Anda di halaman 1dari 5

A.

Penerapan Teori Behavioristik

Menguasai teori-teori belajar merupakan cabang dari kompetensi pedagogik guru


yang harus dimiliki seorang guru yang profesional. Untuk itu kita perlu memahami teori-
teori belajar tersebut, salah satunya adalah teori belajar Behavioristik. Setelah memahami
teorinya lalu kita mampu melakukan penerapan teori belajar behavioristik dalam
pembelajaran sebagaimana yang akan kita bahas berikut ini.

Teori belajar behavioristik merupakan teori belajar yang paling awal dikenal dan
masih terus berkembang sampai sekarang. Pembelajaran yang dirancang oleh tenaga
pendidik di seluruh dunia sadar ataupun tidak sadar saat ini masih berlandaskan pada
teori belajar behavioristik. Pemahaman yang baik tentang teori belajar behavioristik akan
dapat membantu tenaga pendidik untuk merancang dan melaksakan pembelajaran secata
sistematis dan ilmiah berlandaskan kaidah ilmu, yaitu teori belajar behavioristik.

Prinsip-prinsip Teori Belajar Behavioristik

Dahar (2011)menjelaskan prinsip-prinsip teori belajar behavioristik, yaitu:

1. Konsekuensi-Konsekuensi

Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan “memperkuat” perilaku,


sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan “melemahkan perilaku.
Konsekuensi-konsekuensi yang menyenangkan pada umumnya disebut reinforser atau
penguat, sedangkan konsekuensi-konsekuensi yang tidak menyenangkan disebut
hukuman.

2. Kesegeraan (Immediacy) Konsekuensi


Prinsip kesegeraan konsekuensi ini penting artinya dalam kelas. Khususnya bagi
murid-murid sekolah dasar, pujian yang diberikan segera setelah anak itu melakukan
suatu pekerjaan dengan baik, dapat menjadi suatu reinforser yang lebih kuat daripada
angka yang diberikan kemudian.
3. Pembentukan (Shaping)
Istilah pembentukan atau shaping digunakan dalam teori belajar perilaku pada
saat mengajarkan keterampilan baru atau perilaku dengan memberikan reinforcement
pada para peserta didik dalam mendekati perilaku akhir yang diinginkan.

Macam-Macam Teori Belajar Menurut Aliran Behaviorisme

1. Teori belajar Classical Conditioning

Teori ini dihasilkan dari eksperimennya yang berhasil membuat anjing percobaannya menjadi
terkondisi untuk berliur walau tanpa makanan. Dari eksperimen tersebut Pavlov menarik
kesimpulan bahwa dalam diri anjing akan terjadi pengkondisian selektif berdasar atas penguatan
selektif. Anjing dapat membedakan stimulus yang disertai dengan penguatan dan stimulus yang
tidak disertai dengan penguatan. ( Rifai Achmad dan Tri Anni Catharina, 2009) Penekanan yang
diberikan Pavlov pada observasi dan pengukuran yang teliti dan eksplorasinya secara sistematis
tentang berbagai aspek belajar menolong kemajuan studi ilmiah tentang belajar. Akan tetapi
hanya sedikit penemuan Pavlov yang diterapkan pada belajar di sekolah. (Dahar, 2011)

1. Teori Operant Conditioning

Teori ini dikembangkan oleh Burr Federic Skinner. Dari hasil eksperimennya Skinner
berpandangan bahwa manusia sebagai mesin yang bertindak secara teratur dan dapat diramalkan
responnya terhadap stimulus yang datang dari luar. Skinner mengadakan eksperimen terhadap
tikus lapar dengan menggunakan kotak yang didalamnya terdapat pengungkit, pemampung
makanan, lampu, lantai dengan grill yang dialiri listrik (dikenal dengan nama Skinner box). 
( Rifai Achmad dan Tri Anni Catharina, 2009)Berdasarkan eksperimen tersebut dapat ditarik
kesimpulan:

–          Setiap respon yang diikuti dengan penguatan (reward atau reinforcing stimuli) cenderung
akan diulang kembali.

–          Reward atau reinforcing stimuli akan meningkatkan kecepatan terjadinya respon.

1. Teori Modelling dan Observational Learning

Teori ini dapat pula dikenal dengan teori belajar sosial yang menerima konsep-konsep belajar
perilaku namun dengan penekanan pada efek-efek isyarat pada perilaku dan proses mental
internal. Bandura mengembangkan 4 tahap melalui pengamatan atau modelling.

–          tahap perhatian, individu memperhatikan model yang menarik, berhasil, atraktif dan
populer.
–          tahap retensi, bila pendidik telah mendapat perhatian dari peserta didik, pendidik
memodelkan perilaku yang akan ditiru oleh peserta didik dan memberi kesempatan kepada
peserta didik untuk mempraktekkannya atau mengulangi model yang telah ditampilkan.

–          tahap reproduksi, peserta didik mencoba menyesuaikan diri dengan perilaku model.

–          tahap motivasional, peserta didik akan menirukan model karena merasakan bahwa
melakukan pekerjaan yang baik akan meningkatkan kesempatan untuk memperoleh penguatan.

Teori Bandura ini sangat mementingkan pengaturan diri (self-regulation). Dalam kegiatan
belajar individu mengamati perilakunya sendiri, menilai perilakunya sendiri dengan standar yang
dibuat sendiri, dan memperkuat atau menghukum diri sendiri apabila berhasil ataupun gagal
dalam berperilaku.

1. Teori Koneksionisme

Report this ad

Teori ini dikembangkan oleh Edward L Thorndike. Dalam eksperimennya Thorndike


menggunakan kucing dan dia menghitung waktu yang dibutuhkan kucing untuk dapat keluar dari
kandang percobaan (puzzle box). Menurut Thorndike, dasar dari belajar adalah trial dan error.
Dari eksperimennya Thorndike mengemukakan 3 macam hukum belajar, yaitu:

1. Hukum kesiapan (Law of Readiness)

Agar proses belajar mencapai hasil yang baik, maka perlu kesiapan dalam belajar. Ada 3 keadaan
yang menunjukkan berlakunya hukum ini, yaitu:

–            Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dapat
melaksanakannya, maka dia akan puas.

–            Apabila individu memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku tapi tidak dapat
melaksanakannya, maka dia akan kecewa.

–            Apabila individu tidak memiliki kesiapan untuk bertindak atau berperilaku dan dipaksa
untuk melaksanakannya, maka akan menimbulkan keadaan yang tidak memuaskan.

1. Hukum latihan (Law of Exercise)

Hubungan antara stimulus dan respon akan menjadi kuat apabila sering dilakukan latihan.

c. Hukum akibat (Law of Effect)

Apabila sesuatu memberikan hasil yang menyenangkan atau memuaskan, maka hubungan antara
stimulus dan respon akan menjadi semakin kuat.
Implementasi

Teori behavioristik dengan model hubungan stimulus responnya, mendudukkan orang yang
belajar sebagai individu yang pasif. Respon atau perilaku tertentu dengan menggunakan metode
drill atau pembiasaan semata. Munculnya perilaku akan semakin kuat bila diberikan
reinforcement dan akanmenghilang bila dikenai hukuman.

Istilah-istilah seperti hubungan stimulus respon, individu atau siswa pasif, perilaku sebagai hasil
yang tampak, pembentukan perilaku dengan penataan kondisi secara ketat, reinforcement dan
hukuman, ini semua merupakan unsur-unsur yang sangat penting dalam teori behavioristik. Teori
ini hingga sekarang masih merajai praktek pembelajaran di Indonesia. Hal ini tampak dengan
jelas pada penyelenggaraan pembelajaran dari tingkat yang paling dini, seperti kelompok
bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, bahkan sampai Perguruan
Tinggi, pembentukan perilaku dengan cara pembiasaan disertai dengan reinforcement atau
hukuman masih sering dilakukan. Aplikasi teori behavioristik dalam kegiatan pembelajaran
tergantung dari beberapa hal seperti: tujuan pembelajaran, sifat materi pelajaran, karakteristik
siswa, media dan fasilitas pembelajaran yang tersedia. Pembelajaran yang dirancang dan berpijak
pada teori behvioristik memandang bahwa pengetahuan adalah obyektif, pasti, tetap, tidak
berubah. Pengetahuan telah terstruktur dengan rapi, sehingga belajar adalah perolehan
pengetahuan, sedangkan mengajar adalah memindahkan pengetahuan ke orang yang belajar atau
siswa.

3. Kekurangan dan Kelebihan Teori Behavioristik

1. Kekurangan
1) Pembelajaran peserta didik hanya perpusat pada guru
Peserta didik hanya mendapatkan pembelajaran berdasarkan apa yang diberikan
guru. Mereka tidak diajarkan untuk berkreasi sesuai dengan perkembangannya. Peserta
didik cenderung pasif dan bosan.
2) Peserta didik hanya mendengarkan dengan tertib penjelasan guru
Pembelajaran seperti bisa dikatakan pembelajaran model kuno karena
menghafalkan apa yang didengar dan dipandang sebagai cara belajar yang efektif.
Penggunaan hukuman biasanya sebagai salah satu cara untuk mendisiplinkan.
3) Peserta didik tidak bebas berkreasi dan berimajinasi
Karena menurut teori ini belajar merupakan proses pembentukan yang
membawa peserta didik untuk mencapai target tertentu. Apabila teori ini diterapkan
terus menerus tanpa ada cara belajar lain, maka bisa dipastikan mereka akan tertekan,
tidak menyukai guru dan bahkan malas belajar.
2. Kelebihan
1) Sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang membutuhkan praktek dan
pembiasaan, Dengan bimbingan yang diberikan secara terus menerus akan membuat
peserta didik paham sehingga mereka bisa menerapkannya dengan baik.
2) Materi yang diberikan sangat detail
Hal ini adalah proses memasukkan stimulus yang yang dianggap tepat. Dengan
banyaknya pengetahuan yang diberikan, diharapkan peserta didik memahami dan
mampu mengikuti setiap pembelajarannya.
3) Membangun konsentrasi pikiran
Dalam teori ini adanya penguatan dan hukuman dirasa perlu. Penguatan ini akan
membantu mengaktifkan siswa untuk memperkuat munculnya respon. Hukuman yang
diberikan adalah yang sifatnya membangun sehingga peserta didik mampu
berkonsentrai dengan baik.

Eksperience Guthrie dan Horton

Teori Pembelajaran Menurut Edwin Ray Guthrie – Guthrie dan Horton (1946) secara cermat
mengamati sekitar delapan ratus kali tidak melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan
oleh kucing yang kemudian observasi ini dilaporan dalam sebuah buk yang berjudul cats in a
Puzzle Box. Kotak yang ereka pakai sama dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan
eksperimennya. Guthrie dan Horton menggunakan banyak kucing sebaai subyek percobaan, akan
tetapi mereka melihat kucing kelar dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda.[5] 

Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang
dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung diulang lagi saat
kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior
(perilaku strereotip). 

Anda mungkin juga menyukai