TINJAU PUSTAKA
tropis, karena menghasilkan susu dan daging. Kerbau terdapat di daerah tropis dan
sub tropis antara garis 30o Lintang Utara dan garis 30o Lintang Selatan yaitu Asia,
Yugoslavia, dan Albania), Amerika Latin (Trinidad, Brazilia, Peru, Equador), dan
Sungai Indus dan di Cina kira-kira 1000 tahun kemudian kerbau telah dijinakkan
termasuk anggota sub-famili Bovinae di dalam genus Bubalus yang dibagi dalam
Kerbau asia terdiri atas dua sub spesies yaitu kerbau liar dan kerbau
domestik. Kerbau domestik terdiri atas dua tipe yaitu kerbau rawa (swamp
6
Klasifikasi ternak kerbau (storer et al,1917) sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Kelas : Mamalia
Sub-Kelas : Ungulata
Ordo : Artiodactyla
Sub-ordo : Ruminansia
Famili : Bovidae
Genus : Bubalus
kerbau liar (Bubalus ami) yang terdapat di bagian timur laut India dan Cina
selatan. Kerbau yang terdapat sekarang dapat dibagi menjadi dua tipe, yaitu
Secara genetik, kerbau sungai mempunyai jumlah kromosom 50, sedangkan sapi
jumlah kromosomnya 60. Kerbau sungai terdapat juga di Mesir dan Eropa. Warna
7
kulit umumnya hitam atau keabu kehitam-hitaman, tanduk sedikit melingkar atau
tergantung lurus. Kerbau Mediterrania (Yunani dan Italia) termasuk tipe sungai
berbentuk gemuk pendek dan dapat berproduksi susu tinggi. Kerbau tipe sungai
disebut pula tipe perah, karena berproduksi susu yang tinggi dibandingkan dengan
tipe rawa.
Ada dua bangsa kerbau yang diternakkan di dunia yaitu kerbau lumpur
(swamp buffalo) dan kerbau sungai (river buffalo). Kerbau lumpur memiliki 48
keduanya menurunkan keturunan yang fertil baik pada ternak jantan maupun
betina, hanya diduga bahwa daya reproduksi crossbred tersebut lebih rendah dari
Kerbau dikenal dua tipe yakni kerbau lumpur sebagai penghasil daging
dan kerbau sungai sebagai penghasil susu, namun menurut Dhana (2006)
Di Indonesia sebagian besar kerbau yang dipelihara adalah kerbau lumpur (95%),
dkk, 1997), sedangkan sekitar 5% adalah kerbau sungai seperti kerbau murrah di
kerbau binangan di Tapanuli Selatan dan kerbau moa di Maluku, disamping itu
Thailand dan Malaysia. Di Malaysia Barat, kerbau ini mempunyai habitat atau
8
daerah hidup asli di daerah berlumpur atau berawa-rawa. Kerbau ini disebut
kerbau lumpur untuk membedakan dengan kerbau sungai (kerbau murrah) yang
Pada saat ini kerbau lumpur terdapat diseluruh wilayah Indonesia, dengan
distribusi populasi masing-masing dari yang terbanyak dapat dilihat pada tabel 1
dibawah ini :
bahwa prestasi reproduksi sangat penting dan perlu diperhatikan dalam upaya
meningkatkan populasi ternak dan secara langsung akan dipengaruhi oleh faktor
makluk jantan atau betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi yang
9
hewan nya antaranya, yaitu : bobot badan, umur, genetik dan ras. Beberapa faktor
yang sangat berpengaruh ialah faktor lingkungan yaitu suhu musim dan iklim.
genetik dapat terjadi lebih cepat karena interval generasi berkurang, bila dilakukan
seleksi dengan baik dan program seleksi yang efektif (Tomaszewska et al.,1991).
Angka kelahiran adalah jumlah anak yang lahir selama 1 tahun di bagi
dengan jumlah induk dewasa dalam 1 tahun yang sama, dinyatakan dalam persen
(Newman dan Snapp, 1969., Martojo et al., 1978). Metode untuk mengukur angka
kelahiran banyak macamnya tetapi yang sering digunakan menurut Newman dan
kawinkan.
2. Jumlah anak yang siap dipasarkan atau yang telah diberi cap dibandingkan
angka kelahiran sering bervariasi secara luas antar kelompok yang berbeda dan
dalam kelompok yang sama dalam tahun berbeda (Ensminger, 1969 dikutip
Mila., 1993).
10
pertama kali yaitu 2,5-3 tahun pada saat ternak mulai mencapai dewasa kelamin
dan dewasa tubuh dengan lama kebuntingan 310 hari (Sosroamidjojo, 1984). Hal
ini dipertegas oleh Bhanasari (1975) yang dikutip oleh Toelihere (1993)
menyatakan bahwa dengan tatalaksana dan makanan yang baik untuk kerbau
berahi hingga tidak dikawinkan atau perkawinan tidak tepat waktu, terlalu cepat
dikawinkan pada umur muda, terlalu cepat mengawinkan setelah melahirkan serta
Penyakit adalah penyebab kerugian yang paling banyak pada ternak dan
penyakit yang menyerang ternak terjadi akibat interaksi beberapa faktor seperti
merupakan pencerminan dari fertilitas ternak, selang beranak dapat diukur dengan
masa laktasi ditambah masa kering atau waktu kosong ditambah masa
11
kebuntingan. Selang beranak yang lebih pendek menyebabkan produksi susu
perhari menjadi lebih tinggi dan jumlah anak yang dilahirkan pada periode
produktif menjadi lebih banyak, selang beranak yang ideal pada kerbau perah
karena jumlah anak yang dihasilkan akan berkurang selama masa produktif.
lamanya masa kosong serta angka perkawinan per kebuntingan. Siklus reproduksi
Menurut Guzman ( 1980), serang kelahiran kerbau lumpur berkisar antara 1-3
tahun atau rata-rata 1,5 tahun. Carving interval ditentukan oleh lama kebuntingan
atau lama waktu kosong (days open), jarak waktu beranak (CI) yang ideal adalah
reproduksi dikatakan baik apabila seekor induk kerbau dapat menghasilkan satu
pedet dalam satu bulan (Anggorodi, R. 1979). Carving interval lebih banyak di
atur oleh faktor non genatik yaitu ada kesempatan menurunkannya dengan
12
efisiensi menajemen pemeliharaan dan pemberian pakan yang tepat ( fahimuddin
,1975 ).
kosong atau days open dimana induk harus mengalami perbaikan kondisi alat /
pahami sebagai suatu periode dimana seekor induk bisa di kawini. Lama kosong
Kasman,2006) .
Masa kosong (days open) yang di hitung mulai saat kerbau melahirkan
open yang baik adalah 80 sampai 85 hari setelah beranak (Affandi,2003). Days
open di pengaruhi oleh nutrisi selama kebuntingan dan setelah melahirkan atau
beranak, nutrisi yang jelak atau buruk dapat menyebabkan lambatnya berahi
Siklus Birahi dikenal juga dengan siklus estrus (heat) yang merupakan
suatu periode secara psikologis maupun fisiologis pada hewan betina yang
menjadi beberapa fase yang dapat dibedakan jelas yang disebut proestrus, estrus,
metestrus dan diestrus (Frandson, 1996). Berahi itu sendiri adalah saat dimana
dewasa kelamin kerbau betina mencapai umur 3 tahun. Di Jawa estrus pertama
13
terlihat pada kerbau lumpur pada umur antara 3 sampai 5 tahun. Kerbau betina
adalah ternak produktif selama hidupnya, yang dapat menghasilkan 20 ekor anak
lebih 3 minggu, di Indonesia siklus birahi pada kerbau lumpur berkisar antara 17
dan 29 hari,rata-rata 23,53 hari (Yendraliza, 2010) Birahi berlangsung lebih lama
pada kerbau dari pada sapi, mencapai 24 sampai 36 jam. Pada penelitian lain
dicatat lama birahi rata-rata 17,65 jam, dari hasil survey di Sumatera, Tanah
Toraja di Sulawesi Selatan dan Bali pada tahun 1975 terbukti bahwa tanda-tanda
birahi dan keinginan kelamin jelas terlihat di siang hari terutama pada waktu pagi
sebelum kerbau dikeluarkan dari kandang dan pada sore hari sesudah kembali di
kandang dari padang gembalaan. Tanda-tanda birahi yang terlihat adalah diam
dinaiki kawannya dan keluar lendir transparan dari vulva. Lendir transparan ini
jelas terlihat di sore hari pada waktu hewan istirahat dan berbaring untuk
memamah biak di mana perutnya bertumpu di tanah dan tertekan sehingga saluran
kelamin ikut tertekan dan terdesak untuk mengeluarkan lendir birahi. Keadaan
Umur beranak pertama atau age at first calving untuk ternak potong yang
sampai 24 bulan. Sehingga sudah dapat melahirkan anak pertama kali umur 27
14
proses pembentukan sel telur dan ovulasi, di samping itu juga merugikan
ekonomi.
Terlalu tua umur pertama kali kerbau di kawinkan, maka terlalu tua pula
kerbau bibit menjadi rendah, atau dengan kata lain efisiensi reproduksinya tidak
manajemen yang baik seekor kerbau dara dapat di kawinkan pada umur 10 sampai
15 bulan.
hitung dari mulai perkawinan pertama sampai terjadinya kelhiran normal. Tanda-
tanda umum terjadinya kebuntingan pada ternak adalah berahi berikutnya tidak
timbul lagi, ternak lebih tenang, tidak suka dekat dengan pejantan, dan nafsu
Lama bunting pada kerbau berkisar antara 320 – 340 hari, involusi uteri
terjadi selama 30 hari (Mathias, 1983). Umur kebuntingan pada kerbau sangat
– 13 bulan. Menurut Guzman (1980), kerbau rawa memiliki lama bunting berkisar
antara 320 - 340 hari. Mongkopunya (1980) menyatakan bahwa lama bunting
kerbau lumpur adalah 336 hari, dan menurut Toelihere (1981), rata-rata periode
kebuntingan adalah 310- 315 hari dan selanjutnya dikatakan bahwa perbedaan
lama kebuntingan bisa disebabkan oleh manajemen, pakan dan iklim lingkungan..
Sedangkan menurut Keman (2006) lama bunting pada kerbau bervariasi dari 300
15
– 334 hari (rata-rata 310 hari) atau secara kasar 10 bulan 10 hari. Menurut
16