Anda di halaman 1dari 4

Kerbau termasuk dalam subfamili Bonivae. Seperti hubugannya denganBonivae lainnya seperti misalnya sapi dan bison.

Terdapat perbedaan 4 spesies liar kerbau tetapi semua tipe kerbau domestik yang ada dewasa ini, diturunkan dari Bubalus arnee, kerbau liar dari benua Asia. Umunya tipe kerau domestik dibagi menjadi 2 kelompok, kerbau sungai dan kerbau rawa- rawa. Kerbau sungai menunjukkan kesenangan akan air mengalir yang bersih, sedangkan kerbau rawa suka bekubang dalam lumpur, rawa-rawa dan air menggenang.

A. Asal Usul Distribusi (Penyebaran) Seperti yang telah dijelaskan diatas, semua kerbau domestik diduga berevolusi dari arni (Bubalus arnee), kerbau liar dari India, yang masih bisa ditemui pada hutan-hutan di daerah Assam. Tetapi Philips (1948) tertarik atas kemiripan karakteristik kepala depan dari Jaffarabadi, suatu ras kerbau sungai domestik dari India yang memproduksi susu dalam jumlah banyak, dengan karakteristik kepala depan dari Syncerus caffer, kerbau liar dari Afrika. Selain laporan tentang persilangan dari sapi (Bos taurus) dan kerbau dari China (Van fu Czao, 1959), tidak terdapat bukti otentik tentang hibridisasi yang berhasil anatar kerbau dengan B.taurus. Pada umumnya dipercaya bahwa kerbau Africa (Syncerus caffer) tidak bisa didomestikasi. Rouge (1970) melaporkan suatu kejadian pada Lilfordia Estates, diluar Salisbury di Rhodesia, yang mendemonstrasikan bahwa kerbau Africa bisa dengan agak gampang dijinakkan. Pada tahun 1965, ketika kerbau-kerbau tersebut pada umur 3 tahun, mereka sepenurut seperti sapi-sapi Africander. Juga terdapat hal-hal yang menunjukkan bahwa kerbau domestik dengan mudah bisa kembali ke keadaan liar atau semiliar. Kerbau rawa yang telah didomestikasi dimasukkan ke Australia slam pertengahan pertam a abad ke-19, tetapi disebabkan oleh kekurangan pengelolaan, sejumlah besar dari kerbau-kerbau impor tersebut menjadi liar dan dewasa ini terdapat sekitar lebih dari 200.000 kerbau liar berkeliaran di Australia bagian utara. Juga di Kalimantan, diaman kerbau rawa kemungkinan dimasukkan antara abad ke-12 dan abad ke-15, dan juga sebagian besar di Sumatra bagiantenggara. Terdapat beberapa pendapat berlawanan yang menyangkut prioritas dari domestikasi binatang di India atau China. Tetapi semuanya sependapat bahwa pergerakan kerbau ke negerinegeri lain berasal dari kedua sumber ini. Kerbau tidak dikenal di Mesir selama zaman Firaun (Cockrill, 1966a). Pergerakan kerbau ke negeri ini terjadi sekitar tahun 800. Impor kerbau ke negaranegara lain di Asia Tenggara, Asia Barat, Eropa, Australia dan ke Amerika Selatan dilakukan secara perlahan-lahan dan bertahap. Impor ini pada beberapa negara tidak berhasil. Earl of Cornwall, saudara dari Henry III, memasukkan kerbau di Inggris, tetapi binatang tersebut tidak bisa hidup (Cockrill, 1967). Dewasa ini usaha sedang dilakukan di Australia untuk mendomestikasi kembali kerbau-kerbau liar dan sejauh ini hasinya cukup baik. Distribusi darikerbau nampaknya didaerah-daerah di mana peternakannya tidak berkembang dan dioganisasi secara buruk. Kerbau hanya dipelihara di daerah ini arena peternak menemukan bahwa untuk didaerah pertanian yang demikian itutidak ada binatang doestik yang bisa hidup seperti halnya degan kerbau dan berguna serta ekonomis.

Menurut FAO (1973) populasi total kerbau didunia pada tahun 1972 sedikitlebih besar dari 126 juta. India mempunyai umlah kerbau yang terbesar; lebih dari setengah populasi kerbau didunia, diikuti oleh China, Pakistan, Thailand, Filiphina, Nepal, Indonesia, Vietnam, Mesir, Birma, Turki, Sri Lanka, Irak, Iran dan negara-negara lainnya. Konsentrai erbau rawa-rawa terbesar dijumpai pada negara-negara penghasil padi di Asia. Di India da Pakistan hanya terdapat kerbau sungai.

B. Karakteristik karakteristik Umum Kerbau Kerbau adalah bianatang bertulang besar, agak kompak (masif) dengan badan bergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar. Kerbau tidak mempunyai gelambir atau punuk. Bentuk tubuh kerbau sungai penghasil susu yang baik sesuai dengan bentuk tubuh dari sapi perah, dan bentuk bentuk tubuh dari kerbau rawa sama dengan bentuk tubuh ras pedaging Zebu. Semua kerbau mempunyai tanduk yang pada umunya tanduknya itu lebih kampah (padat) daripada tanduk sapi. Kerbau mempunyai tanduk yang lebar, pipih dan hampir berbentuk segi empat panjang pada potongan melintang dekat dasarnya dan dengan tepi-tepi menonjol sepanjang aksisnya. Kerbau rawa-rawa dan beberapa ras kerbau sungai dan kerbau-kerbau yang tidak bisa didekripsikan mempunyai tanduk yang mengarah kebelakang, sedangkan dua ras sungai penghasil susu mempunyai tanduk yang sangat panjang yang bisa lebih dari keseluruhan panjag badannya. Pada waktu lahir dan selama masa awal pedetnya, kerbau mempunyai kulit dengan bulubulu yang lemah, tetapi semakin dewasa kerbau tersebut maka bulu-bulu pada badannya menjadi jarang. Jumlah bulu kerbau dewasa sangat bervariasi, tegantung pada ras, musim, dan pengandangannya. Bulu pada kerbau lebih kasar dan lebih jarang daripada bulu sapi, dan warnanyabisa hitam, coklat kelabu, kuning krem, abu-abu pekat atau abu-abu terang, atau putih. Bintang, blaza atau sock (kaus) dan cambuk putih pada ujung ekor seing kali dijumpai pada binatang-binatang dari ras kerbau sungai. Kerbau putih dijumpai bervariasi pada daerah yang berbeda dan hal ini nampaknya sebagai akibat dari seleksiyang didasarkan atas kepercayaan lokal dan takhayul. Hair whorls (spiral rambut) pada kerbau rawa bersifat karakteristikdan distinktif dan bisa dipakai sebagai suatu cara penting untuk identifikasi bianatang tersebut (Cockrill, 1966b). Warna kulit bisa bervariasi dari warna hitam sampai merah muda dan bisa tidak berpigmen pada daerahdaerah tertentu, warna hitam dan abu-abu adalah warna yang paling biasa dijumpai pada binatang berwarna gelap. Preputium (kulit pembungkus penis) dari kerbau rawa-rawa jantan melekat erat dengan badan kecuali pada ujung umbilikal. Pada kerbau sungai preputimnya pendulus dan mirip dengan yang dijumpai pada sapi-sapi Zebu. Tidak terdapat bulu-bulu pada lubang preputium kerbau. Skrotum kerbau jantan,baik pada kerbau rawa dan kerbau sungai, jauh lebih kecil daripada skrotum sapi jantan dengan ukuran yang sama. Pada kerbau lumpur tidak terdapat konstriksi dekat perlekatan skrotum dengan dinding abdomen, tetapi konstriksi yang nyata bisa dijumpai pada kerbau sungai. Di India dan Pakistan kerbau-kerbau memiliki sifat sifat fisik yang berbeda. Merekaini semuanya termasuk ras penghasil susu, tetapi jumlah binatang dari ras-ras ini hanya dalam jumlah

kecil dari populasi total kerbau dikedua negara tersebut. Mayoritas dari kerbau-kerbau disana termasuk kelas kerbau yang belum dideskripsikan. Di Rusia, perkembangan dari suatu ras kerbau dimulai sejak tahun 1935 di Caucasus dan kerbau-kerbau Caucasus yang sebegitu jauh bekembang diberikan status ras pada bulan November 1970. Kerbau-kerbau ini termasuk ras dwi-guna dengan kualitas daging yang baik dan kualitas susu yang cukup memuaskan (Agabeili et al. 1971). Cockrill (1967) cenderung untuk menjadikan satu group smua tipe kerbau lumpur ke dalam satu ras, karena sebegitu jauh tidak ada evolusi ras yang nyata berbeda. Kerbau rawa yang besar dari Thailand bisa mempunyai berat lbih dari 900 kg sedangkan carabao dari Filipina atau kerbau air yang kecil dari Kalimantan bisa mempunyai berat hanya 370 kg atau bahkan lebih kecil.

NUTRISI Dengan keadaan perkembangan peternakan kerbau yang masih terbelakang seperti dewasa ini adalah sangat perlu memberikan perhatian yang lebih besar dan lebih intensif tentang aspek ini bilamana kita ingin memperoleh potensi produksi yang lebih penuh dari binatang tersebut. Nutrisi optimum bagi binatang ini menjadi suatu subyek yang harus dipertimbangkan. Tetapi masalahnya sangat kompleks dan sukar. Sebagai aturan umum, di daerah dimana kerbau terdapat dalam jumlah yang besar terdapat defisiensi makanan dan hijau-hijauan dan bahan makanan yang tersedia kualitasnya rendah. Dalam situasi yang demikian ini adalah sangat perlu untuk mencari materialmaterial nonkonvensional yang bisa dipakai sebagai makanan untuk menanggulangi defisiensi dalam jumlah makanan dan menciptakan proses-proses agar defisiensi dalam kualitas makanan bisa diatasi. Satu hal dalam memajukan perkembangan peternakan adalah penelitian, karena dengan penelitian ini akan tersedia data-data yang perlu untuk formulasi dari program pengembangan yang efektif. Satu hal yang berhubungan dengan pengumpulan informasi dari komposisi makanan dari makanan yang tersedia secara lokal dan yang lain perlu menyangkut pengetahuan tentang fisiologi pencernaan kerbau. Selama 3 dekade belakangan ini penelitian mengenai fisiologi pencernaan kerbau dan penelitian mengenai fisiologi perbandingan sapi dan kerbau telah menarik perhatian sejumlah peneliti di India dan Mesir. Dari pengamatan dibawah kondisi lapangan bahwa kerbau tumbuh lebih baik daripada sapi pada makanan yang kasar, suatu anggapan timbul bahwa kerbau yang lebih efisien daripada sapi dalm mencerna dan mempergunakan serat kasar dan selulose. Hasil dari beberapa penelitian terkontrol mengenai fisiologi nutrisi perbandingan antar kerbau dan sapi menyokong pandangan ini (Mudgal dan Ray, 1962; Ichhponani et al., 1969), sedangkan penemuan dari beberapa peneliti lainnya yang termasuk beberapa penelitian belakangan ini, tidak mendukung pendapat tersebut (Naga dan El-Shazly, 1969; Ludri et al., 1971). Performans yang lebih baik dari kerbau yang memakan makanan hijau yang lebih kasar tidak berhubungan dengan kapasitas yang lebih baik dari spesies binatang ini untuk mencerna serat kasar dan selulose tetapi adalah disebabkan karena kerbau kurang bersifat memilih hijauan sehingga oleh karenanya kerbau mengkonsumsi hijauan kasar dalam jumlah yang lebih besar yang tidak dimakan oleh sapi. Dalam hal mencernakan protein kasar, tidak terdapat perbedaan yang besar anatara kerbau dengan sapi seperti diamati oleh Singh (1933), tetapi Langer et al., (1968) melaporkan bahwa bila ransum

kekurangan karbohidrat, mikroba rumen bisa menggunakan nitrogen makanan dengan lebih efisien pada kerbau. Melalui inkubasi cairan rumen dari kedua spesies binatang dengan 2 makanan yang berbeda, konsentrasi TCA nitrogen protein tidak larut diketemukan sangat nyata lebih tinggi pada kerbau (Singh et al., 1968). Lingkungan didalam rumen kerbau diduga lebih baik guna pembiakkan serta pertumbuhan tipe mikroorganisme yang mempergunakan NPN dan untuk mempertahankan derajat aktivitas mikrobia yang lebih cepat. Pant (1966) mengamati bahwa jumlah mikroidhopil yang secara konsisten dan nyata lebih tinggi dalam kandungan rumen kerbau daripada sapi, tetapi Naga dan El-Shazly (1969) mengamati bahwa jumlah prptozoa adalah lebih besar dalam rumen sapi daripada dalam rumen kerbau meskipun Naga et al., (1969) menyatakan bahwa protozoa bersilia aktif berkembang lebih awal pada anak kerbau. Terdapat juga ketidaksepakatan dalam perbandingan konsumsi dari berat kering (dry matter) per unit berat badan oleh kerbau dan sapi. Kebutuhan nutrisi optimal kerbau, oleh karenanya masih belum diketahui sampai dewasa ini. Pemakaian standar makanan untuk kerbau sebagaimana yang direkomendasikan oleh NRC (National Research Council) dari USA atau oleh ARC dari Inggris untuk sapi, nampaknya merupakan satusatunya hal praktis yang harus diikuti dewasa ini dalam keadaan tidak adanya pengetahuan fisiologi pencernaan dan kebutuhan nutrisi yang lebih lengkap untuk kerbau. Dengan terjadinya akumulasi data yang makin banyak sangat dimungkinkan bahwa dikelak kemudian adalah mungkin untuk merumuskan ration yang ekonomis dan bergizi khusus untuk kerbau.

Anda mungkin juga menyukai