Anda di halaman 1dari 25

DAMPAK PEMBANGKIT LISTRIK TENAGA

UAP (PLTU) BATU BARA TERHADAP


KESEHATAN DAN LINGKUNGAN
Untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Dasar-Dasar Ilmu Kesehatan Masyarakat dan Kesehatan
Lingkungan

Disusun oleh :

ANNISSA DEVI PERMATA (S021908009)

ILMU KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Sejak revolusi industri abad ke-18 telah terjadi perubahan tatanan ekonomi

masyarakat dunia, dari sistem agraris menjadi sistem industrialisasi yang berbasis pada

teknologi yang membutuhkan bahan bakar minyak bumi, gas dan batubara. Proses

industry semacam ini menghasilkan produk samping serta limbah yang dibuang ke

lingkungan (Kristanto, 2013).

Salah satu industri yang menghasilkan limbah adalah pembangkit listrik tenaga

uap (PLTU) (Kristanto, 2013). PLTU merupakan pembangkit listrik yang mengandalkan

energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik ini menggunakan

bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber energy primer ( Marsudi, 2010).

Selain menghasilkan listrik yang bermanfaat bagi manusia, PLTU berbahan bakar

batubara juga menghasilkan aneka limbah yang dapat mencemari lingkungan proses

pembakaran batubara pada unit pembangkit uap(boiler) menghasilkan dua jenis abu yaitu

abu terbang (fly ash) danabu dasar (bottom ash). Komposisi abu batubara yang dihasilkan

terdiri dari 10 - 20 % abu dasar, sedang sisanya lagi sekitar 80 - 90 % berupa abu terbang

beberapa logam berat juga terkandung dalam abu batubara seperti Cu, Pb, Zn, Cd, dan Cr

(Munir, 2012).

Hasil analisis pada PLTU 50 MWatt dengan bahan bakar batubara sebanyak 210,1

ton/hari dihasilkan limbah padat berupa abu layang sebanyak 1.7284,65. Limbah abu ini

mengandung unsur toksik dan berpotensi besar menjadi masalah lingkungan,Kementerian

Negara Lingkungan Hidup (KNLH) telah menetapkannya ke dalam kategori limbahbahan

berbahaya dan beracun (B3) berdasarkan PP No. 85 Tahun 1999 tentang perubahan atas
Peraturan Pemerintah No. 18 Tahun 1999 tentang pengelolaan limbah bahan berbahaya

dan beracun (Lestiani, 2010).

Kegiatan operasi PLTU batubara juga menghasilkan limbah cair yang secara

umum tergolong zat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan kimia termasuk

kandungan unsur logam dan minyak (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2010).

Menurut laporan Sprint Consultant (2014), hasil pemantauan pH air PLTU Paiton pada

inletwaste water treatment plant (WWTP) periode Mei 2014 adalah 10,43.

PLTU batubara juga menghasilkan limbah gas yang dapat menimbulkan emisi

pencemaran udara. Emisi yang dihasilkan terdiri dari SOx, NOx, COx, dan partikel debu

yang mengandung unsur radioaktif (Iswan, 2010). Gas SO2 di udara bereaksi dengan uap

air atau larut pada tetesan air membentuk H2SO4 yang merupakan komponen utama dari

hujan asam. Dengan cara yang sama, NOx diudara bereaksi dengan uap air atau larut

pada tetesan air membentuk HNO3 yang juga merupakan komponen utama dari hujan

asam. Radiasi yang ditimbulkan oleh SUUT ( Saluran listrik Tegangan Tinggi) sangat

berbahaya bagi kesehatan dikarenakan jarak membangun SUTT melewati Pemukiman

warga. (Mulia, 2012).

Hasil penelitian menurut Soewasti pada tahun 2015, menemukan bahwa

perubahan iklim adalah aktivitas produksi listrik yang didominasi oleh pembangkit listrik

terutama batu bara yang mencakup sekitar 30% dari total emisi gas yang menyebabkan

pemanasan global. Namun, pada kenyataanya energi juga memiliki dampak buruk bagi

lingkungan, baik berupa emisi yang dihasilkan ke dara, penggunaan lahan, penggunaan

air, dampak pada makhluk hidup dan kesehatan serta masyarakat.


Pembangkit listrik dapat berdampak pada kesehatan dan lingkungan , upaya yang

dilakukan adalah Meningkatkan kinerja pengelolaan lingkungan (mencegah, menghindari

dan mengurangi pencemaran air, tanah dan udara) sehingga menjadi sebuah pembangkit

yang akrab lingkungan, mengendalikan pembuangan limbah bahan berbahaya dan

beracun. Lingkungan memerlukan pengolahan limbah yang tepat sehingga limbah yang

dibuang ke lingkungan sesuai dengan baku mutu yang telah di tetapkan.Berdasarkan

pemaparan di atas, penulis bermaksud untuk melakukan analisis tentang dampak

pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batu bara terhadap kesehatan dan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan Pembangkit Listrik Tenaga Uap ?
2. Apa saja limbah dari pembangkit tenaga listrik tenaga Uap ( Batu Bara) ?
3. Bagaimana upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi Dampak Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (Batu Bara) ?
C. Tujuan
1. Mengetahui pengertian dari pembangkit tenaga listrik Tenaga Uap
2. Mengetahui limbah dari Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( Batu Bara)
3. Mengetahui upaya-upaya yang dilakukan untuk mengatasi Dampak Pembangkit
Listrik Tenaga Uap (Batu Bara).
BAB II
PEMBAHASAN

A. Definisi Pembangkit Litrik Tenaga Uap (PLTU)

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan

energi dari uap untuk menghasilkan energi listrik. Pembangkit listrik ini

menggunakan bahan bakar batubara, minyak atau gas sebagai sumber energi primer

(Marsudi, 2010).

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU), merupakan salah satu andalan pembangkit

tenaga listrik yang merupakan jantung untuk kegiatan industri. Salah satu bahan bakar

yang digunakan adalah batubara. Konsep dasar dari PLTU batubara ini adalah

batubara sebagai bahan bakar utama harus disediakan dengan kualifikasi tertentu

untuk jangka waktu lama (Sukandarrumidi, 2010). Prinsip kerja PLTU batubara

secara umum adalah sebagai berikut :

Gambar 1.1 Prinsip Kerja PLTU

Keterangan gambar :

1. Cooling tower 15. Penampung batubara

2. Cooling water pump 16. Pemecah batubara

3. Transimission line 3 phase 17. Tabung Boiler


4. Transformer 3-phase 18. Penampung abu batubara

5. Generator Listrik 3-phase 19. Pemanas

6. Low pressure turbine 20. Forced draught fan

7. Boiler feed pump 21. Preheater

8. Condenser 22. combustion air intake

9. Intermediate pressure turbine 23. Economizer

10. Steam governor valve 24. Air preheater

11. High pressure turbine 25. Precipitator

12. Deaerator 26. Induced air fan

13. Feed heater 27. Cerobong

14. Conveyor batubara

Prinsip kerja :

a. Batubara dari luar dialirkan ke penampung batubara dengan conveyor(14)

kemudian dihancurkan dengan thepulverized fuel mill(16) sehingga menjadi

tepung batubara.

b. Kemudian batubara halus tersebut dicampur dengan udara panas (24) oleh forced

draught fan(20) sehingga menjadi campuran udara panas dan bahan bakar (batu

bara).

c. Dengan tekanan yang tinggi, campuran udara panas dan batu bara disemprotkan

kedalam boiler sehingga akan terbakar dengan cepat seperti semburan api.

d. Kemudian air dialirkan keatas melalui pipa yang ada dinding boiler, air tersebut

akan dimasak dan menjadi uap, dan uap tersebut dialirkan ke tabung boiler(17)

untuk memisahkan uap dari air yang terbawa.


e. Selanjutnya uap dialirkan ke superheater(19) untuk melipatgandakan suhu dan

tekanan uap hingga mencapai suhu 570°C dan tekanan sekitar 200 bar yang

meyebabkan pipa ikut berpijar merah.

f. Uap dengan tekanan dan suhu yang tinggi ini, menjadi sumber tenaga turbin

tekanan tinggi(11) yang merupakan turbin tingkat pertama dari 3 tingkatan.

g. Untuk mengatur turbin agar mencapai set point, kita dapat menyeting steam

governor valve (10) secara manual maupun otomatis.

h. Suhu dan tekanan uap yang keluar dari turbin tekanan tinggi (11) akan sangat

berkurang drastis, untuk itu uap ini dialirkan kembali ke boiler reheater (21) untuk

meningkatkan suhu dan tekanannya kembali. Uap yang sudah dipanaskan

kembali tersebut digunakan sebagai penggerak turbin tingkat kedua atau disebut

turbin tekanan sedang (9), dan keluarannya langsung digunakan untuk

menggerakkan turbin tingkat 3 atau turbin tekanan rendah (6).

i. Uap keluaran dari turbin tingkat 3 mempunyai suhu sedikit diatas titik didih,

sehingga perlu dialirkan ke condenser (8) agar menjadi air untuk dimasak ulang.

j. Air tersebut kemudian dialirkan melalui deaerator (12) oleh feed pump (7) untuk

dimasak ulang. Awalnya dipanaskan di feed heater (13) yang panasnya bersumber

dari high pressureset, kemudian ke economizer (23) sebelum dikembalikan ke

tabung boiler (17).

k. Air pendingin dari condensor akan disemprotkan kedalam cooling tower (1) , dan

inilah yang meyebabkan timbulnya asap air pada cooling tower. kemudian air

yang sudah agak dingin dipompa balik ke condensor sebagai air pendingin ulang.
l. Ketiga turbin di gabung dengan shaft yang sama dengan generator 3 phase(5).

Generator ini kemudian membangkitkan listrik tegangan menengah (20-25kV).

m. Dengan menggunakan transformer 3phase(4) , tegangan dinaikkan menjadi

tegangan tinggi berkisar 250-500 kV yang kemudian dialirkan ke sistem transmisi

3 phase.

n. Sedangkan gas buang dari boiler diisap oleh kipas pengisap(26) agar melewati

electrostatic precipitator(25) untuk mengurangi polusi dan kemudian gas yang

sudah disaring akan dibuang melalui cerobong(27).

B. Limbah Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU)

Batubara dan minyak merupakan bahan bakar utama untuk menghasilkan tenaga

listrik. Banyak keuntungan yang diperoleh dari penggunaan bahan bakar tersebut,

yaitu biayanya relatif murah dan mudah didapatkan karena produknya berlimpah. Di

lain pihak, batubara ini dapat menimbulkan masalah serius dalam lingkungan

(Darmono, 2012).

1. Limbah Padat PLTU

a. Sumber Limbah Padat

1) selama penampungan dan pemindahan batubara menghasilkan debu

batubara,

2) sisa pembakaran batubara yang terbawa bersama-sama gas buang

menghasilkan abu terbang (fly ash)

3) sisa pembakaran batubara yang terakumulasi di bawah tungku

pembakaran, menghasilkan abu dasar (bottom ash)

4) di dasar kolam pengendapan, air larian permukaan, lapangan penumpukan


batubara, dan kolam instalasi pengolahan air limbah lainnya terkumpul

endapan lumpur (sludge).

b. Karakteristik Limbah Padat

PLTU berbahan bakar batubara biasanya menghasilkan limbah padat

dalam bentuk abu. Abu batubara yang merupakan limbah dari proses pembangkit

tenaga listrik tersebut dapat berupa abu terbang, abu dasar dan lumpur flue gas

desulfurization (Samijo, 2010). Limbah B3 yang dihasilkan oleh pembangkit

antara lain : fly ash, bottom ash, sludge cake (lumpur dari IPAL), oli bekas ,

bahan terkontaminasi, glasswool, serta limbah laboratorium yang berupa botol

kemasan bahan kimia dan bahan kimia kadaluwarsa (Sprint Consultan, 2014).

Jumlah abu batubara yang dihasilkan per hari dapat mencapai 500 - 1000

ton (Samijo, 2010). Partikulat debu melayang (fly ash) merupakan campuran yang

sangat rumit dari berbagai senyawa organik dan anorganik yang tersebar di udara

dengan diameter yang sangat kecil, mulai dari < 1 mikron sampai dengan

maksimal 500 mikron. Partikulat debu tersebut akan berada di udara dalam waktu

yang relatif lama dalam keadaan melayang-layang di udara dan masuk kedalam

tubuh manusia melalui saluran pernafasan (Pasaribu, 2015).

c. Upaya Pengolahan Limbah Padat

Menurut Pasarusi (2010), Pengolahan limbah padat dapat dilakuka melalui

proses sebagai berikut:

1) Pemisahan

Pemisahan perlu dilakukan karena dalam limbah terdapat berbagai ukuran dan

kandungan bahan tertentu. Proses pemisahan dapat dilakukan dengan cara-cara


sebagai berikut :

a) Sistem Balistik : pemisahan cara ini dilakukan untuk mendapatkan ukuran

yang lebih seragam, misalnya atas berat dan volumenya.

b) Sistem Gravitasi : pemisahan dilakukan berdasarkan gaya beratnya, misalnya

terhadap bahan yang terapung dan bahan yang tenggelam dalam air yang

karena gravitasi akan mengendap.

c) Sistem Magnetis : bahan yang bersifat magnetis akan menempel pada magnet

yang terdapat pada peralatan sedangkan yang tidak mempunyai akan langsung

terpisah.

2) Penyusutan Ukuran

Ukuran bahan diperkecil untuk mendapatkan ukuran yang lebih homogen

sehingga mempermudah pemberian perlakuan terhadap pengolahan berikutnya

dengan maksud antara lain :

a) Ukuran bahan menjadi lebih kecil

b) Volume bahan lebih kecil

c) Berat dan volume bahan lebih kecil

3) Pengomposan, bahan kimia yang terdapat di dalam limbah diuraikan secara

biokoimia.

4). Pembuangan limbah.

Limbah dapat dibuang di laut maupun di darat (sanitary landfill).

Pembuangan ke laut harus memperhatikan pemanfaatan laut oleh masyarakat di

sekitar tempat pembuangan juga memperhatikan kedalaman laut. Hendaknya

lokasi yang ditetapkan adalah lokasi yang benar-benar tidak ekonomis (non
ekonomis) untuk kepentingan apapun (Kristanto, 2013).

Limbah batubara mempunyai potensi untuk dimanfaatkan salah satunya

sebagai sumber beberapa hara mikro pada tanah ampas (Lestiani, 2010). Abu dari

PLTU yang tertampung dapat dijual untuk kebutuhan di pabrik semen atau pada

pembuatan paving block (Iswan, 2010).

d. Dampak Limbah Padat

1) Terhadap lingkungan

Partikel debu dengan diameter > 10 μm biasanya jatuh ke permukaan

tanah. Peningkatan kadar debu terbang (fly ash) diperkirakan dapat

mengganggu/ menurunkan produktifitas usaha perkebunan yang terdapat di

sekitar lokasi proyek (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2015).

2) Terhadap manusia dan kesehatan

Abu dasar dan abu terbang PTLU mengandung unsur toksik seperti arsen

(As) dan kromium (Cr) pada dan berpotensi besar menjadi masalah

lingkungan (Lestiani, 2012). Arsen adalah racun yang bekerja dalam

protoplasma sel secara umum. Sekitar 90% arsen yang diabsorbsi di dalam

tubuh tersimpan dalam hati, ginjal, dinding saluran pencernaan, limfa, dan

paru. Penyakit yang dapat terjadi seperti Penyakit Silikosis, Antrakosis.

(Darmono, 2015).
2. Limbah Cair PLTU

a. Sumber Limbah Cair

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan

air dalam proses produksinya. Di samping itu ada, pula bahan baku yang

mengandung air sehingga dalam proses pengolahannya, air tersebut harus dibuang

(Kristanto, 2013).Menurut Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 08 tahun

2009, air limbah dari usaha dan/atau kegiatan pembangkit listrik tenaga termal

bersumber dari: proses utama, kegiatan pendukung dan kegiatan lain yang

menghasilkan oily water. Proses utama adalah proses yang menghasilkan air

limbah yang bersurnber dari proses pencucian (dengan atau tanpa bahan kimia)

dari semua peralatan logam, blowdown cooling tower, blowdown boiler,

laboratorium, dan regenerasi resin water treatment plant. Kegiatan pendukung

meliputi kegiatan fasilitas air pendingin, kegiatan fasilitas desalinasi, kegiatan

fasilitas stockpile batu bara, dan kegiatan air buangan dari fasilitas flue gas

desulphurization (FGD) sistem seawater scrubber

b. Karakteristik Limbah Cair

Air buangan dari pabrik membawa sejumlah padatan dan partikel, baik yang

larut maupun mengendap. Kerap kali air buangan pabrik berwarna keruh dan

bersuhu tinggi. Air limbah yang tercemar mempunyai ciri yang dapat

diidentifikasi secara visual lewat kekeruhan, warna, rasa, bau, yang ditimbulkan

dan indikasi lainnya. Secara laboratorium, limbah cair ditandai dengan

peruabahan sifat kimia air, dimana air telah mengandung bahan berbahaya dan

beracun (B3) dalam konsentrasi yang telah melampauhi batas Kristanto (2013).
Limbah cair yang dihasilkan dalam kegiatan operasi PLTU batubara menurut

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup (2015) dapat diketagorikan sebagai limbah

domestik, air larian permukaan, limbah cair proses operasi, sisa atau bekas

minyak (oli bekas, ceceran minyak). Limbah cair tersebut secara umum

tergolongzat pencemar dengan kriteria yang bersifat fisika dan kimia (termasuk

kandungan unsur logam dan minyak).

c. Upaya Pengolahan Limbah Cair

Mulia (2010), pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah

maupun peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan

dengan bantuan kolam stabilisasi. Pengolahan air limbah dengan bantuan

peralatan biasanya dilakukan pada instalasi pengolahan air limbah/IPAL (Waste

Water Treatment Plant/ WWTP). Berdasarkan karakteristik dari limbah, proses

proses pengolahan dapat digolongkan menjadi tiga bagian, yaitu proses fisika,

kimia, dan biologi (Kristanto, 2013) :

1) Proses fisika

Perlakuan terhadap air limbah dengan cara fisika adalah proses

pengolahan secara mekanis dengan atau tanpa penambahan bahan kimia.

Proses tersebut diantaranya adalah :

a) Penyaringan, agar padatan yang larut dan bahan kasar lainnya terpisah.

b) Penghancuran, agar padatan yang larut menjadi butir yang lebih kecil dan

seragam.

c) Perataan air, dapat dilakukan dengan dua cara yaitu perataan aliran dengan

mengubah sistem saluran dan dengan membuat kolam. Tujuan daripada


kedua cara ini adalah agar terdapat keseragaman aliran pada saat terjadi

percampuran dengan bahan kimia, sehingga memudahkan pengolahan

lanjut.

d) Penggumpalan

Partikel yang tak larut di dalam air akan terapung di atas permukaan air

atau membentuk endapan di dasar wadah. Penambahan zat kimia tertentu

membuat partikel ini akan beraksi membentuk suatu gumpalan sehingga

dimensi partikel menjadi lebih besar dan karena pengaruh gravitasi maka

partikel tersebut akan mengendap. Bahan kimia yang digunakan untuk

penggumpalan, misalnya aluminum sulfat atau ferro sulfat. Untuk

mempercepat reaksi pada umumnya diguankan bantuan pengaduk yang

kecepatannnya dapat diatur.

e) Sedimentasi, untuk mengendapkan bahan lain yang tidak ikut bereaksi.

f) Pengapungan

Dalam proses ini digunakan bantuan pompa kompresor untuk

memasukkan udara ke dalam air tujuannya agar bahan-bahan lemak dan

minhyak dengan cepat naik ke permukaan air. Pemasukan udara ke dalam air

akan menciptakan gelembung-gelembung yang melekat pada suatu partikel

dan dibawa naik ke permukaan air.

g) Filtrasi Merupakan proses penyaringan padatan halus yang tidak mengendap

walaupun sudah ditambah bahan kimia. Penyaringan ini menggunakan media

seperti pasir, kerikil dan karbon aktif.


2) Proses Kimia

a) Pengendapan dengan bahan kimia.

Bahan pencemar yang dapat dikurangi atau dihilangkan adalah :fosfat

terlarut dapat direduksi jika konsentrasinya kurang dari 1 mg/l dengan bahan

aluminium feri sulfat.

- Beberapa kalsium, magnesium, silica dapat dihilangkan dengan NaOH.

- Beberapa logam berat dapat dihilangkan dengan kapur (lime)

- Pengurangan bakteri virus dapat dicapai dengan kapur pada kondisi pH

10,5-11,5 dengan cara penggumpalan dan sedimentasi.

b) Proses dengan lagon

Lagon atau kolam sering diguakan sebagai reactor biological. Lagon

dilengkapi dengan peralatan aerasi baik secara alamiah, atau memberikan udara

dengan menggunakan kompresor jika dalam kolam tumbuh algae.

d) Netralisasi

Air limbah yang terdapat dalam kondisi asam atau basa membutuhkan

netralisasi sebelum dan sesudah perlakuan (treatment).

e) Sedimentasi

Proses ini menggunakan bantuan koagulan (zat pengendap). Tujuan utama

proses sedimentasi melalui proses kimia adalah untuk menghilangkan padatan

tersuspensi.

f) Oksisdasi dan reduksi

g) Klorinasi

h) Oksidasi phenol dan sulfur


3) Proses biologi

Pengolahan cara anaerob, melalui reactor aerobik yang berfungsi untuk mengubah

bahan organik menjadi air dan karbon dioksida dalam keadaan tersedia oksigen.

Pengolahan cara anaerob, mengubah bahan organik dalam limbah cair tanpa ada

oksigen.

4). Proses fisika-kimia-biologi

Bahan-bahan yang tidak dapat dihilangkan atau diendapkan dengan penambahan

basa atau asam. Karena itu gabungan proses kimia-fisika- biologi amat dibutuhkan

untuk meningkatkan efesiensi peralatan pengolahan. Proses kimia meliputi

netralisasi, oksidasi, dan reduksi, pengendapan dengan bahan kimia tambahan untuk

mengikat bahan pencemar kimia anorganik. Proses fisika menekankan pengolahan

pada unsur fisik bahan pencemar, misalnya ukuran bahan yang terlalu kasar dan

padat, bannyaknya minyak yang bercampur.

5) Pengolahan lanjut

Seringkali proses pengolahan limbah pada proses fisika-kimia-biologi tidak

memberikan hasil yang memuaskan. Proses lanjutan ini terdiri dari beberapa pilihan

proses, yaitu : stripping udara, karbon aktif, absorbsi, dan regenerasi. Upaya

pengolahan limbah cair PLTU yaitu dengan waste water treatment plant (WWTP).

WWTP dirancang dan dibangun untuk menampung, memproses serta membuang

limbah cair yang dihasilkan oleh pabrik pembangkit saat beroperasi, termasuk

luapan air limpasan dari areal penyimpanan batubara. Proses pengolahan diantaranya

berlangsung melalui tahapan penambahan zat koagulan dilanjutkan pengadukan


secara cepat, pengadukan lambat dan pengendapan, penyaringan, serta penyesuaian

akhir kadar pH (Sprint Consultant, 2014).

d. Dampak Limbah Cair

1) Terhadap lingkungan

Pengoperasian PLTU juga akan menghasilkan bahan buangan (limbah) cair yang

jika tidak sempurna proses pengolahannya akan dapat mencemari badan air penerima.

Jika limbah cair yang dibuang ke lingkungan sekitar tersebut tanpa proses pengolahan

terlebih dahulu diperkirakan akan dapat menyebabkan penurunan kualitas air yang

akan berdampak langsung pada penurunan kepadatan dan kelimpahan, serta

perubahan komposisi jenis biota akuatik.

2) Terhadap manusia

Kegiatan pemeliharaan dan pengecekan sistem kerja peralatan PLTU dilakukan

terhadap: boiler dan bag house (akan menghasilkan logam teroksidasi), peralatan

balance of plant (akan menghasilkan logam dan ceceran oli), kolam penampung lindi,

batubara dan oil water separator (akan menghasilkan padatan tersuspensi, logam dan

ceceran oli). Hasil pemeliharaan peralatan ini apabila tidak terkelola dengan baik

potensial untuk masuk ke dalam aliran air ke sungai sehingga meningkatkan kadar

COD, padatan tersuspensi dan logam berat di perairan umum (Pusat Penelitian

Lingkungan Hidup, 2015).

3. Limbah Gas PLTU

a. Sumber Limbah Gas

Menurut Kristanto (2013), pada dasarnya limbah gas industri bersumber dari

penggunaan bahan baku, proses dan sisa-sisa pembakaran. Limbah yang terjadi
disebabkan karena reaksi kimia, kebocoran gas, penghancuran bahan-bahan, dan lain-

lain. Pengoperasian PLTU yang membakar sejumlah batubara akan menghasilkan

emisi yang dikeluarkan dari cerobong (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2015)

b. Komposisi Limbah Gas

Pembakaran batubara akan menghasilkan sejumlah polutan berupa gas dan abu.

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) batubara yang berkapasitas 2 x 15 MW,

prediksi jumlah abu yang dihasilkan sebanyak 358.298,61 mg/detik. 10% akan

mengendap di tungku pembakaran berupa abu dasar (bottom ash) dan sisanya berupa

abu terbang (fly ash) yang diemisikan melalui cerobong ke udara bebas (udara

ambien). Pembakaran batubara juga menghasilkan CO2 yang berperan dalam proses

pemanasan global. Apabila proses pembakaran batubara berlangsung tidak sempurna,

akan timbul gas CO (Sukandarrrumidi, 2010).

c. Upaya Pengolahan Limbah Gas

1) SOx

Teknologi (Flue Gas Desulfurization) FGD digunakan untuk mengurangi

emisi SO2 yang dapat mencemari air hujan menjadi hujan asam. Ada dua tipe

FGD yaitu FGD basah (Wet Limestone Scrubbing) dan FGD kering (Dry

Limestone Scrubbing). Pada FGD basah, campuran air dan gamping (batu kapur)

disemprotkan dalam gas buang. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai 70.

95 %. Kalsium karbonat (CaCO3) dalam batu kapur diubah terlebih dahulu

menjadi kalsium sulfit (CaSO3). SO2 yang diserap kemudian direaksikan dengan

CaSO3 membentuk senyawa baru yaitu kalsium sulfat (CaSO4) atau gypsum.

FGD kering menggunakan campuran air dan batu kapur atau gamping yang
diinjeksikan ke dalam ruang bakar. Cara ini dapat mengurangi emisi SO2 sampai

70-97 %. FGD kering menghasilkan produk sampingan gypsum yang bercampur

dengan limbah lainnya (Sugiono, 2012).

2). NOx

Penelitian dan pengembangan untuk melakukan kendali terhadap

pencemaran NOx terutama ditujukan pada dua model kendali, yaitu :

a) Modifikasi pembakaran dengan menurunkan jumlah NOx yang dihasilkan

b) Menghilangkan NOx dari gas buang

3) Partikel Debu

Electrostatic precipitator (ESP) yang dipasang pada setiap boiler berfungi

untuk memastikan bahwa partikel debu fly ash yang dihasilkan dari proses

pembakaran batubara dapat ditangkap oleh alat ini. ESP tersebut dirancang untuk

mencapai efisiensi hingga 99% (Sprint Consultant, 2014).

Iswan (2010), menyatakan bahwa hasil samping dari teknik FGD pada

PLTU yang dipakai untuk menekan gas SO2 adalah gypsum sintetis yang

senyawa kimianya sama dengan gypsum alam. Gipsum yang dihasilkan sangat

bernilai ekonomis, karena dapat dimanfaatkan untuk keperluan bangunan. Gipsum

ini dapat dibuat papan gipsum (gypsum board) yang dipakai untuk plafon

(langitlangit rumah), dinding penyekat (partition board) dan pelapis dinding (wall

board).
d. Dampak Limbah Gas

1. Terhadap lingkungan

Analisis emisi udara pada PLTU 50 MWatt, diperoleh jenis emisi udara

NOx, SOx, CO dan CO2, partikulat dan senyawa organik volatile (Megasari,

2013). Gas SO2 dan SO3, apabila kontak dengan air akan membentuk asam

sulfat (H2SO4) yang bersifat korosif dan dapat merusak instalasi tungku serta

dapat membentuk kabut di atmosfer, sehingga mengakibatkan terjadinya hujan

asam yang membahayakan kehidupan tanaman dan binatang. Gas nitrogen

oksida apabila bereaksi dengan uap atau gas dari senyawa organik dengan

bantuan sinar matahari akan menimbulkan kabut fotokimia (Sukandarrumidi,

2015). Peningkatan kadar debu di udara juga mengenai populasi fauna darat

(terutama aves) yang berkurang atau menghilang dari kawasan PLTU dan

wilayah terkena dampak debu (Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2015).

Menurut Darmono (2015), partikel ukuran < 1μm dapat bertahan lama dan

melayang di udara sehingga cukup lama dapat terbawa angin ke seluruh penjuru

dunia.

2. Terhadap manusia dan kesehatan

Menurut Iswan (2010), batubara sebagai bahan bakar akan menimbulkan

emisi berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatile Hydrocarbon) dan SPM

(Suspended Particulate Matter). SOx merupakan sumber gangguan paru-paru dan

berbagai penyakit pernapasan. SO2 dapat dideteksi dari baunya pada konsentrasi

3-5 ppm. Konsentrasi 20 ppm merupakan jumlah minimal SO2 mengakibatkan

iritasi pada mata; dan pada konsentrasi 400-500 ppm berbahaya walaupun kontak
secara singkat (Kristanto, 2013).Sukandarrumidi (2015) menjelaskan bahwa CO

timbul sebagai akibat dari pembakaran batubara yang berlangsung tidak

sempurna. Gas ini apabila terhisap oleh manusia melalui pernafasan akan bereaksi

dengan hemoglobin dalam darah, sehingga akan menghambat transfer oksigen

yang pada akhirya membahayakan kehidupan manusia. Kedua bentuk NOx, yaitu

NO dan NO2 sangat berbahaya bagi manusia dan bahwa NO2 empat kali lebih

berbahaya dibandingkan NO dan NO2 bersifat racun terutama terhadap paru-paru

Kristanto (2013).
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) adalah pembangkit yang mengandalkan energi dari

uap untuk menghasilkan energi listrik. Salah satu bahan bakar yang digunakan adalah

batubara. Limbah PLTU dapat berupa limbah padat, cair dan gas. batubara sebagai bahan

bakar akan menimbulkan emisi berupa SO2, NO2, CO, CO2, VHC (Volatile Hydrocarbon)

dan SPM (Suspended Particulate Matter). Dampak dari limbah tersebut dapat

mengakibatkan gangguan kesehatan karena abu yang dihasilkan dari perindustrian. Manfaat

yang bisa digunakan dari limbah yang dihasilkan yaitu dengan menggunakan limbah

sebagai sumber hara mikro pada tanah ampas dan menggunakan abu untuk keperluan pabrik

semen atau paving block.

B. Saran

Diharapkan dalam pengelolaan dan pembangunan di perhatikan lagi kegiatan yang efektif

dan efisien dalam menangani limbah yang dihasilkan. Tempat yang digunakan untuk

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Uap ( Batu Bara) harus di perhatikan jarak

dengan pemukiman sekitar.


DAFTAR PUSTAKA

Darmono, 2012.Lingkungan Hidup dan Penecemaran: Hubungannya dengan Toksikologi

Senyawa Logam. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

Iswan, 2010.Penanggulangan Limbah PLTU Batubara.Jurnal Ilmiah Teknik Mesin. Vol. 1,

No. 2.

Keputusan Kepala Bapedal No. 1 Tahun 1995 Tentang :Tata Cara Dan Persyaratan Teknis

Penyimpanan Dan Pengumpulan Limbah Bahan Berbahaya Dan Beracun

Kristanto, P. 2013. Ekologi Industri. Edisi Kedua.Andi.Yogyakarta.

Kurniawan, 2010. Penelitian Pemanfaatan Abu Batubara PLTU Untuk Penimbunan Pada

Pra- Reklamasi Tambang Batubara.Puslitbang TekMIRA. Bandung.

Lestiani, DD., Muhayatun, dan Natalia A., 2012. Karakteristik Unsur Pada Abu Dasar Dan

Abu Terbang Batu Bara Menggunakan Analisis Aktivasi Neutro

Instrumental.Jurnal Sains dan Teknologi Nuklir Indonesia. Vol. 9.No. 1

Marsudi, D., 2010. Pembangkitan Energi Listrik. Erlangga. Jakarta.

Tenaga Uap (PLTU) Batubara Kapasitas 50 Mwatt.Seminar Nasional IV SDM Teknologi

Nuklir.STTN-Batan Yogyakarta. Mulia, R.M., 2010. Kesehatan Lingkungan.

Graha Ilmu. Yogyakarta.

Pasaribu, D.A., 2010.Penggunaan Electrostatic Precipitator Sebagai Penanggulangan

Polusi Udara Pada Cerobong Gas Buang Boiler. Tugas Akhir. Universitas

Sumatera Utara.
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 21 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Emisi

Sumber Tidak Bergerak Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Tenaga

Listrik Termal.

Peraturan Menteri Lingkungan Hidup No. 08 Tahun 2009 Tentang Baku Mutu Air Limbah

Bagi Usaha dan/atau Kegiatan Pembangkit Listrik Tenaga Termal.

Pusat Penelitian Lingkungan Hidup, 2015. Upaya Pengelolaan Lingkungan dan Upaya

Pemantauan Lingkungan PLTU Batu Bara 2 x 30 MW PT Makmur Sejahtera

Wisesa. Lembaga Penelitian Universitas Lambung Mangkurat.

Samijo, 2010.Pembuatan Paving Block. Dengan Menggunakan Limbah Abu Boiler PKS

Sprint Consultan, 2014. Laporan Monitoring Lingkungan.No : 72 PLTU Paiton Swasta

Tahap II. Jakarta.

Sugiono, A., 2012. Proses Penggunaan Teknologi Bersih untuk Pembangkit Listrik

dengan Bahan Bakar Batubara di Indonesia. Jurnal Teknologi Lingkungan,Vol.1,

No.1, Januari 2000 : 90-95, ISSN 1411-318X.

Anda mungkin juga menyukai