Anda di halaman 1dari 22

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Skabies

2.1.1 Definisi

Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh infestasi dan

sensitisasi tungau Sarcoptes Scabiei varian hominis dan produknya pada tubuh

(Djuanda, 2007). Di Indonesia skabies sering disebut kudis, orang jawa

menyebutnya gudik, sedangkan orang sunda menyebutnya budug (Cakmioki,

2007). Kata skabies sendiri berasal dari bahasa Latin, yaitu scabere yang berarti

menggaruk. Sedangkan nama Sarcoptes scabiei berasal dari bahasa Yunani yaitu

sarx (daging) dan koptein (menancap/memotong). Secara harfiah skabies berarti

gatal pada kulit sehingga muncul aktivitas menggaruk kulit yang gatal (Griana

2013; Celcus 2014).

2.1.2 Epidemiologi

Faktor yang menunjang perkembangan penyakit ini antara lain sosial

ekonomi yang rendah, hygiene yang buruk, dan perkembangan demografi serta

ekologi. Selain itu faktor penularannya bisa melalui tidur bersama dalam satu

tempat tidur, lewat pakaian, perlengkapan tidur atau benda-benda lainnya. Cara

penularan (transmisi) : kontak langsung misal berjabat tangan, tidur bersama dan

Kontak tidak langsung misalnya melalui pakaian, handuk, sprei, bantal, dan lain-

lain (Djuanda, 2007).


2.1.3 Cara Penularan

Penularan biasanya melalui Sarcoptes scabiei betina yang sudah dibuahi

atau kadang-kadang oleh larva. Dikenal pula Sarcoptes scabiei var. Animalis yang

kadang-kadang menulari manusia (Djuanda, 2007). Penyakit ini sangat erat

kaitannya dengan kebersihan perseorangan dan lingkungan, atau apabila banyak

orang yang tinggal secara bersamasama disatu tempat yang relatif sempit.

Penularan skabies terjadi ketika orang-orang tidur bersama di satu tempat tidur

yang sama di lingkungan rumah tangga, sekolah-sekolah yang menyediakan

fasilitas asrama dan pemondokan, serta fasilitas-fasilitas kesehatan yang dipakai

oleh masyarakat luas, dan fasilitas umum lain yang dipakai secara bersamasama

di lingkungan padat penduduk (Benneth dalam Kartika, 2008).

2.1.4 Patogenesis

Gatal yang terjadi disebabkan oleh sensitisasi terhadap sekreta dan

ekskreta tungau yang kira-kira memerlukan waktu sebulan setelah infestasi. Pada

saat ini kelainan kulit menyerupai dermatitis dengan ditemukannya papula,

vesikel, urtika, dan lain-lain. Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskorisasi

(lecet sampai epidermis dan berdarah), krusta (cairan tubuh yang mengering pada

permukaan kulit) dan infeksi sekunder (Djuanda, 2007). Menurut derajat

keparahannya, scabies di bagi menjadi 3 golongan yaitu (Sudirman, 2006).

1. Skabies ringan

Skabies ini di tandai lesi berupa papul dan terowongan yang sedikit

jumlahnya, dan bentuk skabies ini akan hilang ketika seseorang yang

mengalaminya mempunyai tingkat kebersihan yang tinggi.


2. Skabies sedang

Skabies ini di tandai lesi berupa nodus coklat yang gatal, pada nodus

biasanya terdapat pada daerah yang tertutup seperti genetalia laki-laki,

inguinal, dan aksila. Nodus mungkin dapat menetap beberapa bulan

meskipun sudah dikasih obat anti skabies

3. Skabies berat

Skabies ini ditandai lesi yang luas berupa krusta, dan skabies ini berbeda

dengan skabies biasa, karena bentuk ini sangat menular dan jumlah tungau

yang mengisfestasi sangat banyak (ribuan).

2.1.5 Gambaran Klinis

Keluhan pertama yang dirasakan penderita adalah rasa gatal terutama pada

malam hari (pruritus noktural) atau bila cuaca panas serta pasien berkeringat

(Sudirman, 2006). :

a. Pruritus noktural yaitu gatal pada malam hari karena aktifitas tungau yang lebih

tinggi pada suhu yang lembab dan panas.

b. Penyakit ini menyerang manusia secara kelompok, misalnya dalam keluarga

biasanya seluruh anggota keluarga, perkampungan yang padat penduduknya,

sebagian tetangga yang berdekatan akan diserang oleh tungau tersebut. Dikenal

dengan hiposensitisasi yang seluruh anggota keluarganya terkena.

c. Adanya kunikulus (terowongan) pada tempat-tempat yang dicurigai berwarna

putih atau keabu-abuan, berbentuk garis lurus atau berkelok, rata-rata 1 centi

meter, pada ujung terowongan ditemukan papula (tonjolan padat) atau vesikel
(kantung cairan). Jika ada infeksi sekunder, timbul poli morf (gelembung

leokosit).

d. Menemukan tungau merupakan hal yang paling diagnostig. Dapat ditemukan

satu atau lebih stadium hidup tungau ini. Gatal yang hebat terutama pada malam

hari sebelum tidur Adanya tanda : papula (bintil), pustula (bintil bernanah),

ekskoriasi (bekas garukan), bekas-bekas lesi yang berwarna hitam (Sudirman,

2006).

2.1.6 Histopatologis Skabies

Gambaran histopatologis menunjukkan bahwa terowongan pada skabies

terletak pada stratum korneum dimana tungau betina akan tampak pada bagian

ujung terowongan di bagian sratum Malphigi. Kelainan yang tampak berupa

proses inflamasi ringan serta edema lapisan Malphigi dan sedikit infiltrasi

perivaskular (Sudirman, 2006).

2.1.7 Klasifikasi

Menurut Sudirman (2006) skabies dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a.) Skabies pada orang bersih (Scabies in the clean)

Tipe ini sering ditemukan bersamaan dengan penyakit menular lain. Ditandai

dengan gejala minimal dan sukar ditemukan terowongan. Kutu biasanya

menghilang akibat mandi secara teratur.


b.) Skabies pada bayi dan anak kecil

Gambaran klinis tidak khas, terowongan sulit ditemukan namun vesikel lebih

banyak, dapat mengenai seluruh tubuh, termasuk kepala, leher, telapak tangan,

telapak kaki.

c.) Skabies noduler (Nodular Scabies)

Lesi berupa nodul coklat kemerahan yang gatal pada daerah tertutup. Nodul dapat

bertahan beberapa bulan hingga beberapa tahun walaupun telah diberikan obat

anti skabies.

d.) Skabies yang ditularkan oleh hewan (Animal transmited scabies)

Gejala ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan, lesi terutama terdapat

pada tempat-tempat kontak, dapat sembuh sendiri bila menjauhi hewan tersebut

dan mandi yang bersih.

e.) Skabies krustosa (crustes scabies / scabies keratorik )

Tipe ini jarang terjadi, namun bila ditemui kasus ini, dan terjadi keterlambatan

diagnosis maka kondisi ini akan sangat menular.

f.) Skabies terbaring di tempat tidur (Bed ridden)

Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus terbaring di tempat

tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas.


g.) Skabies dishidrosiform

Jenis ini di tandai oleh lesi berupa kelompok vesikel dan pustula pada tangan dan

kaki yang sering berulang dan selalu sembuh dengan obat antiskabies (Sudirman,

2006).

2.1.8 Pengobatan

Menurut Sudirman (2006), penatalaksanaan skabies dibagi menjadi 2 bagian :

a. Penatalaksanaan secara umum.

Pada pasien dianjurkan untuk menjaga kebersihan dan mandi secara teratur

setiap hari. Semua pakaian, sprei, dan handuk yang telah digunakan harus dicuci

secara teratur dan bila perlu direndam dengan air panas. Beberapa syarat

pengobatan yang harus diperhatikan:

Semua anggota keluarga harus diperiksa dan semua harus diberi pengobatan

secara serentak.

Personal Hygiene : penderita harus mandi bersih, bila perlu menggunakan sikat

untuk menyikat badan. Sesudah mandi pakaian yang akan dipakai harus disetrika.

Semua perlengkapan rumah tangga seperti bangku, sofa, sprei, bantal, kasur,

selimut harus dibersihkan dan dijemur dibawah sinar matahari selama beberapa

jam.

b. Penatalaksanaan khusus

Penatalaksaan ini biasanya menggunakan obat-obatan (Djuanda, 2010). obat-obat

anti skabies yang tersedia dalam bentuk topical antara lain:


1. Belerang endap (sulfur presipitatum), dengan kadar 4-20% dalam bentuk salep

atau krim. Kekurangannya adalah berbau dan mengotori pakaian dan kadang-

kadang menimbulkan iritasi. Dapat dipakai pada bayi berumur kurang dari 2

tahun, ibu hamil dan ibu menyusui.

2. Emulsi benzil-benzoat (20-25%), efektif terhadap semua stadium, diberikan

setiap malam selama tiga hari. Obat ini sulit diperoleh, sering memberi iritasi,

dan kadang-kadang makin gatal setelah dipakai. Efek samping obat ini adalah

diare pada menit pertama saat pengolesan.

3. Gama benzena heksa klorida (gameksan = gammexane) kadarnya 1% dalam

krim atau losio, termasuk obat pilihan karena efektif terhadap semua stadium,

mudah digunakan, dan jarang memberi iritasi. Pemberiannya cukup sekali,

kecuali jika masih ada gejala diulangi seminggu kemudian.

4. Krotamiton 10% dalam krim atau losio juga merupakan obat pilihan yang

mempunyai dua efek sebagai anti skabies dan anti gatal. Harus dijauhkan dari

mata, mulut, dan uretra.

5. Permetrin

Merupakan obat pilihan dalam bentuk salep untuk saat ini, tingkat

keamanannya cukup tinggi, mudah pemakaiannya dan tidak mengiritasi kulit.

Dapat digunakan di kepala dan leher anak usia < 2 tahun. Penggunaanya

dengan cara di oleskan di tempat lesi kurang 8 jam kemudian di cuci bersih

(harahap, 2006)
2.1.9 Pencegahan penyakit skabies

Pencegahan dapat dilakukan dengan berbagai cara, yaitu:

a. Mandi secara teratur dengan menggunakan sabun.

b. Mencuci pakaian, sprei, sarung bantal, dan selimut secara teratur minimal dua

kali dalam seminggu.

c. Menjemur kasur dan bantal minimal 2 minggu sekali.

d. Tidak saling bertukar pakaian dan handuk dengan orang lain.

e. Hindari kontak dengan orang-orang atau kain serta pakaian yang dicurigai

terinfeksi tungau skabies.

Menjaga kebersihan tubuh sangat penting untuk menjaga infestasi parasit.

Sebaiknya mandi dua kali sehari, serta menghindari kontak langsung dengan

penderita, mengingat parasit mudah menular pada kulit. Walaupun penyakit ini

hanya merupakan penyakit kulit biasa, dan tidak membahayakan jiwa, namun

penyakit ini sangat mengganggu kehidupan sehari-hari. (Prabu, 2007). Bila

pengobatan sudah dilakukan secara tuntas, tidak menjamin terbebas dari infeksi

ulang, langkah yang dapat diambil adalah sebagai berikut:

1) Cuci sisir, sikat rambut, dan perhiasan rambut dengan cara merendam di cairan

antiseptik.

2) Cuci semua handuk, pakaian, sprei dalam air sabun hangat, dan gunakan setrika

panas untuk membunuh semua telurnya, atau dicuci kering.

3) Keringkan peci yang bersih, kerudung, dan jaket.


4) Hindari pemakaian bersama sisir, mukena, atau jilbab (Depkes, 2007).

2.1.10 Kriteria Sembuh

Dengan memperhatikan pemilihan dan cara pakai obat serta cara

pengobatannya dan menghilangkan faktor predisposisi (antara lain personal

hygiene), kebersihan diri maka penyakit ini dapat diberantas dan memberi

prognosis yang baik (Al-Falakh, 2009).

2.2 Faktor yang Berhubungan dengan Skabies

1. Kebersihan Lingkungan

Berdasarkan penelitian Wardhani (2007), 33 orang (84,6%) menderita

skabies. Penyakit skabies adalah penyakit kulit yang berhubungan dengan sanitasi

dan hygiene yang buruk, saat kekurangan air dan tidak adanya sarana pembersih

tubuh, kekurangan makan dan hidup berdesak-desakan, terutama di daerah kumuh

dengan sanitasi yang sangat jelek. Skabies juga dapat disebabkan karena sanitasi

yang buruk.

Menurut Notoatmodjo (2011:169) Kesehatan lingkungan pada hakikatnya

adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang optimum sehingga

berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang optimal pula.

Kesehatan lingkungan adalah suatu kondisi atau keadaan lingkungan yang

optimal, sehingga berpengaruh positif terhadap terwujudnya status kesehatan yang

optimal pula (Mubarak, 2009).

Untuk mencapai lingkungan yang sehat, maka perlu adanya suatu usaha

kesehatan. Menurut Notoatmodjo (2011: 169) usaha kesehatan lingkungan adalah


suatu usaha untuk memperbaiki atau mengoptimumkan lingkungan hidup manusia

agar merupakan media yang baik untuk terwujudnya kesehatan yang optimum

bagi manusia yang hidup di dalamnya. Usaha perbaikan lingkungan ini dilakukan

dari masa ke masa, dari usaha yang sederhana sampai yang modern.

Sanitasi menurut kamus Bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara

kesehatan. Menurut WHO, sanitasi adalah upaya pengendalian semua faktor

lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan

halhal yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup

manusia. Menurut Chandra (2007), sanitasi adalah bagian dari ilmu kesehatan

lingkungan yang meliputi cara dan usaha individu atau masyarakat untuk

mengontrol dan mengendalikan lingkungan hidup eksternal yang berbahaya bagi

kesehatan serta yang dapat mengancam kelangsungan hidup manusia.

Berdasarkan pengertian sanitasi lingkungan dari beberapa ahli di atas

maka dapat peneliti disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan adalah suatu usaha

pengendalian faktor-faktor yang dapat mengganggu atau mempengaruhi kesehatan

dan kelangsungan hidup manusia. Kebersihan lingkungan dalam penelitian ini

meliputi kebersihan kamar tidur, kebersihan tempat tidur.

Berdasarkan pengertian sanitasi lingkungan dari beberapa ahli di atas

maka dapat peneliti disimpulkan bahwa sanitasi lingkungan adalah suatu usaha

pengendalian faktor-faktor yang dapat mengganggu atau mempengaruhi kesehatan

dan kelangsungan hidup manusia. Kebersihan lingkungan dalam penelitian ini

meliputi kebersihan kamar tidur, kebersihan tempat tidur.


A. Kebersihan kamar

Kebersihan kamar akan mempengaruhi kesehatan penghuninya, sehingga kamar

yang kurang bersih akan menimbulkan wabah penyakit. Kamar yang bersih

setidaknya memiliki syarat seperti, memiliki tempat sampah sendiri, bebas dari

serangga dan tikus, udara tidak berbau, tidak berasap, kadar debu rendah, suhu

normal, kelembapan 40-70%. Kamar yang baik tidak hanya bisa mempengaruhi

kesegaran, namun juga kesehatan dan kehidupan sehari-hari (Eka Sari, 2011).

Menjaga kamar agar tetap bersih dan sehat. Menurut Eka Sari (2011) untuk

menjaga kebersihan kamar ada beberapa yaitu:

a. Membersihkan debu dari tempat tidur

Kebersihan debu pada sprei, bantal, selimut, perlengkapan tidur seminggu

sekali dicuci dengan air hangat untuk membersihkan jamur.

Menurut Cahaya (2007:127), membersihkan lingkungan dapat dilakukan dengan

cara: mengelap jendela dan perabot rumah, menyapu lantai dan halaman setiap

hari, mengepel lantai, mencuci peralatan masak dan peralatan makan,

membersihkan jamban dan menguras kamar mandi serta tempat-tempat genangan

air, membuang sampah pada tempat sampah.

B. Kebersihan tempat tidur

Menurut Lita (2005), kuman penyebab penyakit kulit paling senang hidup dan

berkembang biak di perlengkapan tidur. Dengan menjemur kasur sekali seminggu

dan mengganti sprei sekali seminggu ini bisa mengurangi perkembangbiakan

kuman penyakit kulit. Kasur merupakan salah satu faktor yang menentukan

kualitas tidur. Agar kasur tetap bersih dan terhindar dari kuman penyakit maka
perlu menjemur kasur 1x seminggu karena tanpa disadari kasur juga bisa menjadi

lembab hal ini dikarenakan seringnya berbaring dan suhu kamar yang berubah

rubah (Handri, 2010).

2. Pengetahuan

Berdasarkan penelitian Khotimah (2006), hasil analisis memperoleh nilai

P < 0,05 artinya ada hubungan yang bermakna antara pengetahuan, sikap, dan

higiene perorangan dengan terjadinya skabies. Skabies masih merupakan penyakit

yang sulit diberantas, pada manusia terutama dalam lingkungan masyarakat pada

hunian padat tertutup dengan pola kehidupan sederhana, serta tingkat pendidikan

dan pengetahuan yang masih rendah, pengobatan dan pengendalian sangat sulit

(Iskandar, 2000).

3. Kepadatan penduduk

Berdasarkan penelitian Andayani (2005), permasalahan yang berkaitan

dengan kejadian skabies di Pondok Pesantren adalah penyakit skabies merupakan

penyakit kulit yang banyak diderita oleh santri, kasus terjadi pada daerah padat

penghuni dan jumlah kasus banyak pada anak usia sekolah. Penyakit gudik

(skabies) terdeteksi manakala menjangkiti lebih dari 1 orang dalam sebuah

keluarga (Cakmoki, 2007).

4. Perilaku

Berdasarkan penelitian Kurnitasari (2004), menunjukkan 70 orang (54%)

menderita penyakit skabies, ada hubungan antara kepadatan penghuni, kebiasaan

mandi, kebiasaan ganti baju, kebiasaan menggunkan alat-alat bersama dengan

penderita penyakit skabies.


5. Pemakaian alat mandi, pakaian dan alat sholat secara bergantian

Penularan melalui kontak tidak langsung seperti melalui perlengkapan

tidur, pakaian, atau handuk memegang peranan penting (Mansyur, 2006).

Berdasarkan hasil penelitian Handayani (2007), menunjukkan 44 Orang (62,9%)

terkena skabies, dan ada hubugan yang signifikan antara kebiasaan pemakaian

sabun mandi, kebiasaan pemakaian handuk, kebiasaan berganti pakaian, kebiasaan

tidur bersama, kebiasaan pemakaian selimut tidur dan kebiasaan mencuci pakaian

bersama dengan penderita skabies dengan kejadian skabies.

6. Air

Air merupakan hal yang paling esensial bagi kesehatan, tidak hanya dalam

upaya produksi tetapi juga untuk konsumsi domestik dan pemanfatannya (minum,

masak, mandi, dan lain-lain). Promosi yang meningkat dari penyakit-penyakit

infeksi yang bisa mematikan maupun merugikan kesehatan ditularkan melalui air

yang tercemar. Sedikitnya 200 juta orang terinfeksi melalui kontak dengan air

yang terinvestasi oleh parasit. Sebagian penyakit yang berkaitan dengan air

bersifat menular, penyakit-penyakit tersebut umumnya diklasifikasikan menurut

berbagai aspek lingkungan yang dapat diintervensi oleh manusia (WHO, 2001),

Secara fisik air yang bersih dan sehat dengan ciri-ciri : Air harus bersih dan tidak

keruh, Tidak berwarna Apapun, Tidak Berasa Apapun, Tidak berbau apapun,

Suhu antara 10 – 25 c, Tidak Meninggalkan endapan.

7. Perekonomian yang rendah

Laporan terbaru tentang skabies sekarang sudah sangat jarang dan sulit

ditemukan diberbagai media di Indonesia (terlepas dari faktor penyebabnya),


namun tak dapat dipungkiri bahwa penyakit kulit ini masih merupakan salah satu

penyakit yang sangat mengganggu aktivitas hidup dan kerja sehari-hari. Di

berbagai belahan dunia, laporan kasus skabies masih sering ditemukan pada

keadaan lingkungan yang padat penduduk, status ekonomi rendah, tingkat

pendidikan yang rendah dan kualitas higienis pribadi yang kurang baik atau

cenderung jelek. Rasa gatal yang ditimbulkannya terutama waktu malam hari,

secara tidak langsung juga ikut mengganggu kelangsungan hidup masyarakat

terutama tersitanya waktu untuk istirahat tidur, sehingga kegiatan yang akan

dilakukannya disiang hari juga ikut terganggu. Jika hal ini dibiarkan berlangsung

lama, maka efisiensi dan efektifitas kerja menjadi menurun yang akhirnya

mengakibatkan menurunnya kualitas hidup masyarakat (Keneth dalam Kartika,

2008).

8. Hygiene perorangan

Personal Hygiene berasal dari Bahasa Yunani yaitu personal yang artinya

perorangan dan hygiene berarti sehat. Hygiene perorangan adalah suatu tindakan

untuk memelihara kebersihan kebersihan pribadi, kehidupan bermasyarakat, dan

kebersihan kerja. Kebersihan merupakan suatu perilaku yang diajarkan dalam

kehidupan manusia untuk mencegah timbulnya penyakit karena, pengaruh

lingkungan serta membuat kondisi lingkungan agar terjaga kesehatannya.

( Notoatmojo 2010) Seseorang dikatakan hygienenya baik bila yang bersangkutan

dapat menjaga kebersihan tubuhnya yang melipiti kebersiahan kulit, kuku,

rambut, mulut dan gigi, pakaian, mata, hidung, telinga alat kelamin, dan handuk,

serta alas tempat tidur. Personal hygiene yang mempengaruhi kejadian skabies

meliputi :
a. Kebersihan kulit Integumen (kulit) adalah massa jaringan terbesr di tubuh

kulit bekerja melindungi dan mengisulasi struktur struktur dibawahnya dan

berpungsi sebagai cadangan kalori. Kulit mencerminkan emosi dan stres yang

kita lami. Penyakit kulit dapat disebabkan oleh jamur, virus, kuman, parasit

hewani dan lain lian. Salah satu penyakit yang disebabkan oleh parasit

skabies (Lathifa 2014). Sabun dan air adalah hal yang penting untuk

mempertahankan kebersihan kulit. Mandi yang baik adalah:

1) Satu sampai dua kali sehari, khususnya didaerah tropis.

2) Bagi yang terlibat dalam kegiatan olahraga atau pekerjaan lain yang

mengeluarkan banyak keringat dianjurkan untuk segera mandi setekah

selesai kegitan tersebut.

3) Gunakan sabun yang lembut seperti sabun antiseptik

4) Membersihkan anus dan genetalia dengan baik karena pada kondisi

tidak  bersih, sekresi normal dari anus dan genetalia akan

menyebabkan iritasi dan infeksi.

b. Kebersihan tangan dan kuku

Indonesia adalah negara yang sebagian besar masyarakatnya menggunakan

tangan untuk makan, mempersiapkan makanan, bekerja dan lain sebagainya.

Bagi penderita skabies akan sangat mudah penyebaran penyakit ke wilayah

tubuh yang lain. Oleh karena itu, butuh perhatian ekstra untuk kebersihan

tangan dan kuku sebelum dan sesudah beraktivitas.

c. Kebersihan genitalia

Karena minimnya pengetahuan tentang kebersihan genitalia, banyak kaum

remaja  putri maupun putra mengalami infeksi di alat reproduksinya akibat


garukan, apalagi seorang anak tersebut sudah mengalami skabies diarea

tertentu maka garukan di area genitalia akan sangat mudah terserang penyakit

kulit skabies, karena area genitalia merupakan tempat yang lembab dan

kurang sinar matahari. Kebersihan genitelia lain,selain cebok, yang harus

diperhatikan yaitu pemakaian celana dalam. Apabila ia mengenakan celana

pun, pastikan celananya dalam keadaan kering. Bila alat reproduksi lembab

dan basah, maka keasaman akan meningkat dan itu menudhkan pertumbuhan

jamur. Oleh karena itu, seringlah mengganti celana dalam ( lathifa 2014).

d. Kebersihan pakaian

Mennurut penelitan Mushallina (2014) menunjukkan bahwa perilaku

kebersihan  perorangan yang buruk sangat mempengaruhi sesorang menderita

skabies, sebaliknya, pada orang yang perilaku kebersihan dirinya baik maka

tungau lebih sulit menginfestasi individu karena tungau dapat dihilangkan

dengan mandi dan menggunakan sabun, pakaian dicuci dengan sabun cuci

dan kebersihan alas tidur. Hal ini sejalan dengan penelitan Trisnawati (2009),

bahwa ada hubungan antara  praktik mandi memakai sabun, kebiasaan

bertukar pakaian dengan santri lain dengan kejadian skabies di pondok

pessantren Al Itqon Kelurahan Tlogosari Wetan.

e. Kebersihan handuk

Berdasarkan penelitan Muslih (2012), di Pondok Pesantren Cipasung

Tasikmalaya menunjukkn kejadian skabies lebih tinggi pada responden yang

menggunakan handuk bersama (66,7%) dibandingkan dengan responden

yang tidak menggunakan handuk bersama (30,4%), dan dari hasil uji statistik

perilaku ni mempunyai hubungan dengan kejadian skabies.


f. Kebersihan tempat tidur dan sprei

Penularan skbies secara tidak langsung dapat disebabkan melalui

perlengkapan tidur, dan menurut hasil penelitian Muslih (212), kejadian

skabies lebih tinggi terjadi pada responden yang tidan menjemur kasur

(54,5%) dan menunjukkan adanya hubungan antara menjemur kasur minimal

2 minggu sekali dengan kejadian skabies.

A. Tujuan hygiene perorangan

1. Meningkatkan derajat kesehatan seseorang

2. Memelihara kebersihan diri seseorang

3. Memperbaiki personal hyiene yang kurang

4. Mencagah penyakit

5. Menciptakan keindahan

6. Meningkatkan rasa percaya diri, (Hidayat, 2009).

B. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Personal Hygiene

Menurut prof.Dr. soekidjo Notoatmojo 2010 faktor faktor yang mempengaruhi

personal hygiene adalah :

1. Body image Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi

kebersihan diri misalnya karena adanya perubahan fisik sehingga individu

tidak peduli terhadap kebersihannya.

2. Praktik social

Pada anak-anak selalu dimanja dalam kebersihan diri, maka kemungkinan

akan terjadi perubahan pola Personal Hygiene.


3. Status sosial-ekonomi Personal Hygiene

memerlukan alat dan bahan seperti sabun, pasta gigi, sikat gigi, sampo,

alat

mandi yang semuanya memerlukan uang untuk menyediakannya.

4. Pengetahuan

Pengetahuan Personal Hygiene sangat penting karena pengetahuan yang

baik dapat meningkatkan kesehatan. Misalnya pada pasien penderita DM

ia harus menjaga kebersihan kakinya.

5. Budaya

Di sebagian masyarakat jika individu sakit tertentu maka tidak boleh

dimandikan.

6. Kebiasaan seseorang

Ada kebiasaan seseorang yang menggunakan produk tertentu dalam

perawatan dirinya seperti penggunaan sabun, sampo, dan lain-lain.

7. Kondisi fisik

Pada keadaan sakit tertentu kemampuan untuk merawat diri berkurang dan

perlu bantuan untuk melakukannya (Hidayat, 2009).

A. Dampak yang sering timbul pada masalah Personal Hyiene

Dampak Fisik Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang

karena tidak terpeliharanya kebersihan perorangan dengan baik. Gangguan

fisik yang sering terjadi adalah gangguan kulit seperti : skabies, prurigo,

pedikulosis korporis, dermatitis, dan lain lain.

B. Dampak Psikososial Masalah social yang berhubungan dengan

Personal Hygiene adalah gangguan kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan


dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri, aktualisasi diri dan

gangguan inter aksi sosial

2.2.1 Konsep Pesantren

Pesantren menurut pengertian dasarnya adalah ”tempat belajar para

santri”, sedangkan pondok berarti ”rumah atau tempat tinggal sederhana yang

terbuat dari bambu”. Di samping itu, ”pondok” juga berasal dari bahasa Arab

”funduk” yang berarti ”hotel atau asrama”. Ada beberapa istilah yang ditemukan

dan sering digunakan untuk menunjuk jenis pendidikan Islam tradisional khas

Indonesia atau yang lebih terkenal dengan sebutan pesantren. Di Jawa termasuk

Sunda dan Madura, umumnya dipergunakan istilah pesatnren atau pondok.

(Nawawi, 2006).

Pesantren didefinisikan sebagai suatu tempat pendidikan dan pengajaran

yang menekankan pada pelajaran agama Islam dan didukung asrama sebagai

tempat tinggal santri yang bersifat permanen. (Qomar, 2007). Pondok pesantren

pada awal berdirinya mempunyai pengertian yang sederhana, yaitu tempat

pendidikan santri-santri untuk mempelajari pengetahuan agama Islam di bawah

bimbingan seorang Ustadz atau Kyai. Santri-santri yang berada di Pondok

pesantren pada dasarnya sama saja dengan anak didik di sekolah -sekolah umum

yang harus berkembang yang perlu mendapat pelatihan khusus terutama kesehatan

dan pertumbuhannya. Permasalahan kesehatan yang dihadapi santri-santri tidak

beda dengan permasalahan yang dihadapi anak sekolah umum, bahkan bagi santri

yang mondok akan bertambah lagi dengan masalah kesehatan lingkungan yang

ada di pondok yang mereka tempati (Mahyuliansyah, 2009).


Tujuan umum pesantren adalah membina warga Negara agar

berkepribadian muslim sesuai dengan ajaran ajaran agama Islam dan menanamkan

rasa keagamaan tersebut pada semua segi kehidupan serta menjadikannya sebagai

orang yang berguna bagi agama, masyarakat, dan Negara serta menciptakan dan

mengembangkan kepribadian muslim, yaitu kepribadian yang beriman dan

bertaqwa kepada Tuhan, berakhlak mulia, bermanfaat bagi masyarakat (Qomar,

2007).

Pondok Pesantren adalah salah satu lembaga pendidikan yang melakukan

kegiatan tersebut. Peran Pondok Pesantren dalam hal ini meliputi keterlibatan

dalam upaya promotif, preventiv, kuratif, dan rehabilitatif. Semua kegiatan

didukung juga oleh sektor tekait yaitu pihak kesehatan dan pihak lain yang ada

hubungannya dengan Pondok Pesantren. Keterlibatan Pondok Pesantren adalah

salah satu bentuk kemandirian yang perlu terus dibina guna meningkatkan derajat

kesehatan yang optimal merata disemua lapisan masyarakat termasuk warga

pondok pesantren. Hubungan yang baik antara pondok pesantren dan kesehatan

didukung lintas sektor lain merupakan kunci keberhasilan dari kemandirian

Pondok Pesantren dalam bidang kesehatan (Mahyuliansyah, 2009).

Pondok pesantren dan keterikatannya dengan masyarakat merupakan hal

yang penting. Pesantren adalah salah satu model pendidikan yang sudah lama

mengakar dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Bahkan pesantren merupakan

cikal bakal dari sistem pendidikan Islam yang ada di tanah air ini (Nawawi, 2006).
2.2.2 Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS) di pesantren

PHBS di pesantren adalah sekumpulan perilaku yang dipraktikan oleh

peserta didik, guru dan masyarakat lingkungan sekolah atas dasar kesadaran

sebagai hasil pembelajaran, sehingga secara mandiri mampu mencegah penyakit,

meningkatkan kesehatannya, serta berperan aktif dalam mewujudkan lingkungan

sehat. Ada beberapa indikator yang dipakai sebagai ukuran untuk menilai PHBS

di sekolah yaitu : mencuci tangan dengan air yang mengalir dan menggunakan

sabun, mengkonsumsi jajanan sehat di kantin sekolah, menggunakan jamban yang

bersih dan sehat, olahraga yang teratur dan terukur, memberantas jentik nyamuk,

tidak merokok di sekolah, menimbang berat badan dan mengukur tinggi badan

setiap 6 bulan, dan membuang sampah pada tempatnya(Proverawati, 2012 : 21).

Upaya penerapan PHBS di sekolah pesantren

Anak sekolah merupakan generasi penerus bangsa yang perlu di jaga,

ditingkatkan dan dilingdungi kesehatannya. Jumlah usia sekolah yang cukup besar

yaitu 30% dari jumlah penduduk di indonesia merupakan masa keemasan untuk

menanamkan perilaku Hidup Bersih Dan Sehat (PHBS) sehingga anak sekolah

berpotensi sebagai agen perubahan untuk mempromosikan PHBS, baik di

lingkungan sekolah, keluarga maupun masyarakat. Beberapa kegiatan peserta

didik dalam menerapkan PHBS di sekolah antara lain jajan di warung/kantin

sekolah karena lebih terjamin kebersihannya; mencuci tangan dengan air bersih

dan sabun; menggunakan jamban di sekolah serta menjaga kebersihan jamban;

mengikuti kegiatan olah raga dan aktifitas fisik sehingga meningkatkan kebugaran

dan kesehatan peserta didik; memberantas jentik nyamuk yang rutin di sekolah;
tidak merokok, memantau pertumbuhan peserta didik melalui pengkuran BB dan

TB; serta membuang sampah pada tempatnya (Proverawati, 2012 : 22).

Anda mungkin juga menyukai

  • NERACA AIR Revisi
    NERACA AIR Revisi
    Dokumen1 halaman
    NERACA AIR Revisi
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Manten Abik
    Manten Abik
    Dokumen2 halaman
    Manten Abik
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Perjanjian Kerjasama Bkia & Rsis
    Perjanjian Kerjasama Bkia & Rsis
    Dokumen8 halaman
    Perjanjian Kerjasama Bkia & Rsis
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • RENSTRA Puskesmas MANYAR NEW FIX
    RENSTRA Puskesmas MANYAR NEW FIX
    Dokumen126 halaman
    RENSTRA Puskesmas MANYAR NEW FIX
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Stimulasi Tumbuh Kembang Bayi
    Stimulasi Tumbuh Kembang Bayi
    Dokumen7 halaman
    Stimulasi Tumbuh Kembang Bayi
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Leaflet Apn Mei 2017
    Leaflet Apn Mei 2017
    Dokumen3 halaman
    Leaflet Apn Mei 2017
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Tempat Resep Obat
    Tempat Resep Obat
    Dokumen1 halaman
    Tempat Resep Obat
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Informed Consent Terbaru Vaksin
    Informed Consent Terbaru Vaksin
    Dokumen1 halaman
    Informed Consent Terbaru Vaksin
    Eka Yulianti Puji Astuti
    Belum ada peringkat
  • Form Arahan Rintek TPS LB3
    Form Arahan Rintek TPS LB3
    Dokumen6 halaman
    Form Arahan Rintek TPS LB3
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Pengertian DHF
    Pengertian DHF
    Dokumen12 halaman
    Pengertian DHF
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Indikator Mutu Kelompok 5
    Indikator Mutu Kelompok 5
    Dokumen2 halaman
    Indikator Mutu Kelompok 5
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Infeksi
    Infeksi
    Dokumen1 halaman
    Infeksi
    Nava Vanava
    Belum ada peringkat
  • Sop Pengembalian Berkas Rekam Medis
    Sop Pengembalian Berkas Rekam Medis
    Dokumen2 halaman
    Sop Pengembalian Berkas Rekam Medis
    Klinik Solokuro
    Belum ada peringkat
  • Perjalanan Kasus DHF Dan Pada Anak
    Perjalanan Kasus DHF Dan Pada Anak
    Dokumen8 halaman
    Perjalanan Kasus DHF Dan Pada Anak
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen5 halaman
    Bab V
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Inventaris Apotek
    Inventaris Apotek
    Dokumen4 halaman
    Inventaris Apotek
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Daftar Inventaris Peralatan Medis Dan Non Medis
    Daftar Inventaris Peralatan Medis Dan Non Medis
    Dokumen14 halaman
    Daftar Inventaris Peralatan Medis Dan Non Medis
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Protap Dan Sop Triase Di Unit Gawat Darurat
    Protap Dan Sop Triase Di Unit Gawat Darurat
    Dokumen7 halaman
    Protap Dan Sop Triase Di Unit Gawat Darurat
    kes25251
    50% (4)
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen5 halaman
    Bab V
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Dokumen Nela
    Dokumen Nela
    Dokumen3 halaman
    Dokumen Nela
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Bab 5 Dan 6
    Bab 5 Dan 6
    Dokumen11 halaman
    Bab 5 Dan 6
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Konsep Askep Keluarga
    Konsep Askep Keluarga
    Dokumen29 halaman
    Konsep Askep Keluarga
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
    Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
    Dokumen13 halaman
    Artikel Skripsi Universitas Nusantara PGRI Kediri
    Kezzia Putri Wazane
    Belum ada peringkat
  • Surat Pesan Obat
    Surat Pesan Obat
    Dokumen2 halaman
    Surat Pesan Obat
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Rencana Kegiatan
    Rencana Kegiatan
    Dokumen1 halaman
    Rencana Kegiatan
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 123
    Lampiran 123
    Dokumen3 halaman
    Lampiran 123
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Woc DM
    Woc DM
    Dokumen1 halaman
    Woc DM
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Chapter 19 SKA
    Chapter 19 SKA
    Dokumen4 halaman
    Chapter 19 SKA
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat
  • Posyandu LANSIA
    Posyandu LANSIA
    Dokumen19 halaman
    Posyandu LANSIA
    Klinik mabarrot hasyimiyah manyar gresik
    Belum ada peringkat