Anda di halaman 1dari 17

II. INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI II.

INSIDENS DAN EPIDEMIOLOGI

IInnssiiddeennssii ssiirroossiiss hheeppaattiiss di di Am Ameri erika ka ddiippeerrkkira irakkaann


336600 ppeerr 110000..000000

 pe  pendu nduduk duk.. Pen Penyeb yebabn abnya ya seb sebagi agian an bes besaarr aki akibat bat pen
penyak yakiitt hep hepaarr alk alkoho oholik lik dan dan

infeksi virus kronik. Di Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya infeksi virus kronik. Di
Indonesia data prevalensi sirosis hepatis belum ada, hanya

llaappoorraan-l n-laappoorran an ddaarrii bbeebbeerap rapaa ppuussaatt ppeennddiiddiikkan an


ssaajjaa.. Di Di RS RS Dr Dr.. SSaarrddjjiittoo

Yogyakarta jumlah pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat Yogyakarta jumlah
pasien sirosis hepatis berkisar 4,1% dari pasien yang dirawat

di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di di Bagian Penyakit Dalam
dalam kurun waktu 1 tahun pada tahun 2004. Di

Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819 Medan dalam kurun
waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hepatis sebanyak 819

(4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam. (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian
Penyakit Dalam.44

11

Penderita sirosis hepatis lebih banyak dijumpai pada laki-laki jika

dibandingkan dengan wanita sekitar 1,6 : 1 dengan umur rata-rata terbanyak  antara golongan umur 30 –
59 tahun dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun1

III. ETIOLOGI

Di negara barat penyebab dari sirosis hepatis yang tersering akibat

alkoholik sedangkan di Indonesia terutama akibat infeksi virus hepatitis B

maupun C. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan penyebab terbanyak dari

sirosis hepatis adalah virus hepatitis B (30-40%), virus hepatitis C (30-40%), dan

 penyebab yang tidak diketahui(10-20%). Adapun beberapa etiologi dari sirosis hepatis antara lain:1,4

1. Virus hepatitis (B,C,dan D)

2. Alkohol (alcoholic cirrhosis)

3. Kelainan metabolik :
a. Hemokromatosis (kelebihan beban besi)

 b. Penyakit Wilson (kelebihan beban tembaga)

c. Defisiensi Alpha l-antitripsin

d. Glikonosis type-IV

e. Galaktosemia

f. Tirosinemia

4. Kolestasis

5. Gangguan imunitas ( hepatitis lupoid )

6. Toksin dan obat-obatan (misalnya : metotetrexat, amiodaron,INH, dan

lain-lain)

7. Nonalcoholic fatty liver disease (NAFLD)

8. Kriptogenik 

9. Sumbatan saluran vena hepatika

IV. ANATOMI HEPAR 

Hepar adalah organ intestinal terbesar dengan berat antara 1,2-,1,8 kg atau

kurang lebih 25% berat badan orang dewasa yang menempati sebagian besar 

kuadran kanan atas abdomen dan merupakan pusat metabolisme tubuh dengan fungsi yang sangat
kompleks5. Hepar menempati daerah hipokondrium kanan

tetapi lobus kiri dari hepar meluas sampai ke epigastrium. Hepar berbatasan

dengan diafragma pada bagian superior dan bagian inferior hepar mengikuti

 bentuk dari batas kosta kanan. Hepar secara anatomis terdiri dari lobus kanan

yang berukuran lebih besar dan lobus kiri yang berukuran lebih kecil. Lobus kanan dan kiri dipisahkan
oleh ligamentum falsiforme6. Lobus kanan dibagi

menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak 

terlihat dari luar. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh

ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar  7. Pada daerah antara ligamentum
falsiform dengan kandung empedu di lobus kanan dapat ditemukan lobus

kuadratus dan lobus kaudatus yang tertutup oleh vena cava inferior dan

ligamentum venosum pada permukaan posterior  6. Permukaan hepar diliputi oleh

 peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan posterior yang melekat

langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang merupakan peritoneum

membantu menyokong hepar. Di bawah peritoneum terdapat jaringan ikat padat

yang disebut sebagai kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh organ ;

 bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka

untuk cabang vena porta, arteri hepatika, dan saluran empedu. Porta hepatis

adalah fisura pada hepar tempat masuknya vena porta dan arteri hepatika serta tempat keluarnya duktus
hepatika5.

Gambar 1. Anatomi hepar 

(dikutip dari kepustakaan 8)

Hepar memiliki dua sumber suplai darah, dari saluran cerna dan limpa

melalui vena porta hepatica dan dari aorta melalui arteri hepatika. Arteri hepatika

keluar dari aorta dan memberikan 80% darahnya kepada hepar, darah ini masuk 

ke hepar membentuk jaringan kapiler dan setelah bertemu dengan kapiler vena

akan keluar sebagai vena hepatica. Vena hepatica mengembalikan darah dari

hepar ke vena kava inferior. Vena porta yang terbentuk dari vena lienalis dan vena

mesenterika superior, mengantarkan 20% darahnya ke hepar, darah ini

mempunyai kejenuhan oksigen hanya 70 % sebab beberapa O2 telah diambil oleh

limpa dan usus. Darah yang berasal dari vena porta bersentuhan erat dengan sel

hepar dan setiap lobulus dilewati oleh sebuah pembuluh sinusoid atau kapiler 

hepatika. Pembuluh darah halus yang berjalan di antara lobulus hepar disebut

vena interlobular  7.
Vena porta membawa darah yang kaya dengan bahan makanan dari

saluran cerna, dan arteri hepatika membawa darah yang kaya oksigen dari sistem

arteri. Arteri dan vena hepatika ini bercabang menjadi pembuluh-pembuluh yang

lebih kecil membentuk kapiler di antara sel-sel hepar yang membentik lamina

hepatika. Jaringan kapiler ini kemudian mengalir ke dalam vena kecil di bagian

tengah masing-masing lobulus, yang menyuplai vena hepatika. Pembuluh

 prmbuluh ini menbawa darah dari kapiler portal dan darah yang mengalami

deoksigenasi yang telah dibawa ke hepar oleh arteri hepatika sebagai darah yang

telah deoksigenasi. Selain vena porta, juga ditemukan arteriol hepar didalam

septum interlobularis. Anterior ini menyuplai darah dari arteri ke jaringan jaringan

septum diantara lobules yang berdekatan, dan banyak arterior kecil mengalir 

langsung ke sinusoid hepar, paling sering pada sepertiga jarak ke septum interlobularis7.

Gambar 2 . Pembuluh darah pada hepar 

(dikutip dari kepustakaan 8)

Hepar terdiri atas bermacam-macam sel. Hepatosit meliputi 60% sel hepar,

sedangkan sisanya terdiri atas sel-sel epithelial sistem empedu dalam jumlah yang

 bermakna dan sel-sel non parenkimal yang termasuk di dalamnya endothelium, sel Kuppfer  dan sel
Stellata yang berbentuk seperti bintang5.

Hepatosit sendiri dipisahkan oleh sinusoid yang tersusun melingkari eferen

vena hepatika dan ductus hepatikus. Saat darah memasuki hepar melalui arteri

hepatica dan vena porta menuju vena sentralis maka akan didapatkan pengurangan

oksigen secara bertahap. Sebagai konsekuensinya, akan didapatkan variasi penting

kerentanan jaringan terhadap kerusakan asinus. Membran hepatosit berhadapan

langsung dengan sinusoid yang mempunyai banyak mikrofili. Mikrofili juga

tampak pada sisi lain sel yang membatasi saluran empedu dan merupakan

  penunjuk tempat permulaan sekresi empedu. Permukaan lateral hepatosit


memiliki sambungan penghubungan dan desmosom yang saling bertautan dengan disebelahnya5.

Sinusoid hepar memiliki lapisan endothelial berpori yang dipisahkan dari

hepatosit oleh ruang Disse (ruang perisinusoidal). Sel-sel lain yang terdapat dalam

dinding sinusoid adalah sel fagositik Kuppfer yang merupakan bagian penting

dalam sistem retikuloendotelial dan sel Stellata (juga disebut sel Ito, liposit atau

 perisit) yang memiliki aktivitas miofibriblastik yang dapat membantu pengaturan

aliran darah sinusoidal disamping sebagai faktor penting dalam perbaikan

kerusakan hepar. Peningkatan aktivitas sel-sel Stellata tampaknya menjadi faktor 

kunci pembentukan fibrosis di hepar  5.

Gambar 3 . Histologi hepar 

(dikutip dari kepustakaan 9)

V. FISIOLOGI HEPAR 

Hepar adalah suatu organ besar, dapat meluas, dan organ venosa yang

mampu bekerja sebagai tempat penampungan darah yang bermakna di saat

volume darah berlebihan dan mampu menyuplai darah ekstra di saat kekurangan

volume darah. Selain itu, hepar juga merupakan suatu kumpulan besar sel reaktan

kimia dengan laju metabolisme yang tinggi, saling memberikan substrat dan

energi dari satu sistem metabolisme ke sistem yang lain, mengolah dan

mensintesis berbagai zat yang diangkut ke daerah tubuh lainnya, dan melakukan  berbagai fungsi
metabolisme lain.6 Fungsi metabolisme yang dilakukan oleh hepar  adalah10 :

• Metabolisme karbohidrat. Dalam metabolisme karbohidrat, hepar 

melakukan fungsi sebagai berikut :

o Menyimpan glikogen dalam jumlah besar 

o Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa

o Glukoneogenesis

o Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara


metabolisme karbohidrat

Hepar terutama penting untuk mempertahankan konsentrasi glukosa darah

normal. Penyimpanan glikogen memungkinkan hepar mengambil

kelebihan glukosa dari darah, menyimpannya, dan kemudian

mengembalikannya kembali ke darah bila konsentrasi glukosa darah

rendah. Fungsi ini disebut fungsi penyangga glukosa hepar.

• Metabolisme lemak. Beberapa fungsi spesifik hepar dalam metabolisme

lemak antara lain :

o Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh

yang lain

o Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein

o Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat

Hepar berperan pada sebagian besar metabolisme lemak. Kira-kira 80

 persen kolesterol yang disintesis didalam hepar diubah menjadi garam

empedu yang kemudian disekresikan kembali ke dalam empedu, sisanya

diangkut dalam lipoprotein dan dibawa oleh darah ke semua sel jaringan

tubuh. Fosfolipid juga disintesis di hepar dan ditranspor dalam lipoprotein.

Keduanya digunakan oleh sel untuk membentuk membran, struktur 

intrasel, dan bermacam-macam zat kimia yang penting untuk fungsi sel.

• Metabolisme protein. Fungsi hepar yang paling penting dalam

metabolisme protein adalah sebagai berikut :

o Deaminasi asam amino

o Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan

tubuh

o Pembentukan protein plasma


o Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari

asam amino

Diantara fungsi hepar yang paling penting adalah kemampuan hepar untuk 

membentuk asam amino tertentu dan juga membentuk senyawa kimia lain

yang penting dari asam amino. Untuk itu, mula-mula dibentuk asam keto

yang mempunyai komposisi kimia yang sama dengan asam amino yang

akan dibentuk. Kemudian suatu radikal amino ditransfer melalui beberapa

tahap transaminasi dari asam amino yang tersedia ke asam keto untuk 

menggantikan oksigen keto.

• Hepar merupakan tempat penyimpanan vitamin. Hepar mempunyai

kecenderungan tertentu untuk menyimpan vitamin dan telah lama

diketahui sebagai sumber vitamin tertentu yang baik pada pengobatan

 pasien. Vitamin yang paling banyak disimpan dalam hepar adalah vitamin

A, tetapi sejumlah besar vitamin D dan vitamin B12 juga disimpan secara

normal

• Hepar menyimpan besi dalam bentuk ferritin. Sel hepar mengandung

sejumlah besar protein yang disebut apoferritin, yang dapat bergabung

dengan besi baik dalam jumlah sedikit ataupun banyak. Oleh karena itu,

 bila besi banyak tersedia dalam cairan tubuh, maka besi akan berikatan

dengan apoferritin membentuk ferritin dan disimpan dalam bentuk ini di

dalam sel hepar sampai diperlukan.

Hepar memiliki aliran darah yang tinggi dan resistensi vaskuler yang rendah.

Kira-kira 1050 milimeter darah mengalir dari vena porta ke sinusoid hepar setiap

menit, dan tambahan 300 mililiter lagi mengalir ke sinusoid dari arteri hepatika

dengan total rata-rata 1350 ml/menit. Jumlah ini sekitar 27 persen dari sisa
 jantung. Rata-rata tekanan di dalam vena porta yang mengalir ke dalam hepar 

adalah sekitar 9 mmHg dan rata-rata tekanan di dalam vena hepatika yang

mengalir dari hepar ke vena cava normalnya hampir tepat 0 mmHg. Hal ini

menunjukkan bahwa tahanan aliran darah melalui sinusoid hepar normalnya

sangat rendah namun memiliki aliran darah yang tinggi. Namun, jika sel-sel

 parenkim hepar hancur, sel-sel tersebut digantikan oleh jaringan fibrosa yang

akhirnya akan berkontraksi di sekeliling pembuluh darah, sehingga sangat

menghambat darah porta melalui hepar. Proses penyakit ini disebut sirosis hepatis,

Sistem porta juga kadang-kadang terhambat oleh suatu gumpalan besar yang

 berkembang di dalam vena porta atau cabang utamanya. Bila sistem porta tiba

tiba tersumbat, kembalinya darah dari usus dan limpa melalui system aliran darah

  porta hepar ke sirkulasi sistemik menjadi sangat terhambat, menghasilkan hipertensi portal. 10

VI. PATOFISIOLOGI

Sirosis hepatis termasuk 10 besar penyebab kematian di dunia Barat.

Meskipun terutama disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol, kontributor utama

lainnya adalah hepatitis kronis, penyakit saluran empedu, dan kelebihan zat besi. Tahap akhir penyakit
kronis ini didefinisikan berdasarkan tiga karakteristik :11

1.  Bridging fibrous septa dalam bentuk pita halus atau jaringan parut

lebar yang menggantikan lobulus.

2. Nodul parenkim yang terbentuk oleh regenerasi hepatosit, dengan

ukuran bervariasi dari sangat kecil (garis tengah < 3mm, mikronodul)

hingga besar (garis tengah beberapa sentimeter, makronodul).

3. Kerusakan arsitektur hepar keseluruhan.

Beberapa mekanisme yang terjadi pada sirosis hepatis antara lain kematian

sel-sel hepatosit, regenerasi, dan fibrosis progresif. Sirosis hepatis pada mulanya

 berawal dari kematian sel hepatosit yang disebabkan oleh berbagai macam faktor.
Sebagai respons terhadap kematian sel-sel hepatosit, maka tubuh akan melakukan

regenerasi terhadap sel-sel yang mati tersebut. Dalam kaitannya dengan fibrosis,

hepar normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) di saluran

 porta, sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Pada sirosis,

kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel mengendap di semua

 bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan fenestrasinya. Juga terjadi

 pirau vena porta ke vena hepatika dan arteri hepatika ke vena porta. Proses ini

 pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang berlubang dengan

 pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi vaskular tekanan tinggi,

 beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara khusus, perpindahan protein antara hepatosit dan
plasma sangat terganggu.11,12

VII. KLASIFIKASI Berdasarkan morfologi, Sherlock membagi sirosis hepatis atas 3 jenis, yaitu : 1,4

1. Mikronodular 

Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran < 3

mm.

2. Makronodular 

Yaitu sirosis hepatis dimana nodul-nodul yang terbentuk berukuran > 3

mm.

10

3. Campuran

Yaitu gabungan dari mikronodular dan makronodular. Nodul-nodul yang

terbentuk ada yang berukuran < 3 mm dan ada yang berukuran > 3 mm. Secara fungsional, sirosis hepatis
terbagi atas : 1,4

1. Sirosis Hepatis Kompensata

Sering disebut dengan latent cirrhosis hepar . Pada stadium kompensata ini

 belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan

 pada saat pemeriksaan screening.


2. Sirosis Hepatis Dekompensata

Dikenal dengan active cirrhosis hepar , dan stadium ini biasanya gejala

gejala sudah jelas, misalnya ; asites, edema dan ikterus.

VIII. DIAGNOSIS

1. Gambaran Klinik 

Stadium awal sirosis hepatis sering tanpa gejala sehingga kadang

ditemukan pada waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit lain.
Gejala awal sirosis hepatis meliputi4 :

•  perasaan mudah lelah dan lemah

• selera makan berkurang

• perasaaan perut kembung

• Mual

• berat badan menurun

• pada laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada

membesar, dan hilangnya dorongan seksualitas.

Stadium lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hepar dan hipertensi  portal, meliputi4 :

• hilangnya rambut badan

• gangguan tidur 

• demam tidak begitu tinggi

11

• adanya gangguan pembekuan darah, pendarahan gusi, epistaksis,

gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna seperti

teh pekat, muntah darah atau melena, serta perubahan mental,

meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi, sampai

koma.

2. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan laboratorium yang bisa didapatkan dari penderita sirosis hepatis antara lain4 :

a. SGOT (serum glutamil oksalo asetat) atau AST (aspartat

aminotransferase) dan SGPT (serum glutamil piruvat transferase) atau

ALT (alanin aminotransferase) meningkat tapi tidak begitu tinggi.

AST lebih meningkat disbanding ALT. Namun, bila enzim ini normal,

tidak mengeyampingkan adanya sirosis

 b. Alkali fosfatase (ALP), meningkat kurang dari 2-3 kali batas normal

atas. Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis

sklerosis primer dan sirosis bilier primer.

c. Gamma Glutamil Transpeptidase (GGT), meningkat sama dengan

ALP. Namun, pada penyakit hati alkoholik kronik, konsentrasinya

meninggi karena alcohol dapat menginduksi mikrosomal hepatic dan

menyebabkan bocornya GGT dari hepatosit.

d. Bilirubin, konsentrasinya bisa normal pada sirosis kompensata dan

meningkat pada sirosis yang lebih lanjut (dekompensata)

e. Globulin, konsentrasinya meningkat akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta masuk ke jaringan limfoid yang

selanjutnya menginduksi immunoglobulin.

f. Waktu protrombin memanjang karena disfungsi sintesis factor 

koagulan akibat sirosis

g. Na serum menurun, terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan

dengan ketidakmampuan ekskresi air bebas.

12

h. Pansitopenia dapat terjadi akibat splenomegali kongestif berkaitan

dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

Selain itu, pemeriksaan radiologis yang bisa dilakukan, yaitu :


a.   Barium meal  , untuk melihat varises sebagai konfirmasi adanya

hipertensi porta

 b. USG abdomen untuk menilai ukuran hati, sudut, permukaan, serta

untuk melihat adanya asites, splenomegali, thrombosis vena porta,

 pelebaran vena porta, dan sebagai skrinning untuk adanya karsinoma

hati pada pasien sirosis.

IX. KOMPLIKASI

Morbiditas dan mortalitas sirosis tinggi akibat komplikasinya. Berikut  berbagai macam komplikasi
sirosis hati4 : 1. Hipertensi Portal4 2. Asites4

3. Peritonitis Bakterial Spontan. Komplikasi ini paling sering dijumpai

yaitu infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi

sekunder intra abdominal. Biasanya terdapat asites dengan nyeri abdomen serta demam4.

4. Varises esophagus dan hemoroid. Varises esophagus merupakan salah

satu manifestasi hipertensi porta yang cukup berbahaya. Sekitar 20

40% pasien sirosis dengan varises esophagus pecah menimbulkan  perdarahan4.

5. Ensefalopati Hepatik. Rnsefalopati hepatic merupakan kelainan

neuropsikiatri akibat disfungsi hati. Mula-mula ada gangguan tidur  kemudian berlanjut sampai gangguan
kesadaran dan koma4.

Ensefalopati hepatic terjadi karena kegagalan hepar melakukan

detoksifikasi bahan-bahan beracun (NH3 dan sejenisnya). NH3 berasal

dari pemecahan protein oleh bakteri di usus. Oleh karena itu,

  peningkatan kadar NH 3 dapat disebabkan oleh kelebihan asupan

13

  protein, konstipasi, infeksi, gagal hepar, dan alkalosis13. Berikut

 pembagian stadium ensefalopati hepatikum :

Stadium Manifestasi Klinis 0 Kesadaran normal, hanya sedikit ada penurunan daya
ingat, konsentrasi, fungsi intelektual, dan koordinasi. 1 Gangguan pola tidur  2 Letargi 3 Somnolen,
disorientasi waktu dan tempat, amnesia 4 Koma, dengan atau tanpa respon terhadap rangsang nyeri. Tabel
1 Pembagian stadium ensefalopati hepatikum14

6. Sindroma Hepatorenal. Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan

fungsi ginjal akut berupa oligouri, peningkatan ureum, kreatinin, tanpa

adanya kelainan organic ginjal. Kerusakan hati lanjut menyebabkan

 penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus.

X. PENATALAKSANAAN

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi

ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang

  bisa menambah kerusakan hati, pencegahan, dan penanganan komplikasi.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untk mengurangi

 progresi kerusakan hati.

1. Penatalaksanaan Sirosis Kompensata

Bertujuan untuk mengurangi progresi kerusakan hati, meliputi :

• Menghentikan penggunaan alcohol dan bahan atau obat yang

hepatotoksik 

• Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal yang dapat

menghambat kolagenik 

• Pada hepatitis autoimun, bisa diberikan steroid atau imunosupresif 

14

• Pada hemokromatosis, dilakukan flebotomi setiap minggu sampai

konsentrasi besi menjadi normal dan diulang sesuai kebutuhan.

• Pada pentakit hati nonalkoholik, menurunkan BB akan mencegah

terjadinya sirosis

• Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin merupakan terapi


utama. Lamivudin diberikan 100mg secara oral setiap hari selama

satu tahun. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan

3MIU, 3x1 minggu selama 4-6 bulan.

• Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin

merupakan terapi standar. Interferon diberikan secara subkutan

dengann dosis 5 MIU, 3x1 minggu, dan dikombinasi ribavirin 800

1000 mg/hari selama 6 bulan

Untuk pengobatan fibrosis hati, masih dalam penelitian. Interferon,

kolkisin, metotreksat, vitamin A, dan obat-obatan sedang dalam

 penelitian.

2. Penatalaksanaan Sirosis Dekompensata

• Asites

 Tirah baring

 Diet rendah garam : sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari

 Diuretic : spiroolakton 100-200 mg/hari. Respon diuretic

 bisa dimonitor dengan penurunan BB 0,5 kg/hari (tanpa

edem kaki) atau 1,0 kg/hari (dengan edema kaki). Bilamana

 pemberian spironolakton tidak adekuat, dapat dikombinasi

dengan furosemide 20-40 mg/hari (dosis max.160 mg/hari)

 Parasentesis dilakukan bila asites sangat besar (4-6 liter),

diikuti dengan pemberian albumin.

• Peritonitis Bakterial Spontan

Diberikan antibiotik glongan cephalosporin generasi III seperti

cefotaksim secara parenteral selama lima hari atau quinolon secara

15

oral. Mengingat akan rekurennya tinggi maka untuk profilaksis


dapat diberikan norfloxacin (400 mg/hari) selama 2-3 minggu.

• Varises Esofagus

 Sebelum dan sesudah berdarah, bisa diberikan obat

 penyekat beta (propanolol)

 Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat

somatostatin atau okreotid, diteruskan dengan tindakan

skleroterapi atau ligasi endoskopi

• Ensefalopati Hepatik 

 Laktulosa untuk mengeluarkan ammonia

   Neomisin, untuk mengurangi bakteri usus penghasil

ammonia

 Diet rendah protein 0,5 gram.kgBB/hari, terutama diberikan

yang kaya asam amino rantai cabang

• Sindrom Hepatorenal

Sampai saat ini belum ada pengobatan yang efektif untuk SHR.

Oleh karena itu, pencegahan terjadinya SHR harus mendapat

  perhatian utama berupa hindari pemakaian diuretic agresif,

 parasentesis asites, dan restriksi cairan yang berlebihan.

XI. PROGNOSIS

Prognosis sirosis hepatis sangat bervariasi dipengaruhi oleh sejumlah

faktor, meliputi etiologi, beratnya kerusakan hepar, komplikasi, dan penyakit

lain yang menyertai sirosis. Klasifikasi Child-Turcotte juga untuk menilai

 prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi

konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati, dan status

nutrisi.

16
Klasifikasi Child-Turcotte berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B, dan C  berturut-turut 100%,80%,
dan 45%.4

Gambar 4. Klasifikasi Modifikasi Child-Pugh (dikutip dari kepustakaan 13)

17

DAFTAR PUSTAKA

1. Sutadi SM. Sirosis hati. Usu repository. 2003. [cited on 2011 February 23rd]. Available from : URL :
http:// repository.usu.ac.id/ bitstream/

123456789 /3386/1/ penydalam-srimaryani5.pdf 

2. Suyono,Sufiana,Heru,Novianto,Riza,Musrifah. Sonografi sirosis hepatis di RSUD Dr. Moewardi.


Kalbe. 2006. [cited on 2011 February 23rd].

Available from : URL :

http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/09_150_Sonografisirosishepatis.pdf/

09_150_Sonografisirosishepatis.html

3. Raymon T.Chung, Daniel K.Podolsky. Cirrhosis and its complications. In : Kasper DL et.al, eds.
Harrison’s Principles of Internal Medicine. 16th

Edition. USA : Mc-Graw Hill; 2005. p. 1858-62.

4.  Nurdjanah Sitti. Sirosis hati. Dalam : Sudoyo AW et.al, eds. Buku Ajar 

Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan ilmu Penyakit

Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 443-53.

5. Amiruddin Rifai. Fisiologi dan Biokimia Hati. Dalam : Sudoyo AW et.al,

eds. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 4. Jakarta : Pusat Penerbitan

ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran UI; 2006. hal. 415-6.

6. Faiz O, Moffat D. The liver, gall-bladder, biliary tree. In : Anatomy at a

glance. USA: Blackwell Publishing Company; 2002. p. 44-5.

7. Lindseth, Glenda N. Gangguan Hati, Kandung Empedu, dan

Pankreas. Dalam : Sylvia A.Price et.al, eds. Patofisiologi.

Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 2006.


Hal.472-5.

8.  Netter FH. Surface and bed of liver. In : Atlas of Human Anatomy. 4th

Edition. USA : Saunders Elsevier; 2006. p. 287.

9. Douglas Eder. Histology. In : Laboratory Atlas of Anatomy and Physiology. 4th Edition. USA :
McGraw-Hill Science; 2001. p.35

18

10.Hall & Guyton. Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC; 2004. hal. 902-6.

11.Kumar V, Cotran RS, Robbins SL. Hati dan saluran empedu Dalam : Hartanto H, Darmaniah N,
Wulandari N. Robbins Buku Ajar Patologi. 7th

Edition. Volume 2. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2004. hal.

671-2. 12.Taylor CR. Cirrhosis. emedicine. 2009. [cited on 2011 February 23rd].

Available from: URL : http://emedicine.medscape.com/article/366426

overview

13. Marc S. Sabatine, Sirosis dalam Buku Saku Klinis, The Massachusetts

General Hospital Handbook of Internal Medicine, 2004, p.106-10

14.David C. Dale, Daniel D.Fedeman,   AMP Medicine 2007 Edition,

Washington D.C., 2007,p.IX : 1-26

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Teori Luka Bakar
    Askep Teori Luka Bakar
    Dokumen4 halaman
    Askep Teori Luka Bakar
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Askep Teori Luka Bakar
    Askep Teori Luka Bakar
    Dokumen4 halaman
    Askep Teori Luka Bakar
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Obesitas
    Makalah Obesitas
    Dokumen27 halaman
    Makalah Obesitas
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kejang Demam
    BAB II Kejang Demam
    Dokumen9 halaman
    BAB II Kejang Demam
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kejang Demam
    BAB II Kejang Demam
    Dokumen9 halaman
    BAB II Kejang Demam
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii DBD
    Bab Ii DBD
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii DBD
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Utami 00
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Utami 00
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen17 halaman
    2
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis PDF
    Sirosis Hepatis PDF
    Dokumen6 halaman
    Sirosis Hepatis PDF
    Aditya Rachman Van Der Arjunaquee
    60% (5)
  • Sirosis Hepatis PDF
    Sirosis Hepatis PDF
    Dokumen6 halaman
    Sirosis Hepatis PDF
    Aditya Rachman Van Der Arjunaquee
    60% (5)