Anda di halaman 1dari 10

SOSRO: RAJA MINUMAN TEH INDONESIA

“Apapun makanannya minumnya teh botol sosro” merupakan tag line SOSRO yang
dipasang di setiap iklan sosro, baik yang ada di televisi atau media cetak. Mimpi Pak Sosrojoyo
menjadi kenyataan sekarang, dimana dia ingin semua orang menikmati aroma dan rasa teh sosro
yang lezat. Dimanapun yang ada di Indonesia, dari kios-kios kecil yang ada di desa kecil hingga
kota besar, kita bisa menemukan produk teh dari sosro.
Tentu saja, kesuksesan ini tidak terjadi hanya dalam waktu satu malam saja. Itu
merupakan perjalanan panjang sejak sosro membangun kerajaan teh, menghadapi banyak
tantangan dan rintangan. Pada tahun 2006, ketika Pak Sosrojoyo duduk di kantornya, mengingat
perjalanan panjang yang dilalui keluarganya. Baginya, situasi bisnis saat ini telah berubah,
kedatangan pemain baru yang memproduksi minuman botolan membuatnya berpikir ulang
mengenai keunggulan persaingan dari sosro. Dia harus merumuskan kembali kompetensi sosro
sedemikian rupa sehingga mereka dapat menghadapi tantangan dari pesaing.

Sejarah Teh di Indonesia

Tanaman teh datang ke Indonesia pada tahun 1686 ketika seorang Belanda bernama Dr.
Andreas Cleyer mendatangkan tanaman hias. Tidak sampai hampir empat puluh tahun
setelahnya, pada 1728, pemerintah Belanda mulai memasarkan tanaman teh dan mengimpor teh
dari Cina. Tetapi tidak berhasil. Pada 1824, Dr. Van Siebold, seorang ahli bedah, menyarankan
untuk menanam tanaman teh Jepang.
Kebun teh pertama yang dijalankan oleh Jacobson pada tahun 1828 dan menjadi
komoditas yang menguntungkan bagi pemerintah Belanda. Pada masa pemerintahan Van Den
Bosch, Cultuurstelsel mewajibkan orang Indonesia untuk menanam teh. Setelah terjadinya
kemerdekaan, pemerintah Indonesia menasionalisasikan semua perkebunan dan perdagangan teh.
Sekarang, bisnis teh tidak hanya dapat dijalankan oleh pemerintah, tetapi juga oleh perusahaan
atau institusi swasta.

Korporasi Teh

Camelia Sinensis adalah nama Latin untuk tanaman teh dari keluarga Camelia. Secara
umum, tanaman teh tumbuh di zona tropis pada ketinggian 200-2000 meter dengan suhu udara
antara 14-25 derajat celcius. Tanaman teh bisa setinggi 9 meter (teh Cina dan Jawa), tetapi
beberapa bisa mencapai 12 hingga 20 meter (teh Assamica). Untuk memudahkan pengambilan
daun teh, tinggi tanaman harus dikontrol dengan cara pemotongan secara terus menerus sehingga
tingginya tidak pernah lebih dari 1 meter. Dengan ketinggian seperti itu, memetik daun teh yang
muda yang bagus akan menjadi jauh lebih mudah. Catatan saat ini menunjukkan bahwa ada
sekitar 1.500 varian teh dari 25 negara di dunia (www.sosro.com). Secara alami, variasi
konsistensi teh terdiri dari 3 kelompok utama, yaitu:
a. Teh Hitam yang dibuat dari proses fermentasi yang panjang sehingga warnanya berubah
menjadi hitam pekat dengan aroma yang sangat kuat.
b. Teh Oolong yang juga diketahui sebagai teh yang difermentasi.
c. Teh Hijau yang dibuat dari proses pengeringan, dan tidak difermentasi dengan proses
penguapan daun yang lebih lama daripada teh putih.
Di Indonesia, teh yang paling difavoritkan adalah Teh Melati, campuran dari teh hijau dan bunga
melati dengan aroma melati.

Pendiri-Pendiri Sosro

Para Pendiri Keluarga Sosrodjojo memulai bisnis mereka di Slawi, sebuah kota kecil di
Jawa Tengah pada tahun 1940. Pendirinya adalah Mr. Sosrodjojo sebagai generasi pertama
(Gambar 1). Pada saat itu, produk tersebut adalah teh kering dengan merek "Teh Cap Botol" dan
hanya didistribusikan di sekitar Jawa Tengah.
Pada tahun 1953, keluarga Sosrodjojo mulai memperluas bisnisnya untuk memasuki
Jakarta untuk memperkenalkan produk "Teh Cap Botol" yang sudah sangat populer di Jawa
Tengah. Perjalanan untuk memperkenalkan produk "Teh Cap Botol" dimulai dengan melakukan
CICIP RASA (pengecapan produk) promosi ke beberapa pasar di Jakarta.
Promosi ini dilakukan dengan memasuki pasar dan menyeduh produk teh "Teh Cap
Botol" di tempat. Ketika teh telah siap, lalu akan dibagikan kepada orang-orang di tempat.
Promosi ini tidak terlalu berhasil karena teh yang didistribusikan terlalu panas untuk diminum
sementara proses pembuatannya memakan waktu terlalu lama, membuat mereka yang ingin
merasakannya tidak sabar untuk menunggu.
Metode kedua digunakan: teh tidak diseduh di tempat, tetapi dibawa dengan telah
diseduh di dalam panci besar ke pasar menggunakan truk terbuka, sekali lagi, ini tidak berhasil
karena beberapa teh tumpah dalam perjalanan ke pasar, sebagian besar ke kondisi jalan yang
jelek di Jakarta saat itu.
Kemudian, muncul ide untuk membawa teh yang diseduh dalam botol yang telah
dibersihkan. Ternyata metode ini cukup menarik bagi pelanggan karena praktis dan siap
dikonsumsi tanpa perlu menunggu teh tersebut diseduh.
Kemudian, pada tahun 1969, ide untuk menjual teh siap minum dalam botol dirumuskan,
dan pada tahun 1970, pabrik teh botol PT. SINAR SOSRO didirikan, pabrik teh siap minum
dalam kemasan botol pertama di Indonesia dan Dunia.
Pada generasi kedua ini dimulai inovasi teh siap minum melalui distribusi nasional dan
memulai kantor pertama mereka di Cakung, Bekasi (sebelumnya bernama Ujung Menteng).
Pada era 90-an, bisnis keluarga Sosro melangkah ke generasi ketiga dengan
mengembangkan bisnis teh menjadi beberapa rasa, segmentasi target, manfaat dan juga kemasan.
Setelah itu, distribusi produk diperluas ke wilayah internasional dengan masih menempatkan
kantor mereka di Cakung.

Filosofi Sosro

Dari generasi pertama, keluarga Sosro memiliki satu filosofi mulia tunggal, yang selalu
diterapkan dalam kegiatan bisnis mereka. Filosofinya adalah "NIAT BAIK" atau GOODWILL
(Gambar 2). Niat Baik menggambarkan keamanan saat mengkonsumsi Teh Botol Sosro. Tidak
akan membahayakan kesehatan konsumen. Teh tidak menggunakan bahan pengawet, pemanis
dan pewarna asam. Filosofi ini juga berlaku dalam proses produksinya yang ramah lingkungan.

Perkebunan Teh

Untuk memperoleh bahan baku yang berkualitas terbaik, sosro menggabungka beberapa
perkebunan di beberapa daerah di Jawa Barat, seperti Garut (455 hektar dan ketinggian 1.000-
1.250 meter) (lihat Gambar 4).

Pabrik Pembuatan

Sosro membangun beberapa pabrik di daerah yang berbeda (Gambar 5), sehingga teh siap
untuk proses selanjutnya tanpa memerlukan banyak waktu. Sosro dapat memotong biaya
pengiriman dan risiko mengalami masalah pengiriman. Sekarang, Sosro memiliki beberapa
pabrik di Pulau Jawa dan Pulau Sumatra, seperti:
1. Pabrik Teh Botol Sosro di Jakarta (Cakung), Pandeglang (Jawa Barat), Ungaran (Jawa
Tengah), Surabaya (Jawa Timur), dan Medan (Sumatera Utara),
2. Pabrik Teh Melati di Slawi (Jawa Tengah),
3. Pabrik pengemasan Tetra, timah dan air mineral di Tambun (Bekasi),
4. Pabrik lainnya di Cibitung (Jawa Barat) dan Gianyar (Bali).

Proses Produksi

Bahan dasar Teh Botol Sosro adalah daun teh hijau Peko terbaik, dikumpulkan dari
perkebunan milik sendiri yang dicampur dengan bunga melati atau teh melati, kemudian
ditambahkan dengan gula terbaik dengan warna, rasa, dan ukuran yang telah terstandar,
semuanya berada di bawah kendali penuh. Pemrosesan juga menggunakan mesin Jerman modern
terbaik untuk membuat produk dengan kualitas terbaik. Proses produksi berbagai produk Sosro
dapat dilihat pada Gambar 7.

Bisnis Teh Botol

Teh Botol Sosro sudah berubah menjadi raja teh botolan (lihat Gambar 3), yang segmen
pasarnya sekitar 90%, dan omset tahun lalu lebih dari 2 triliun rupiah. Bagian yang menarik
adalah Sosro tidak hanya berkompetisi dalam kategori teh botol, yang belakangan diisi dengan
pemain baru, tetapi juga bersaing di industri minuman pada umumnya. Segmentasi pasar untuk
industri minuman dibagi menjadi air mineral (40%), teh (30%), minuman berkarbonasi (20%),
dan sisanya seperti jus (10%).
Tiga kategori besar dalam industri minuman didominasi oleh pemain besar. Dalam
kategori air mineral, Aqua mendominasi 50% pasar. Dalam kategori teh, Sosro mendominasi
90% pasar. Dalam kategori minuman berkarbonasi, Coca-Cola mendominasi 90% pasar. Hal
tersebut artinya, dari ukuran volume, Teh Botol Sosro sudah melampaui Coca-Cola yang
merupakan pemimpin dalam distribusi di Indonesia sejak 1930.

Bahkan Teh Membutuhkan Sertifikat

Untuk memenuhi pengakuan produk yang sehat, Sosro mengikuti proses sertifikasi
produk (Gambar 6). Dari Departemen Agama, Sosro mendapat sertifikat HALAL, hal tersebut
berarti produk itu aman untuk pelanggan muslim yang merupakan 80% dari penduduk Indonesia.
Untuk proses produksi, produk Sosro dijamin oleh sertifikasi ISO 9002.
Untuk memastikan kaleng botol tersebut memiliki kualitas yang baik dan ramah
lingkungan, Sosro juga memperoleh AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan),
sebelum mereka mulai membangun pabrik baru atau menambah kapasitas pabrik yang sudah
ada. Mereka juga memanfaatkan teknologi tinggi untuk "Pengolahan Air Limbah", sehingga air
limbah itu aman untuk lingkungan.

Distribusi

Produk Sosro berkembang menjadi berbagai produk seperti teh botolan, teh siap minum,
teh rasa buah dan teh celup (lihat Gambar 9). Untuk mencapai pelanggan di seluruh Indonesia,
Sosro membangun distribusi rantai yang terletak di hampir semua kabupaten (Gambar 10).
Dalam keadaan itu, Sosro memastikan bahwa pelanggan mereka dapat membeli kapan saja, di
mana saja.
Sosro juga siap untuk mengekspor produk mereka ke pasar internasional, bagian dari
standar kualitas internasional, dan bagian dari permintaan yang tinggi (Gambar 11). Selanjutnya,
Sosro sedang bersiap-siap untuk memasuki jaringan internasional, seperti negara ASEAN,
Australia dan Timur Tengah.

Tantangan di Awal

Pada 1965, teh melati bernama Cap Botol sangat populer di Jawa. Keluarga mulai
memperkenalkan produk ke Jakarta. Pada saat itu, mereka menggunakan teknik promosi yang
disebut Strategi Pengujian. Strategi ini bertujuan agar orang dapat mencicipi teh mereka.
Beberapa staff dikoordinasi oleh Bapak Soetjipto Sosrodjojo datang ke suatu tempat
menggunakan mobil dan mulai memainkan lagu-lagu dari sound system merela untuk menarik
orang. Mereka melakukan itu secara rutin. Mereka memberi orang-orang sampel gratis Teh Cap
Botol untuk mencicipinya. Orang promosi menyebutnya teknik pengambilan sampel. Setelah itu,
staf Bapak Soetjipto mendemonstrasikan bagaimana cara menuangkan air mendidih dengan daun
teh kering pada kaleng sehingga konsumen dapat langsung mencicipinya. Konsumen akan
mempertimbangkan kesegaran dan kualitas dari Teh Melati Cap Botol.
Ini merupakan teknik yang sukses tetapi menghadapi beberapa kendala seperti orang-
orang yang sudah berkumpul menjadi tidak sabar dan banyak dari mereka meninggalkan tempat
sebelum menonton demonstrasi dan mencicipi teh. Untuk menghindari itu, staf Pak Soejipto
menyiapkan beberapa panci berisi air mendidih dan Teh Cap Botol dan membawanya ke tempat
promosi.

Metode ini tidak berhasil karena jalan menuju lokasi promosi tidak mulus dan tehnya
tumpah dari wajan. Pak Soejipto memasukkan teh siap minum ke dalam botol limun bekas yang
bersih dan membawanya ke tempat promosi. Akhirnya teknik ini berjalan dengan sangat baik
dan mereka terus menggunakan metode ini selama beberapa tahun.
Pada tahun 1970, keluarga Sosrodjojo memperkenalkan teh dalam kemasan untuk
pertama kalinya. Masyarakat menghadapinya dengan takjub. Dalam benak mereka, aneh jika
anda minum teh dari botol. Biasanya mereka minum teh dari cangkir. Bahkan sampai sekarang,
orang masih melakukan itu. Kebiasaan lama tidak pernah mati, kata orang-orang.
Namun keluarga itu tidak mudah menyerah. Mereka terus menjalankan bisnis dengan
sabar dan gigih. Mereka telah melalui banyak cara untuk mencuri hati konsumen untuk produk
mereka. Mulai dari sekadar edukasi pasar melalui strategi pengujian di kawasan Senen, Jakarta
Pusat, hingga membanjiri pasar dengan iklan di media cetak dan elektronik.

Perkembangan Konsumsi dari Teh

Orang-orang telah mengenal teh selama berabad-abad. Di beberapa bagian dunia, teh
menjadi minuman kedua setelah air mineral. Di bagian dunia lainnya, misalnya di Inggris,
Mereka minum teh pukul 3 atau 4 sore. Di Cina, teh menjadi minuman sehat dan menggantikan
air. Di Beijing, orang menyukai bunga melati dan daun teh yang direbus bersama sehingga
mereka bisa memiliki aroma melati yang kuat. Di Jepang dan Korea, orang-orang suka minum
campuran teh dan susu untuk sarapan.
Menurut Komite Teh Internasional (Tabel 2.1), konsumsi teh di Indonesia berkembang
6% dari tahun 1997 hingga 2003. Beberapa hasil survei dari AC Nielsen, MARS, dan SWA dari
tahun 1999 sampai sekarang menunjukkan bahwa penetrasi pasar teh lebih dari 95%. Artinya,
setiap orang mengonsumsi teh. Penelitian dari MARS di lima kota besar di Indonesia, seperti
Jakarta, Bandung, Medan, Surabaya, dan Semarang menunjukkan bahwa penetrasi pasar teh
lebih tinggi daripada kopi yang hanya 79%. Angka-angka konsumsi teh terdiri dari bubuk teh,
teh botol dan teh instan.
Tabel 2.1 Pertumbuhan Konsumsi Teh Indonesia per Kapita Tahun 1997-2003

Tahun Pertumbuhan/Tahun
1997 250
1998 310
1999 320
2000 310
2001 300
2002 310
2003 250
Sumber: ITC (Komite Teh Internasional), 2004

Pasar teh botol dikuasai oleh Sosro. Produsen teh lainnya, PT. Duta Serpack Inti (DSI) memiliki
kontribusi terbesar untuk bubuk teh. Bagi Sosro, kontribusi terbesar datang dari Teh Botol Sosro.
Kita bisa melihat dari Gambar 10 dan Gambar 12 bahwa Sosro memiliki distribusi jaringan yang
sangat kuat mulai dari Batam, Jabotabek, Jawa Barat, Jawa Timur, ke Kalimantan dan Sulawesi.
Bahkan Teh Botol Sosro telah diekspor ke Australia, Vietnam, Brunei Darussalam, dan Amerika
Serikat (Gambar 11).
Menurut Siklus Hidup Produk, Teh Botol Sosro berada dalam fase yang matang. Setelah
menyadari fase kematangan ini, Sosro mengantisipasi dengan meluncurkan produk baru yang
disebut Fruit Tea, teh rasa buah dalam botol. Tanggapan konsumen mengenai Fruit Tea menjadi
lebih baik dibandingkan dengan 2-3 tahun yang lalu. Sekarang, kita bisa melihat banyak kios
jalanan yang menjual Fruit Tea, bersama dengan Teh Botol Sosro.

Pesaing dengan Nama Besar

Pada satu setengah tahun terakhir, dominasi Sosro dihantam oleh pemain baru dengan
nama besar di industri minuman di seluruh dunia (lihat Gambar 8). PT. Coca-Cola Amatil
Indonesia meluncurkan produk teh botol baru bernama Frestea. PT. Coca-Cola bergerak cepat
karena tidak lama setelah itu, pada akhir tahun 2002, untuk mencapai pasar konsumen yang lebih
besar, Coca-Cola menyediakan Frestea dalam kemasan tetra pack.
Merujuk pada Sanjay Guha, Managing Director PT. Coca-Cola Indonesia, pasar teh siap
minum belum terlalu jenuh. Itu masih berkembang dan merupakan sebuah pasar potensial yang
besar. "Teh adalah minuman yang populer dan sudah menjadi tradisi bagi masyarakat Indonesia.
Kami berkomitmen untuk melayani konsumen dengan teh siap saji berkualitas tinggi dan
terbaik," katanya. Tingkat konsumsi produk Coca-Cola di Indonesia hanya 19% per tahun dan
menjadi tingkat konsumsi terendah di Asia. Coca-Cola berharap keberadaan Frestea dapat
membuat tingkat konsumsi menjadi lebih tinggi dan meningkatkan pendapatan mereka.
Lebih lanjut, Bambang Chriswanto, Manajer Urusan Korporat Nasional PT. Coca-Cola
Amatil Indonesia mengatakan, tujuan dari menyediakan Frestea dalam paket tetra adalah untuk
memberikan pilihan bagi pelanggan terutama yang sangat aktif dan sering bepergian.
"Sebelumnya Frestea disajikan dalam paket isi ulang dan botol. Seiring berjalannya waktu,
konsumen membutuhkan paket alternatif. Itulah sebabnya kami memproduksi Frestea dalam
kemasan tetra", katanya.
Memang benar bahwa gaya hidup konsumen di Indonesia ketika menikmati teh telah
berubah. Mereka juga ingin menikmati teh pada liburan mereka. Itulah sebabnya Frestea
melihatnya sebagai kesempatan dimana mereka harus menyediakan Frestea dalam kemasan yang
jauh lebih baik daripada produk lain. Mereka memiliki pabrik di Cibitung (Bekasi) yang
menghasilkan 1.000 kemasan tetra per menit.
Konsumen merespons paket tetra Frestea dengan sangat baik. Penjualan meningkat dalam
pertumbuhan yang signifikan meskipun belum bisa bersaing dengan paket isi ulang Frestea.
Coca-Cola melihat itu hanyalah masalah waktu. "Itu normal karena paket isi ulangnya yang lebih
dulu muncul. Nanti, kemungkinan keduanya tumbuh bersama", kata Bambang.
Sosro menghadapi pesaing yang tangguh. Kita bisa mengatakan bahwa Coca-Cola
bersaing ketat dengan Sosro. Frestea berhadapan langsung dengan The botol dan Fruit Tea.
Distribusi atau ketersediaan produk menjadi kunci keberhasilan suatu pemasaran. Sosro memiliki
jaringan distribusi yang sangat luas.
Menurut survei AC Nielsen, mereka menemukan bahwa ketersediaan produk Sosro
mencapai 100%. Di sisi lain, Coca-Cola juga sangat kuat dalam jaringan distribusi mereka. Basis
data Coca-Cola menunjukkan bahwa mereka memiliki seratus ribu kios jalanan yang menjual
produk Coca-Cola termasuk Frestea.
Frestea bukan yang pertama yang menantang Teh Botol Sosro. Pada tahun 1995-1996,
teh botol yang disebut Tekita dari PT. Pepsi-Cola dan Salim Group memasuki pasar dan
mengubah peta pasar teh botol. Tekita mengejutkan Sosro (dengan pangsa pasar 70%) cukup
karena mereka menawarkan teh botol dengan ukuran 330 ml. Sedangkan Teh Botol Sosro hanya
220 ml.
Sosro memiliki cara untuk menjawab tantangan pasar. Sosro tidak mengubah volume Teh
Botol Sosro yang sudah memiliki posisi yang bagus di pasaran. Apa yang dikembangkan oleh
Sosro, yaitu merek baru: S-tee dengan volume yang sama dengan Tekita. "S-tee dibuat untuk
melawan Tekita," kata Bambang Bhakti, mantan eksekutif PT. Multi Bintang Indonesia dan
Coca-Cola.
Menurutnya; Sosro tidak ingin melibatkan secara langsung dengan Tekita. Sosro lebih
memilih untuk menemukan pesaing mereka pada bidang persaingan baru. Itu sebabnya S-tee
tidak diproduksi dalam jumlah besar. S-tee bertujuan untuk bersaing dengan Tekita di daerah-
daerah tertentu, seperti jabotabek, Jawa Tengah dan Timur.
Apa yang Sosro lakukan untuk bertarung adalah mengembangkan komunikasi baru,
dengan meneruskan tag line Sosro: aslinya teh (aslinya teh) pada tahun 1996. Menurut Bambang
Waluyo (sekarang Direktur Kreatif Terkait Taktik Komunikasi), pada waktu perang itu, pesaing
Sosro memberikan tembakan yang terbaik. Sosro diseorang oleh semua sisi atau pihak. Hampir
setiap pesaing pandai berkomunikasi dan membangun kata-kata mereka. Tekita, misalnya,
meluncurkan tagline mereka: Tekita adalah teh kami (Tekita adalah teh kami). Situasi ini
mendorong Sosro untuk menyatakan: Biarpun banyak merek teh botol bermunculan, yang asli
adalah mereknya, Teh Botol Sosro (Bahkan lebih banyak pendatang baru dalam teh botol, merek
aslinya adalah Teh Botol Sosro). Tujuannya adalah untuk mengatakan bahwa tidak ada masalah
jika banyak perusahaan ingin melakukan bisnis teh, tetapi hanya Sosro benar-benar menjual yang
asli, menurut Bambang.
Di sisi lain, kelahiran merek baru mengajarkan Sosro portofolio yang solid. Tidak lama
setelah Frestea diluncurkan, pada 16 Maret 1997 Fruit Tea dirilis dan menawarkan 9 rasa dalam
paket tetra dan 3 rasa dalam botol. Fruit Tea diusulkan untuk menarik perhatian kaum muda.
Pada tahun 1998, Sosro meluncurkan teh Sosro celup dengan iklan yang sangat besar. Gambar 9
menunjukkan berbagai produk dari Sosro.
Lahirnya varian-varian baru membuat Sosro menciptakan payung perusahaan tag line,
yang disebut: Ahlinya Teh (The Tea Master), Tag ini diluncurkan pada tahun 1997,
menandatangani keinginan Sosro untuk tumbuh menjadi besar dan lebih besar. Ketika ide
menjadi master teh lahir, Sosro merasa baik untuk meluncurkan setiap varian baru berbahan teh
seperti permen dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai