Anda di halaman 1dari 14

DASAR-DASAR PERPAJAKAN

Pengertian
Pajak adalah iuran rakyat kepada kas Negara berdasarkan undang-undang
(yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbale (kontraprestasi)
yang langsung dapat ditunjukkan dan digunakan untuk membayar
pengeluaran umum.
Fungsi Pajak
Funsi pajak ada 2 yaitu :
1. Fungsi Budgetair
Yaitu pajak sebagai sumber dana bagi pemerintah untuk membiayai
pengeluaran-pengeluarannya.
2. Fungsi Mengatur (regulered)
Yaitu pajak sebagai alat untuk melaksanakan kebijaksanaan pemerintah.
Syarat Pemungutan Pajak
1. Harus adil (syarat keadilan)
2. Berdasarkan undang-undang (syarat yuridis)
3. Tidak mengganggu perkonomian (syarat ekonomis)
4. Harus efisien (syarat finansiil)
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Hukum Pajak
1. Hukum pajak materiil
Memuat norma-norma yang menerangkan objek pajak, subjek, tariff dll.
2. Hukum pajak formil
Cara melaksanakn hokum pajak materiil, missal : KUP.
Pengelompokkan Pajak
1. Menurut golongannya
a. Pajak langsung
Yaitu pajak yang ditanggung sendiri oleh wajib pajak dan tidak bisa
dilimpahkan kepada orang lain.
b. Pajak tidak langsung
Yaitu pajak yang dapat dilimpahkan kepada orang lain.
2. Menurut sifatntya
a. Pajak subyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada subjeknya.
b. Pajak obyektif
Yaitu pajak yang berpangkal pada obyeknya tanpa memperhatikan keadaan
wajib pajak.

3. Menurut Lembaga Pemungutnya


a. Pajak pusat
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat.
b. Pajak daerah
Yaitu pajak yang dipungut oleh pemerintah daerah.

Asas pemungutan pajak menurut pendapat para ahli

Untuk dapat mencapai tujuan dari pemungutan pajak, beberapa ahli yang
mengemukakan tentang asas pemungutan pajak, antara lain:

1. Menurut Adam Smith dalam bukunya Wealth of Nations dengan ajaran


yang terkenal “The Four Maxims”, asas pemungutan pajak adalah sebagai
berikut.

Asas Equality (asas keseimbangan dengan kemampuan atau asas keadilan):


pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara harus sesuai dengan
kemampuan dan penghasilan wajib pajak. Negara tidak boleh bertindak
diskriminatif terhadap wajib pajak.

Asas Certainty (asas kepastian hukum): semua pungutan pajak harus


berdasarkan UU, sehingga bagi yang melanggar akan dapat dikenai sanksi
hukum.

Asas Convinience of Payment (asas pemungutan pajak yang tepat waktu atau
asas kesenangan): pajak harus dipungut pada saat yang tepat bagi wajib
pajak (saat yang paling baik), misalnya disaat wajib pajak baru menerima
penghasilannya atau disaat wajib pajak menerima hadiah.

Asas Effeciency (asas efesien atau asas ekonomis): biaya pemungutan pajak
diusahakan sehemat mungkin, jangan sampai terjadi biaya pemungutan pajak
lebih besar dari hasil pemungutan pajak.

2. Menurut W.J. Langen, asas pemungutan pajak adalah sebagai berikut.

Asas daya pikul: besar kecilnya pajak yang dipungut harus berdasarkan besar
kecilnya penghasilan wajib pajak. Semakin tinggi penghasilan maka semakin
tinggi pajak yang dibebankan.

Asas manfaat: pajak yang dipungut oleh negara harus digunakan untuk
kegiatan-kegiatan yang bermanfaat untuk kepentingan umum.

Asas kesejahteraan: pajak yang dipungut oleh negara digunakan untuk


meningkatkan kesejahteraan rakyat.

Asas kesamaan: dalam kondisi yang sama antara wajib pajak yang satu
dengan yang lain harus dikenakan pajak dalam jumlah yang sama
(diperlakukan sama).

Asas beban yang sekecil-kecilnya: pemungutan pajak diusahakan sekecil-


kecilnya (serendah-rendahnya) jika dibandinglan sengan nilai obyek pajak.
Sehingga tidak memberatkan para wajib pajak.

3. Menurut Adolf Wagner, asas pemungutan pahak adalah sebagai berikut.

Asas politik finalsial : pajak yang dipungut negara jumlahnya memadadi


sehingga dapat membiayai atau mendorong semua kegiatan negara

Asas ekonomi: penentuan obyek pajak harus tepat Misalnya: pajak


pendapatan, pajak untuk barang-barang mewah

Asas keadilan yaitu pungutan pajak berlaku secara umum tanpa diskriminasi,
untuk kondisi yang sama diperlakukan sama pula.

Asas administrasi: menyangkut masalah kepastian perpajakan (kapan,


dimana harus membayar pajak), keluwesan penagihan (bagaimana cara
membayarnya) dan besarnya biaya pajak.

Asas yuridis segala pungutan pajak harus berdasarkan Undang-Undang.

Asas Pengenaan Pajak

Agar negara dapat mengenakan pajak kepada warganya atau kepada orang
pribadi atau badan lain yang bukan warganya, tetapi mempunyai keterkaitan
dengan negara tersebut, tentu saja harus ada ketentuan-ketentuan yang
mengaturnya.

Sebagai contoh di Indonesia, secara tegas dinyatakan dalam Pasal 23 ayat


(2) Undang-Undang Dasar 1945 bahwa segala pajak untuk keuangan negara
ditetapkan berdasarkan undang-undang. Untuk dapat menyusun suatu
undang-undang perpajakan, diperlukan asas-asas atau dasar-dasar yang
akan dijadikan landasan oleh negara untuk mengenakan pajak.

Terdapat beberapa asas yang dapat dipakai oleh negara sebagai asas dalam
menentukan wewenangnya untuk mengenakan pajak, khususnya untuk
pengenaan pajak penghasilan. Asas utama yang paling sering digunakan oleh
negara sebagai landasan untuk mengenakan pajak adalah:

Asas domisili atau disebut juga asas kependudukan (domicile/residence


principle), berdasarkan asas ini negara akan mengenakan pajak atas suatu
penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan, apabila
untuk kepentingan perpajakan, orang pribadi tersebut merupakan penduduk
(resident) atau berdomisili di negara itu atau apabila badan yang
bersangkutan berkedudukan di negara itu. 

Dalam kaitan ini, tidak dipersoalkan dari mana penghasilan yang akan
dikenakan pajak itu berasal. Itulah sebabnya bagi negara yang menganut
asas ini, dalam sistem pengenaan pajak terhadap penduduk-nya akan
menggabungkan asas domisili (kependudukan) dengan konsep pengenaan
pajak atas penghasilan baik yang diperoleh di negara itu maupun penghasilan
yang diperoleh di luar negeri (world-wide income concept).

Asas sumber, Negara yang menganut asas sumber akan mengenakan pajak
atas suatu penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan
hanya apabila penghasilan yang akan dikenakan pajak itu diperoleh atau
diterima oleh orang pribadi atau badan yang bersangkutan dari sumber-
sumber yang berada di negara itu. 

Dalam asas ini, tidak menjadi persoalan mengenai siapa dan apa status dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan tersebut sebab yang
menjadi landasan penge¬naan pajak adalah objek pajak yang timbul atau
berasal dari negara itu. Contoh: Tenaga kerja asing bekerja di Indonesia
maka dari penghasilan yang didapat di Indonesia akan dikenakan pajak oleh
pemerintah Indonesia.

Asas kebangsaan atau asas nasionalitas atau disebut juga asas


kewarganegaraan (nationality/citizenship principle).Dalam asas ini, yang
menjadi landasan pengenaan pajak adalah status kewarganegaraan dari
orang atau badan yang memperoleh penghasilan. 

Berdasarkan asas ini, tidaklah menjadi persoalan dari mana penghasilan yang
akan dikenakan pajak berasal. Seperti halnya dalam asas domisili, sistem
pengenaan pajak berdasarkan asas nasionalitas ini dilakukan dengan cara
mengga¬bungkan asas nasionalitas dengan konsep pengenaan pajak atas
world wide income.
Terdapat beberapa perbedaan prinsipil antara asas domisili atau
kependudukan dan asas nasionalitas atau kewarganegaraan di satu pihak,
dengan asas sumber di pihak lainnya. Pertama, pada kedua asas yang
disebut pertama, kriteria yang dijadikan landasan kewenangan negara untuk
mengenakan pajak adalah status subjek yang akan dikenakan pajak, yaitu
apakah yang bersangkutan berstatus sebagai penduduk atau berdomisili
(dalam asas domisili) atau berstatus sebagai warga negara (dalam asas
nasionalitas). 

Di sini, asal muasal penghasilan yang menjadi objek pajak tidaklah begitu
penting. Sementara itu, pada asas sumber, yang menjadi landasannya adalah
status objeknya, yaitu apakah objek yang akan dikenakan pajak bersumber
dari negara itu atau tidak. Status dari orang atau badan yang memperoleh
atau menerima penghasilan tidak begitu penting. 

Kedua, pada kedua asas yang disebut pertama, pajak akan dikenakan
terhadap penghasilan yang diperoleh di mana saja (world-wide income),
sedangkan pada asas sumber, penghasilan yang dapat dikenakan pajak
hanya terbatas pada penghasilan-penghasilan yang diperoleh dari sumber-
sumber yang ada di negara yang bersangkutan.

Kebanyakan negara, tidak hanya mengadopsi salah satu asas saja, tetapi
mengadopsi lebih dari satu asas, bisa gabungan asas domisili dengan asas
sumber, gabungan asas nasionalitas dengan asas sumber, bahkan bisa
gabungan ketiganya sekaligus.

Indonesia, dari ketentuan-ketentuan yang dimuat dalam Undang-Undang


Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana terakhir telah diubah dengan Undang-
Undang Nomor 10 Tahun 1994, khususnya yang mengatur mengenai subjek
pajak dan objek pajak, dapat disimpulkan bahwa Indonesia menganut asas
domisili dan asas sumber sekaligus dalam sistem perpajakannya. Indonesia
juga menganut asas kewarganegaraan yang parsial, yaitu khusus dalam
ketentuan yang mengatur mengenai pengecualian subjek pajak untuk orang
pribadi.

Jepang, misalnya untuk individu yang merupakan penduduk (resident


individual) menggunakan asas domisili, di mana berdasarkan asas ini seorang
penduduk Jepang berkewajiban membayar pajak penghasilan atas
keseluruhan penghasilan yang diperolehnya, baik yang diperoleh di Jepang
maupun di luar Jepang. 

Sementara itu, untuk yang bukan penduduk (non-resident) Jepang, dan


badan-badan usaha luar negeri berkewajiban untuk membayar pajak
penghasilan atas setiap penghasilan yang diperoleh dari sumber-sumber di
Jepang.

Australia, untuk semua badan usaha milik negara maupun swasta yang
berkedudukan di Australia, dikenakan pajak atas seluruh penghasilan yang
diperoleh dari seluruh sumber penghasilan. Semen¬tara itu, untuk badan
usaha luar negeri, hanya dikenakan pajak atas penghasilan dari sumber yang
ada di Australia.

KETENTUAN UMUM DAN TATA CARA PERPAJAKAN   

Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan diatur dalam Undang - Undang
No.28 tahun 2007 yaitu perubahan ketiga atas Undang-Undang No.16 tahun
2000

A. KETENTUAN UMUM (Pasal 1 UU No. 28 Tahun 2007) 

1. Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-
Undang, dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan
digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran
rakyat. 
2. Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak,
pemotong pajak, dan pemungut pajak, yang mempunyai hak dan
kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan perpajakan. 
3. Badan adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan
kesatuan baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan
usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan komanditer,
perseroan lainnya, badan usaha milik negara atau badan usaha milik
daerah dengan nama dan dalam bentuk apa pun, firma, kongsi,
koperasi, dana pensiun, persekutuan, perkumpulan, yayasan,
organisasi massa, organisasi sosial politik, atau organisasi lainnya,
lembaga dan bentuk badan lainnya termasuk kontrak investasi kolektif
dan bentuk usaha tetap.   
4. Pengusaha adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apa pun
yang dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya menghasilkan barang,
mengimpor barang, mengekspor barang, melakukan usaha
perdagangan, memanfaatkan barang tidak berwujud dari luar daerah
pabean, melakukan usaha jasa, atau memanfaatkan jasa dari luar
daerah pabean. 
5. Pengusaha Kena Pajak adalah Pengusaha yang melakukan
penyerahan Barang Kena Pajak dan/atau penyerahan Jasa Kena Pajak
yang dikenai pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan
Nilai 1984 dan perubahannya. 
6. Nomor Pokok Wajib Pajak adalah nomor yang diberikan kepada Wajib
Pajak sebagai sarana dalam administrasi perpajakan yang
dipergunakan sebagai tanda pengenal diri atau identitas Wajib Pajak
dalam melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. 
7. Masa Pajak adalah jangka waktu yang menjadi dasar bagi Wajib Pajak
untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
dalam suatu jangka waktu tertentu sebagaimana ditentukan dalam
Undang-Undang ini. 
8. Tahun Pajak adalah jangka waktu 1 (satu) tahun kalender kecuali bila
Wajib Pajak menggunakan tahun buku yang tidak sama dengan tahun
kalender. 
9. Bagian Tahun Pajak adalah bagian dari jangka waktu 1 (satu) Tahun
Pajak. 
10. Pajak yang terutang adalah pajak yang harus dibayar pada suatu
saat, dalam Masa Pajak, dalam Tahun Pajak, atau dalam Bagian Tahun
Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. 
11. Surat Pemberitahuan adalah surat yang oleh Wajib Pajak
digunakan untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran
pajak, objek pajak dan/atau bukan objek pajak, dan/atau harta dan
kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan. 
12. Surat Pemberitahuan Masa adalah Surat Pemberitahuan untuk
suatu Masa Pajak. 
13. Surat Pemberitahuan Tahunan adalah Surat Pemberitahuan
untuk suatu Tahun Pajak atau Bagian Tahun Pajak.   
14. Surat Setoran Pajak adalah bukti pembayaran atau penyetoran
pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah
dilakukan dengan cara lain ke kas negara melalui tempat pembayaran
yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. 
15. Surat ketetapan pajak adalah surat ketetapan yang meliputi Surat
Ketetapan Pajak Kurang Bayar, Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar
Tambahan, Surat Ketetapan Pajak Nihil, atau Surat Ketetapan Pajak
Lebih Bayar. 
16. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar adalah surat ketetapan
pajak yang menentukan besarnya jumlah pokok pajak, jumlah kredit
pajak, jumlah kekurangan pembayaran pokok pajak, besarnya sanksi
administrasi, dan jumlah pajak yang masih harus dibayar. 
17. Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Tambahan adalah surat
ketetapan pajak yang menentukan tambahan atas jumlah pajak yang
telah ditetapkan 
18. Surat Ketetapan Pajak Nihil adalah surat ketetapan pajak yang
menentukan jumlah pokok pajak sama besarnya dengan jumlah kredit
pajak atau pajak tidak terutang dan tidak ada kredit pajak. 
19. Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar adalah surat ketetapan pajak
yang menentukan jumlah kelebihan pembayaran pajak karena jumlah
kredit pajak lebih besar daripada pajak yang terutang atau seharusnya
tidak terutang. 
20. Surat Tagihan Pajak adalah surat untuk melakukan tagihan pajak
dan/atau sanksi administrasi berupa bunga dan/atau denda.  
21. Surat Paksa adalah surat perintah membayar utang pajak dan
biaya penagihan pajak. 
22. Kredit Pajak untuk Pajak Penghasilan adalah pajak yang dibayar
sendiri oleh Wajib Pajak ditambah dengan pokok pajak yang terutang
dalam Surat Tagihan Pajak karena Pajak Penghasilan dalam tahun
berjalan tidak atau kurang dibayar, ditambah dengan pajak yang
dipotong atau dipungut, ditambah dengan pajak atas penghasilan yang
dibayar atau terutang di luar negeri, dikurangi dengan pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak, yang dikurangkan dari pajak yang
terutang.
23. Kredit Pajak untuk Pajak Pertambahan Nilai adalah Pajak
Masukan yang dapat dikreditkan setelah dikurangi dengan
pengembalian pendahuluan kelebihan pajak atau setelah dikurangi
dengan pajak yang telah dikompensasikan, yang dikurangkan dari pajak
yang terutang. 
24. Pekerjaan bebas adalah pekerjaan yang dilakukan oleh orang
pribadi yang mempunyai keahlian khusus sebagai usaha untuk
memperoleh penghasilan yang tidak terikat oleh suatu hubungan kerja. 
25. Pemeriksaan adalah serangkaian kegiatan menghimpun dan
mengolah data, keterangan, dan/atau bukti yang dilaksanakan secara
objektif dan profesional berdasarkan suatu standar pemeriksaan untuk
menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban perpajakan dan/atau untuk
tujuan lain dalam rangka melaksanakan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan.
26. Bukti Permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan/atau bukti
berupa keterangan, tulisan, atau benda yang dapat memberikan
petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu
tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang
dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. 
27. Pemeriksaan Bukti Permulaan adalah pemeriksaan yang
dilakukan untuk mendapatkan bukti permulaan tentang adanya dugaan
telah terjadi tindak pidana di bidang perpajakan. 
28. Penanggung Pajak adalah orang pribadi atau badan yang
bertanggung jawab atas pembayaran pajak, termasuk wakil yang
menjalankan hak dan memenuhi kewajiban Wajib Pajak sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan.
29. Pembukuan adalah suatu proses pencatatan yang dilakukan
secara teratur untuk mengumpulkan data dan informasi keuangan yang
meliputi harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta jumlah
harga perolehan dan penyerahan barang atau jasa, yang ditutup
dengan menyusun laporan keuangan berupa neraca, dan laporan laba
rugi untuk periode Tahun Pajak tersebut. 
30. Penelitian adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
menilai kelengkapan pengisian Surat Pemberitahuan dan lampiran-
lampirannya termasuk penilaian tentang kebenaran penulisan dan
penghitungannya. 
31. Penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan adalah
serangkaian tindakan yang dilakukan oleh penyidik untuk mencari serta
mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak
pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan
tersangkanya. 
32. Penyidik adalah pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di
lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diberi wewenang khusus
sebagai penyidik untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang
perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. 
33. Surat Keputusan Pembetulan adalah surat keputusan yang
membetulkan kesalahan tulis, kesalahan hitung, dan/atau kekeliruan
penerapan ketentuan tertentu dalam peraturan perundang-undangan
perpajakan yang terdapat dalam surat ketetapan pajak, Surat Tagihan
Pajak,  Surat  Keputusan  Pembetulan, Surat Keputusan Keberatan,
Surat Keputusan Pengurangan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan
Penghapusan Sanksi Administrasi, Surat Keputusan Pengurangan
Ketetapan Pajak, Surat Keputusan Pembatalan Ketetapan Pajak, Surat
Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak, atau Surat
Keputusan Pemberian Imbalan Bunga. 
34. Surat Keputusan Keberatan adalah surat keputusan atas
keberatan terhadap surat ketetapan pajak atau terhadap pemotongan
atau pemungutan oleh pihak ketiga yang diajukan oleh Wajib Pajak.
35. Putusan Banding adalah putusan badan peradilan pajak atas
banding terhadap Surat Keputusan Keberatan yang diajukan oleh Wajib
Pajak. 
36. Putusan Gugatan adalah putusan badan peradilan pajak atas
gugatan terhadap hal- hal yang berdasarkan ketentuan peraturan
perundang-undangan perpajakan dapat diajukan gugatan.
37. Putusan Peninjauan Kembali adalah putusan Mahkamah Agung
atas permohonan peninjauan kembali yang diajukan oleh Wajib Pajak
atau oleh Direktur Jenderal Pajak terhadap Putusan Banding atau
Putusan Gugatan dari badan peradilan pajak. 
38. Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak
adalah surat keputusan yang menentukan jumlah pengembalian
pendahuluan kelebihan pajak untuk Wajib Pajak tertentu.
39. Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga adalah surat
keputusan yang menentukan jumlah imbalan bunga yang diberikan
kepada Wajib Pajak. 
40. Tanggal dikirim adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimili, atau dalam hal disampaikan secara langsung adalah tanggal
pada saat surat, keputusan, atau putusan disampaikan secara
langsung. 
41. Tanggal diterima adalah tanggal stempel pos pengiriman, tanggal
faksimili, atau dalam hal diterima secara langsung adalah tanggal pada
saat surat, keputusan, atau putusan diterima secara langsung.  

B. NOMOR POKOK WAJIB PAJAK  

a.   Fungsi NPWP 
Sebagai tanda pengenal / identitas Wajib Pajak dalam melaksanakan hak dan
kewajiban perpajakan.        

b. Format NPWP 
NPWP terdiri dari 15 digit, contoh: 01 . 234 . 456 . 7 . 888 . 000   

c. Siapa Yang Wajib NPWP 


1. Wajib Pajak Orang Pribadi  

 Yang menjalankan usaha atau melakukan pekerjaan bebas 


 Tidak menjalankan usaha / pekerjaan bebas tapi penghasilan sampai
dengan suatu bulan lebih besar dari PTKP   
 Wanita Kawin Pisah Harta   

2. Wajib Pajak Badan 


3. Wajib Pajak Pemungut atau Pemotong

d. Pendaftaran NPWP 
Berdasarkan sistem self assessment semua Wajib Pajak harus mendaftarkan
diri pada Kantor Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi tempat
tinggal atau tempat kedudukan Wajib Pajak untuk langsung dicatat sebagai
Wajib Pajak dan sekaligus mendapatkan NPWP.  

e. Penghapusan NPWP dilakukan jika : 


1. Wajib Pajak orang pribadi meninggal dunia dan tidak meninggalkan
warisan. 
2. Wanita kawin tidak dengan perjanjian pemisahan harta dan penghasilan. 
3. Wajib Pajak orang pribadi yang tidak memenuhi syarat lagi sebagai Wajib
Pajak. 
4. Wajib Pajak badan yang telah dibubarkan secara resmi berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. 
5. Bentuk Usaha Tetap yang karena sesuatu hal kehilangaan statusnya
sebagai bentuk usaha tetap

Anda mungkin juga menyukai