Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

PERBEDAAN HUKUM BISNIS SYARIAH DAN

HUKUM BISNIS NON SYARIAH

Diajukan Untuk Memenuhi Tugas Terstruktur

Mata Kuliah Hukum Regulasi dan Issue Bisnis Syariah

Dosen pengampu:

Disusun Oleh:

Aji Santoso (1908204)

Nila Ardyanti (1908204103)

Wulan Anggraeni (1908204)

Fakultas/jurusan: FSEI/Ekonomi Syariah


Kelas/semester: C/semester 6

IAIN SYEKH NURJATI CIREBON

Jl. Perjuangan, Sunyaragi, Kec. Kesambi, Kota Cirebon, Jawa Barat 45131
Telepon: (0231) 489926
2022
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah Swt, yang telah melimpahkan Rahmat,
Hidayah, dan Inayah-Nya kepada Kami, sehingga Kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari bahwa didalam pembuatan makalah ini berkata bantuan dan tuntunan
Allah SWT. Dan tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, dalam kesempatan ini
kami menghaturkan rasa hormat dan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
Kami dalam pembuatan makalah ini.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa dalam proses penulisan makalah ini masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan
tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini. Kami berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi seluruh
pembaca.

Cirebon, 05 Maret 2022

Penyusun
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

2. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari bisnis syariah dan bisnis non syariah?
2. Apa perbedaan dari hukum bisnis syariah dan hukum bisnis non syariah?
3. Apa saja etika bisnis syariah?
4. Apa saja hal yang diharamkan dalam bisnis syariah?
5. Apa saja prinsip-prinsip bisnis syariah?
6. Apa saja prinsip-prinsip dalam kegiatan bisnis syariah?
7. Bagaimana ruang lingkup bisnis syariah di Indonesia?
3. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari bisnis syariah dan bisnis non syariah.
2. Mengetahui perbedaan dari hukum bisnis syariah dan hukum bisnis non syariah.
3. Mengetahui etika bisnis syariah.
4. Mengetahui hal yang diharamkan dalam bisnis syariah.
5. Mengetahui prinsip-prinsip bisnis syariah.
6. Mengetahui prinsip-prinsip dalam kegiatan bisnis syariah.
7. Mengetahui ruang lingkup bisnis syariah di Indonesia.
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian bisnis syariah dan bisnis non syariah


Bisnis syariah adalah segala usaha manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup berupa
aktifitas produksi, distribusi, konsumsi dan perdagangan baik berupa barang maupun jasa
yang sesuai dengan aturan-aturan dan hukum-hukum Allah yang terdapat dalam al Qur’an
dan as Sunnah. Menurut ketentuan syariah ada dua hal penting yang harus diperhatikan
dalam kaitan dengan harta. Pertama, cara memperoleh harta kekayaan tidak boleh dengan
cara-cara yang diharamkan. Kedua, cara menggunakan harta yang sudah diperoleh dengan
cara yang halal tidak boleh digunakan untuk perbuatan maksiat. Misalnya, digunakan untuk
berjudi, membeli makanan dan minuman yang haram, membuka hotel tetapi di dalamnya
ada dijual minuman keras atau praktik-praktik prostitusi. Dalam bisnis syariah seseorang
harus selalu mengingat dan menyerahkan semua hasil usaha yang telah dilakukan kepada
Allah SWT, dengan berserah diri kepada Allah dan menganggap kerja sebagai ibadah
seseorang akan selalu ikhlas dalam bekerja inilah yang dimaksud dengan tauhid uluhiyah.
Bisnis non syariah adalah
2. Perbedaan hukum bisnis syariah dan hukum bisnis non syariah

3. Etika bisnis syariah


Manusia adalah ciptaan Tuhan yang paling sempurna karena dilengkapi dengan akal
pikiran. Dengan akal pikiran ini manusia dapat menerima ilmu tentang hal yang benar dan
yang salah. Etika sering kali dihubungkan dengan adat istiadat dan juga agama. Semua
agama dalam kitab sucinya mengajarkan tentang tiga pokok ajaran yaitu, Ketuhanan, etika
dan tata susila, serta, ritual atau tata cara beribadat. Etika sangat dibutuhkan bagi
keberlangsungan hidup baik individu maupun kelompok. fungsi adanya etika atau akhlak
tugas manusia sebagai khalifah di bumi untuk membuat keseimbangan dalam hidupnya.
Etika Islam sendiri didasarkan pada hak manusia atas kemerdekaan. Pada prinsipnya
kemerdekaan adalah hak manusia untuk hidup yang harus terus dijaga dan dilindungi
dengan kebaikan dan kebenaran. Islam juga memiliki aturan tentang etika yang harus
dilakukan oleh pelaku bisnis dalam berbisnis. Etika dipandang sama dengan akhlak yang
membahas tentang perilaku baik buruknya seseorang. Titik sentral dari etika bisnis syariah
sendiri adalah untuk menjaga perilaku wirausaha muslim dengan tetap bertanggungjawab
karena percaya kepada Allah Swt. Etika bisnis syariah bersumber pada Al-Qur’an sebagai
pedoman. Al-qur’an adalah sumber segala ajaran bagi seluruh umat muslim yang
menjelaskan tentang norma, aturan atau hukum, dan nilai-nilai yang mengatur segala
aktifitas manusia termasuk dalam kegiatan bisnis.Setiap pelaku bisnis syariah memiliki
aturan -aturan atau etika yang harus dilakukan. Hal ini dilakukan karena manusia tidak
hanya hidup sendiri melainkan sebagai makhluk sosial yang membutuhkan orang lain dan
memiliki pertanggung jawaban yang akan diajukan kepada Allah Swt. Prinsip-prinsip etika
bisnis syariah yang berasal dari Al-Qur’an dan Hadist yang telah diterapkan oleh Rasulullah
saat menjalankan bisnisnya. Menurut Yusuf Qardhawi etika diterapkan pada kegiatan
ekonomi yang dilakukan. Qardhawi berpendapat jika ekonomi (bisnis) dan akhlak (etika)
saling berkaitan karena akhlak adalah daging dan urat nadi kehidupan yang Islami. Tanpa
adanya akhlak dalam bisnis, manusia akan semena-mena dalam menjalankan bisnis tanpa
melihat halal dan haram. Berikut adalah etika bisnis menurut Qardhawi sesuai dengan
bidang ekonomi Prinsip etika bisnis menurut Qardhawi adalah salah satu prinsip yang dapat
menjadi rujukan bagi pelaku bisnis dalam menjalankan usahanya. Selain Qardhawi masih
banyak lagi prinsip etika bisnis yang dijelaskan oleh para ahli ekonomi Islam.
Dengan begitu banyak prinsip etika bisnis syariah yang ada dapat di peroleh secara
umum. Secara umum prinsip etika bisnis syariah dapat dilihat dari kesatuan (tauhid),
Keseimbangan (keadilan), Tidak melakukan monopoli, Amanah (terpercaya), Jujur, Produk
yang dijual halal, Tidak melakukan praktek mal bisnis. Etika bisnis Islam ini bertujuan agar
setiap kegiatan ekonomi yang dijalankan dapat menyelamatkan sumber daya alam dari
penggunaan yang dieksploitasi.
4. Hal yang diharamkan dalam bisnis syariah
1) Riba
Istilah syariah, mendefinisikan riba sebagai tambahan pada barang-barang
tertentu, hal ini berarti adalah tambahan tanpa imbalan dalam transaksi harta dengan
harta. Allah SWT melalui firmannya dalam Al-Qur’an secara tegas dan jelas telah
mengharamkan riba, hal ini sebagaimana yang telah diatur dalam QS. al-Baqarah ayat
275 dan ayat 278 dan QS. an-Nisa ayat161. Selain itu Rasullullah shollallohu alaihi
wasalam juga pernahbersabda sebagaimana yang diriwayatkan oleh Ibnu Mas’ud
bahwa “Rasullullah melaknat pemakan riba, saksinya, dan penulisnya.”
Ketentuan di atas menegaskan dan menjelaskan bahwa larangan riba adalah mutlak dan
absolut, hal ini dikarenakan salah satu tujuan syariah yang berkaitan dengan harta
kekayaan adalah tidak hanya menguntungkan bagi pemilik harta saja melainkan juga
bagi para pihak yang terkait dalam suatu kegiatan bisnis dan keseluruhan masyarakat
pada umumnya, oleh karena itu pencapaian paling utama dalam suatu investasi adalah
apabila risiko dan keuntungan dibagi rata antara pemilik modal dan pengelola modal
atauyang lebih dikenal dengan sistem loss and profit sharing. Hal ini amatlah
berlawanan dengan sistem investasi yang menggunakan riba yang hanya menjamin
posisi risiko dan keuntungan di satu sisi saja, oleh karena itu sistem riba tersebut
amatlah tidak memenuhi rasa keadilan dan sudah selayaknya di haramkan secara
syariah.
Islam mengenal dua bentuk riba, yaitu riba nasiah dan riba fadhl, bentuk riba yang
pertama adalah riba yang dikenal oleh bangsa Arab jahiliyah, yaitu riba yang diambil
sebagai kompensasi penangguhan pembayaran utang yang jatuh tempo, baik berupa
harga barang yang belum dibayar maupun utang pinjaman murni. Selanjutnya
mengenai bentuk yang kedua adalah riba yang dilarang demi menghalangi terjadinya
riba nasiah, yang dapat berupa penukaran suatu barang dengan barang yang lain namun
dengan tambahan tertentu.
2) Gharar
Istilah gharar ini berasal dari bahasa Arab gharara yang secara umum berarti
bahaya, gharar diartikan sebagai suatu kondisi ketidakpastian atau kondisi yang tidak
dapat ditentukan yang terdapat dalam suatu transaksi, yang mana dalam hal ini
berkaitan dengan kualitas ataupun kuantitas komoditas yang diperdagangkan atau yang
ditransaksikan, selain itu gharar juga sering dikaitkan dengan hak dan kewajiban yang
tidak diketahui ataupun yang tidak dapat dipastikan oleh para pihak yang mengadakan
suatu transaksi, hal ini menyebabkan gharar menimbulkan ketimpangan dalam suatu
transaksi, di mana ada pihak yang mendapat keuntungan dan ada pihak yang dirugikan,
oleh karena itu larangan gharar ini saling berhubungan dengan larangan riba dan
maysir, yang mana kesemua hal tersebut telah dilarang dalam Al-Qur’an, menurutnya
riba juga dapat menutupi unsur gharar ketika disamarkan menjadi unsur risiko yang
berupa keuntungan bagi suatu pihak yang dibarengi dengan kerugian bagi pihak yang
lain, sementara itu dalam ilmu fiqh gharar mencakup suatu kecurangan (ghisy), tipuan
(khidaa), dan ketidakjelasan pada barang (jihaalah).
Penting pula untuk dipahami bahwa konsep gharar atau ketidakpastian dalam
syariah ini tidaklah dimaksudkan dalam bentuk hasil baik yang berupa keuntungan atau
kerugian, namun lebih dari itu ketidakpastian ini lebih diarahkan pada suatu kondisi
awal, proses maupun kesepakatan-kesepakatan yang timbul dan terjadi dalam kegiatan
usaha, bukan dari income flow atau arus pemasukan uang dari suatu kegiatan usaha.
3) Maysir
Syariah secara tegas melarang setiap kegiatan bisnis yang mengandung unsur
ketidakpastian (gharar) karena dapat menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak yang
menyebabkan pihak yang satu memakan harta pihak yang lain dengan jalan yang bathil,
begitu pula dengan unsur maysir dalam setiap kegiatan bisnis, maysir dapat diartikan
sebagai perbuatan yang mengandung unsur untung-untungan atau judi, sehingga segala
perbuatan ataupun kegiatan yang mengandung unsur untung-untungan dapat
dikategorikan sebagai judi atau maysir dan hal ini jelas hukumnya adalahharam, hal ini
sebagaimana yang telah diatur dalam QS. al-Baqarah ayat 219 yang menyatakan
bahwa: “Mereka bertanya kepadamu tentang khamar dan judi. Katakanlah: “Pada
keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa
keduanya lebih besar dari manfaatnya. Dan mereka bertanya kepadamu apa yang
mereka nafkahkan. Katakanlah: Yang lebih dari keperluan. Demikianlah Allah
menerangkan ayat-ayat -Nya kepadamu supaya kamu berfikir.”
Penjelasan dari ayat di atas dapat dijabarkan bahwa judi padahakikatnya juga
memiliki manfaat, hal ini bisa saja terjadi seseorang yang mempertaruhkan sesuatu
dalam suatu investasi ataupun suatu permainan bisa memperoleh keuntungan yang
berlipat-lipat ganda, namun dosa maupun mudharatnya lebih banyak daripada
manfaatnya, oleh sebab itulah judi atau maysir ini dilarang dalam Islam, selanjutnya
larangan terhadap maysir ini dalam Al-Qur’an dikatakan sebagai perbuatan setan yang
bertujuan untukmenimbulkan kebencian dan permusuhan di antara manusia halini
sebagaimana yang disebutkan dalam QS. al-Maidah ayat 90 dan 91.
5. Prinsip-prinsip bisnis syariah
Bisnis syariah secara garis besar memuat beberapa prinsip yang antara lain:
1) Bisnis syariah selalu memandang bahwa segala jenis sumberdaya manusia adalah
pemberian atau titipan Allah SWT kepada manusia, oleh karena itu manusia harus
memanfaatkannya seefisien dan seoptimal mungkin dalam segala kegiatan produksi
guna memenuhi kesejahteraan untuk diri sendiri dan orang lain dengan mengingat
bahwa kegiatan tersebut pada intinya akan dipertanggung jawabkan diakhirat kelak
nantinya.
2) Islam mengakui segala bentuk hak kepemilikan pribadi dalam batasan tertentu, hal ini
meliputi kepemilikan terhadap alat dan faktor produksi, yang mana hal tersebut dapat
diartikan bahwa kepemilikan individu dibatasi oleh kepentingan masyarakat dan Islam
menolak setiap pendapatan yang diperoleh melalui jalan yang tidak sah.
3) Bisnis syariah digerakkan oleh kerja sama antara umat Muslim, baik sebagai pembeli,
penjual, penerima upah, pembuat keuntungan, distributor, dan sebagainya, yang mana
kesemua pihak tersebut harus tetap berpegang pada tuntutan Allah SWT yang
berdasarkan pada Al-Qur’an dan Sunnah.
4) Kepemilikan kekayaan pribadi dalam setiap kegiatan bisnis syariah harus berperan
sebagai modal produktif yang senantiasa selalu meningkatkan kesejahteraan
masyarakat, sehingga sistem bisnis syariah senantiasa menolak terjadinya akumulasi
kekayaan yang dikuasai oleh beberapa orang saja, yang mana hal ini amat bertentangan
dengan sistem bisnis kapitalis yang memungkinkan kepemilikan industri hanya
dikuasai dan didominasi oleh segelintir pihak tertentu.
5) Bisnis syariah secara signifikan menjamin kepemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan orang banyak.
6. Prinsip-prinsip dalam kegiatan bisnis syariah
Prinsip-prinsip utama yang harus dikandung dalam setiap kegiatan bisnis syariah
dapat dijabarkan sebagai berikut:
1) Prinsip keadilan, yaitu prinsip yang harus meliputi segala aspek kehidupan dan
merupakan prinsip yang terpenting, hal ini sebagaimana firman Allah SWT yang
memerintahkan untuk berbuat adil di antara sesama manusia yaitu sebagaimana yang
telah diatur dalam QS. an-Nahl ayat 90, QS.al-Maidah ayat 8 dan QS. al-Hasyr ayat 7.
2) Prinsip al-Ihsan, yaitu prinsip yang menganjurkan untuk berbuat kebaikan yang berupa
memberikan manfaat kepada orang lain, melebihi hak yang harus diterima oleh orang
tersebut.
3) Prinsip al-Mas’uliyah yaitu prinsip accountability atau pertanggungjawaban yang
meliputi segala aspek, yang mana dalam hal ini meliputi pertanggungjawaban antar
individu (mas’uliyahal-afrad), pertanggungjawaban dalam masyarakat (mas’uliyahal-
mujtama) serta tanggung jawab pemerintah (mas’uliyah al-daulah).
4) Prinsip al-Kifayah (sufficiency), yaitu prinsip yang bertujuan untuk menghapuskan
kefakiran dan mencukupi kebutuhan primer seluruh anggota masyarakat.
5) Prinsip Al-Wasathiyah atau prinsip keseimbangan, yang mana dalam hal ini Islam tetap
mengakui hak pribadi dengan batasan tertentu, yaitu keseimbangan antara kepentingan
individu dan masyarakat sebagaimana yang telah ditentukan syariah, hal ini tecermin dari
firman Allah SWT dalam QS. al-Isra ayat 27 dan ayat 29, QS. al-Furqan ayat 67 serta
QS. al-An’am ayat 141.
6) Prinsip kejujuran dan kebenaran, merupakan sendi dari akhlak yang mulia dalam
melakukan kegiatan bisnis, yang mana prinsip ini memiliki beberapa unsur yang antara
lain adalah:
a. Larangan terhadap transaksi yang meragukan, yang mana dalam hal ini akad
transaksi haruslah tegas, jelas dan pasti baik benda yang menjadi objek akad
maupun harga barang yang akan diakadkan tersebut.
b. Larangan melakukan transaksi yang merugikan, yang mana dalam hal ini setiap
transaksi yang merugikan diri sendiri maupun pihak kedua dan ketiga amatlah
dilarang.
c. Selalu mengutamakan kepentingan sosial, yaitu penekanan pada pentingnya
mendahulukan kepentingan Bersama di atas kepentingan individu.
d. Setiap transaksi yang dilakukan haruslah mengandung manfaat, sehingga transaksi
yang tidak ada manfaat atau faedahnya dilarang dalam setiap kegiatan bisnis
syariah.
e. Larangan terhadap transaksi yang mengandung unsur riba.
f. Setiap kegiatan dalam bisnis syariah haruslah berlandaskan pada prinsip antara
dhin yang berarti suka sama suka atau saling rela.
g. Prinsip tiada paksaan atau setiap orang orang bebas menetapkan akad yang bebas
sesuai kehendaknya tanpa adanya paksaan dari pihak mana pun.
Uraian di atas menegaskan bahwa pada prinsipnya dalam kegiatan bisnis syariah,
setiap kegiatan bisnis haruslah dikendalikan oleh nilai-nilai Islam, yang mana dalam hal
ini setiap individu pelaku bisnis harus memperhitungkan perintah dan larangan yang
terdapat dalam Al-Qur’an dan Sunnah sebagai dua sumber hukum utama dalam Islam
(ultimate source of law), adapun mengenai doktrin bisnis syariah dapat dipahami sebagai
rangkaian reaktualisasi doktrin Islam tentang masalah ekonomi yang memasuki fase
aplikasi dalam setiap kegiatan bisnis yang beragam. Doktrin bisnis syariah yang muncul
pada abad kedua puluh, bertujuan untuk membangun sebuah kegiatan ekonomi yang
berlandaskan pada kegiatan bisnis yang sesuai dengan wahyu dan tradisi yang
melingkupinya, yang pada awal mulanya mengedepankan sistem free interest yang
dikatakan sebagai suatu alernatif dari bank yang menerapkan sistem bunga atau riba.
7. Ruang lingkup bisnis syariah di Indonesia
DAFTAR PUSTAKA

Thalib, P., HADY, A. F., & Kholiq, M. N. (2021). Esensi Hukum Bisnis Syariah.
Firdaus, A., Muhammad, F., & Putra, D. A. (2021). JUAL BELI AKUN DRIVER DI PT
GRAB KOTA JAMBI PERSPEKTIF HUKUM BISNIS SYARIAH (Doctoral
dissertation, UIN Sultan Thaha Saifuddin Jambi).
Sutan, F. R. (2018). Kajian Hukum Bisnis Syariah. Misykat al-Anwar Jurnal Kajian Islam
dan Masyarakat, 1(1).
Ariyadi, A. (2018). Bisnis Dalam Islam. Jurnal Hadratul Madaniyah, 5(1), 13-26.

Anda mungkin juga menyukai