Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kerbau (Bubalus bubalis) merupakan salah satu ternak ruminansia
besar yang telah lama di kenal oleh masyarakat Indonesia. Meskipun kerbau
masih kurang mendapatkan perhatian dari segi pemeliharaannya, akan tetapi
kerbau merupakan salah satu ternak lokal yang memiliki sejumlah
keunggulan dan memberi banyak manfaat khususnya bagi petani dan peternak
(Erdiansyah,2009).
Ternak kerbau adalah salah satu komoditas yang berfungsi sebagai
sumber protein hewani bagi masyarakat, sebagai tabungan, tambahan
penghasilan, sebagai tenaga kerja dan kotorannya bisa dijadikan pupuk
sekaligus memberikan sumber keuntungan/pendapatan bagi petani (Devendra,
1993).

Pulau Sumbawa merupakan pulau yang bentang alamnya di dominsai


oleh tanah berbukit serta padang savana yang membentang luas yang
menunjang dalam pengembangan peternakan. Senada dengan keindahan
alamnya Sumbawa juga memiliki ragam budaya. Selaku masyarakat agraris,
seni dan tradisi ini adalah hasil interaksi dengan alam sekitar.Setiap pelaku
budaya selalu memiliki tujuan, begitu pula dengan karapan kerbau . Karapan
kerbau dilaksanakan dengan tujuan untuk membantu petani dalam membajak
sawah agar tanah yang akan di tanami dapat teroptimalkan dengan
baik.Seiring dengan berjalannya waktu ,karapan kerbau saat ini menjadi ajang
bergengsi di Sumbawa, karena kerbau karapan memiliki nilai ekonomi yang
sangat tinggi . Namun sampai saat ini belum ada informasi mengenai pakan
serta perlakuan khusus yang diberikan pada kerbau sumbawa karapan,oleh
karena itu di butuhkan penelitian lebih lanjut.

1
1.2. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas, dapat
dirumuskan sebagai berikut: Bagaimana jenis dan jumlah pakan serta
perlakuan khusus yang diberikan kepada kerbau Sumbawa karapan.

1.3 Tujuan dan Kegunaan

1.3.1Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui jenis dan jumlah pakan serta
perlakuan khusus yang diberikan kepada kerbau Sumbawa karapan.

1.3.2 Kegunaan Penelitian


Manfaat yang diperoleh dalam penelitian ini diharapkan dapat
memberikan informasi tentang jumlah dan jenis pakan serta perlakuan
khusus yang diberikan kepaada kerbau karapan .

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sejarah dan Perkembangan Ternak Kerbau


Menurut pustaka sejarah, jenis primitif kerbau ditemukan pada periode
Plioceendi di India. Diduga jenis ini dari keturunan Honacodontidae dari
periode Paleoceen. Dari hasil penelitian dari fosil-fosilnya diketahui bahwa
kerbau sudah ada sejak 2500 tahun sebelum Masehi, khususnya dilembah
Industan, India dan kawasan Ur, Irak (Murtidjo, 1992 ).
Kerbau termasuk kedalam sub-famili Bofinae,genus Buballus. Dari
keempat spesies kerbau, hanya satu yang dapat dijinakkan, yaitu dari spesies
Buballus arne. Kerbau jinak diduga berasal dari kerbau India atau Bos Arnee
yang telah dijinakkan. Tidak dapat di ketahui dengan pasti kapan kerbau India
ini menjadi kerbau piaraan. Pada gambar-gambar zaman Babylonia (5.000
tahun SM), sudah terdapat gambar kerbau tetapi belum dapat dibuktikan
bahwa pada zaman itu manusia telah dekat dengan kerbau. Gambar-gambar
zaman Mesopotamia (3.800 – 3.750 tahun SM), menunjukkan gambar
manusia dengan kerbau yang tidak bermusuhan. Oleh karena itu, diduga
penjinakan kerbau telah dimulai pada zaman Mesopotamia ini (Hardjosubroto
dan Astuti, 1994).
Kerbau yang suka berendam dalam air atau lumpur diduga oleh para
pakar sebagai ternak yang pertama kali dijinakkan dan mengalami
domestikasi sebagai ternak kerja. Kerbau yang telah beradaptasi dengan
lingkungan tropis memiliki warna kulit yang gelap, sanggup hidup di daerah
tandus yang sedikit ditumbuhi rumput. Dengan potensi ini, kerbau merupakan
ternak yang memiliki kemampuan sangat tinggi dalam mencerna serat kasar
dibanding ternak ruminansia lain (Williamson dan Payne, 1998).
Kerbau hasil penjinakan (domestikasi) dikenal dengan nama kerbau
piara (Bos babullus vulgaris). Kerbau piara ini menyebar ke Afrika, Asia
Selatan, Eropa Selatan, dan Amerika Utara yang kemudian popular disebut
Water buffalo. Dari Water buffalo kemudian turunannya dikenal dua jenis

3
kerbau, yaitu kerbau yang senang berkubang di lumpur (Swamp Buffalo), dan
kerbau yang senang mandi dan berenang di air (River buffalo). Ternak kerbau
dijinakkan dan dipelihara oleh manusia, mengakibatkan kerbau piara
mempunyai sifat yang berbeda dengan kebiasaan aslinya yang suka
merendam diri (Rukmana, 2003).
Lebih lanjut Rukmana (2003) mengemukakan, untuk membedakan kerbau
di antara turunan jenis kerbau tersebut, akhirnya orang memperhatikan
kriteria yang didasarkan pada tampilan dan perkembangan tanduknya saja.
Dikenal adanya kerbau yang bertanduk besar dan panjang, serta kerbau yang
bertanduk pendek. Kerbau yang bertanduk panjang dan besar dikenal
dengan nama Bubalus indikus macroceros, yang banyak terdapat di India
Belakang, Tiongkok Selatan, kepulauan Pasifik dan Indonesia. Sementara
kerbau bertanduk pendek atau disebut Bubalus indicus btactyeros, banyak
terdapat di tiongkok Utara, Jepang dan Mesir.

2.2 Potensi Ternak Kerbau di Indonesia


Ternak kerbau merupakan hewan ruminansia yang bernilai ekonomi
tinggi, ternak kerbau dapat dijadikan usaha pokok petani, selain kegunaan
membantu mambajak sawah. Kerbau yang dipelihara oleh masyarakat
biasanya untuk tujuan keperluan tenaga kerja maupun untuk diambil
dagingnya. Kerbau juga mempunyai manfaat yang besar dalam sosial
budaya dan dapat dijadikan ukuran martabat seseorang dalam masyarakat
serta dapat pula sebagai hewan kurban pada acara-acara ritual (Murtidjo,
1992).
Banyak laporan yang telah mengemukakan hasil penelitian mengenai
kemampuan produksi ternak kerbau. Kerbau mempunyai beberapa
keunggulan untuk ditingkatkan perannya terutama berkaitan dengan potensi
genetik dan aspek lingkungannya. Kerbau mempunyai daya adaptasi yang
sangat tinggi, terlihat dari penyebarannya yang luas, mulai dari daerah iklim
kering, lahan rawa, daerah pegunungan, dan daerah dataran rendah. Kerbau
juga memiliki kemampuan memanfaatkan pakan berkualitas rendah seperti
rumput kering dengan kadar nutrisi rendah dan serat kasar tinggi Diwyanto
dan Handiwirawan (2006). melaporkan ternak kerbau memiliki keunggulan

4
tersendiri dibandingkan sapi, yakni mampu hidup pada kawasan yang relatif
‘sulit’ terutama bila pakan yang tersedia berkualitas rendah. Pada kondisi
kualitas pakan yang tersedia relatif jelek, setidaknya pertumbuhan kerbau
dapat menyamai atau bahkan lebih baik daripada sapi, dan masih dapat
berkembangbiak dengan baik. Selain itu kerbau memiliki kapasitas yang
cukup tinggi untuk mengatasi tekanan dan perubahan lingkungan yang
ekstrim. Sebagai contoh, kerbau mampu bertahan hidup dengan baik meski
terjadi perubahan temperature (heat load) dan perubahan vegetasi padang
rumput. Dengan keunggulan-keunggulan tersebut, kerbau adalah salah satu
ternak yang potensial untuk dikembangkan, pengembangan usaha
peternakan kerbau dan wilayah agribisnis kerbau sangat luas, hampir
meliputi seluruh agroekosistem dan sosio-budaya yang ada (Hasanatun,
2009).

2.3 Potensi dan Keunggulan Kerbau di NTB


Muthalid (2005), menyatakan bahwa sebagian besar masyarakat Nusa
Tenggara Barat adalah masyarakat agraris, dimana subsektor peternakan
dengan berbagai komoditas yang dihasilkan telah ikut mendorong kegiatan
prekonomian masyarakat. Berdasarkan beberapa sifat produktivitas, ternak
kerbau mempunyai potensi yang cukup baik untuk terus dikembangkan agar
kebutuhan konsumen akan daging dapat terpenuhi (Rohaeni, 2007).
Muthalib (2005), menyatakan bahwa jumlah peternak di NTB mencapai
409.611 kk dengan jumlah ternak sekitar 513.500 animal Unit/AU (terbesar
terdiri dari ternak sapi dan kerbau yaitu 464.689 AU), di mana sekitar 55,5%
populasi ternak sapi potong diusahakan secara intensif oleh masyarakat di
pulau Lombok, sedangkan sekitar 82,0% populasi ternak kerbau
dikembangkan masyarakat di pulau Sumbawa. Nusa Tenggara Barat telah
lama dikenal sebagai salah satu daerah produsen dan pemasok utama ternak
sapi dan kerbau (potong dan bibit) untuk kebutuhan berbagai daerah di
Indonesia. Ternak kerbau merupakan salah satu komoditas ternak yang cukup
baik dan perkembangannya di NTB,namun harus juga diakui bahwa perhatian
pemerintah (pusat/daerah) selama ini terhadap pengembangan ternak kerbau
masi sangat minim.

5
2.4 Jenis Ternak Kerbau di NTB
Kerbau yang ada sekarang dibagi atas dua tipe yaitu Kerbau Lumpur
(Swamp Buffalo) dan Kerbau sungai (River Buffalo). Kerbau lumpur pada
umumnya digunakan sebagai penghasil daging dan tenaga kerja seperti
Kerbau Belang. Kerbau sebagai penghasil susu seperti, Kerbau Murrah,
Kerbau Surti, Kerbau Nili, dan Kerbau Ravi. Sedangkan kerbau lumpur yang
banyak terdapat di daerah tropis seperti Kerbau Belang dari Toraja
(Anonimous, 1998).
Melihat karakteristiknya sampai sekarang, kerbau masih tergolong hewan
primitif yang memiliki leher relatif panjang, sanggup hidup dengan makanan
sederhana, cenderung hidup dan berkembang biak dengan baik di daerah yang
cukup air dan memiliki warna abu-abu. Ciri-ciri khas kerbau yang mencolok
adalah pertumbuhan tanduk sangat cepat, telinga besar, sungut panjang,
rambut/bulu jarang, kaki pendek dengan teracak besar, serta jari-jari belakang
tumbuh subur (Murtidjo, 1989).
Menurut Hardjosubroto dan Astuti (1992), dibanding dengan sapi, kerbau
mempunyai tulang-tulang yang lebih besar dengan kaki dan kuku yang lebih
kuat tidak berpincut dan tidak bergelambir. Pada waktu kecil mempunyai
bulu yang tebal, kaku dan panjang, tanduk pipih, lebar dan melengkung ke
belakang membentuk setengah lingkaran. Pada jenis kerbau tertentu seperti
kerbau Murrah mempunyai tanduk yang sangat melengkung. Ternak kerbau
yang dikembangkan di Indonesia dibedakan atas tiga jenis yaitu kerbau
Lumpur, kerbau murrah dan kerbau lokal (Rukmana, 2003).

2.5 Sistem Pemeliharaan Ternak Kerbau di Sumbawa


Sistem pemeliharaan ternak kerbau di bagi menjadi dua sistem, yaitu:
a. Padang penggembalaan umum (LAR)
Pemeliharaan ternak kerbau di Nusa Tengara Barat contohnya di
Kabupaten Sumbawa banyak di serahkan kepada alam tanpa campur
tangan peternak secara langsung. Menejemen seperti ini tidak dapat lagi
diterapkan karena padang pengembalaan yang semakin sempit dengan di
bukanya lahan pertanian dengan pengairan tekhnis. Poerwoto dan Dania
(2006), menyatakan bahwa dengan menyempitnya padang pengembalaan

6
yang tersedia menyebabkan terbatasnya pakan, sehingga produktivitas
ternak akan semakin menurun.
Pada ternak kerbau di Sumbawa sistem tata laksana pemeliharaan
pada umumnya dilakukan secara ekstensif tradisional, yaitu di lepaskan
begitu saja di padang pengembalaan (Lar sebutan penduduk setempat)
ataupun lahan setelah panen dan atau ada pula dilepas namun pada sore
harinya dikandangkan (Muthalid, 2005).
LAR dalam bahasa Sumbawa berrarti suatu tempat atau lokasi
melepas ternak yang berada diluar batas lahan pertanian milik
masyarakat pada suatu wilayah tertentu. Kebiasaan masyarakat Sumbawa
khususnya dalam memelihara ternaknya yang jumlah kepemilikannya
pada tahun 80 sampai 90-an, rata-rata peternak mempunyai ternak lebih
kurang 100 ekor, sedangkan pada tahun 90 sampai saat ini berkurang
menjadi 30 ekor, sehingga sangatlah wajar jika pola pemeliharaan ternak
dilakukan dengan cara dilepas di area Lar (Dinas Peternakan dan
Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa, 2014).
Pemeliharaan ternak dengan sistem LAR merupakan tradisi
masyarakat Kabupaten Sumbawa. Selain sudah menjadi tradisi turun
temurun, juga merupakan kearifan lokal yang tidak terdapat di daerah
lain. Dengan pola ini juga memberikan ruang gerak kepada peternak
untuk mengerjakan usaha tani lainnya. Sehingga bagi para peternak kecil
memelihara ternak di LAR adalah pilihan terbaik dan efisien. Luas LAR
di Kabupaten Sumbawa lebih kurang 26.776 Ha yang tersebar di 56
lokasi (Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan Kabupaten Sumbawa,
2016).
b. Kandang
Menempatkan kerbau di tempat terbuka seperti hamparan rumput
yang luas ternyata juga tidak selamanya baik, karena ini akan
mengakibatkan kerbau cepat stres karena terpaan sinar matahari pagi
hingga siang hari. Apalagi panas matahari siang bukanlah sahabat yang
baik untuk kulit kerbau. Oleh karena itu, kita harus menempatkan dalam
kandang agar kerbau bisa bernaung dari panas matahari dan terhindar

7
dari kehujanan. Memang panas matahari diperlukan untuk kulit kerbau,
tapi jangan sampai membuat kerbau justru jatuh sakit dan mengalami
stres. Kandang yang lebar dan luas pun sangatlah dibutuhkan. Tidak lupa
kebersihan menjadi andalan untuk mendapatkan kerbau yang sehat dan
dapat menghasilkan daging serta susu yang optimal.

2.6 Pakan Kerbau Sumbawa Karapan


Hijauan merupakan pakan utama ternak kerbau di peternakan rakyat.
Kebutuhan hijauan pakan akan meningkat seiring tuntutan peningkatan
populasi kerbau. Kerbau dipelihara secara semi intensif di padang
penggembalaan alam, pekarangan dan terintegrasi dengan lahan pertanian.
Ketersediaan hijauan untuk kerbau rendah pada musim kemarau.
Ketersediaan pakan hijauan yang berkualitas dan berkelanjutan merupakan
salah satu kunci keberhasilan usaha peternakan ruminansia.
Secara periodik berdasarkan kelompok-kelompok ternak, kerbau digeser
pada tempat-tempat yang ditumbuhi hijauan sebagai pakan utamanya.
Managemen pemeliharaan padang penggembalaan alam oleh peternak skala
rakyat, umumnya relatif sederhana dan cenderung tanpa managemen khusus.
Sepenuhnya hijauan pakan yang dimanfaatkan adalah pakan hijauan yang
tumbuh alami dan belum dilakukan managemen khusus seperti : perawatan,
pemupukan maupun introduksi HMT unggul teradaptasi lingkungan domestik
yang cenderung basah. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa di Indonesia dan
daerah tropis lainnya belum diperoleh keterangan secara pasti tentang adanya
suatu hijauan yang menonjol kualitasnya. Hal ini bisa disebabkan masih
kurangnya eksplorasi dan identifikasi sumberdaya genetik (plasma nutfah)
hijauan . Padahal untuk mengembangkan peternakan yang mempunyai daya
saing diperlukan pemanfaatan sumberdaya lokal yang mempunyai nilai lebih.
Salah satunya adalah pemanfaatan hijauan yang mempunyai kualitas nutrisi
yang baik dan telah beradaptasi dengan kondisi iklim setempat.

8
2.7 Pakan Serta Perlakuan Khusus Sapi Karapan Madura
Sapi harus dipilih dari bibit yang unggul. Merawatnya harus ulet, telaten,
sabar, dan ahli. Oleh karena itu, pemilik sapi harus mengupah perawat yang
ahli dan telah paham benar dengan karakter sapi. Diantara perawatannya
adalah, setiap hari sapi dimandikan, dijemur di bawah terik matahari pagi,
dipijat, diberi makan dan jamu-jamuan. Makanan utamanya adalah rumput
dan daun jagung muda yang selalu harus dalam keadaan segar.

Tentang ramuan jamu untuk calon sapi kerrap, Sulaiman Sadik 12


mencerita kan, untuk empe (anak sapi) agar cepat besar ramuannya meliputi
daun sirih temu urat 20 lembar, buah asam dan gula merah. Setelah empe
berumur 3 bulan diberi ramuan jamu yang terbuat dari air kopi, daun kedelai,
nasi yang sudah basi , gaddung, bawang merah, tepung terigu, dan gula
merah. Jamu ini dimaksudkan agar sapi bisa lahap makan. Kemudian, agar
sapi bisa berlari kencang, ramuan jamunya adalah anggur, arak/ bir, 20 butir
telur, jahe, cuka, madu, air perasan lombok, cabe jamu, buah asam, gula
merah, kunyit, garam, daging ayam yang sudah direbus. Jamu tersebut
diberikan setiap minggu, kian dekat acara kerapan pemberian jamu semakin
sering dan semakin meningkat. Misalnya, jika hari -hari biasa sapê kerrap
membutuhkan 10 -20 butir telur, menjelang lomba bisa menghabiskan 80 -
100 butir telur perharinya. Alhasil, biaya pemeliharaan sapi kerapan sangat
tinggi, sehingga tidak semua orang bisa melakukannya (kosim,2007).

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Pengambilan Sampel


Adapun responden penelitian ini terdiri 100 orang pelaku Karapan kerbau
di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat. Penelitian ini

9
dilaksanakan menggunakan kuesioner untuk mewawancarai sejumlah pelaku
karapan kerbau di Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat.
3.2 Variabel yang diperlukan
3.2.1 Variabel utama
Adapun variabel utama yang diamati dalam penelitian ini yaitu jenis dan
jumlah pakan serta perlakuan khusus (hijauan,konsentrat, dan jamu-
jamuan/suplemen).
3.2.2 Variabel Penunjang
Adapun variabel penunjang yang diamati dalam penelitian ini meliputi
identitas responden, strategi pemeliharaan kerbau karapan, penanganan
kesehatan kerbau karapan dan lain-lain.

3.3 Sumber dan cara pengumpulan data


Metode yang digunakan dalam pengambilan data penelitian adalah Metode
Survei. Penelitian ini dilaksanakan menggunakan kuesioner untuk
mewawancarai sejumlah pelaku karapan kerbau di Kabupaten Sumbawa dan
Kabupaten Sumbawa Barat.

3.3 Analisis Data


Data yang diperoleh dari hasil wawancara di lapangan dicatat, diolah,
ditabulasi dan dicari rataannya , kemudian dianalisis secara deskriptif.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Kabupaten Sumbawa sebagai salah satu daerah dari sepuluh


Kabupaten/Kota yang berada di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Barat
terletak di ujung barat Pulau Sumbawa, pada posisi 116°42’ sampai dengan
118°22’ Bujur Timur dan 8°8’ sampai dengan 9°7’ Lintang Selatan serta
memiliki luas wilayah 6.643,98 km 2 dan Kabupaten Sumbawa Barat

10
merupakan kabupaten hasil pemekaran dari kabupaten Sumbawa pada tanggal
18 Desember 2003 berdasarkan Undang-undang Nomor 30 Tahun 2003
tentang Pembentukan Kabupaten Sumbawa Barat di Provinsi Nusa Tenggara
Barat. Secara geografis, Kabupaten ini terletak diantara 116°42’ BT - 117°05’
BT dan 08°08’ LS - 09°07’ LS. Kabupaten Sumbawa Barat memiliki luas
sebesar 1.849,02 km 2. Bila dilihat dari segi topografinya, permukaan tanah di
wilayah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat tidak rata atau cenderung
berbukit-bukit dengan ketinggian berkisar antara 0 hingga 1.730 meter diatas
permukaan air laut.

Daerah Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat merupakan daerah yang


beriklim tropis yang dipengaruhi oleh dua musim yaitu musim hujan dan
musim kemarau. Musim kemarau di wilayah Sumbawa dan Sumbawa Barat
berlangsung pada bulan April – Oktober dengan bulan terkering adalah
Agustus. Sementara itu, musim penghujan biasanya terjadi pada bulan
November – Maret dengan bulan terbasah adalah Januari yang curah hujan
bulanannya lebih dari 250 mm per bulan.Penelitian ini dilakukan pada bulan
Juni – Juli dimana keadaan pulau sumbawa pada saat itu sudah sangat kering,
menurut data BMKG suhu udara rata- rata mencapai 27,7 °C dan curah hujan
38,8 mm, yang mengakibatkan jumlah dan jenis hijauan makanan ternak
banyak yang mati,sehingga jenis dan jumlah sampel rumput yang di dapat
sedikit.

4.2 Hasil Penelitian


Tabel 1.Identitas Responden

No Uraian Jumlah Persentase (%)


1 Umur Responden ( Tahun)
15-19 12 12
20-24 8 8
25-29 7 7
30-34 8 8
35-39 11 11
40-44 17 17
45- 49 15 15

11
50-54 12 12
55-59 2 2
60-64 7 7
70-74 1 1
2 Jenis kelamin
L 91 91
P 9 9
3 Pendidikan
Tidak Sekolah (TS) 1 1
SD 20 20
SLP 18 18
SLA 45 45
PT 16 16
4 Mata Pencarian
Petani/tani 57 57
Buruh Tani 0 0
Pegawai Negeri 8 8
Pegawai Swasta 2 2
Pedagang/Wirausaha 21 21
Pelajar 12 12

Sumber : Data Primer Di Olah (2021)

Pelaku karapan kerbau di Kabupaten Sumbawa dan Sumbawa Barat di


dominasi oleh generasi X yaitu sebanyak 44% dengan jumlah responden 44
orang. Akan tetapi kaum milenial atau generasi Y sudah mulai tertarik dengan
karapan kerbau yaitu sebanyak 34% responden dan generasi Z sebanyak 20%
responden, suatu keberuntungan bagi pelaku karapan kerbau karena sebagian
besar dari mereka adalah kaum milenial yang tumbuh dan berkembang
bersamaan dengan kemajuan teknologi sehingga besar kemungkinan bahwa
kedepannya karapan kerbau bisa lebih maju lagi. Hal ini didukung dengan
tingkat pendidikan mereka yang lebih bagus dari tetuanya yaitu sebanyak 45%
lulusan SMA dan 16% lulusan sarjana (S1). Pada saat ini karapan kerbau
banyak digemari oleh kaum laki-laki yaitu sebanyak 91% responden, hal ini
wajar terjadi karena karapan kerbau merupakan olahraga yang keras, akan
tetapi saat ini sudah mulai digemari oleh kaum wanita yaitu sebanyak 9%

12
responden, namun belum banyak. Sehingga dapat dikatakan dalam olahraga ini
sudah mulai ada kesetaraan gender, dimana wanita sudah mulai axis di bidang
peternakan. Sedangkan mata pencaharian dari pelaku karapan kerbau tidak
hanya bertani dan berternak saja tetapi ada juga yang berwira usaha yaitu
sebanyak 21% responden dan PNS sebanyak 12% responden. Hal ini
menggambarkan bahwa tingkat ekonomi masyarakat sudah mulai meningkat.

Tabel 2. Pengalaman Beternak Kerbau Sumbawa Karapan


No
Uraian Jumlah Persentase(%)

1. Lama beternak
<5 2 2
5-10 41 41
>10 57 57
2 Tujuan beternak
Sumber Pendapatan 40 40
Tabungan hidup 16 16
Tradisi budaya 44 44
Ta
be
Sumber : Data Primer Di Olah (2021)
l
3.
Uraian Jumlah Persentase (%)
Je
ni
s
Pa
ka
n
K
er
ba
u
K
ar
ap
an
Su
13
m
ba
wa
No
1. Pakan Utama (kg)
Dactyloctenium Aegyptium (L)
Richt 11 24,40

eleusine indica gaertn


6 13,30
Echinochloa Colona
6 13,30
Dichanthelium klandestinum
5 11,10
Leersia Oryzoides
4 8,90
Megathirsus maximus
4 8,90

Arthraxon Hispidus
4 8,90

Cynodon Dactylon
4 8,90

Jerami padi 1 2,20

2. Pakan tambahan
Dedak padi 1 3

3. Pakan Khusus
Telur 23 95,8
Madu 10 41,7
Jahe 3 12,5
Gula Merah 18 75,0
Asam Sumbawa 12 50,0
Air Putih 24 100,0
Kratingdaeng 1 4,1
Kopi 3 12,5

Sumber : Data Primer Di Olah (2021)

Kerbau-kerbau yang dikarapan pada saat ini diternakkan khusus untuk karapan
kerbau, jadi perawatannya beda dari kerbau pada umumnya. Karapan kerbau
sekarang bersifat bersaing dan kerbau karapan dilatih dengan tujuan menjadi
pemenang. Masing-masing pemilik kerbau karapan mempunyai cara tersendiri

14
untuk meningkatkan performa kerbaunya. Pemilik kerbau di Sumbawa dan
Sumbawa Barat melakukan perawatan dan pemberian makanan yang pada
umumnya sama yaitu ada beberapa jenis rumput seperti rumput tapak jalak
(Dactylotenium Aegyptium (L) Richt) dengan jumlah pemberian 24,40%, rumput
belulang (Eleusine indica gaertn) dengan jumlah pemberian 13,30%, rumput
deccan (Echinocholoa Colona) dengan jumlah pemberian 13,30%, rumput
deertongue (Dichanthelium klandestinum) dengan jumlah pemberian 11,10%,
rumput abadi (Leersia Oryzoides ) dengan jumlah pemberian 8,90%, rumput
benggala (Meganthirsus Maximus) dengan jumlah pemberian 8,90%, rumput
karpet kecil (Arthraxon hispidus) dengan jumlah pemberian 8,90%, rumput
bermuda (Cynodon Dactylon) dengan jumlah pemberian 8,90% dan jerami padi
(rice straw) yang diberikan sebanyak 2,20%. Pakan diberikan 1-2 karung /hari
dengan berat 1 karung 45 kg. Selain pemberian rumput ada sebanyak 3% peternak
yang memberikan pakan tambahan berupa dedak halus (rise bran) dengan jumlah
pemberian 1kg.

Selain pakan utama dan pakan tambahan ada juga sebanyak 24% responden yang
memberikan pakan khusus berupa jamu yang diberikan pada sore hari sebelum
bertanding, menggunakan pipa plastik atau yang terbuat dari bambu. Campuran
jamu ini terdiri dari macam-macam bahan. Masing-masing pemilik kerbau
mempunyai resep jamunya sendiri yang rahasia, tetapi ada beberapa bahan umum
yang biasanya dipakai. Bahan-bahan ini termasuk telur ayam kampung, jahe, gula
merah, asam Sumbawa, minuman bertenaga seperti kratingdaeng, dan kopi hitam
kemudian semua bahan tersebut dicampurkan dengan air secukupnya. Dari semua
bahan yang digunakan persentase penggunaan telur ayam kampung adalah yang
paling tinggi yaitu sebanyak 95,8%, peternak banyak yang memberikan telur
ayam kampung untuk ternaknya dikarenakan telur ayam kampung mengandung
zat makanan yang makanan yang dibutuhkan oleh tubuh seperti protein dengan
asam amino yang lengkap, lemak vitamin, mineral serta memiliki daya cerna yang
tinggi (Sulistiati, 2003). Sedangkan persentase penggunaan gula merah mencapai
75,0%, Menurut Karnosuharjo (1981), gula merah mengandung 66.187% sukrosa
yang merupakan bagian dari karbohidrat yang fungsi utamanya sebagai penghasil
energi. Tujuan pemberian gula merah adalah untuk menambah sumber

15
nutrisi/sumber energi untuk kerbau karapan melalui air minum agar mudah
diserap dan stamina kerbau karapan dapat meningkat. Selanjutnya adalah buah
asam Sumbawa yang memiliki banyak kandungan zat aktif yang berkhasiat untuk
meyembuhkan berbagai macam penyakit dan juga dapat menghambat
pertumbuhan bakteri (Faradiba et al., 2016), dengan persentase penggunaan
50,0%, selanjutnya adalah penggunaan madu yang bermanfaat untuk
menghasilkan energi,meningkatkan daya tahan tubuh dan stamina. Madu
mendukung pembentukan darah serta membersihkan darah. Selain itu, juga ada
efek positif dalam mengatur dan membantu peredaran darah tetap lancar
(Shaikh,2015). Bahan selanjutnya yang digunakan adalah biji kopi yang memiliki
kandungan nutrisi yaitu kandungan energi 352 kkl, protein 17,4 gr, lemak 1,3 gr,
karbohidrat 69 gr, kalsium 296 mg, fosfor 368 mg dan zat besi 4 mg yang
berfungsi sebagai sumber nutri/gizi pada hewan ternak dengan persentase
penggunaan 12,5%,sedangkan penggunaan jahe bertujuan untuk meningkatkan
daya tahan tubuh ternak terhadap penyakit, kerena jahe memiliki antioksidan yang
sama dengan vitamin C (Ahmed et al.,2000), dan air digunakan untuk melarutkan
semua bahan tersebut sehingga menjadi satu larutan yang homogen.

Tabel 4. Manajemen pemeliharaan dan kesehatam kerbau sumbawa


karapan

No Uraian Jumlah Persentase (%)

1 Sistem pemeliharaan

Ekstensif 3 3

Intensif 90 90

16
Semi intensif 7 7

2 Kepemilikan kandang

Sendiri 78 78

Komunal 15 15

Padang pengembalaan 7 7

3 Pemberian Tanda

Ya 14 14

Tidak 86 86

4 Pemberian obat/vitamin

Pernah 96 96

Tidak 4 4
Penyakit yang sering menyerang
5
kerbau karapan
SE (ngorok) 1 1

Mencret 10 10

Kurang nafsuh makan 74 74

Kembung 15 15

6 Metode Pengobatan

Tangani sendiri 55 52
Memanggil Teman yang
1 1
Berpengalaman
Memanggil Menteri/dokter
47 47
hewan

Sumber : Data Primer Di Olah (2021)

Selain pakan sistem Sistem pemeliharaan kerbau karapan sangat penting


untuk diperhatikan, kerena pemeliharaannya berbeda dari kerbau pada

17
umumnya. Kerbau karapan dipelihara secara intensif di dalam kandang yang
dibangun khusus untuknya, dan secara terus-menurus dibersihkan oleh
perawatnya, karena kerbau kebanyakan waktunya dihabiskan didalam
kandangnya, jadi kandang harus tetap bersih guna menjamin kesehatan ternak
supaya tidak mudah terserang penyakit. Selain itu ada juga peternak yang
memelihara kerbaunya secara ekstensif dan semi intensif namun tidak banyak.
Kebanyakan peternak memelihara kerbaunya secara intensif karena merupakan
aset penting yang harus diperhatikan semua aspek kesehatannya.Walaupun
demikian ternak kerbau juga sering mengalami kurangnya nafsuh makan, hal
ini dapat disebabkan oleh beberapa faktor salah satunya adalah cuaca ekstream
yang sering melanda pulau Sumbawa yang menyebabkan ternak kebanyakan
minum daripada makan, hal ini dapat menyebabkan ternak mudah terserang
penyakit seperti mencret dan kembung yang dapat mengakibatkan daya tahan
tubuh melemah sehingga mudah terjangkit penyakit menular seperti SE
(ngorok) yang disebabkan oleh bakteri (Pastuerella Multocida).Dari hasil
penelitian penanganan yang dilakukan oleh peternak adalah dengan cara
menghubungi dokter hewan, namun sebagian besar peternak memilih
menangani sendiri ternaknya apabila terserang penyakit. Hal ini dilakukan
berdasarkan pelaman beternak yang sudah lama dijalani sehingga peternak
menjadi trampil dalam menyelesaikan masalah ternaknya.

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

18
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan dapat disimpulkan bahwa jenis
dan jumlah pakan serta perlakuan khusus yang diberikan pada kerbau
sumbawa karapan meliputi 8 jenis rerumputan yaitu rumput tapak jalak
(Dactylotenium Aegyptium (L) Richt) dengan jumlah pemberian 24,40%,
rumput belulang (Eleusine indica gaertn) dengan jumlah pemberian 13,30%,
rumput deccan (Echinocholoa Colona) dengan jumlah pemberian 13,30%,
rumput deertongue (Dichanthelium klandestinum) dengan jumlah pemberian
11,10%, rumput abadi (Leersia Oryzoides ) dengan jumlah pemberian 8,90%,
rumput benggala (Meganthirsus Maximus) dengan jumlah pemberian 8,90%,
rumput karpet kecil (Arthraxon hispidus) dengan jumlah pemberian 8,90%,
rumput bermuda (Cynodon Dactylon) dengan jumlah pemberian 8,90% dan
jerami padi (rice straw) yang diberikan sebanyak 2,20%, yang diberikan 1-2
karung /hari dengan berat 1 karung 45 kg. Selain pemberian rumput ada
sebanyak 3% peternak yang memberikan pakan tambahan berupa dedak halus
(rise bran) dengan jumlah pemberian 1kg dan Sebanyak 24% responden
memberikan pakan khusus berupa jamu dengan bahan baku utama berupa
telur ayam kampung, kopi hitam, madu, jahe, gula merah, asam sumbawa dan
minuman bertenaga (keratingdaeng).

5.2. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, penulis merekomendasikan

agar dilakukan perbaikan manajemen pemberian pakan agar sesuai dengan

kebutuhan ternak. Selain dianggap lebih efisien secara ekonomi , hal ini juga

dapat menghindari terjadinya kelebihan bobot badan ternak, sehingga akan

berpengaruh terhadap kemempuan dalam melakukan perlombaan.

19

Anda mungkin juga menyukai