Anda di halaman 1dari 3

MATERI STUDI HADITS KELOMPOK 2

Disusun Oleh : 1. Wulan Anggraeni (1908204104)


2. Kusnadi (1908204107)
Kelas : EKOS 2-C
A. HADITS MAQBUL
Dalam segi bahasa ( ‫ ) مقبول‬artinya diterima. Hadits itu dapat diterima sebagai
hujah dalam Islam, karena sudah memenuhi beberapa kriteria persyaratan, baik yang
menyangkut sanad ataupun matan. Adapun menurut istilah, hadits maqbul adalah
hadits yang unggul pembenaran beritanya.
Keunggulan pembenaran berita itu mungkin pada proses awal adanya dua
dugaan antara benar dan salah. Kemudian karena adanya bukti-bukti atau alasan-
alasan lain yang memperkuat atau yang mendukung pada salahsatu dari dua dugaan
tersebut, maka ia menjadi unggul. Dalam hal ini hadits maqbul adalah hadits yang
mendapat dukungan bukti-bukti dan membuat unggul itu adalah dugaan pembenaran.
Hadits maqbul terbagi menjadi 2 macam, yaitu hadits mutawatir dan hadits ahad
yang shahih dan hasan.
1. Hadits Shahih
Kata shahih ( ‫ ) الصحيح‬dalam bahasa diartikan sebagai orang sehat, antonim
dari kata as-saqm ( ‫ = ) السقيم‬orang yang sakit. Jadi yang dimaksud hadits shahih
adalah hadits yang sehat dan benar tidak terdapat penyakit dan cacat. Dalam
istilah hadits shahih adalah hadits yang mutashil (bersambung) sanadnya,
diriwayatkan oleh orang adil dan dhabith (kuat daya ingatan) sempurna dari
sesamanya, selamat dari kejanggalan (syadzdz) dan (‘illat).
Dari definisi di atas dapat disimpulkan bahwa hadits shahih mempunyai 5 kriteria,
yaitu sebagai berikut.
a.) Persambungan Sanad ( ‫) اتصال اسند‬
Artinya, setiap perawi dalam sanad bertemu dan menerima
periwayatan dari perawi sebelumnya, baik secara langsung ( ‫رة‬88‫ ) مباش‬atau
secara hukum ( ‫ ) حكمي‬dari awal sanad sampai akhirannya.

b.) Keadilan Para Perawi (‘Adalah Ar-Ruwah)

Pengertian adil dalam bahasa adalah seimbang atau meletakkan sesuatu


pada tempatnya, lawan dari zalim. Dalam istilah periwayatan, orang yang adil
adalah orang yang konsisten (istiqamah) dalam beragama, baik akhlaknya,
tidak fasik dan tidak melakukan cacat muru’ah.

c.) Para Perawi Bersifat Dhabith (Dhabth Ar-Ruwah)


Maksudnya adalah para perawi itu memiliki daya ingat dan hafalan
yang kuat dan sempurna. Daya ingat dan hafalan kuat ini sangat diperlukan
dalam rangka menjaga otentisitas hadits, mengingat tidak seluruh hadits
tercatat pada awal perkembangan Islam. Atau jika tercata, catatan tulisannya
harus selalu benar, tidak terjadi kesalahan yang mencurigakan.

d.) Tidak terjadi kejanggalan (Syadzdz)

Syadzdz dalam bahasa berarti ganjil, terasing, atau menyalahi aturan.


Maksud syadzdz disini adalah periwayatan seorang tsiqah (terpercaya yaitu
adil dan dhabith) bertentangan dengan periwayatan orang yang lebih tsiqah.
Dengan demikian jika disyaratkan hadits shahih harus tidak terjadi syadzdz,
tetapi nanti disebut hadits munkar yang tergolong hadits dha’if. Logikanya,
pertentangan periwayatan seorang tsiqah terhadap yang lebih tsiqah saja sudah
tidak shahih, apalagi periwayatan orang dha’if terhadap orang tsiqah.
Demikian juga sebaliknya, periwayatan orang tsiqah bertentangan dengan
periwayatan seorang dha’if, disebut hadits ma’ruf . Hadits ini tidak termasuk
syadzdz jika memenuhi beberapa persyaratan lain, bisa menjadi shahih.

e.) Tidak terjadi ‘Illat

Dari segi bahasa, ‘illat berarti penyakit, sebab, alasan atau udzhur.
Sedangkan arti ‘illat disini adalah suatu sebab tersembunyi yang membuat
cacat keabsahan sautu hadits padahal lahirnya selamat dari cacat tersebut.
Misalnya sebuah hadits setelah diadakan penelitian, ternyata ada sebab yang
membuat cacat yang menghalangi terkabulnya, seperti munqathi, mawquf,
atau perawi seorang fasik tidak bagus hafalannya, seorang ahli bid’ah, dan
lain-lain. Atau ternyata seorang perawi me-mursal-kan hadits mawshul, me-
mawshul-kan hadits munqathi, atau me-marfu-kan hadits mawquf.

Macam-macam Hadits Shahih ada 2 macam, yaitu :

a. Shahih lidzatih (shahih dengan sendirinya), karena telah memenuhi 5


kriteria hadits shahih sebagaimana kriteria di atas.

b. Shahih lighayrih (shahih karena yang lain), yaitu hadits yang sedikit tidak
memenuhi hadits shahih, dan baru sampai pada tingkat hadits hasan,
karena di antara perawi ada yang kurang sedikit hafalannya dibandingkan
dalam hadits shahih, tetapi karena diperkuat dengan jalan/sanad lain, maka
naik menjadi hadits shahih li ghayrih (shahihnya karena yang lain).

2. Hadits Hasan

Dari segi bahasa, hasan berasal dari kata al-husnu, bermakna al-jamal =
keindahan. Menurut istilah , para ulama memberikan definisi hadits hasan secara
beragam. Namun yang lebih kuat adalah sebagaimana yang dikemukakan oleh
Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam An-Nukhbah, yaitu hadits yang bersambung
sanadnya, diriwayatkan oleh orang yang adil, kurang sedikit ke dhabith-annya,
tidak ada keganjilan (syadzdz), tidak ada ‘illat.

Macam-macam hadits hasan terbagi menjadi 2 macam, yaitu :

a. Hasan lidzatih, adalah hadits hasan dengan sendirinya, karena telah


memenuhi segala kriteria dan persyaratan yang ditentukan.

b. Hasan lighayrih, adalah hadits dha’if yang naik derajatnya menjadi hasan
karena ada riwayat lain yang lebih kuat darinya. Dapat dipahami bahwa hadits
ini adalah dha’if yang periwayatan sanad lain seimbang atau lebih kuat. Dan
sebab kedha’ifannya tidak berat seperti dusata dan fasik maka dengan
demikian hadits ini naik menjadi hasan lighayrih.

Anda mungkin juga menyukai