Anda di halaman 1dari 6

HEMOFILIA

Hemofilia adalah penyakit yang disebabkan kekurangan suatu faktor yang spesifik
dalam plasma yaitu faktor VIII. Faktor VIII disebut pula anti-hemophilic globulin.

Nama lain untuk faktor VIII = PTF/Plasma Thromboplastic Factor (Ratnoff) = plasma
thromboplastic factor A (Aygeler) = thromboplastic plasma compohent (Scwarz) =
Thromboplastinogen (Quick) = Factor antiemophilique (Soulier) = Prothrombine (Feissley) =
Thrombocatilysin (Lagenhage).

Penyakit ini bersifat herediter dan diturunkan menurut hukum Mendel mempunyai
sifat sex linked recessive trait artinya diturunkan dari ibu sebagai trait dan manifes pada anak
laki-laki.

Manifestasi pendarahan dapat ringan, sedang sampai berat. Manifestasi berat-ringannya


perdarahan pada satu keluarga adalah sama dan berhubungan dengan defek fungsional kadar
faktor VIII dalam sirkulasi.

Sejak zaman Babylonia adanya perdarahan yang berisfat keturunan sudah dikenal
karena pengalaman dalam hal sirkumsisi.

Pada abad kesembilan belas para peneliti menentukan bahwa sebab dari perdarahan ini
disebabkan karena kelainan gangguan koagulasi.

Pada abad inilah Marowita membuat teori klasik mengenai pembekuan darah dimana
pembekuan meliputi reaksi sebagai berikut : konversi fibrinogen menjadi fibrin oleh trombin;
pembekuan trombin dari protrombin dan koversi protrombin menjadi trombin oleh substansi
jaringan dan ion kalsium; suatu substansi yang disebut thrombokinase.

Addis (1911) dapat menunjukkan bahwa pada hemofilia terjadi perlambatan pembentukan
thrombin dan kelainan ini dapat dikoreksi dengan pemberian plasma normal.

Brinkhous adalah orang yang dapat menunjukkan bahwa kadar prothrombin pada hemofilia
adalah normal dan perlambatan konversi dari protrombin ke trombin yang dapat ditemukan
dengan fraksi dari plasma normal yang mengandung antihemophilic factor (AHF) yang
kemudia disebut faktor VIII.

Sebelum tahun 1952 penyakit hemofilia dianggap sebagai satu penyakit baru pada
tahun 1952 Aggeler dan kawan-kawan menentukan bahwa menemukan dua macam hemofilia
yang ternyata disebabkan karena kekurangan faktor IX (PTC = Plasma Thromboplastic
Component). Hemofili akibat defisiensi faktor IX disebut hemofili B.

Defisiensi faktor VIII lebih sering daripada def.F IX. Apabila dibandingkan beratnya
perdarahan maka perdarahan yang terjadi ada defisiensi AHG lebih berat daripada def. PTC
(FIX).
Riwayat penyakit

Dalam anamnesa biasanya akan didapati riawayat adanya salah seorang anggota
keluarga laki-laki yang menderita penyakit yang sama yaitu adanya perdarahan yang
abnormal. Tetapi kira-kira 30% kasus tidak menunjukkan riwayat demikian yang sama.

Beratnya perdarahan bervariasi akan tetapi biasanya beratnya perdarahan adalah sama pada
satu keluarga.

Pada seorang penderita hemofili yang ringan sering diagnosanya baru ditegakkan
apabila penderita mengalami satu tindakan operasi atau tindakan lain yang menyebabkan
perdarahan. Sebaliknya hematrosis berat akan menimbulkan perdarhan spontan yang berat
dengan adanya trauma yang ringan saja.

Sering perdarahan akibat sirkulasi adalah manifestasi pertama pada seorang penderita
hemofili.

Oleh karena perdarahan dimulai sejak kecil sehingga haemarthros (sebagai akibat
jatuh pada saat kelenjar berjalan yang menyebabkan perdarahan sendi merupakan gejala yang
paling sering dijumpai.

Dalam anamnesa mngin pula diperoleh riwayat tentang seringnya dapat ransfusi darah
dalam usaha untuk mengatasi suatu perdarahan yang terjadi.

Kelainan fisik

Kelainan fisik tergantung dari perdarahan yang sedang terjadi dapat berupa hematom
di kepala atau extrintis. Sering dijumpai hemartrasi. Tentu di daerah hematom akan ada
perasaan nyeri. Jarang terjadi gangren. Perdarahan intersial akan menyebabkan atrofi otot,
pergerakan akan terganggu, kadang-kadang menyebabkan neuritis perifer.

Pemeriksaan hematologis

Jumlah trombosit normal. Waktu perdarahan normal. Rumple leede negatif.

Waktu pembekuan dan prothrombin consumption test abnormal.

Kedua tes yang abnormal tersebut dapat dikoreksi dengan pemberian plasma orang normal,
sedangkan pemberian serum normal tidak akan mengubah nilai kedua tes tersebut.

Perlu diketahui bahwa pada penderita hemofilia mungkin waktu pembekuannya normal
sedang penderita ini masih mungkin mengalami perdarahan apabila dilakukan operasi.

Anemia bisa ditemukan akibat perdarahan yang banyak. Anemia biasanya berbentuk
normokrom normositer dan apabila bentuk perdarahannya kronis dapat terjadi anemia
hipokrom mikrositer.

Diagnosa banding
Waktu pembekuan yang memanjang dapat ditemukan pada : semua abnormalitas
dalam pembentukan thromboplastin, defisiensi prothrombin yang berat, adanya circulating
anticoagulans dan hipofibrinogenemia.

Apabila waktu protrombin nomal maka kemungkinan defisiensi prothrombin dapat


disingkirkan.

Pada penderita dengan circulating anticoagulans maka penambahan plasma orang normal
tidak akan memperbaiki waktu pembekuannya.

Untuk mendiferensiasi faktor-faktor pembekuan pada pembentukan tromboplastin hanya


dengan pemeriksaan tes genrasi tomboplastin (Thromboplastin generator test).

Pseudohemofili B adalah penyakit dimana di samping terdapat perpanjangan waktu


pembekuan juga akan ditemukan perpanjangan waktu perdarahan.

Dalam praktek sehari-hari hemofilia sukar dibedakan dengan defisiensi F IX dan F XI serta
penderita dengan circulating anticoagulans.

Circulating anticoagulans dapat timbul secara spontan, trimester terakhir suatu kehamilan,
menyertai penyakit kolagen, nefritis kronis, metastasee suatu karsinoma.

Dibedakan dengan hemofilia atas dasar : anamnesa dari perdarahan yang terjadi adalah untuk
pertama kali.

Diagnosa pasti

Diagnosa pasti hemofilia adalah atas dasar pemeriksaan generasi tromboplastin.

Komplikasi

Komplikasi yang dapat timbul adalah akibat dari perdarahan dan transfusi darah.

Komplikasi akibat perdarahan adalah anemia, ambulasis atau deformitas sendi, atrofi otot
atau neuritis. Transfusi yang sering diberikan dapat memeberikan komplikasi hepatitis atau
sering terjadinya circulating anticoagulans.

Prognosis

Tersedianya fasilitas seperti darah segar, kiopresipitat dan faktor VIII menyebabkan
prognosis hemofilia menjadi baik.
THROMBOSIS
Thrombosis ialah terbentuknya gumpalan masa yang bisa terjadi pada vena maupun
arteri.

Trombosis vena terjadi apabila ada pelambatan aliran darah atau terjadinya turbulensi aliran
darah dalam vena, kemudian akan terjadi aktivasi faktor koagulasi melalui jalur intrinsik dari
mekanisme pembekuan yang dapat mengakibatkan terbentuknya thrombin. Selanjutnya
thrombin akan menginduksi aggregasi trombosit dan pembekuan fibrin polimer di dalam
lumen vena. Selanjutnya di dalam lumen vena thrombus akan bertambah besar.

Thrombosis vena diobati dengan antikoagulan. Dua macam antikoagulan yang sering
dipergunakan : Heparin dan Warfarin.

Heparin, suatu mukopolisakarida alami. Terdapat pada sel basofil dan sel mast perivaskuler.

Heparin dalam plasma akan berikatan dengan molekul antithrombin III dan permukaan sel
endotel dan mengakselerasi penghambat faktor XIIA, XIA, XA, thrombin, dan plasmin oleh
antithrombin III.

Heparin akan memperpanjang APTT (Activated Partial Thromboplastine Time) dan PT


(Prothtrombin Time).

Untuk thromboemboli akut heparin diberikan secara intravena dengan dosis 5-10.000 U
setiap 6 jam. Dosis untuk pencegahan thromboemboli adalah 5.000 Unit 2-3 x perhari
diberikan secara subkutan.

Untuk pemantauan pemberian heparin dipakai APTT dan dosis dianggap cukup
apabila APTT 1,5-2 x nilai kontrol. Efek samping pemberian heparin adalah perarahan dan
trombositopeni. Sebagai antidotum heparin adalah protamin sulfat.

Untuk terapi antikoagulan jangka lama adalah dengan obat derivat dicaumarol
(senyawa caumarin). Obat ini diberikan secara oral dan baru mencapai efektivitas setelah 3-5
hari pemberian. Jadi biasanya pemberian heparin akan dihentikan 3-5 hari setelah pemberian
dicaumarol dimulai. Obat yang sering dipakai adalah warfarin. Pemberian warfarin biasanya
selama 3-6 bulan.

Warfarin suatu obat yang larut dalam air yang menghambat γ carboxylasi dari F II, VII, IX,
X, dan protein C oleh enzym carboxylase di dalam hepar. Dalam proses γ carboxylasi dari
asam glutamat dari protein-protein tersebut, vit K terreduksi (KH 2) menghsilkan NADH
(Nicotinamid Adamine Dinucleotid) sebagai co-factor dan akan dihambat oleh warfarin.

Keberadaan warfarin, akan menyebabkan kadar KH2 dalam sel hepar menurun

Bentuk FII, VIII, IX yang mengalami γ karboksilasi tidak lengkap masuk dalam sirkulasi.
Bentuk-bentuk ikatan ini tidak mampu untuk berikatan dengan fosfolipide melalui ion
kalsium dalam membran trombosit atau dengan sel jaringan yang rusak.
Pemberian warfarin dipantau dengan prothrombine time dan dosis pemberian berkisar antara
2,5 sampai 1,5 mg/hari dimana P.T. dipertahankan sekitar 1,5-2 x normal.

Pada pemberian warfarin hati-hati apabila bersama obat sulfa, sulfonylurea indomethacin
oleh karena mempunyai efek potensiasi sedangkan golongan barbiturat mempunyai efek
menghambat.

Antidotum warfarin adalah vitamin K yang larut dalam air, apabila terjadi komplikasi
perdarahan akibat kelebihan warfarin dan vit K tidak tersedia maka dapat diatasi dengan
pemberian transfusi darah atau demgam pemberian fresh frozen plasma.

Trombosis arteri dimulai dengan kerusakan pembuluh darah/endotel pembuluh darah


sehingga jaringan subendotel akan kontak dengan aliran darah. Patofisiologi trombosis arteri
dimulai adhesi trombosit yang akan terjadi kontak dengan polimeer F VIII – VWF (Von
Willebrand Factor) dan kolagen dengan diikuti agrerasi trombosit.

Inhibitor koagulasi ATIII (antithrombin III) dan protein C akan terus-menerus ada dalam
aliran darah. Pertahanan terhadap pembentukan trombin dan fibrin intravaskler ini akan
berkurang apabila lumen arteri tersumbat. Sebagai akibatnya aliran darah akan mengalami
turbulensi pada daerah proksimal dari sumbatan dan pada bagian distalnya akan tergenang.

Keadaan hidrostatik inilah yang akan menyebabkan pembentukan trombin secara terus-
menerus, agregasi trombosit, pembentukan fibrin polimer, dan akhirnya pembesaran trombus
dari daerah kerusakan pembuluh darah.

Adhesi dan agregasi trombosit mempunyai peranan yang sangat penting dalam proses
trombosis coroner, cerebral, dan trombosis arteri perifer.

Dihasilkannya PDGF (Platelet’s Growth Factor) dari granula α trombosit yang akan
menstimulasi replikasi dari sel otot polos subintima dan fibroblas ikut dalam proses
arteiosklerosis.

Bermacam-macam obat yang mempunyai efek untuk menekan fungsi trombosit


dengan maksud mencegah akumulasi trombosit.

Ada 3 macam obat yang sering dipakai : Asa (Acidum salycilicum), dipyridamol (R’
Persantin) dan sulfinpyrazone (R’ anturan).

Aspirin bekerja melalui penghambatan aktivitas cyclooksigenase asam lemak dari


tombosit dan sel endotal. Sintesa PGG2 (Prostaglandin G2) dan PGH2 (Prostaglandin H2) dan
tromboksan A2 dalam trombosit dihambat oleh karena enzym cyclooxygenase mengalami
asetilasi oleh ASA. Sayangnya sintesa PGI2 (Prostaglandin I2) yang juga mempunyai efek
antiagregasi dihambat pula oleh ASA ini. Senyawa imidazole secara selektif akan
menghambat sintetase trombosan dari trombosit tanpa mempengaruhi sintesa PGI 2 dari sel
endotel dan oleh karenanya sangat baik untuk terapi trombosis arteriil.

Farmakodinamik dipyridamole adalah menghambat fosfodiesterase trombosit, membran, dan


enzym sitoplasma yang menghirolisa cAMP menjadi 5’-AMP yang inaktif. Selanjutnya
dipyridamol akan mengambat ambilan adenosin oleb membran sel. Aggregasi trombosit akan
dihambat oleh enzym ADP-ase dan 5”-nukleotidase. ADP ase akan mengjidrolisa ADP yang
dihasilkan trombosit menjadi 5’-AMP. 5’nukleotidase kemudian mengubah 5’-AMP menjadi
adenosin yang akan diangkut ke sel endotel. Keberadaan dipyridamol berakibat adenosin di
dalam sirkulasi akan berlimpah yang akan menstimulasi adenilatcylase dari trombosit,
sehingga produksi PGI2 meningkat.

Obat fibrinolisis. Dengan obat fibrinolisis diharapkan akan terjadi lisis dan fibrin dari
trombosis.

Obat fibrinolisis yang dikenal adalah streptokinase dan urokinase.

Streptokinase akan membentuk komples dengan plasminogen dari sirkulasi dan


terbentuk plasmin. Apabila kadar plasmin yang terentuk telah melampaui kemampuan
kapasitas inhibitor dari plasma yaitu α2 antiplasmin dan α2 makroglobulin maka plasmin bebas
akan diabsorpsi oleh fibrin polimer dan fibrin akan mengalami proteolisis.

Anda mungkin juga menyukai