bertemperatur sejuk sampai sedang dengan suhu minimum 220 C dan suhu
maksimum 300C dengan ketinggian tempat mulai dari 780 m sampai 1500 m di
Kayutanam, Nagari Guguk, Nagari Anduring dan Nagari Kepala Hilalang, yang
kab Padang Pariaman yang luas nya 134.87 km2 Nagari Anduring terdiri atas 7
Kampung atau Korong yaitu Korong Lubuk Napa, Korong Lubuk Aur, Korong
Kampung Tangah, Korong Balah Aie, Korong Sipisang Sipinang, Korong Rimbo
Kalam, dan Korong Asam Pulau. Batas-batas wilayah Nagari Anduring Kecamatn
Sebelah Utara berbatasan dengan Nagari Guguk dan Kab. Tanah Datar
11 Enam lingkung
Secara klimatologi, daerah Nagari Anduring beriklim tropis yang ditandai dengan
dua musim yaitu musim hujan dan musim kemarau. Tingkat curah hujan
mencapai 2.377 mm dengan 6 bulan hujan (Nagari Anduring dalam Angka, 2014).
lumpur (Bubalis bubalus). Populasi dan penyebaran ternak besar dalam wilayah
Ternak kerbau memegang peranan yang sangat penting bagi status sosial
apabila seseorang memiliki ternak kerbau maka dianggap sebagai orang yang
ternak kerbau merupakan hewan yang mempunyai nilai penting dalam kehidupan
dengan kebutuhan hewan itu dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan
hewan kurban pada upacara adat seperti acara batagak penghulu dan
menggiring kerbau (sekitar 1–4 ekor) berkeliling pada lahan persawahan secara
populasi kerbau yang diternakkan oleh satu keluarga inti di tempat tersebut. Hal
gunakan dalam pengolahan industri batu bata atau pembuatan batu bata, seperti di
Korong Rimbo Kalam yang mana di Korong ini merupakan penghasil batu bata
masyarakat membawa hasil hutan ke desa seperti membawa kayu yang sudah di
Kabupaten Padang Pariaman memiliki banyak fungsi di antaranya dapat kita lihat
Jumlah
No Uraian Persentase(%)
(n)
1 Tenaga kerja untuk mengolah sawah 29 38,20
2 Tenaga kerja untuk industry pembuatan batu bata 9 11,85
3 Menghasilkan pupuk 4 5,30
4 Tabungan jangka panjang. 34 44,65
Sumber : Data primer diolah
sebagai hewan yang digunakan tenaganya untuk mengolah sawah, hal ini telah
berlangsung sejak dulu kala. Hal ini dapat dilihat yang mana sebanyak 29
mengolah sawah. Sebelum ada traktor, kerbau memiliki fungsi amat besar dalam
produksi padi. Meskipun ada mekanisasi pertanian menggunakan traktor,
hewan ternak ruminansia lainnya yakni di bidang tenaga, dengan badan yang
besar kerbau mimiliki tenaga yang kuat hal inilah yang di manfaakan oleh
tenaga kerbau di gunakan dalam industry pembuatan batu bata dan memiliki
fungsi amat besar dalam produksi batu bata, yang mana sebanyak 9 peternak
batu bata. Walaupun sudah ada mesin atau teknologi, masyarakat enggan
Kotoran kerbau dapat digunakan sebagai pupuk untuk lahan pertanian dan
perkebunan sehingga dapat mengurai biaya dalam bertani dan berkebun, juga
menghasilkan nilai tambah pendapatan bagi masyarakat kalau kotoran nya di jual.
membutuhkan uangnya. Hal ini dapat di lihat ada sebanyak 34 peternak (44,65%)
Fungsi yang banyak tersebut merupakan salah satu faktor yang membuat
mudah di bandingkan dengan sapi. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Tabel
3 berikut.
1 Lubuk Aur 49 52 43
2 Lubuk Napa 47 46 51
3 Sipisang Sipinang 36 42 39
4 Balah Aie 61 56 44
5 Kampung Tangah 58 44 46
6 Rimbo Kalam 52 58 47
7 Asam Pulau 71 64 58
Berdasarkan tabel diatas yakni tabel 5 dapat di lihat bahwa korong Asam
Pulau memiliki populasi ternak kerbau yang banyak di bandingkan dengan korong
penurunan jumlah populasi ternak kerbau. Hal ini dapat dikaitan dengan
calving interval, service periode, lamanya umur beranak pertama dan tingginya
Hal ini juga dapat dikaitkan dengan manajemen pemeliharan yang tidak
baik dan benar, juga merupakan salah satu faktor yang dapat menyebabkan
Pariaman dapat kita kategorikan mulai dari : Umur peternak, Jenis kelamin
peternak dalam memelihara atau beternak kerbau lumpur dan tujuan responden
pengalaman beternak kerbau minimal 2 tahun untuk lebih jelasnya dapat kita lihat
pada Tabel 6.
Tabel 6. Karakteristik Peternak kerbau di Nagari Anduring Kecamatn 2 x
11 Kayutanam Kabupaten Padang Pariaman
1 Umur Peternak
a. < 34 7 9,22
b. 35 – 49 28 36,93
c. > 50 41 53,85
2 Jenis kelamin
a. Laki-laki 44 58
b. Perempuan 32 42
3 Pendidikan
a. Tidak Sekolah - -
b. SD 7 9,20
c. SMP 30 39,38
d. SMA 36 47,48
e. S1 3 3,94
4 Pengalaman Beternak
a. 1 – 15 39 51,33
b. 16 – 30 25 32,92
c. > 31 12 15,75
5 Jumlah Ternak yang dipelihara
a. 1 - 5 46 60,55
b. 5 – 10 30 39,45
6 Mata Pencaharian
a. Petani/Peternak 43 56,68
b. Wirausaha 23 30,27
c. PNS 4 5,205
d. Swasta 4 5,205
e. Buruh/Tukang 2 2,64
7 Tujuan Beternak Kerbau
a. Penghasilan Utama 7 9,25
b. Tambahan Pendapatan 17 22,38
c. Tabungan 47 61,95
d. Tenaga kerja 5 6,78
e. Hobi / kesenangan - -
Sumber : Data Primer diolah
peternak (responden) yang memelihara ternak kerbau bekisar antara umur 25-80
tahun, yang mana peternak berumur 25-34 tahun sebanyak 7 orang (9,22%),
sedangkan peternak yang berumur 35-49 tahun sebanyak 28 orang (36,93%), dan
peternak yang berumur 50 tahun keatas sebanyak 41 orang (53,85%) dari 76
peternak atau responden yang di pilih. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
penelitian Lita, M. (2009) yang melaporkan bahwa dari 70 orang peternak kerbau
orang (63,33%) sedang peternak usia dibawah 50 tahun hanya 22 orang (36,67%),
dilakukan oleh generasi tua atau kurang produktif lagi. Menurut Muthalib, H.A.
(2005) menyatakan bahwa faktor umur merupakan salah satu faktor yang
masukan inovasi teknologi yang dapat diberikan dan diterapkan oleh peternak.
kebanyak laki-laki itu dapat kita lihat pada tabel 6, yang mana peternak laki-laki
sebanyak 44 orang (58%) dan peternak perempuan sebanyak 32 orang (42%). Hal
Jenis kelamin adalah salah satu faktor yang mempunyai pengaruh terhadap
2 x 11 Kayutanama cukup beragam mulai dari tidak pernah sekolah, SD, SMP,
SMA dan ada yang menempuh pendidikan Sarjan (S1). Pada table 6 menunjukan
jumlah peternak yang tamat SD berkisar 7 orang (9,20%), tamat SMP sebanyak
30 orang (39,28%), tamat SMA sebanyak 36 orang (47,48%), dan tamatan S1 ada
pendidikan peternak maka akan semakin tinggi kualitas sumberdaya manusia dan
dalam menerima dan memahami cara-cara baru dalam satu usaha peternakan.
kerbau selama 1-15 tahun yaitu sebanyak 39 orang (51,33%), 16-30 tahun
pendidikan, karena peternak muda memiliki fisik yang lebih besar dan
pengalaman yang lebih tinggi di banding peternak dewasa serta didukang oleh
sangat berperan dalam hal memilih dan menentukan hal-hal apa saja yang perlu
suatu pedoman dan pen yesuaian terhadap suatu permasalahan yang terkadang
usaha ternak kerbau merupakan usaha sampingan dan tabungan dari peternak
peternak yang bekerja sebagai tukang atau buruh sebanyak 2 orang (2,64%).
tabel 4 dapat kita lihat yakni sebagai tabungan sebanyak 47 orang (61,95%),
orang (6,78%). Sebagian besar tujuan masyrakan beternak kerbau adalah untuk
tabungan Sesuai dengan pendapat Ancong, (2011). Hal ini menunjukan bahwa
tujuan pemeliharaan ternak kerbau sesuai dengan jumlah ternak yang dipelihara
dan mata pencaharian peternak yaitu hanya sebagai usaha sampingan bukan
dibutuhkan, tidak ada peternak yang memilih tujuan beternak sebagai usaha
pokok disebabkan oleh terkendala modal dan masih jarangnya peternak yang
berfokus pada usaha ternak kerbau. Hasil penelitian ini berbeda dengan hasil
Provinsi Kalimantan Timur yaitu tujuan sebagai tabungan yaitu sebesar 22,58%,
yang bertujuan sebagai ternak potong. Hal ini sesuai dengan tujuan beternak
kelahiran, maka bertambah jumlah tabungan keluarga untuk masa yang akan
datang.
pemeliharaan secara semi intensif di lakukan peternak dengan cara pada pagi hari
dalam kandang koloni. Sistem pemeliharan secara insentif ternak pada umumnya
penggemukan. Hasil penelitian ini sama dengan hasil penelitian Dania dkk (2013)
bahwa ternak kerbau yang dikandangkan secara semi intensif 41,4%, dan ternak
kandang, dan akan tetapi kandang yang digunakan dalam pemeliharaan ternak
kerbau rata-rata kandang semi permanen yang atapnya hanya terbuat dari terpal
dan ada juga yang tidak memiliki atap hanya memiliki dinding yang terbuat dari
kayu dan bambu, hal ini sesuai dengan pendapat Pawarti dan Herianti (2009)
rumah tanpa atap, biasanya di bawah pepohonan. Bila hujan kondisi tanahnya
mengingat kerbau merupakan hewan yang tidak tahan terhadap cekaman panas
lakukan di daerah yang mempuyai tempat pengembalaan yang cukup luas. Sesuai
ada tiga macam yaitu pengembalaan (pasture fattening), kereman (dry lot
luas.
telah diberokan. Dengan demikian pakan hijaun yang diberikan pada ternak
kerbau adalah rumput lapangan yang diperoleh sendiri oleh ternak saat merumput.
Serta pemberian pakan hijuan juga di lakukan pada sore hari saat ternak kerbau
lamtoro, daun pisang dan daun jagung kadang-kadang diberikan dan sistem
konsentrat buatan dari pabrik. Ada juga peternak yang memberikan campuran
bungkil kelapa, bungkil kedelai, ampas tahu, garam, urea, kulit kacang hijau, dan
yang bagus.
sungai dan rawa, sedangkan untuk ternak kerbau yang di kandangkan biasanya
peternak membuat tempat minum untuk ternak atau menyediakan ember yang
besar sebagai penampung air untuk air minum ternak kerbau. Pemberian air
minum untuk ternak yang di kandangkan biasanya pada pagi dan sore hari bahkan
ada tiga kali sehari tergantung ketersedian air di tempat penampungan atau ember
memberikan pakan yang cukup dan bermutu, peternak juga harus mengikuti
pelaksanaan program kesehatan secara baik, sebab hanya kerbau yang sehat dan
(Situmorang, 2005).
Pariaman biasanya adalah penyakit cacingan dan penyakit scabies. Tetapi pada
penyakit ternak dijumpai. Kerbau memiliki daya kekebalan dan daya tahan tubuh
yang baik, sehingga penyakit tidak mampu menyerang ternak kerbau. Umumnya
kesehatan ternak. Sesuai dengan pendapat Sugeng dan Bambang (2003), bahwa
untuk menjaga kesehatan ternak setiap peternak mempunyai cara yang berbeda.
pariaman telah melakukan suatu program sebagai wujud untuk membantu para
yang dilaksankan oleh tenaga medis atau petugas lapangan dari Dinas Peternakan
melapor kepada petugas untuk mengobati ternak yang sakit. Pengobatan ternak
masih banyak peternak yang memilih mengobati ternaknya sendiri, namun tidak
sedikit pula peternak yang menggunakan obat pabrik atau obat alami.
ternak-ternaknya hanya ada dua metode yaitu dengan kawin alam dengan bantuan
kawin alam dengan bantuan peternak dengan alasan tidak mau repot untuk
ternaknya dengan cara kawin alam mereka hanya mengawinkan 1 - 3 kali kali
dikawinkan lalu bunting bahkan ada juga yang sampai 3 kali, setelah
untuk terjadi nya kawin alam. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor
misalnya deteksi berahi yang kurang tepat. Adapun proporsi sistem perkawinan
14.50%
Kawin Alam
Kawin Ib
85.5%
kerbaunya secara kawin alam dengan campur tangan peternak dan hanya 14,50%
sebanyak 2 orang peternak, Korong Balah aie sebanyak 1 orang peternak dan
Korong Rimbo kalam sebanyak 2 orang peternak dan 2 korong lagi yaitu Sipisang
Sipinang dan Lubuk Aur umunya mengawinkan ternaknya dengan kawin alam. ini
yang mengatakan bahwa dengan manajemen reproduksi yang baik peternak dapat
teknologi-teknologi reproduksi.
sering di jumpai pada peternakan rakyat hingga saat ini adalah performans
reproduksi yang rendah. Hal ini di tandai dengan masih terjadi kawin berulang,
rendahnya angka kebuntingan dan panjangnya jarak beranak, yang mana hal ini
kelahiran pedet dan jumlah induk berkualitas miningkat yang akhirnya berdampak
pada meningkatnya pendapatan peternak atau petani dari ternak yang di milikinya
( Toelihere,1981).
di lihat dari jumlah populasi kerbau yang turun tiap tahunnya. Secara umum
kerbau tingkat kesuburan dan daya reproduksi kerbau masih tergolong tinggi di
bandingkan ternak lainnya. Proses biologi yang di maksud dalam melengkapi arti
dari siklus reproduksi meliputi proses reproduksi dalam tubuh makhluk hidup
jantan dan betina, sejak makhluk hidup tersebut lahir sampai dapat melahirkan
lagi. Reproduksi merupakan suatu proses biologik yang menyangkut semua aspek
populasi ternak dan secara langsung akan dipengaruhi oleh faktor genetik dan
makluk jantan atau betina dimana proses-proses reproduksi mulai terjadi yang
Pada Tabel 8. dapat dilihat performans reproduksi kerbau lumpur di tujuh kampung
atau Korong pengamatan di Nagari Anduring Kecamatan 2 x11
kayutanam kabupaten padang pariaman.
Menurut Ginting (1977) yang dikutip oleh Kosi (2002) menyatakan bahwa
ternak. Apabila ternak memiliki tingkat kematian yang tinggi maka perfomans
reproduksi ternak tersebut menjadi rendah atau tidak baik. Sebaliknya apabila
ternak dengan persentase atau tingkat kematian yang rendah maka perfomans
tahun 2015 sampai 2016 rata-rata 0.12±0.36 yakni sebanyak 9 ekor (11.85%) .
Persentase kematian anak kerbau di daerah penelitian ini masing tergolong tinggi.
Namun kematian anak kerbau di daerah penelitian ini masing lebih rendah apabila
kerbau ini disebabkan karena penyebaran ternak di setiap Korong atau kampung
berbeda dan sangat berhubungan erat dengan ketersediaan lahan sebagai area
padang penggembalaan dan iklim yang berbeda serta daya adaptasi anak ternak
Menurut Tafal yang dikutip oleh Fattah (1998) menyatakan bahwa angka
kematian yang ideal untuk ternak besar seperti kerbau dan sapi adalah ≤ 5%.
Tingginya persentase atau angka kematian anak kerbau di lokasi penelitian
terutama disebabkan oleh penyakit, karena sakit dan di biarkan oleh peternak
tanpa diobati dan percaya bahwa ternak itu akan sembuh sendiri. Menurut
karena kurangnya pengawasan dari peternak sehingga ternak yang baru lahir
dengan kondisi anak yang lemah saat dilahirkan serta kurangnya penanganan
adalah jenis penyakit cacingan, penyakit scabies dan penyakit Surra yang
menyebabkan kematian terutama pada anak kerbau. Fenomena ini sesuai dengan
merupakan penyakit yang paling umum menyerang ternak kerbau dengan gejala
ternak kerbau berputar, laju pulsus meningkat, diare, badan menjadi kurus dan
ternak kerbau sangat penting untuk diperhatikan dapat dilakukan dalam dua
(curative) dapat dilakukan dengan mengobati anak kerbau yang sakit sesuai
dan merupakan salah satu faktor pembatas yang cukup berpengaruh terhadap
oleh Kosi (2002) menyatakan bahwa penyakit yang menyerang ternak terjadi
akibat interaksi antara beberapa faktor seperti iklim dan kekurangan pakan
Faktor-faktor ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari para peternak di
daerah penelitian
Padang Pariaman selama tahun 2015 sampai 2016 adalah 0.41±0.52 yakni
kelahiran ternak kerbau yang sama dibandingkan dengan hasil penelitian Kosi
Kabupaten Padang Pariaman ini masih tergolong normal. Hal ini disebabkan
sebagai tenaga kerja di lahan pertanian serta sistem pemeliharaan ternak kerbau
optimal dalam artian tidak ada perhatian dan campur tangan peternak secara
khusus.
kerbau di masa yang akan datang dan dipengaruhi oleh ketersediaan betina
menunjukan bahwa terdapat betina dewasa yang cukup banyak dan ketersediaan
Dari Tabel 8 di atas juga dapat diketahui bahwa banyak induk produktif yang
dimiliki oleh responden belum melahirkan anak dalam dua tahun terakhir yaitu
2015 dan 2016. Induk yang beranak hanya 31 ekor dengan rata-rata 4,28 ekor.
Oleh karena itu, masih terdapat induk kerbau yang belum beranak sehingga
dibutuhkan suatu upaya dan perhatian yang serius agar induk yang dimiliki oleh
penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, maka diketahui bahwa
Siklus berahi berdasarkan informasi yang diketahui oleh peternak, bila ternak
betina mengeluarkan suara memanggil kerbau jantan tanda ini terjadi maka ada
betina kerbau lumpur yang akan kawin. Secara umum siklus berahi pada ternak
kerbau lumpur yang terjadi di lokasi penelitian tidak jauh berbeda dengan hasil
berahi 23 hari, sedang kerbau lumpur di Philipina siklus berahi selama 21 hari.
Secara keseluruhan bahwa siklus berahi ini sangat ditentukan oleh efektivitas
kerja hormon reproduksi (FSH, LH, Estrogen, Progresteron), dan peran dari
berahi
bahwa Kerbau betina memperlihatkan siklus birahi yang normal selama kurang
lebih 3 minggu, berahi berlangsung selama 17-24 jam dengan siklus 18-22 hari
dengan ovulasi pada kerbau terjadi 15- 18 jam setelah gejala berahi berakhir dan
waktu IB atau di kawinkan 6-12 jam setelah gejal estrus muncul. Hal ini
waktu siklus berahi yang berlangsung lama, yang mana ideal nya untuk waktu
siklus berahi pada ternak kerbau berlangsung selama 17 – 24 jam dengan siklus
gejala berahi telah terlihat maka waktu perkawinan yang tepat dapat dilakukan.
Pengamatan dapat dilakukan setiap hari pada waktu pagi dan sore hari dengan
melihat gejala berahi secara langsung. Menurut Jainuddeen dan Hafez (1980)
menyatakan tanda estrus pada kerbau kurang intense dibandingkan sapi, lebih-
lebih selama bulan-bulan musim panas ( silent heat ) sehingga lebih sukar di
deteksi dibandingkan sapi apalagi jika tidak ada kerbau jantan, ketersedian
menerima penjantan adalah tanda estrus yang paling dapat di percaya pada
kerbau. Bila pubertas telah tercapai dan berahi pertama telah selesai, maka hewan
Jika berahi pertama tidak menghasilkan kebuntingan maka berahi yang pertama
itu akan di susul oleh berahi yang kedua, yang ketiga dan seterusnya sampai
betina itu menjadi bunting. Satu siklus berahi adalah jarak antara berahi yang
satu sampai berahi selanjutnya, sedangkan berahi itu sendiri adalah saat dimana
kelahiran pertama lebih lambat dari ternak lainnya. Hal ini disebabkan oleh faktor
manajemen dan pakan yang masih rendah. Berdasarkan tabel 8 hasil penelitian
31±4.12 bulan. Hasil penelitian ini tidak berbeda jauh dengan hasil penelitian
Indonesia berkisar 2,9 – 3,7 tahun, sedangkan pada pemeliharaan intensif atau
terkontrol umur beranak pertama ternak kerbau adalah 24 – 36 bulan, dan lebih
cepat dengan rata-rata umur beranak pertama kerbau lumpur di Filipina yaitu 3,6
Tahun (Usri,1994). Hal ini menunjukkan umur beranak pertama pada kerbau
lumpur dapat dikatakan normal. Penelitian ini tidak berbeda jauh dengan
baik seekor kerbau dara dapat di kawinkan pada umur 10-15 bulan, kerbau yang
sampai 24 bulan sehingga sudah dapat melahirkan anak pertama kali umur 27
bulan dan selambat-lambatnya 33 bulan. Hal ini juga membuktikan bahwa umur
sehingga mengganggu proses pembentukan sel telur dan ovulasi, di samping itu
juga meugikan secara ekonomi. Terlalu tua umur pertama kali di kawinkan, maka
terlalu tua pula umur induk kerbau melahirkan anak pertama, sehingga
lokasi penelitian rata-rata 15.24±1.73 bulan. Hasil penelitian ini tidak jauh
Sumba Barat dimana rata-rata Carving interval ternak kerbau sebesar 16,42 ± 1,99
bulan dengan variasi 10,80%. Carving interval merupakan salah satu indikator
induk kerbau dikatakan baik jika dapat beranak kembali setiap 15 bulan.
ideal adalah 12 bulan, yaitu 9 bulan bunting dan 3 bulan menyusui. Berdasarkan
tabel 8, penelitian yang telah di lakukan menunjuk kan bahwa calving interval
kerbau lumpur di nagari Anduring memiliki jarak yang lama. Hal ini dapat di lihat
dari jumlah kerbau lumpur yang carving intrerval jarak yang lama dalam
baik apabila seekor induk kerbau atau sapi dapat menghasilakan satu pedet atau
anak dalam satu tahun. Carving interval dipengaruhi oleh berahi pertama setelah
melahirkan dan lama bunting. Semakin lama muncul berahi setelah melahirkan
maka jarak beranak akan semakin lama. Secara ekonomis jarak beranak yang
pendek akan menguntungkan peternak karena dalam satu tahun ternak mereka
Carving Interval ternak kerbau yang cukup panjang dalam penelitian ini
disinyalir karena sistem pemeliharan yang terjadi secara tradisional dan tidak
perkawinan yang terjadi adalah secara alamiah (nature mating). Menurut Suda
ternak kerbau digembalakan di padang penggembalaan pada pagi sampai sore hari
dan pada malam hari dimasukkan dalam kandang kelompok akan menyebabkan
terjadinya sistem perkawinan secara alamiah atau nature mating. Hal ini
kualitas individu peternak agar usaha peternakan lebih efisien baik dari segi
produksi dan reproduksi. Jarak waktu beranak yang lama merupakan kendala
kosong atau days open dimana induk harus mengalami perbaikan kondisi alat /
pahami sebagai suatu periode dimana seekor induk bisa di kawini. Lama kosong
Kasman,2006)
kosong yang baik adalah sekitar 60-90 hari dan tidak boleh lebih dari 120 hari.
mempunyai jarak masa kosong ( Days open ) yang normal, yang mana Affandi (
open ) yang baik adalah 80 – 85 hari. Days open di pengaruhi oleh nutrisi selama
berahi kembali sehingga masa kosong ( days open ) semakin panjang. Panjangnya
days open disebabkan oleh banyak hal. Hal yang paling mendasar adalah terjadi
kesalahan dalam mendeteksi birahi karena pada umumnya, birahi yang terjadi
post partus susah dideteksi bahkan terjadi silent heat. Pirlo et al. (2000)
pertama adalah birahi yang terlambat, kesalahan dalam deteksi birahi, kurangnya
Setelah beranak, induk kerbau akan kembali birahi dalam waktu yang
mempercepat saat estrus post partum. Sebagian besar peternak mengaku tidak
dapat mempengaruhi masa kosng ( days open ) pada ternak, Karena dipengaruhi
oleh banyak faktor. Schillo (1992) menyatakan bahwa kondisi induk kerbau yang
kurang gizi/cadangan energi tubuh rendah, menyebabkan estrus post partum lebih
lama, namun belum diketahui secara akurat berapa cadangan energi yang ideal
agar estrus post partum kembali normal. Pedet yang masih menyusu juga
ovarium), sehingga selama pedet belum disapih maka birahi tidak muncul.
Semakin lama pedet dibiarkan menyusu, maka semakin lama birahi muncul.
Menurut Winugroho (2002), untuk mencapai estrus post partum yang ideal,
diperlukan pakan tambahan yang cukup pada induk kerbau dan sebaiknya
terakhir jadi sampai dengan hari saat kelahiran. Lama kebuntingan ternak kerbau
lumpur di lokasi penelitian dapat dilihat pada Tabel 8. Berdasarkan Tabel 8, rata-
yang mana lama bunting kerbau lumpur di lokasi penelitian masih normal. Hasil
penelitian ini tidak jauh berbeda dengan hasil penelitian Suryana (2007) bahwa
Hasil penelitian ini juga tidak jauh berbeda dengan pendapat Toelihere
(1985) Masa bunting ternak kerbau lumpur di Asia Tenggara lama buntingnya
mencapai 11,30 bulan. Bila dilihat dari perkembangan dan reproduksinya kerbau
tidak berkelompok. Hal itu di sebabkan kerbau lumpur betina (induk) selalu
kebuntingan di pengaruhi oleh jenis sapi/kerbau, jenis kelamin dan jumlah anak
yang dikandung dan fakto lain seperti umur induk, musim, sifat genetic dan letak