pemberian asam pemberian pakan berbasis lumpur sawit
amino yaitu dengan taraf pemberian asam dengan asam amino (lisin, metionin, dan
amino kritis (P1 50%, P2 75%, dan P3 100 triptopan) 100% dari yang
%). Besarnya penurunan kolesterol jika direkomendasikan.
dibandingkan dengan kontrol adalah
sebagai berikut P1 sebanyak 5, 58%, P2 DAFTAR PUSTAKA
sebanyak 11, 32%, dan P3 sebanyak 14, 78
%. Penurunan kadar kolesterol pada telur Bernes, D.M.C.C Calvert and K.C.
hingga 14,78 % ini masih jauh dari Klasing.1995. Methionin
peryataan menurut USDA bahwa defeciences protein and sistim but
penurunan kolesterol yang secara not RNA acylation in muscles of
komersial signifikan apabila terdapat chick. J. Anim. Sci. 5 : 1198.
penurunan kolesterol ≥ 25 %.
Bell, D.D and William D.W. JR. 2001.
Commercial Chicken Meat and Egg

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 121


Productivity. Kluwer Academi difermentasi dengan Aspergillus
Publisher. Mashachusethis. USA. niger, Rhizhopus oligosporus dan
Direktorat Jendral Gizi Departemen Thricoderma viridae dalam ransum
Kesehatan RI. 1989. Daftar ayam pedaging. USU Press, Medan.
Komposisi Bahan Makanan.
Bharata, Jakarta. North, M. O. and D. D. Bell. 1990.
Commercial Chicken Production
Fenita, Y., U. Santoso, H. Prakoso dan manual. 4th ed. An Avi Book, New
Iryun. 2009. Pemanfaatan Lumpur York.
Sawit Fermentasi dengan
Suplementasi Asam Amino Kritis Nuraini, H. Abbas, Sabrina, Y. Rizal dan
dan Enkapsulasi Minyak Ikan E. Martinelly. 2006. Campuran
Lemuru terhadap Performans ampas sagu dan enceng gondok
Produksi dan Kualitas Telur. Laporan yang difermentasi dengan
Penelitian, Hibah Kompetitif Norospora crassa. Phytophatologi
Penelitian Sesuai Prioritas Nasional 84 ; 398-405.
Batch II Tahun 2009. Fakultas
Pertanian, Universitas Bengkulu. Nuraini, Sabrina dan S.A. Latif 2008a.
Bengkulu. Peforma ayam dan kualitas telur
yang menggunakan ransum
Fenita, Y., U. Santoso, H. Prakoso dan mengandung onggok fermentasi
Iryun. 2010. Pemanfaatan Lumpur dengan Neurospora crassa. Media
Sawit Fermentasi dengan Neurospora Peternakan. Volume : 195-201.
sp terhadap Performans Produksi dan
Kualitas Telur. Jurnal Ilmu Ternak Nuraini, Sabrina dan S.A. Latif. 2008b,
dan Veteriner. Pusat Penelitian dan Potensi Neuraspora crassa dalam
Pengembangan Peternakan. Bogor meningkatkan kualitas onggok
menjadi pakan kaya β-karoten.
Laporan Hibah Bersaing Tahap I.
Keshavarz, K. 2003. Effects of reducing
Lembaga Penelitian Univ. Andalas,
dietary protein, metionine, choline,
Padang.
folic acid, and vitamin B12
during the late stages of the egg
Purwadaria, T., AP. Sinurat, Supriyati, H.
production cycle on performance
Hamid, dan I.A.K. Bintang. 1998.
and eggshell quality. Poultry
Evaluasi nilai gizi lumpur sawit
Science 82:1407–1414.
fermentasi dengan Aspergillus niger
setelah proses pengeringan dengan
Lesson, S. and J.D. Summers. 2001.
pemanasan. J. Ilmu Ternak Vet. 4
Nutrition of The Chicken. 4 th ed.
(4) : 257-263).
United Books. Guelp, Ontario.
Canada.
Safaa, H.M at al., 2008. Effects of The
Levels Of Metionine, Linoleic
Mirwandhono. 2004. Pemanfaatan
Acid, and Added Fat In The
hidrolisat tepung kepala udang dan
Diet On Productive
limbah kelapa sawit yang

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 122


Jurnal AgroIndustri ISSN : 2088-5369
Volume 1 Nomor 2, September 2011

Performance and Egg Quality


Of Brown Laying Hens In The Stadelman, W.J. and O.J. Cotteriil. 1977.
Late Phase Of Production. Egg Science and Technology. The
Poultry Science 87(8):1595-602. 2nd Edition. The AVI Publ. Co.
Inc. West Port. Connecticut, New
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan York.
Pemanfaatan Telur. Penebar
Swadaya, Jakarta. Sudaryani, T. 1996. Kualitas Telur.
Penebar Swadaya. Jakarta.
Sinurat, A. Purwadaria, P. Kataren, D.
Zainuddin dan I.P. Kompiang. Udedibie, A.B.I. dan C.C. Opara. 1998.
2000. Pemamfaatan lumpur sawit Responses of gowing of broiler and
untuk ransum unggas : 1. Lumpur laying hens to the dietary inclusion
sawit kering dan produk of leaf meal from Alchornia
fermentasinya sebagai bahan pakan Cordifilia. Animal Feed sci. and
ayam broiler. JITV. 5(2) ; 107-112. Tech, 71 : 157-164.

Sinurat, A.P 1998. Pemanfaatan lumpur Wahyu, J. 1997. Ilmu Nutrisi Unggas.
sawit untuk bahan pakan unggas. Cetakan ke-4. Gadjah Mada
Buletin ilmu Peternakan Indonesia. University Press, Yogyakarta.
Vol 13(2)39-47.
Winarno, F. G. 2002. Penanganan Telur.
Sonaiya, E.B 1995. Feed resources for M-Brio Press, Bogor.
smallholder poultry in Nigeria.
Word Anim. Rev. 82: 25-33.

Jurnal Agroindustri Vol. 1 No. 2 | ISSN 2088-5369 123

Anda mungkin juga menyukai