Anda di halaman 1dari 9

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Kejang Demam

2.1.1 Definisi Kejang Demam

Menurut International League Against Epilepsy (ILAE) (1993, dalam Pellock,


2014) kejang demam merupakan gangguan neurologis akut yang paling umum terjadi
pada bayi dan anak-anak disebabkan tanpa adanya infeksi sistem saraf pusat. Kejang
demam terjadi pada umur 3 bulan sampai 5 tahun dan jarang sekali terjadi untuk pertama
kalinya pada usia 3 tahun. Kejang demam dapat terjadi bila suhu tubuh diatas 38oC dan
suhu yang tinggi dapat menimbulkan serangan kejang. Menurut Maria (2011), setiap
anak dengan kejang demam memiliki ambang kejang yang berbeda dimana anak dengan
ambang kejang yang rendah terjadi apabila suhu tubuh 38 derajat Celsius tetapi pada
anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi terjadi pada suhu 40 derajat Celsius
bahkan bisa lebih dari itu. Demam dapat terjadi setiap saat dan bisa terjadi pada saat
setelah kejang serta anak dengan kejang demam memiliki suhu lebih tinggi dibandingkan
dengan penyakit demam kontrol (Newton, 2015).

2.1.2 Klasifikasi Kejang Demam

Menurut American Academy of Pediatrics (2011), kejang demam dibagi menjadi


dua jenis diantaranya adalah simple febrile seizureatau kejang demam sederhana dan
complex febrile seizure atau kejang demam kompleks. Kejang demam sederhana adalah
kejang general yang berlangsung singkat (kurang dari 15 menit), bentuk kejang umum
(tonik dan atau klonik) serta tidak berulang 10 dalam waktu 24 jam dan hanya terjadi satu
kali dalam periode 24 jam dari demam pada anak yang secara neorologis normal. Kejang
demam sederhana merupakan 80% yang sering terjadi di masyarakat dan sebagian besar
berlangsung kurang dari 5 menit dan dapat berhenti sendiri. Sedangkan kejang demam
kompleks memiliki ciri berlangsung selama lebih dari 15 menit, kejang fokal atau parsial
dan disebut juga kejang umum didahului kejang parsial dan berulang atau lebih dari satu
kali dalam waktu 24 jam. Menurut Chung (2014), pada kejang demam sederhana
umumnya terdiri dari tonik umum dan tanpa adanya komponen fokus dan juga tidak
dapat merusak otak anak, tidak menyebabkan gangguan perkembangan, bukan
merupakan faktor terjadinya epilepsi dan kejang demam kompleks umumnya
memerlukan pengamatan lebih lanjut dengan rawat inap 24 jam.

2.1.3 Etiologi Kejang Demam

Tasmin (2013), menjelaskan bahwa penyebab kejang demam hingga saat ini
belum diketahui dengan pasti. Kejang demam tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi
dikarenakan pada suhu yang tidak terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kejang. Kondisi
yang dapat menyebabkan kejang demam diantaranya adalah infeksi yang mengenai
jaringan ekstrakranial seperti otitis media akut, bronkitis dan tonsilitis (Riyadi, 2013).
Sedangkan Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2013), menjelaskan bahwa penyebab
terjadinya kejang demam antara lain obat-obatan, ketidak seimbangan kimiawi seperti
hiperkalemia, hipoglikemia, asidosis, demam, patologis otak dan eklamsia (ibu yang
mengalami hipertensi prenatal, toksimea gravidarum). Selain penyebab kejang demam
menurut data profil kesehatan Indonesia (2012) yaitu didapatkan 10 penyakit yang sering
rawat inap di Rumah Sakit diantaranya 11 adalah diare dan penyakit gastroenteritis oleh
penyebab infeksi tertentu, demam berdarah dengue, demam tifoid dan paratifoid, penyulit
kehamilan, dispepsia, hipertensi esensial, cidera intrakranial, indeksi saluran pernafasan
atas dan pneumonia.

Kejang pada neonatus dan anak bukanlah suatu penyakit, namun merupakan suatu
gejala penting akan adanya penyakit lain sebagai penyebab kejang atau adanya kelainan
susunan saraf pusat. Penyebab utama kejang adalah kelainan bawaan di otak sedangkan
penyebab sekundernya adalah gangguan metabolik atau penyakit lain seperti penyakit
infeksi. Negara berkembang, kejang pada neonatus dan anak sering disebabkan oleh
tetanus neonatus, sepsis, meningitis, ensefalitis, perdarahan otak dan cacat bawaan.
Penyebab kejang pada neontaus, baik primer maupun sekunder umumnya berkaitan erat
dengan kondisi bayi didalam kandungan dan saat proses persalinan serta masamasa bayi
baru lahir. Menurut penelitian yang dilakukan diIran, penyebab kejang demam dikarena
infeksi virus dan bakteri (Dewi, 2014).
2.1.4 Manifestasi Klinis Kejang Demam

Ngastiyah (2014), menyebutkan bahwa kejang pada anak dapat terjadi bangkitan
kejang dengan suhu tubuh mengalami peningkatan yang cepat dan disebabkan karena
infeksi di luar susunan saraf pusat seperti otitis media akut, bronkitis, tonsilitis dan
furunkulosis. Kejang demam biasanya juga terjadi dalam waktu 24 jam pertama pada saat
demam dan berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik,
klonik, tonik dan fokal atau akinetik. Pada umumnya kejang demam dapat berhenti
sendiri dan pada saat berhenti, anak tidak dapat memberikan reaksi apapun untuk sejenak
tetapi 12 setelah beberapa detik atau bahkan menit kemudian anak akan sadar kembali
tanpa adanya kelainan saraf.

Djamaludin (2010), menjelaskan bahwa tanda pada anak yang mengalami kejang
adalah sebagai berikut : (1) suhu badan mencapai 39 derajat Celcius; (2) saat kejang anak
kehilangan kesadaran, kadang-kadang napas dapat terhenti beberapa saat; (3) tubuh
termasuk tangan dan kaki jadi kaku, kepala terkulai ke belakang disusul munculnya
gejala kejut yang kuat; (4) warna kulit berubah pucat bahkan kebiruan dan bola mata naik
ke atas; (5) gigi terkatup dan terkadang disertai muntah; (6) napas dapat berhenti selama
beberapa saat; (7) anak tidak dapat mengontrol untuk buang air besar atau kecil.

2.1.5 Patofisiologi Kejang Demam

Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa untuk mempertahankan kelangsungan


hidup sel atau organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku
untuk metabolisme otak terpenting adalah glukosa. Sifat proses ini adalah oksidasi
dengan perantara fungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui kardiovaskular. Dari
uraian tersebut dapat diketahui bahwa sumber energi otak adalah glukosa yang melalui
proses oksidasi dipercah menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri
dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan
normal membran sel neoron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium dan sangat sulit
dilalui oleh ion natrium dan elektrolit lainnya kecuali ion klorida. Akibatnya konsentrasi
kalium dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi natrium rendah, sedangkan di luar sel
terdapat keadaan sebaliknya. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1 derajat Celcius akan
mengakibatkan kenaikan 13 metabolisme basar 10-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari
seluruh tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Oleh karena itu,
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium melalui membran
tersebut dengan akibat terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian
besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya
dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter dan terjadi kejang.

Faktor genetik merupakan peran utama dalam ketentanan kejang dan dipengaruhi
oleh usia dan metoritas otak. Kejang demam yang berlangsung lebih dari 15 menit
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan akhirnya terjadi
hipoksemia., hiperkapnia, asidodosis laktat disebabkan oleh matabolisme anaerobik,
hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh makin
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktivitas otot dan selanjutnya
menyebabkan metabolisme otot meningkat. Hal ini mengakibatkan terjadinya kerusakan
pada neuron dan terdapat gangguan perederan darah yang mengakibatkan hipoksia
sehingga meninggalkan permeabilitas kapiler dan timbul edema otak. Kerusakan pada
daerah medial lobus temporalis setelah mendapatkan serangan kejang sedang
berlangsung lama di kemudian hari sehingga terjadi serangan epilepsi yang spontan.
Karena itu kejang demam yang berlansung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis
di otak hingga terjadi epilepsi (Nurindah , 2014).

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang Kejang Demam

Dinas Kesehatan Jawa Barat tahun 2012 menjelaskan bahwa pemeriksaan


penunjang merupakan penelitian perubahan yang timbul pada penyakit dan perubahan ini
bisa sebab atau akibat serta merupakan ilmu terapan yang berguna membantu petugas
kesehatan dalam mendiagnosis dan mengobati pasien. Pemeriksaan penunjang bertujuan
untuk menyingkirkan diagnosis yang serius atau setidaknya data laboratoris yang
menunjang kecurigaan klinis (Ginsberg, 2008). Pemeriksaan penunjang pada anak yang
mengalami kejang demam adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan laboratorium pada anak yang mengalami kejang demam yang bertujuan
untuk mengevaluasi sumber infeksi penyebab demam atau keadaan lain misalnya
gastroenteritis dehidrasi disertai demam dan pemeriksaan laboratorium antara lain
pemeriksaan darah lengkap, elektrolit serum (terutama pada anak yang mengalami
dehidrasi, kadar gula darah, serum kalsium, fosfor, magnesium, kadar Bloof Urea
Nitrogen (BUN) dan urinalisis. Pemeriksaan lain yang mungkin dapat membantu
adalah kadar antikonvulsan dalam darah pada anak yang mendapat pengobatan untuk
gangguan kejang serta pemeriksaan kadar gula darah bila terdapat penurunan
kesadaran berkepanjangan setelah kejang (Arief, 2015).
2. Pungsi lumbal
Pada anak kejang demam sederhana yang berusia <18 bulan sangat disarankan
untuk dilakukan observasi dan pemeriksaan lebih lanjut seperti pungsi lumbal
karena merupakan pemeriksaan cairan serebrospinal yang dilakukan untuk
menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis serta pada anak yang
memiliki kejang demam kompleks (karena lebih banyak berhubungan dengan
meningitis) dapat dilakukan pemeriksaan pungsi lumbal dan dilakukan pada
anak usia 12 bulan karena tanda dan gejala klinis kemungkinan meningitis pada
usia ini minimal bahkan dapat tidak adanya gejala. Pada bayi dan anak dengan
kejang demam yang telah mendapat terapi antibiotik, pungsi lumbal merupakan
indikasi penting karena pengobatan antibiotik sebelumnya dapat menutupi
gajala meningitis (Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2016).

2.1.7 Faktor Resiko Kejang Demam

Faktor resiko merupakan penyebab langsung atau suatu pertanda terhadap hal
yang merugikan dan memudahkan terjadinya suatu penyakit serta mempunyai hubungan
yang spesifik dengan akibat yang dihasilkan (Nurwijaya, 2010). Anak yang mengalami
kejang demam kemungkinan besar akan menjadi penderita epilepsi jika adanya kelainan
neurologis sebelum kejang demam pertama dan kejang demam bersifat kompleks
(Susilowati, 2011).

Kejang demam pada anak memiliki beberapa faktor resiko diantaranya adalah
sebagai berikut :
1. Resiko kekambuhan kejang demam merupakan kejang demam yang terjadi kedua
kalinya sebanyak setengah dari pasien tersebut. Usia pada saat kejang demam
pertama merupakan faktor resiko yang paling penting dalam kekambuhan ini, karena
semakin muda usia pada saat kejang demam pertama, semakin tinggi resiko
keambuhan terjadi dan sebagai perbandingan, sebanyak 20% yang memiliki
kekambuhan kejang demam pertama adalah usia tua lebih dari 3 tahun (Gupta, 2016).
2. Resiko epilepsi merupakan resiko mengembangnya kejang setelah terjadi kejang
demam dan berdampak pada keterlambatan perkembangan atau pemeriksaan
neurologis yang abnormal sebelum terjadi kejang demam, riwayat kejang demam
kompleks dan terjadi kejang demam berkepanjangan serta menjadi resiko epilepsi.
Resiko epilepsi ini merupakan faktor bawaan yang sudah ada sebelumnya seperti
perinatal, genetik atau keturunan (Panteliadis, 2013).
3. Resiko perkembangan, kecacatan perilaku dan akademik pada anak kejang demam
adalah tidak lebih besar dari pada populasi umum dan anak dengan kejang demam
berkepanjangan dapat mengembangkan konsekuensi neurologis jangka panjang
(Bagiella, 2011).
4. Status demam epileptikus adalah kejang demam yaang memiliki durasi lebih dari 30
menit dan merupakan bentuk paling parah dan berpotensi mengancam nyawa dengan
konsekuensi jangka panjang dan bersifat gawat darurat. Anak dengan kejang demam
pertama memiliki potensi status demam epileptikus dimana dikaitkan dengan usia
yang lebih muda dan suhu tubuh lebih rendah serta durasi yang lebih lama (Gupta,
2016).
5. Faktor genetik atau keturunan misalnya pada orang tua dengan riwayat kejang demam
(pada masa kanak-kanak), saudara kandung dengan riwayat kejang demam dan orang
tua dengan riwayat epilepsi tanpa demam (Handy, 2016). Hal ini menunjukkan bahwa
anak yang mempunyai riwayat kejang dalam keluarga terdekat mempunyai resiko
untuk bangkitan kejang demam 4,5 kali lebih besar dibandingkan dengan yang tidak
memiliki riwayat dan faktor riwayat kejang pada ibu, ayah dan saudara kandung
menunjukkan hubungan yang bermakna karena mempunyai sel yang kosong
(Wijayahadi, 2010).
6. Konsekuensi kejang demam, anak yang mengalami kejang demam sederhana
memiliki resiko yang sangat rendah dibandingkan dengan kejang demam kompleks
karena pada kejang demam kompleks memiliki durasi selama lebih dari 15-20 menit
dan berulang dalam penyakit yang sama (Camfield, 2015).
7. Faktor statistik yaitu faktor resiko kejang demam yang berhubungan dengan
pendidikan orang tua, ibu merokok pada saat sebelum melahirkan atau menggunakan
minuman beralkohol, tingkat demam dan memiliki penyakit gastroenteritis. Faktor
resiko yang paling penting untuk kejang demam adalah usia, karena semakin muda
usia pada saat kejang demam pertama semakin tinggi resiko kekambuhan (Salam, et
al. 2012).

2.1.8 Pencegahan Kejang Demam

Pencegahan kejang demam adalah tindakan menghilangkan penyebab


ketidaksesuaian yang potensial atau situasi yang tidak dikehendaki (Hadi, 2007).
Pencegahan yang harus dilakukan pada anak yang mengalami kejang demam adalah
sebagai berikut :

1. Imunisasi adalah dengan sengaja memasukkan vaksin yang berisi mikroba hidup
yang sudah dilemahkan pada balita yang bertujuan untuk mencegah dari berbagain
macam penyakit. Imunisasi akan memberikan perlindungan seumur hidup pada balita
terhadap serangan penyakit tertentu. Apabila kondisi balita kurang sehat bisa
diberikan imunisasi karena suhu badannya akan meningkat sangat tinggi dan berisiko
mengalami kejang demam. Berbagai jenis vaksinasi atau imunisasi yang saat ini
dikenal dan diberikan kepada balita dan anak adalah vaksin poliomyelitis, vaksin
DPT (difteria, pertusis dan tetanus), vaksin BCG (Bacillus Calmette Guedrin), vaksin
campak (Widjaja, 2009).
2. Orang tua harus mengupayakan diri setenang mungkin dalam mengamati anak
dengan cara jangan meletakkan benda apapun dalam mulut si anak karena benda
tersebut justru dapat menyumbat jalan napas, anak harus dibaringkan ditempat yang
datar dengan posisi menyamping bukan terlentang untuk menghindari bahaya
tersedak, jangan memegangi anak untuk melawan, jika kejang terus berlanjut selama
10 menit anak harus segera dibawa ke fasilitas kesehatan terdekat dan setelah kejang
berakhir jika <10 menit anak perlu dibawa ke dokter untuk meneliti sumber demam
terutama jika ada kekakuan leher, muntah-muntah yang berat dan anak terus tampak
lemas (Lissauer,2013)

2.1.9Penatalaksanaan Kejang Demam

Ngastiyah (2014), menjelaskan bahwa terdapat 4 faktor untuk menangani kejang


demam diantaranya adalah pemberantasan kejang secepat mungkin, pengobatan
penunjang, memberikan pengobatan rumat serta mencari dan mengobati penyebab.

1. Memberantas kejang secepat mungkin


Pada saat pasien datang dalam keadaan kejang lebih dari 30 menit maka diberikan
obat diazepam secara intravena karena obat ini memiliki keampuhan sekitar 80-90%
untuk mengatasi kejang demam. Efek terapeutinya sangat cepat yaitu kira-kira 30
detik dampai 5 menit. Jika kejang tidak berhenti makan diberikan dengan dosis
fenobarbital. Efek samping obat diazepam ini adalah mengantuk, hipotensi,
penekanan pusat pernapasan, laringospasme dan henti jantung (Newton, 2013).
2. Pengobatan penunjang yaitu dengan melepas pakaian ketat yang digunakan pasien,
kepala pasien sebaiknya dimiringkan untuk mencegah aspirasi isi lambung, usahakan
agar jalan napas bebas untuk menjamin kebutuhan oksigen dan bila perlu dilakukan
inkubasi atau trakeostomi serta penghisapan lendir harus dilakukan secara teratur dan
diberikan oksigen. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah, pernapasan
dan fungsi jantung diawasi secara ketat. Berikut tindakan pada saat kejang : (1)
baringkan pasien ditempat yang rata, kepala dimiringkan dan pasangkan sudip lidih
yang telah dibungkus kasa atau bila ada guedel lebih baik; (2) singkirkan benda-
benda yang ada di sekitar pasien dan lepaskan pakaian yang mengganggu pernapasan
seperti ikat pinggang dan gurita; (3) bila suhu tinggi berikan kompres secara intensif;
(4)setelah pasien bangun dan sadar berikan minum hangat; (5)isap lendir sampai
bersih, berikan oksigen boleh sampai 4L/menit dan jika pasien upnea lakukan
tindakan pertolongan; (Ngastiyah, 2014).
3. Pengobatan rumat, pada saat kejang demam telah diobati kemudian diberikan
pengobatan rumat. Mekanisme kerja diazepam sangat singkat, yaitu berkisar antara
45-60 menit sesudah di suntik. Oleh karena itu harus diberikan obat antiepileptik
dengan daya kerja lebih lama misalnya fenobarbital atau defenilhidantoin.
Fenobarbital diberikan langsung setalh kejang berhenti dengan diazepam. Lanjutan
pengobatan rumat tergantung dari pada keadaan pasien. Pengobatan ini dibagi
menjadi dua bagiam yaitu profilaksis intermiten dan profilaksis jangka panjang
(Natsume, 2016).
4. Mencari dan mengobati penyebab. Etiologi dari kejang demam sederhana maupun
epilepsi biasanya disebabkan oleh infeksi pernapasan bagian atas serta otitis media
akut. Cara untuk penanganan penyakit ini adalah dengan 20 pemberian obat antibiotik
dan pada pasien kejang demam yang baru datang untuk pertama kalinya dilakukan
pengambilan pungsi lumbal yang bertujuan untuk menyingkirkan kemungkinan
terdapat infeksi didalam otak seperti penyakit miningitis (Arief, 2015).

Patel (2015), menjelaskan bahwa orang tua harus di ajari bagaimana cara
menolong pada saat anak kejang dan tidak boleh panik serta yang penting adalah
mencegah jangan sampai timbul kejang serta memberitahukan orang tua tentang apa
yang harus dilakukan jika kejang demam berlanjut dan terjadi di rumah dengan
tersedianya obat penurun panas yang didapat atas resep dokter yang telah
mengandung antikonvulsan, anak segera diberikan obat antipiretik bila orang tua
mengetahui anak mulai demam dan jangan menunggu suhu meningkat serta
pemberian obat diteruskan sampai suhu sudah turun selama 24 jam berikutnya
(Ghassabian, et al. 2012). Jika terjadi kejang, anak harus dibaringkan ditempat yang
rata dan kepalanya dimiringkan serta buka baju anak dan setelah kejang berhenti,
pasien bangun kembali suruh minum obat dan apabila suhu pada waktu kejang
tersebut tinggi sekali supaya dikompres serta beritahukan kepada orang tua pada saat
anak mendapatkan imunisasi agar segera beritahukan dokter atau petugas imunisasi
bahwa anak tersebut menderita kejang demam agar tidak diberikan pertusis (Patil, et
al. 2012).

Anda mungkin juga menyukai

  • Askep Teori Luka Bakar
    Askep Teori Luka Bakar
    Dokumen4 halaman
    Askep Teori Luka Bakar
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Askep Teori Luka Bakar
    Askep Teori Luka Bakar
    Dokumen4 halaman
    Askep Teori Luka Bakar
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Makalah Obesitas
    Makalah Obesitas
    Dokumen27 halaman
    Makalah Obesitas
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • BAB II Kejang Demam
    BAB II Kejang Demam
    Dokumen9 halaman
    BAB II Kejang Demam
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii DBD
    Bab Ii DBD
    Dokumen13 halaman
    Bab Ii DBD
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Utami 00
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis PDF
    Sirosis Hepatis PDF
    Dokumen6 halaman
    Sirosis Hepatis PDF
    Aditya Rachman Van Der Arjunaquee
    60% (5)
  • 2
    2
    Dokumen17 halaman
    2
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • 2
    2
    Dokumen17 halaman
    2
    gendis klaraputri
    Belum ada peringkat
  • Sirosis Hepatis PDF
    Sirosis Hepatis PDF
    Dokumen6 halaman
    Sirosis Hepatis PDF
    Aditya Rachman Van Der Arjunaquee
    60% (5)
  • Bab 2
    Bab 2
    Dokumen2 halaman
    Bab 2
    Utami 00
    Belum ada peringkat