Anda di halaman 1dari 35

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit

1. Definisi

Demam Thypoid atau thypoid fever ialah suatu sindrom

sistemik yang terutama disebabkan oleh salmonella typhi. Demam

tifoid merupakan jenis terbanyak dari salmonelosis. Jenis lain dari

demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh S.

Paratyphi A, S. Schottmuelleri (semula S. Paratyphi B), dan S.

Hirschfeldii (semula S. Paratyphi C). Demam tifoid memperlihatkan

gejala lebih berat dibandingkan demam enterik yang lain (Widagdo,

2011).

Menurut Soedarto (2009) Penyakit infeksi usus yang disebut

juga sebagai Tifus abdominalis atau Typhoid Fever ini disebabkan

oleh kuman Salmonella typhiatauSalmonella paratyphi A, B, dan C.

Demam tifoid merupakan masalah kesehatan yang penting di

Indonesia maupun di daerahdaerah tropis dan subtropis di seluruh

dunia.

Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa penyakit

demam tifoid atau tifus abdominalis adalah suatu penyakit infeksi

akut yang menyerang manusia khususnya pada saluran

pencernaan yaitu pada usus halus yang disebabkan oleh kuman

salmonella typhi yang masuk melalui makanan atau minuman yang

tercemar dan ditandai dengan demam berkepanjangan lebih dari

6
7

satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan, dan lebih

diperburuk dengan gangguan penurunan kesadaran.

2. Anatomi Fisiologi

Anatomi fisiologi pencernaan manusia diawali dari mulut

sampai anus, menurut Pearce (2009), anatomi fisiologi sistem

pencernaan manusia yaitu:

a. Mulut

Mulut merupakan bagai awal dari sistem pencernaan yang

terdiri atas dua bagian luar yang sempit (vestibula) yaitu

ruangan diantara gusi dengan bibir dan pipi.Bagian dalam yang

tediri terdiri atas rongga mulut.Didalam mulut terdapat lidah

yang merupakan organ otot yang dilapisi mukosa, merupakan

alat bantu pada proses mengunyah (mastikasi), menelan

(deglution), bicara (spech) dan pengecap, kemudian terdapat

kelenjar air utama yaitu :glandula parotis, glandula sublingualis,

glandula submaksilaris. Selain lidah terdapat pula gigi yang

merupakan salah satu alat bantu sistem pencernaan karena

berperan sebagai alat pengunyah dan bicara.

b. Pharing

Pharing atau tekak merupakan suatu saluran muskulo

fibrosa, panjang kira-kira 12 cm, terbentang tegak lurus antara

basis cranii yaitu setinggi vertebra cervikalis VI hingga kebawah

setinggi tulang rawan cricoidea. Jadi pharing penting untuk


8

lalunya bolus (makanan yang sedang dicerna mulut) dan

lalunya udara.

c. Esophagus ( kerongkongan )

Esophagus merupakan bagian saluran pencernaan yang

terdiri dari jaringan otot yang terbentang mulai setinggi kartilago

cricoidea dan bermuara pada lambung yang merupakan

lanjutan lambung.

d. Lambung

Lambung yang merupakan bagian terlebar dari Tractus

Gastrointestinal dan merupakan lanjutan dari esofagus,

bentuknya seperti huruf “ J “ terletak dibagian atas agak kekiri

sedikit pada rongga abdomen dibawah diafragma. Fungsi

lambung sebagai pencernaan makanan secara mekanis dan

kimiawi.

e. Usus Halus

Usus halus merupakan lanjutan lambung terbentang mulai

pylorus sampai muara ileocaecalis dan menempati bagian

terbesar rongga abdomen terletak sebelah bawah lambung dan

hati, panjang kurang lebih 7 meter. Usus halus dibagi menjadi :

1) Duodenum

Disebut juga usus dua belas jari.Panjang kira-kira 20 cm,

berbentuk sepatu kuda melengkung kekiri.Pada lengkungan

ini terdapat pankreas.Bagian kanan terdapat selaput lendir

yaitu papila vateri. Dinding duodenum mempunyai lapisan


9

yang banyak mengandung kelenjar yang berfungsi untuk

memproduksi getah intestinum yang disebut kelenjar

brunner.

2) Yeyenum dan Ileum

Panjangnya sekitar 6 cm. Lekukan Yeyenum dan Ileum

merekat pada dinding abdomen posterior lipatan peritonium

yang dikenal sebagai mesentrum.Ujung bawah ileum

berhubungan dengan seikum dengan perantara lubang

orifisium ileosinkalis.Didalam tunica propria (bagian dalam

tunica mukosa) terdapat jaringan-jaringan limfoid, noduli

lymphatici yang ada sendiri-sendiri atau berkelompok.

Sementara di ileum plicae cirkulares dan villiakan

berkurang, sedangkan kelompok noduli lympathici akan

menjadi banyak, tiap kelompok berkisar antara 20 noduli

lympathici. Kumpulan kelompok ini disebut Plaque Payeri,

yang menjadi tanda khas ileum.Fungsi dari usus halus

antara lain menerima zat-zat makanan yang sudah dicerna,

menyerap protein dalam bentuk asam amino, menyerap

karbohidrat dalam bentuk emulasi lemak.

f. Usus Besar

Usus besar merupakan lanjutan dari usus halus yang

tersusun seolah-olah seperti huruf “ U “ terbalik dan mengelilingi

usus halus, panjangnya kurang lebih 140 cm terbentang dari

valvula ileocaecalis sampai anus. Usus besar terdiri dari colon


10

asendens, colon transversum, colon desenden dan

sigmoideum. Fungsi usus besar adalah untuk absorbsi air untuk

kemudian sisa masa membentuk masa yang semisolid (lembek)

disebut feses.

g. Anus

Anus merupakan bagian dari saluran pencernaan yang

menghubungkan rektum dengan dunia luar, terletak didasar

pelvis dindingnya diperkuat oleh tiga spinter yaitu :

1) Spinter ani intermus, bekerja tidak menurut kehendak

2) Spinter levator ani, bekerja tidak menurut kehendaki

3) Spinter ani ekstermus, bekerja menurut kehendak

3. Etiologi

Menurut Widagdo (2011) Etiologi dari demam Thypoid

adalah Salmonella typhi, termasuk genus Salmonella yang

tergolong dalam famili Enterobacteriaceae. Salmonella bersifat

bergerak, berbentuk spora, tidak berkapsul, gram (-). Tahan

terhadap berbagai bahan kimia, tahan 8 beberapa hari / minggu

pada suhu kamar, bahan limbah, bahan makanan kering, bahan

farmasi, dan tinja. Salmonella mati pada suhu 54,4º C dalam 1 jam

atau 60º C dalam 15 menit. Salmonella mempunyai antigen O

(somatik) adalah komponen dinding sel dari lipopolisakarida yang

stabil pada panas dan antigen H (flagelum) adalah protein yang

labil terhadap panas. Pada S. typhi, juga pada S. Dublin dan S.

hirschfeldii terdapat antigen Vi yaitu polisakarida kapsul .


11

4. Tanda dan Gejala

Menurut Ngastiyah (2005) Gambaran klinik demam tifoid

pada anak biasanya lebih ringan daripada orang dewasa. Penyakit

ini masa tunasnya 10-20 hari, tersingkat 4 hari jika infeksi terjadi

melalui makanan. Sedangkan jika melalui minuman yang terlama

30 hari. Selama masa inkubasi 9 mungkin ditemukan gejala

prodromal yaitu perasaan tidak enak badan, lesu, nyeri kepala,

pusing dan tidak bersemangat, nafsu makan berkurang.

Gambaran klinik yang biasa ditemukan menurut Ngastiyah

(2005) adalah:

a. Demam

Pada kasus yang khas demam berlangsung 3 minggu, bersifat

febris remiten dan suhu tidak tinggi sekali. Selama seminggu

pertama, suhu tubuh berangsur-angsur naik setiap hari,

biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore

hari dan malam hari. Dalam minggu kedua, pasien terus berada

dalam keadaan demam. Pada minggu ketiga, suhu berangsur-

angsur turun dan normal kembali pada akhir minggu ketiga

b. Gangguan pada saluran pencernaan

Pada mulut terdapat nafas berbau tidak sedap, bibir kering, dan

pecahpecah (ragaden), lidah tertutup selaput putih kotor (coated

tongue), ujung dan tepinya kemerahan, jarang disertai tremor.

Pada abdomen dapat ditemukan keadaan perut kembung

(meteorismus), hati dan limpa membesar disertai nyeri pada


12

perabaan. Biasanya sering terjadi konstipasi tetapi juga dapat

terjadi diare atau normal

c. Gangguan kesadaran

Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak dalam

yaitu apatis sampai samnolen, jarang terjadi sopor, koma atau

gelisah kecuali penyakitnya berat dan terlambat mendapatkan

pengobatan. Di samping gejala tersebut mungkin terdapat

gejala lainnya. Pada punggung dan anggota gerak dapat

ditemukan roseola yaitu bintik-bintik kemerahan karena emboli

basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minggu

pertama yaitu demam. Kadang-kadang ditemukan pula

bradikardi dan epitaksis pada anak dewasa

d. Relaps

Relaps (kambuh) ialah berulangnya gejala penyakit tifus

abdominalis, akan tetapi berlangsung ringan dan lebih singkat.

Terjadi pada minggu kedua setelah suhu badan normal kembali,

terjadinya sukar diterangkan. Menurut teori relaps terjadi karena

terdapatnya basil dalam organ-organ yang tidak dapat

dimusnahkan baik oleh obat maupun oleh zat anti. Mungkin

terjadi pada waktu penyembuhan tukak, terjadi invasi basil

bersamaan dengan pembentukan jaringan fibrosis.


13

5. Patofisiologi

Suriadi &Yuliani (2006) menjelaskan bahwa penularan

Salmonella typhi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang

dikenal dengan 5 F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan /

kuku), Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses.

Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan

bakteri Salmonella typhi kepada orang lain. Bakteri tersebut dapat

ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan hinggap

dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila

orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti

mencuci tangan, makanan yang tercemar bakteri Salmonella typhi

masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian bakteri

masuk ke dalam lambung, sebagian bakteri akan dimusnahkan

oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian

distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini

bakteri berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah (bakteremia

primer) dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel

retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke dalam

sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya

masuk limpa, usus halus dan kandung empedu (Ngastiyah, 2005).

Pada akhir masa inkubasi (5-9 hari), bakteri kembali masuk

dalam darah (bakteremi sekunder) dan menyebar keseluruh tubuh

terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, menimbulkan tukak

berbentuk lonjong di atas Plak Peyer. Tukak tersebut dapat


14

mengakibatkan perdarahan dan perforasi usus. Pada masa

bakteremi ini, bakteri mengeluarkan endotoksin yang mempunyai

peran membantu proses peradangan lokal dimana bakteri ini

berkembang.

Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid

disebabkan oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian

eksperimental disimpulkan bahwa endotoksemia bukan merupakan

penyebab utama demam pada typhoid. Endotoksemia berperan

pada patogenesis typhoid, karena membantu proses inflamasi lokal

pada usus halus. Demam disebabkan karena Salmonella typhi dan

endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh

leukosit pada jaringan yang meradang. Zat pirogen ini akan beredar

dalam darah dan mempengaruhi pusat termoregulator di

hipotalamus yang menimbulkan gejala demam


15

6. Pathway
Bakteri Salmonella typhi

Masuk ke saluran
Gambar 1. Pathway Thypus gastrointestinal
Abdominalis
Lolos dari asam lambung Malaise, perasaan
tidak enak badan,
Bakteri masuk usus halus nyeri abdomen

Komplikasi intestinal :
Perdarahan usus,
Pembuluh limfe Inflamasi perforasi usus (bag. distal
ileum), peritonituis
Masuk retikulo endothelial
Peredaran darah
(RES) terutama hati dan
(bakteremia primer) limfa

Inflamasi pada hati dan Empedu Masuk ke aliran darah


limfa (bakteremia sekunder)

Rongga usus pada kel.


Endotoksin
Limfoid halus

Terjadi kerusakan sel


Hepatomegali Pembesaran limfa
Merangsang melepas
Nyeri tekan nyeri akut Splenomegali zat epirogen oleh
leukosit

Mempengaruhi pusat
Lase plak peyer Penurunan mobilitas
thermoregulator di
usus hipotalamus

Erosi Penurunan peristaltik Ketidakefektifan


usus termoregulasi

Terjadi demam

Konstipasi Peningkatan asam


lambung

Resiko kekurangan Anoreksia mual


volume cairan muntah

Ketidakseimbangan
Perdarahan masif Nyeri
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Komplikasi perforasi dan
perdarahan usus (Sumber: Aplikasi asuhan keperawatan &
NANDA NIC-NOC, 2015)
16

7. Pemeriksaan Penunjang

Menurut Suriadi & Yuliani (2006) pemeriksaan penunjang

demam tifoid adalah:

a. Pemeriksaan darah tepi

Leukopenia, limfositosis, aneosinofilia, anemia, trombositopenia

b. Pemeriksaan sumsum tulang

Menunjukkan gambaran hiperaktif sumsum tulang

c. Biakan empedu

Terdapat basil salmonella typhosa pada urin dan tinja. Jika pada

pemeriksaan selama dua kali berturut-turut tidak didapatkan

basil salmonella typhosa pada urin dan tinja, maka pasien

dinyatakan betulbetul sembuh

d. Pemeriksaan widal

Didapatkan titer terhadap antigen 0 adalah 1/200 atau lebih,

sedangkan titer terhadap antigen H walaupun tinggi akan tetapi

tidak bermakna untuk menegakkan diagnosis karema titer H

dapat tetap tinggi setelah dilakukan imunisasi atau bila

penderita telah lama sembuh.

8. Komplikasi

Menurut Widagdo (2011) Komplikasi dari demam tifoid dapat

digolongkan dalam intra dan ekstra intestinal.

a. Komplikasi intestinal diantaranya ialah :

1) Perdarahan
17

Dapat terjadi pada 1-10 % kasus, terjadi setelah minggu

pertama dengan ditandai antara lain oleh suhu yang turun

disertai dengan peningkatan denyut nadi.

2) Perforasi usus

Terjadi pada 0,5-3 % kasus, setelah minggu pertama

didahului oleh perdarahan berukuran sampai beberapa cm

di bagian distal ileum ditandai dengan nyeri abdomen yang

kuat, muntah, dan gejala peritonitis.

b. Komplikasi ekstraintestinal diantaranya ialah :

1) Sepsis

Ditemukan adanya kuman usus yang bersifat aerobik

2) Hepatitis dan kholesistitis

Ditandai dengan gangguan uji fungsi hati, pada pemeriksaan

amilase serum menunjukkan peningkatan sebagai petunjuk

adanya komplikasi pankreatitis

3) Pneumonia atau bronkhitis

Sering ditemukan yaitu kira-kira sebanyak 10 %, umumnya

disebabkan karena adanya superinfeksi selain oleh

salmonella

4) Miokarditis toksik

Ditandai oleh adanya aritmia, blok sinoatrial, dan perubahan

segmen ST dan gelombang T, pada miokard dijumpai

infiltrasi lemak dan nekrosis

5) Trombosis dan flebitis


18

Jarang terjadi, komplikasi neurologis jarang menimbulkan

gejala residual yaitu termasuk tekanan intrakranial meningkat,

trombosis serebrum, ataksia serebelum akut, tuna wicara,

tuna rungu, mielitis tranversal, dan psikosis

6) Komplikasi lain

Pernah dilaporkan ialah nekrosis sumsum tulang, nefritis,

sindrom nefrotik, meningitis, parotitis, orkitis, limfadenitis,

osteomilitis, dan artritis.

9. Penatalaksanaan

Menurut Ngastiyah (2005) & Ranuh (2013) pasien yang

dirawat dengan diagnosis observasi tifus abdominalis harus

dianggap dan diperlakukan langsung sebagai pasien tifus

abdominalis dan diberikan pengobatan sebagai berikut :

a. Isolasi pasien, desinfeksi pakaian dan ekskreta

b. Perawatan yang baik untuk menghindari komplikasi, mengingat

sakit yang lama, lemah, anoreksia, dan lain-lain

c. Istirahat selama demam sampai dengan 2 minggu setelah suhu

normal kembali (istirahat total), kemudian boleh duduk, jika tidak

panas lagi boleh berdiri kemudian berjalan di ruangan

d. Diet Makanan harus mengandung cukup cairan, kalori dan tinggi

protein. Bahan makanan tidak boleh mengandung banyak serat,

tidak merangsang dan tidak menimbulkan gas. Susu 2 gelas

sehari. Apabila kesadaran pasien menurun diberikan makanan


19

cair, melalui sonde lambung. Jika kesadaran dan nafsu makan

anak baik dapat juga diberikan makanan lunak.

e. Pemberian antibiotik Dengan tujuan menghentikan dan

mencegah penyebaran bakteri. Obat antibiotik yang sering

digunakan adalah :

1) Chloramphenicol dengan dosis 50 mg/kg/24 jam per oral atau

dengan dosis 75 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi dalam 4

dosis. Chloramphenicol dapat menyembuhkan lebih cepat

tetapi relapse terjadi lebih cepat pula dan obat tersebut dapat

memberikan efek samping yang serius

2) Ampicillin dengan dosis 200 mg/kg/24 jam melalui IV dibagi

dalam 6 dosis. Kemampuan obat ini menurunkan demam

lebih rendah dibandingkan dengan chloramphenicol

3) Amoxicillin dengan dosis 100 mg/kg/24 jam per os dalam 3

dosis

4) Trimethroprim-sulfamethoxazole masing-masing dengan

dosis 50 mg SMX/kg/24 jam per os dalam 2 dosis,

merupakan pengobatan klinik yang efisien

5) Kotrimoksazol dengan dosis 2x2 tablet (satu tablet

mengandung 400 mg sulfamethoxazole dan 800 mg

trimethroprim. Efektivitas obat ini hampir sama dengan

chloramphenicol.
20

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pengkajian adalah tahap awal dari proses keperawatan dan

merupakan suatu proses pengupulan data yang sistematisdari

berbagai sumber untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status

kesehatan klien. tahap pengkajian merupakan dasar utama dalam

memberikan asuhan keperawatan sesuai dengan kebutuhan individu

(klien) (Nursalam, 2009).

Keberhasilan proses keperawatan sangat bergantung pada

kecermatan dan ketelitian dalam tahapan pengkajian, yang terdiri dari

beberapa tahapan yaitu pengumpulan data, analisa data, dan

interpretasi data. Data-data yang dikaji pada pasien Thypus

Abdominalis adalah :

a. Data Sabjektif

1) Identitas

a) Nama, umur dan jenis kelamin anak balita, orang tua/

penanggung jawab

Untuk membedakan atau menetapkan identitas pasien

karena mungkin memiliki nama yang sama.

b) Agama

Dalam hal ini berhubungan dengan tingkat penderitaan

sesuai dengan keyakinan

c) Pendidikan

Mengetahui tingkat intelektual


21

d) Pekerjaan

Mengetahui taraf hidup dan sosial ekonomi dan apakah

pekerjaannya berdampak buruk untuk bayinya atau tidak.

e) Suku/ Bangsa

Mengetahui bahasa yang lebih mudah dimengerti

f) Alamat

Untuk mengetahui ibu tinggal dimana bila ada kunjungan

rumah

g) Telpon

Mengetahui no telpon yang bisa dihubungi kepada orang tua/

penanggung jawab berkenaan keperluan dengan pasien bila

orang tua/penanggung jawab tidak ditempat

2) Keluhan Utama

a) Keluhan Utama

Pada pasien thypoid biasanya mengeluh perut merasa mual

dan kembung, nafsu makan menurun, panas dan demam

(Ngastiyah, 2012).

b) Lamanya Keluhan

Mengetahui sudah sejauh mana perjalan penyakit yang di

derita dan tindakan medis yang tepat untuk dilakukan.

3) Riwayat Kesehatan Anak/ Balita

a) Riwayat penyakit dahulu : apakah sebelumnya pasien

pernah mengalami sakit thypid, apakah tidak penah, apakah

menderita penyakit lainnya.


22

b) Riwayat penyakit sekarang

Pada umumnya penyakit pada pasien thypoid adalah demam

anorexia,mual muntah, diare , perasaan tidak enak diperut,

pucat (anemi),nyeri kepala pusing, nyeri otot, lidah

tifoid(kotor), gangguan kesadaran berupa somnolen sampai

koma.

c) Riwayat kesehatan keluarga

Apakah dalam kesehatan keluarga ada yang pernah

menderita typhoid atau sakit yang lainnya

d) Alergi

Mengetahui jenis obat dan makanan yang tidak cocok, untuk

kelancaran proses pengobatan

e) Imunisasi

Mengetahui kelengkapan imunisasi dan perkiraan daya tahan

tubuh anak

f) Pola Kebutuhan Sehari-hari

(1) Pola Nutrisi

Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena

mual dan muntah  saat makan  sehingga makan hanya

sedikit bahkan tidak makan  sama sekali.

(2) Pola eliminasi

Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah

baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami

gangguan, hanya warna urine menjadi kuning


23

kecoklatan.   Klien dengan demam tifoid terjadi

peningkatan suhu tubuh yang berakibat keringat banyak

keluar dan merasa haus, sehingga dapat meningkatkan

kebutuhan cairan tubuh. 

(3) Pola Istirahat

Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan

peningkatan suhu tubuh.

b. Data Objektif

1) Pemeriksaan Umum

a) Keadaan Umum : baik/lemah.

b) Kesadaran : composmentis, sopor, somnolen, apatis, koma.

Ibu dengan preeklampsia berat kesadarannya bisa

composmentis bahkan bisa sampai koma.

c) Status gizi

Melihat hubungan status gizi dengan penyakit yang diderita

d) TTV

(1) 1). Tekanan darah, normal 80-100/60 mmHg

(2) 2). Nadi, normal 80-100 x/menit

(3) 3). Pernapasan, normal 20-30 x/menit

(4) 4). Suhu, di atas normal >37,50C

2) Pemeriksaan Antropometri

Pemeriksaan PB, BB, LILA dilakukan untuk melihat pertumbuhan

dan perkembangan anak seharusnya, dan yang harus di capai.


24

3) Pemeriksaan Fisik

a) Kepala : Dikaji apakah bentuk kepala normal, ada perlukaan

dll

b) Rambut : Dikaji kesehatan rambut, yang mencerminkan status

gizi dan kebersihan

c) Mata : Kelopak mata cekung, pucat, dilatasi pupil, konjungtifa

pucat kadang di dapat anemia ringan.

d) Muka : Pada penderita typoid, muka kemerahan akibat suhu

tubuh yang panas

e) Mulut : Mukosa bibir kering, pecah-pecah, bau mulut tak

sedap. Terdapat beslag lidah dengan tanda-tanda lidah

tampak kering dilatasi selaput tebal dibagian ujung dan tepi

lidah nampak kemerahan, lidah tremor jarang terjadi.

f) Leher : Normal

g) Dada : Kaji apakah ada tarikan dinding dada, untuk curiga

komplikasi penyakit lain

h) Abdomen : Saat palpasi didapatkan limpa dan hati membesar

dengan konsistensi lunak serta nyeri tekan pada abdomen. 

Pada perkusi didapatkan perut kembung serta pada auskultasi

peristaltik usus meningkat.

i) Genitalia : Kelaminnya apa, bersih / tidak, ada kelainan / tidak.

Pada penderita typoid biasanya pada genitalia tidak ada

keluhan
25

j) Ekstremitas : Tidak ada masalah, akral hangat atau dingin,

oedem / tidak.

k) Anus : Tidak ada masalah

2. Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada Thypus Abdominalis

menurut Nanda NIC NOC 2015, adalah :

a. Hipertemia b/d proses infeksi salmonella thyposa

b. Resiko defisit volume cairan b/d pemasukan yang kurang,

mual, muntah/pengeluaran yang berlebihan, diare, panas tubuh

c. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan

tubuh b/d intake kurang akibat mual, muntah, anoreksia, atau

output yang berlebihan akibat diare.

d. Gangguan pola defeksi : diare b/d proses peradangan pada

dinding usus halus

e. Perubahan pola defeksi : konstipasi b/d proses peradangan

pada dinding usus halus,

f. Resiko tinggi trauma fisik b/d gangguan mental,

delirium/psikosis

3. Perencanaan (Intervensi)

Intervensi keperawatan adalah gambaran atau tindakan yang akan

dilakukan untuk memecahkan masalah keperawatan yang dihadapi

pasien. Adapun rencana keperawatan yang sesuai dengan penyakit

Thypus Abdominalis menurut dalam buku Aplikasi NANDA NIC NOC

(2015) adalah sebagai berikut:


26

Tabel 1. Rencana Tindakan pada kasus Thypus Abdominalis

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


No Intervensi
keperawatan Hasil

1 Hipertemia b/d NOC : Thermoregulation NIC :


proses infeksi
Kriteria Hasil : Fever treatment
salmonella
thyposa  Suhu tubuh dalam  Monitor suhu
rentang normal sesering mungkin
Definisi : suhu  Nadi dan RR dalam  Monitor IWL
tubuh naik diatas rentang normal  Monitor warna dan
rentang normal  Tidak ada suhu kulit
perubahan warna  Monitor tekanan
Batasan kulit dan tidak ada darah, nadi dan RR
Karakteristik: pusing, merasa  Monitor penurunan
nyaman tingkat kesadaran
 kenaikan
 Monitor WBC, Hb,
suhu tubuh
dan Hct
diatas
 Monitor intake dan
rentang
output
normal
 Kolaborasi
 serangan pemberian anti piretik
atau konvulsi  Berikan pengobatan
(kejang) untuk mengatasi
 kulit penyebab demam
kemerahan  Selimuti pasien
 pertambaha  Lakukan tapid
n RR sponge
 takikardi  Kolaboraikan dengan
 saat dokter mengenai
disentuh pemberian cairan
tangan intravena sesuai
terasa program
hangat  Kompres pasien
pada lipat paha dan
aksila
Faktor faktor
 Tingkatkan sirkulasi
yang
udara
berhubungan :
 Berikan pengobatan
- penyakit/ untuk mencegah
trauma terjadinya menggigil
- peningkat
27

an Temperature regulation
metabolism
 Monitor suhu minimal
e
tiap 2 jam
- aktivitas
 Rencanakan
yang
monitoring suhu
berlebih
secara kontinyu
- pengaruh
 Monitor TD, nadi, dan
medikasi/an
RR
astesi
 Monitor warna dan
- ketidakm
suhu kulit
ampuan/pen
 Monitor tanda-tanda
urunan
hipertermi dan
kemampuan
hipotermi
untuk
 Tingkatkan intake
berkeringat
cairan dan nutrisi
- terpapar
 Selimuti pasien untuk
dilingkunga
mencegah hilangnya
n panas
kehangatan tubuh
- dehidrasi
 Ajarkan pada pasien
- pakaian
cara mencegah
yang tidak
keletihan akibat
tepat
panas
 Diskusikan tentang
pentingnya
pengaturan suhu dan
kemungkinan efek
negatif dari
kedinginan
 Beritahukan tentang
indikasi terjadinya
keletihan dan
penanganan
emergency yang
diperlukan
 Ajarkan indikasi dari
hipotermi dan
penanganan yang
diperlukan
 Berikan anti piretik
jika perlu

Vital sign Monitoring


 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
28

 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
 Auskultasi TD pada
kedua lengan dan
bandingkan
 Monitor TD, nadi, RR,
sebelum, selama,
dan setelah aktivitas
 Monitor kualitas dari
nadi
 Monitor frekuensi dan
irama pernapasan
 Monitor suara paru
 Monitor pola
pernapasan
abnormal
 Monitor suhu, warna,
dan kelembaban kulit
 Monitor sianosis
perifer
 Monitor adanya
cushing triad
(tekanan nadi yang
melebar, bradikardi,
peningkatan sistolik)
 Identifikasi penyebab
dari perubahan vital
sign

2 Resiko defisit NOC: Fluid management


volume cairan  Timbang
b/d pemasukan  Fluid balance popok/pembalut jika
yang kurang,  Hydration diperlukan
mual,  Nutritional Status :
 Pertahankan catatan
muntah/pengelu Food and Fluid
intake dan output
aran yang Intake
yang akurat
berlebihan, Kriteria Hasil :
 Monitor status hidrasi
diare, panas ( kelembaban
 Mempertahankan
tubuh membran mukosa,
urine output sesuai
dengan usia dan nadi adekuat,
BB, BJ urine tekanan darah
29

Definisi : normal, HT normal ortostatik ), jika


Penurunan  Tekanan darah, diperlukan
cairan nadi, suhu tubuh  Monitor vital sign
intravaskuler, dalam batas normal  Monitor masukan
interstisial,  Tidak ada tanda makanan / cairan dan
dan/atau tanda dehidrasi, hitung intake kalori
intrasellular. Ini Elastisitas turgor harian
mengarah ke kulit baik, membran  Lakukan terapi IV
dehidrasi, mukosa lembab,  Monitor status nutrisi
kehilangan tidak ada rasa haus  Berikan cairan
cairan dengan yang berlebihan
 Berikan cairan IV
pengeluaran
pada suhu ruangan
sodium
 Dorong masukan oral
 Berikan penggantian
nesogatrik sesuai
Batasan output
Karakteristik :  Dorong keluarga
untuk membantu
- Kelemahan
pasien makan
- Haus
 Tawarkan snack ( jus
- Penurunan
buah, buah segar )
turgor
 Kolaborasi dokter jika
kulit/lidah
tanda cairan berlebih
- Membran
muncul meburuk
mukosa/kulit
kering  Atur kemungkinan
- Peningkatan tranfusi
denyut nadi,  Persiapan untuk
penurunan tranfusi
tekanan
darah,
penurunan
volume/tekan
an nadi
- Pengisian
vena menurun
- Perubahan
status mental
- Konsentrasi
urine
meningkat
- Temperatur
tubuh
meningkat
- Hematokrit
meninggi
30

- Kehilangan
berat badan
seketika
(kecuali pada
third spacing)
Faktor-faktor
yang
berhubungan:

- Kehilangan
volume cairan
secara aktif
- Kegagalan
mekanisme
pengaturan

3 Resiko NOC : Nutrition Management


ketidakseimbang
an nutrisi kurang  Nutritional Status :  Kaji adanya alergi
dari kebutuhan food and Fluid Intake makanan
tubuh b/d intake Kriteria Hasil :  Kolaborasi dengan
kurang akibat ahli gizi untuk
 Adanya peningkatan menentukan jumlah
mual, muntah, berat badan sesuai kalori dan nutrisi
anoreksia, atau dengan tujuan yang dibutuhkan
output yang  Berat badan ideal pasien.
berlebihan akibat sesuai dengan tinggi  Anjurkan pasien
diare. badan untuk meningkatkan
 Mampu intake Fe
Definisi : Intake mengidentifikasi  Anjurkan pasien
nutrisi tidak kebutuhan nutrisi untuk meningkatkan
cukup untuk  Tidak ada tanda protein dan vitamin C
keperluan tanda malnutrisi  Berikan substansi
metabolisme  Tidak terjadi gula
tubuh. penurunan berat  Yakinkan diet yang
badan yang berarti dimakan
mengandung tinggi
Batasan serat untuk
karakteristik : mencegah konstipasi
 Berikan makanan
- Berat
yang terpilih ( sudah
badan 20 %
dikonsultasikan
atau lebih di
dengan ahli gizi)
bawah ideal
 Ajarkan pasien
- Dilaporka
bagaimana membuat
n adanya
catatan makanan
31

intake harian.
makanan  Monitor jumlah nutrisi
yang kurang dan kandungan kalori
dari RDA  Berikan informasi
(Recomended tentang kebutuhan
Daily nutrisi
Allowance)  Kaji kemampuan
- Membran pasien untuk
mukosa dan mendapatkan nutrisi
konjungtiva yang dibutuhkan
pucat
- Kelemah Nutrition Monitoring
an otot yang
digunakan  BB pasien dalam
untuk batas normal
menelan/men  Monitor adanya
gunyah penurunan berat
- Luka, badan
inflamasi  Monitor tipe dan
pada rongga jumlah aktivitas yang
mulut biasa dilakukan
- Mudah  Monitor interaksi
merasa anak atau orangtua
kenyang, selama makan
sesaat  Monitor lingkungan
setelah selama makan
mengunyah  Jadwalkan
makanan pengobatan dan
- Dilaporka tindakan tidak selama
n atau fakta jam makan
adanya  Monitor kulit kering
kekurangan dan perubahan
makanan pigmentasi
- Dilaporka  Monitor turgor kulit
n adanya  Monitor kekeringan,
perubahan rambut kusam, dan
sensasi rasa mudah patah
- Perasaan  Monitor mual dan
ketidakmamp muntah
uan untuk  Monitor kadar
mengunyah albumin, total protein,
makanan Hb, dan kadar Ht
- Miskonsepsi  Monitor makanan
- Kehilangan kesukaan
BB dengan  Monitor pertumbuhan
makanan dan perkembangan
32

cukup  Monitor pucat,


- Keengganan kemerahan, dan
untuk makan kekeringan jaringan
- Kram pada konjungtiva
abdomen  Monitor kalori dan
- Tonus otot intake nuntrisi
jelek  Catat adanya edema,
- Nyeri hiperemik, hipertonik
abdominal papila lidah dan
dengan atau cavitas oral.
tanpa patologi  Catat jika lidah
- Kurang berwarna magenta,
berminat scarlet
terhadap
makanan
- Pembuluh
darah kapiler
mulai rapuh
- Diare dan
atau
steatorrhea
- Kehilangan
rambut yang
cukup banyak
(rontok)
- Suara usus
hiperaktif
- Kurangnya
informasi,
misinformasi

Faktor-faktor
yang
berhubungan :

Ketidakmampua
n pemasukan
atau mencerna
makanan atau
mengabsorpsi
zat-zat gizi
berhubungan
dengan faktor
biologis,
psikologis atau
33

ekonomi.

4 Gangguan pola NOC: NIC :


defeksi : diare
 Bowel elimination Diarhea Management
b/d proses
peradangan  Fluid Balance  Evaluasi efek
pada dinding  Hydration samping pengobatan
usus halus  Electrolyte and terhadap
Acid base Balance gastrointestinal
Kriteria Hasil :  Ajarkan pasien untuk
menggunakan obat
 Feses berbentuk,
antidiare
BAB sehari sekali-
 Instruksikan
tiga hari
pasien/keluarga
 Menjaga daerah
untukmencatat
sekitar rectal dari
warna, jumlah,
iritasi
frekuenai dan
 Tidak mengalami
konsistensi dari feses
diare
 Evaluasi intake
 Menjelaskan
makanan yang
penyebab diare
masuk
dan rasional
 Identifikasi factor
tendakan
penyebab dari diare
 Mempertahankan
 Monitor tanda dan
turgor kulit
gejala diare
 Observasi turgor kulit
secara rutin
 Ukur diare/keluaran
BAB
 Hubungi dokter jika
ada kenanikan bising
usus
 Instruksikan pasien
untukmakan rendah
serat, tinggi protein
dan tinggi kalori jika
memungkinkan
 Instruksikan untuk
menghindari laksative
 Ajarkan tehnik
menurunkan stress
 Monitor persiapan
makanan yang aman

5 Resiko tinggi NOC: NIC :


34

trauma fisik b/d  Knowlwdge :


gangguan personel safety
Environmental
mental,  Safety behavior :
Management safety
delirium/psikosis falls Prevention
 Safety Behavior :  Sediakan
Falls Occurance lingkungan yang
 Safety behavior : aman untuk
Physical injury pasien
 Identifikasi
kebutuhan
keamanan pasien,
sesuai dengan
kondisi fisik dan
fungsi kognitif
pasien dan riwayat
penyakit terdahulu
pasien
 Menghindarkan
lingkungan yang
berbahaya
(misalnya
memindahkan
perabotan)
 Memasang side
rail tempat tidur
 Menyediakan
tempat tidur yang
nyaman dan
bersih
 Menempatkan
saklar lampu
ditempat yang
mudah dijangkau
pasien.
 Membatasi
pengunjung
 Memberikan
penerangan yang
cukup
 Menganjurkan
keluarga untuk
menemani pasien.
 Mengontrol
lingkungan dari
kebisingan
 Memindahkan
35

barang-barang
yang dapat
membahayakan
 Berikan
penjelasan pada
pasien dan
keluarga atau
pengunjung
adanya perubahan
status kesehatan
dan penyebab
penyakit

6 Perubahan pola NOC: NIC: Constipation/


defeksi : Impaction Management
 Bowel elimination
konstipasi b/d
 Hydration  Monitor tanda dan
proses
Kriteria Hasil : gejala konstipasi
peradangan
pada dinding  Mempertahankan  Monior bising usus
usus halus, bentuk feses lunak  Monitor feses:
setiap 1-3 hari frekuensi, konsistensi
 Bebas dari dan volume
ketidaknyamanan  Konsultasi dengan
dan konstipasi dokter tentang
 Mengidentifikasi penurunan dan
indicator untuk peningkatan bising
mencegah usus
konstipasi  Mitor tanda dan
gejala ruptur
usus/peritonitis
 Jelaskan etiologi dan
rasionalisasi tindakan
terhadap pasien
 Identifikasi faktor
penyebab dan
kontribusi konstipasi
 Dukung intake cairan
 Kolaborasikan
pemberian laksatif

4. Pelaksanaan (Implementasi)

Menurut Rohmah dan Walid (2009), pelaksanaan adalah realisasi

rencana tindakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.


36

Kegiatan dalam pelaksanaan juga meliputi pengumpulan data

berkelanjutan, mengobservasi respon pasien selama dan sesudah

pelaksanaan tindakan dan menilai data yang baru. Sementara tahap-

tahap yang harus dilaksanakan dalam pelaksanaan adalah :

a. Tahap persiapan : review rencana tindakan keperawatan, analisis

pengetahuan dan ketrampilan yang diperlukan, antisipasi

komplikasi yang akan timbul, mempersiapkan peralatan yang

diperlukan (waktu, tenaga, alat), mengidentifikasi aspek-aspek

hukum dan etik, memperhatikan hak-hak pasien, antara lain

hakatas pelayanan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan

kesehatan, hakatas informasi, hak untuk menentukan nasib sendiri,

hak atas second opinion.

b. Tahap pelaksanaan : berfokus pada pasien, berorientasi pada

tujuan dan kriteria hasil, memperhatikan keamanan fisik dan

psikologis pasien, kompeten.

c. Tahap sesudah pelaksanaan: menilai keberhasilan tindakan,

mendokumentasikan tindakan, yang meliputi aktivitas tindakan

perawat, hasil/repon pasien, tanggal/jam, nomor diagnosis

keperawatan, tanda tangan.

5. Evaluasi

Menurut Rohmah dan Walid (2009), evaluasi adalah penilaian

dengan cara membandingkan perubahan keadaan pasien (hasil yang

diamati) dengan tujuan dan kriteria hasil yang dibuat pada tahap

perencanaan.. Macam-macam evaluasi antara lain :


37

a. Evaluasi proses (formatif) ; evaluasi yang dilakukan setiap selesai

tindakan, berorientasi pada etiologi, dilakukan secara terus-

menerus sampai tujuan yang telah ditentukan tercapai.

b. Evaluasi hasil (sumatif) :evaluasi yang dilakukan setelah akhir

tindakan keperawatan secara paripurna, berorientasi pada masalah

keperawatan, menjelaskan keberhasilan / ketidak berhasilan,

rekapitulasi dan kesimpulan status kesehatan pasien sesuai

dengan kerangka waktu yang ditetapkan.

Untuk memudahkan perawat mengevaluasi atau memantau

perkembangan klien, digunakan komponen SOAP/SOAPIE/SOAPIER.

Penggunaannya tergantung dari kondisi klien.

a. S : Data Subjektif

Perawat menuliskan keluhan klien yang masih dirasakan setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

b. O : Data Objektif

Yaitu data berdasarkan hasil pengukuran atau observasi perawat

secara langsung kepada klien, dan dirasakan klien setelah

dilakukan tindakan keperawatan.

c. A : Analisis

Interpretasi dari data subyektif dan data obyektif. Merupakan suatu

masalah atau diagnosis keperawatan yang masih terjadi, atau juga

dapat dituliskan masalah/diagnosis baru yang terjadi akibat

perubahan status kesehatan klien yang telah teridentifikasi datanya

dalam data subyektif dan obyektif.


38

d. P : Planning

Perencanaan keperawatan yang akan dilanjutkan, dihentikan,

dimodifikasi, atau ditambahkan dari rencana tindakan keperawatan

yang telah ditentukan sebelumnya. Tindakan yang telah

menunjukkan hasil yang memuaskan dan tidak memerlukan

tindakan ulang pada umumnya dihentikan. Tindakan yang perlu

dilanjutkan adalah tindakan yang masih kompeten untuk

menyelesaikan masalah klien dan membutuhkan waktu untuk

mencapai keberhasilannya. Tindakan yang perlu dimodifikasi

adalah tindakan yang dirasa dapat membantu menyelesaikan

masalah klien tetapi perlu ditingkatkan kualitasnya atau mempunyai

alternatif pilihan yang diduga dapat membantu mempercepat

proses penyembuhan. Sedangkan rencana tindakan yang

baru/sebelumnya tidak ada dapat ditentukan bila timbul masalah

baru atau rencana tindakan yang ada sudah tidak kompeten lagi

untuk menyelesaikan masalah yang ada.

e. I : Implementasi

Adalah tindakan keperawatan yang dilakukan sesuai dengan

instruksi yang telah teridentifikasi dalam komponen P

(perencanaan). Jangan lupa menuliskan tanggal dan jam

pelaksanaan.

f. E : Evaluasi

Adalah respons klien setelah dilakukan tindakan keperawatan.

g. R : Reassesment
39

Adalah pengkajian ulang yang dilakukan terhadap perencanaan

setelah diketahui hasil evaluasi, apakah dari rencana tindakan perlu

dilanjutkan, dimodifikasi, atau dihentikan.

C. Kerangka Konsep

Menurut Nursalam (2009), tahap yang penting dalam suatu

penelitian adalah menyusun kerangka konsep. Konsep adalah

abstraksi dari suatu realitas agar dapat dikomunikasikan dan

membentuk suatu teori yang menjelaskan keterkaitan anatara variabel

(baik variabel yang diteliti maupun yang tidak diteliti.

Hipertermia

Resiko Defisit
Volume Cairan
Asuhan
Keterangan : Keperawatan:
1. Pengkajian
: Variabel Diteliti2. Diagnosa
3. Perencanaan
: Variabel Tidak 4. Implementasi
Diteliti
5. Evaluasi
40

Resiko
Ketidakseimbangan
nurisi kurang dari
kebutuhan tubuh
Pasien
dengan
Thypoid
Gangguan Pola
Defekasi

Perubahan Pola
Defekasi

Resiko Trauma Fisik

Sumber : Nanda,NIC NOC, 2015.

Gambar 2. Kerangka Konsep Asuhan Keperawatan pada Pasien


dengan Thypus Abdominalis

Anda mungkin juga menyukai