Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
          Sel-sel hidup dalam tubuh diselubungi cairan interstisial yang mengandung konsentrasi
nutrien, gas dan elektrolit yang di butuhkan untuk mempertahankan fungsi normal sel.
Kelangsungan hidup memerlukan lingkungan internal yang konstan (homeostatis). Mekanisme
regulator penting untuk mengendalikan keseimbangan volume, komposisi dan
keseimbangan  asam basa cairan tubuh selama fluktuasi metabolik normal atau saat terjadi
abnormalisasi seperti penyakit atau trauma.
          Menjaga agar volume cairan tubuh tetap relatif konstan dan komposisinya tetap stabil
adalah penting untuk homeostatis. Sistem pengaturan mempertahankan konstannya cairan tubuh,
keseimbangan cairan dan elektrolit dan asam basa, dan pertukaran kompartemen cairan
ekstraseluler dan intraseluler.
          Kehidupan manusia sangat bergantung pada apa yang ada di sekelilingnya termasuk
dalam  memenuhi kebutuhan dasarnya yaitu makan dan minum lebih kurang 60% berat badan
orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan (air dan elektrolit). Faktor yang mempengaruhi
jumlah cairan tubuh adalah umur, jenis kelamin, dan kandungan lemak dalam tubuh.
          Secara umum orang yang lebih muda mempunyai persentase cairan tubuh yang lebih
tinggi dibanding dengan orang yang lebih tua, dan pria secara proporsional mempunyai lebih
banyak cairan tubuh dibanding dengan wanita. Orang yang lebih gemuk mempunyai jumlah
cairan yang lebih sedikit dibandingkan dengan orang yang lebih kurus, karena sel lemak
mengandung sedikit air.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, teridentifikasi masalah sebagai
berikut :
1. Bagaimana komposisi, distribusi, dan transpostasi cairan tubuh?
2. Apa fungsi cairan tubuh?
3. Bagaimana keseimbangan cairan tubuh?
4. Apa saja faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan tubuh?
5. Apa saja macam-macam gangguan keseimbangan cairan tubuh?
6. Bagaimana pengkajian status hidrasi tubuh manusia (anamnesis, pemeriksaan fisik)?
7. Bagaimana diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan cairan dan
elektrolit?
8. Bagaimana rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan cairan
dan elektrolit?
9. Bagaimana evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan cairan
dan elektrolit?
C. Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas bertuuan
untuk mendeskripsikan :
1. Untuk mengetahui komposisi, distribusi, dan transpostasi cairan tubuh
2. Untuk mengetahui fungsi cairan tubuh
3. Untuk mengetahui keseimbangan cairan tubuh
4. Untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan tubuh
5. Untuk mengetahui macam-macam gangguan keseimbangan cairan tubuh
6. Untuk mengetahui pengkajian status hidrasi tubuh manusia (anamnesis, pemeriksaan
fisik)
7. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan cairan
dan elektrolit
8. Untuk mengetahui rencana tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan
cairan dan elektrolit
9. Untuk mengetahui evaluasi tindakan keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan
cairan dan elektrolit.
D. Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan jawaban dari permasalahan-permasalahan
yang telah dirumuskan dan dapat memberikan manfaat sebagai berikut :
1. Bagi kelompok
Sebagai tambahan referensi dan bahan pustaka bagi sekolah tinggi ilmu kesehatan
mengenai Konsep Kebutuhan Cairan Tubuh Manusia.
2. Bagi pembaca
Untuk menambah wawasan dan memberikan informasi kepada mahasiswa lain dan
kepada masyarakat tentang Konsep Kebutuhan Cairan Tubuh Manusia.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komposisi, Distribusi, dan Transportasi Cairan Tubuh


Cairan tubuh adalah cairan suspensi sel di dalam tubuh makhluk multiselular seperti
manusia atau hewan yang memiliki fungsi fisiologis tertentu. Elektrolit adalah zat kimia yang
menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan intravena
dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit berarti adanya
distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh bagian tubuh.
Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang lainnya, jika salah
satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya.
Cairan tubuh dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan
ekstraseluler. Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh,
sedangkan cairan ekstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga
kelompok yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler.
Cairan intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah
cairan yang terletak diantara sel, sedangkan cairan transeluler adalah cairan sekresi khusus
seperti cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
Cairan dan elektrolit sangat diperlukan dalam rangka menjaga kondisi tubuh tetap sehat.
Keseimbangan cairan dan elektrolit di dalam tubuh adalah merupakan salah satu bagian dari
fisiologi homeostatis. Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan
perpindahan berbagai cairan tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air (pelarut)
dan zat tertentu (zat terlarut). Elektrolit adalah zat kimia yang menghasilkan partikel-partikel
bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.
Cairan dan elektrolit masuk ke dalam tubuh melalui makanan, minuman, dan cairan
intravena (IV) dan didistribusi ke seluruh bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit
berarti adanya distribusi yang normal dari air tubuh total dan elektrolit ke dalam seluruh
bagian tubuh. Keseimbangan cairan dan elektrolit saling bergantung satu dengan yang
lainnya jika salah satu terganggu maka akan berpengaruh pada yang lainnya. Cairan tubuh
dibagi dalam dua kelompok besar yaitu : cairan intraseluler dan cairan ekstraseluler.
Cairan intraseluler adalah cairan yang berada di dalam sel di seluruh tubuh, sedangkan
cairan akstraseluler adalah cairan yang berada di luar sel dan terdiri dari tiga kelompok
yaitu : cairan intravaskuler (plasma), cairan interstitial dan cairan transeluler. Cairan
intravaskuler (plasma) adalah cairan di dalam sistem vaskuler, cairan intersitial adalah cairan
yang terletak diantara sel, sedangkan cairan traseluler adalah cairan sekresi khusus seperti
cairan serebrospinal, cairan intraokuler, dan sekresi saluran cerna.
a) Komposisi Cairan Tubuh
Lebih kurang 60% berat badan orang dewasa pada umumnya terdiri dari cairan
(air dan elektrolit). Rata-rata seseorang memerlukan sekitar 11 liter cairan tubuh
untuk nutrisi sel dan pembuangan residu jaringan tubuh. Zat terlarut yang ada dalam
cairan tubuh terdiri dari elektrolit dan nonelektrolit. Non elektrolit adalah zat terlarut
yang tidak terurai dalam larutan dan tidak bermuatan listrik, seperti : protein, urea,
glukosa, oksigen, karbon dioksida dan asam-asam organik. Sedangkan elektrolit
tubuh mencakup natrium (Na+), kalium (K+), Kalsium (Ca++), magnesium (Mg++),
Klorida (Cl-), bikarbonat (HCO3-), fosfat (HPO42-), sulfat (SO42-). Garam mineral
ketika berada dalam bentuk cairan sel, baik seluruhnya maupun sebagian berbentuk
ion elektron, yaitu kation dan anion. Kation dibentuk oleh metal (Na+, K+, Ca2+,
Mg2+, dll.), sedangkan anion dibentuk oleh residu asam (Cl-, HCO-3, SO2-4, H2PO-
4). Ion amonium (NH+4) termasuk kation, sedangkan asam organik dan protein
adalah anion.

Zat Plasma Intertisial Intraselular


(mOsm/l) (mOsm/l) (mOsm/l)
Na+ 142 139 14
K+ 4,2 4,0 140
Ca2+ 1,3 1,2 0
Mg2+ 0,8 0,7 20
Cl- 108 108 4
HCO3- 24 28,3 1,0
HPO4-, H2PO4 2 2 11
SO42- 0,5 0,5 1
Fosfokreatin - - 45
Kamosin - - 14
Asam amino 2 2 8
Kreatin 0,2 0,2 9
Laktat 1,2 1,2 1,5
Adenosin trifosfat - - 5
Heksosa - - 3,7
monofosfat
Glukosa 5,6 5,6 -
Protein 1,2 1,2 4
Ureum 4 4 4
Lain-lain 4,8 3,9 10
Total mOsm/l 301,8 300,8 301,2
Aktivitas osmolar 282 281 281
terkoreksi
Tekanan osmotik 5443 5423 5423
total
b) Distribusi Cairan Tubuh
Didistribusikan dalam dua kompartemen yang berbeda.
1. Cairan Ekstrasel
Tediri dari cairan interstisial (CIS) dan Cairan Intravaaskular. Cairan
interstisial mengisi ruangan yang berada diantara sebagian besar sel tubuh dan
menyusun sebagian besar cairan tubuh. Sekitar 15% berat tubuh merupakan
cairan tubuh interstisial. Cairan intravascular terdiri dari plasma, bagian cairan
limfe yang mengandung air tidak berwarna, dan darah mengandung suspensi
leukosit, eritrosit, dan trombosit. Plasma menyusun 5% berat tubuh.
2. Cairan Intrasel
Adalah cairan didalam membran sel yang berisi subtansi terlarut atau solut
yang penting untuk keseimbangan cairan dan elektrolit serta untuk metabolisme.
Cairan intrasel membentuk 40% berat tubuh. Kompartemen cairan intrasel
memiliki banyak solute yang sama dengan cairan yang berada diruang ekstrasel.
Namun proporsi subtansi subtansi tersebut berbeda. Misalnya, proporsi kalium
lebih besar didalam cairan intrasel daripada dalam cairan ekstasel.
         Secara Skematis Jenis dan Jumlah Cairan Tubuh dapat digambarkan sebagai
berikut :
Distribusi cairan tubuh adalah relatif tergantung pada ukuran tubuh itu sendiri.
a. Dewasa 60%
b. Anak-ank 60 – 77%
c. Infant 77%
d. Embrio 97%
e. Manula 40 – 50 %. Pada manula, prosentase total cairan tubuh berkurang
dikarenakan sudah mengalami kehilangan jaringan tubuh.
f. Intracellular volume = total body water – extracellular volume
g. Interstitial fluid volume = extracellular fluid volume – plasma volume
h. Total bloods volume = plasma volume / (1 - hematocrite)
c) Pergerakan Cairan Tubuh
Mekanisme pergerakan cairan tubuh melalui enam proses, yaitu :
1. Difusi
Perpindahan partikel melewati membran permeabel dan sehingga kedua
kompartemen larutan atau gas menjadi setimbang. Partikel listrik juga dapat
berdifusi karena ion yang berbeda muatan dapat tarik menarik. Kecepatan difusi
(perpindahan yang terus menerus dari molekul dalam suatu larutan atau gas)
dipengaruhi oleh :
a. Ukuran molekul ( molekul kecil lebih cepat berdifusi dari molekul besar).
b. Konsentrasi molekul (molekul berpindah dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi
rendah).
c. Temperatur larutan (temperatur tinggi meningkatkan kecepatan difusi).
2. Osmosis
Pelarut bergerak melewati membran menuju larutan yang berkonsentrasi lebih
tinggi. Tekanan osmotik terbentuk ketika dua larutan berbeda yang dibatasi suatu
membran permeabel yang selektif. Proses osmosis (perpindahan pelarut dari dari
yang konsentrasi rendah ke konsentrasi tinggi), dipengaruhi oleh :
a. Pergerakan air
b. Semipermeabilitas membran.
3. Transfor aktif
Merupakan proses pemindahan molekul atau ion yang memiliki gradien
elektrokimia dari area berkonsentrasi rendah menuju konsentrasi yang lebih
tinggi. Pada proses ini memerlukan molekul ATP untuk melintasi membran sel.
4. Tekanan hidrostatik
Gaya dari tekanan zat cair untuk melawan tahanan dinding pembuluh darah.
Tekanan hidrostatik berada diantara arteri dan vena (kapiler) sehingga larutan
berpindah dari kapiler ke intertisial. Tekanan hidrostatik ditentukan oleh :
a. kekuatan pompa jantung
b. kecepatan aliran darah
c. tekanan darah arteri
d. tekanan darah vena
5. Filtrasi
Filtrasi dipengaruhi oleh adanya tekanan hidrostatik arteri dan kapiler yang
lebih tinggi dari ruang intertisial. Perpindahan cairan melewati membran
permeabel dari tempat yang tinggi tekanan hidrostatiknya ke tempat yang lebih
rendah tekanan hidrostatiknya.
6. Tekanan osmotik koloid
Terbentuk oleh larutan koloid (protein atau substansi yang tidak bisa berdifusi)
dalam plasma. Tekanan osmotik koloid menyebabkan perpindahan cairan antara
intravaskuler dan intertisial melewati lapisan semipermeabel. Hal ini karena
protein dalam intravaskuler 16x lebih besar dari cairan intertisial, cairan masuk ke
capiler atau kompartemen pembuluh darah bila pompa jantung efektif.
Perpindahancairandanelektrolittubuhterjadidalamtigafaseyaitu :
a. FaseI :
Plasma darah pindah dari seluruh tubuh kedalam sistem sirkulasi, dan
nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan tractus gastrointestinal.
b. Fase II :
Cairan interstitial dengankomponennyapindahdaridarahkapilerdansel
c. Fase III :
Cairan dan substansi yang ada di dalamnya berpindah dari cairan
interstitial masuk ke dalam sel. Pembuluh darah kapiler dan membran sel
yang merupakan membran
Semi permiabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen
dalam cairan tubuh ikut berpindah.
B. Fungsi Cairan Tubuh
Air merupakan bagian terbesar dari komposisi tubuh manusia. Hampir semua reaksi di
dalam tubuh manusia memerlukan cairan. Agar metabolisme tubuh berjalan dengan baik,
dibutuhkan masukan cairan setiap hari untuk menggantikan cairan yang hilang. Fungsi cairan
tubuh antara lain :
1. Mengatur suhu tubuh
Karena kemampuan air untuk menyalurkan panas, air memegang peranan dalam
mendistribusikan panas di dalam tubuh. Sebagian panas yang dihasilkan dari
metabolisme energi diperlukan untuk mempertahankan suhu tubuh pada 37ºC. Suhu ini
paling cocok untuk bekerjanyaa enzim-enzim dalam tubuh. Kelebihan panas yang
diperoleh dari metabolisme energi perlu segera disalurkan keluar. Sebagian besar
pengeluaran kelebihan panas ini dilakukan melalui penguapan air dari permukaan tubuh
(keringat). Semakin besar luas permukaan tubuh, semakin besar kehilangan panas melalui
kulit.
2. Melancarkan peredaran darah
Jika tubuh kita kurang cairan, maka darah akan mengental. Hal ini disebabkan cairan
dalam darah tersedot untuk kebutuhan dalam tubuh. Proses tersebut akan berpengaruh
pada kinerja otak dan jantung.
3. Katalisator
Air berperan sebagai katalisator dalam berbagai reaksi biologik dalam sel, termasuk
dalam saluran cerna. Air diperlukan pula untuk memecah atau menghidrolisis zat gizi
kompleks menjadi bentuk-bentuk lebih sederhana.
4. Membuang racun dan sisa makanan
Tersedianya cairan tubuh yang cukup dapat membantu mengeluarkan racun dalam tubuh.
Air membersihkan racun dalam tubuh melalui keringat, air seni, dan pernafasan.
5. Pencernaan
Peran air dalam proses pencernaan untuk mengangkut nutrisi dan oksigen melalui darah
untuk segera dikirim ke sel-sel tubuh. Konsumsi air yang cukup akan membantu kerja
sistem pencernaan di dalam usus besar karena gerakan usus menjadi lebih lancar,
sehingga feses pun keluar dengan lancar.
6. Pelumas
Cairan tubuh melindungi dan melumasi gerakan pada sendi dan otot. Otot tubuh akan
mengempis apabila tubuh kekurangan cairan. Oleh sebab itu, perlu minum air dengan
cukup selama beraktivitas untuk meminimalisir resiko kejang otot dan kelelahan.
7. Peredam benturan
Air dalam mata, jaringan saraf tulang belakang, dan dalam kantung ketuban melindungi
organ-organ tubuh dari benturan-benturan.
C. Keseimbangan Cairan
1. Keseimbangan cairan
Keseimbangan cairan tubuh adalah keseimbangan antara jumlah cairan yang masuk dan
keluar tubuh. Melalui mekanisme keseimbangan, tubuh berusaha agar cairan di dalam tubuh
setiap waktu berada di dalam jumlah yang tetap/konstan. Ketidakseimbangan terjadi pada
dehidrasi (kehilangan air secara berlebihan) dan overhidrasi (kelebihan air). Konsumsi air
terdiri atas air yang diminum dan yang diperoleh dari makanan, serta air yang diperoleh
sebagai hasil metabolisme. Air yang keluar dari tubuh termasuk yang dikeluarkan sebagai
urine, air di dalam feses, dan air yang dikeluarkan melalui kulit dan paru-paru
Tabel 1. Keseimbangan air
Ekskresi/Keluaran
Masukan Air Jumlah (mL) Jumlah (mL)
Air
Cairan 550-1500 Ginjal 500-1400
Makanan 700-1000 Kulit 450-900
Air Metabolik 200-300 Paru-paru 350
Feses 150
1450-2800 1450-2800

1) Intake Cairan
Selama aktifitas dan temperatur yang sedang seorang dewasa minum kira-kira
1500 ml per hari, sedangkan kebutuhan cairan tubuh kira-kira 2500 ml per hari
sehingga kekurangan sekitar 1000 ml per hari diperoleh dari makanan, dan oksidasi
selama proses metabolisme. Berikut adalah kebutuhan intake cairan yang
diperlukan berdasarkan umur dan berat badan, perhatikan tabel di bawah ini :
Tabel 3. Pengaturan Intake Cairan Tubuh Berdasarkan Umur dan Berat Badan
Kebutuhan
Berat Badan
No Umur Cairan (mL/24
(kg)
Jam)
1 3 Hari 3,0 250-300
2 1 Tahun 9,5 1150-1300
3 2 Tahun 11,8 1150-1300
4 6 Tahun 20,0 1350-1500
5 10 Tahun 28,7 1800-2000
6 14 Tahun 45,0 2000-2500
7 18 Tahun (adult) 54,0 2200-2700
Pengatur utama intake cairan adalah melalui mekanisme haus. Pusat haus
dikendalikan berada di otak, sedangkan rangsangan haus berasal dari kondisi
dehidrasi intraseluler, sekresi angiotensin II sebagai respon dari penurunan tekanan
darah, perdarahan yang mengakibatkan penurunan volume darah. Perasaan kering
di mulut biasanya terjadi bersama dengan sensasi haus walupun kadang terjadi
secara sendiri. Sensasi haus akan segera hilang setelah minum sebelum proses
absorbsi oleh tractus gastrointestinal.
2) Output Cairan
Kehilangan cairan tubuh melalui empat rute (proses) yaitu :
a. Urine
Proses pembentukan urine oleh ginjal dan ekresi melalui tractus urinarius
merupakan proses output cairan tubuh yang utama. Dalam kondisi normal
output urine sekitar 1400-1500 ml per 24 jam, atau sekitar 30-50 ml per jam.
Pada orang yang sehat kemungkinan produksi urine bervariasi dalam setiap
harinya, bila aktivitas kelenjar keringat meningkat maka produksi urine akan
menurun sebagai upaya tetap mempertahankan keseimbangan dalam tubuh.
b. IWL (Insesible Water Loss)
IWL terjadi melalui paru-paru dan kulit. Melalui kulit dengan mekanisme
difusi. Pada orang dewasa normal kehilangan cairan tubuh melalui proses ini
adalah berkisar 300-400 mL per hari, tapi bila proses respirasi atau suhu tubuh
meningkat maka IWL dapat meningkat.
c. Keringat
Berkeringat terjadi sebagai respon terhadap kondisi tubuh yang panas,
respon ini berasal dari anterior hypotalamus, sedangkan impulsnya ditransfer
melalui sumsum tulang belakang yang dirangsang oleh susunan saraf simpatis
pada kulit.
d. Feses
Pengeluaran air melalui feses berkisar antara 100-200 mL per hari, yang
diatur melalui mekanisme reabsorbsi di dalam mukosa usus besar (kolon).
3) Pengaturan Konsumsi Air
Konsumsi air di atur rasa haus dan kenyang hal ini terjadi melalui
perubahan yang dirasakan oleh mulut, hipotalamus (pusat otak yang mengontrol
pemeliharaan keseimbangan air dan suhu tubuh) dan perut. Bila konsentrasi bahan-
bahan di dalam darah terlalu tinggi, maka bahan-bahan ini akan menarik air dari
kelenjar ludah. Mulut menjadi kering, dan timbul keinginan untuk minum guna
membasahi mulut. Bila hipotalamus mengetahui bahwa konsentrasi darah terlalu
tinggi, maka timbul rangsangan untuk minum. Pengaturan minum dilakukan pula
oleh saraf keseimbangan.
Walaupun rasa haus dapat mengatur konsumsi air dalam keadaan kehilangan air
yang terjadi secara cepat, mekanisme ini sering tidak terjadi pada waktunya
mengganti air yang diperlukan. Misalnya kehilangan cairan yang terjadi cepat pada
seorang pekerja yang bekerja di panas matahari atau seorang pelari jarak jauh.
Kadang-kadang minum tidak dapat segera mengembalikan kehilangan cairan yang
dialaminya. Akibatnya terjadi dehidrasi.
4) Pengaturan Pengeluaran Air
Pengeluaran air dari tubuh diatur oleh ginjal dan otak. Hipotalamus mengatur
konsentrasi garam di dalam darah, merangsang kelenjar pituitari mengeluarkan
hormon antidiuretika (ADH). ADH dikeluarkan bilamana konsentrasi garam tubuh
terlalu tinggi, atau bila volume darah atau tekanan darah terlalu rendah. ADH
merangsang ginjal untuk menahan atau menyerap kembali air dan mengedarkannya
kembali ke dalam tubuh. Jadi semakin banyak air dibutuhkan tubuh, semakin
sedikit yang dikeluarkan.
Bila terlalu banyak air keluar dari tubuh, volume darah dan tekanan darah akan
turun. Sel-sel ginjal akan mengeluarkan enzim renin. Renin mengaktifkan protein di
dalam darah yang dinamakan angiotensinogen ke dalam bentuk aktifnya
angiotensin. Angiostensi akan mengecilkan diameter pembuluh darah sehingga
tekanan darah akan naik. Di samping itu angiotensin mengatur pengeluaran hormon
aldosteron dari kelenjar adrenalin. Aldosteron akan mempengaruhi ginjal untuk
menahan natrium dan air. Akibatnya, bila dibutuhkan lebih banyak air, akan lebih
sedikit air dikeluarkan dari tubuh.
Mekanisme ini tidak berjalan, bila seseorang tidak minum air dalam jumlah
cukup. Tubuh paling kurang harus mengeluarkan 500 ml air sehari melalui urine
yaitu jumlah minimal yang diperlukan untuk mengeluarkan bahan sisa sehari
sebagai akibat aktivitas metabolisme di dalam tubuh. Di luar jumlah ini,
pengeluaran air disesuaikan dengan pemasukan air. Bila seseorang minum air
dalam jumlah lebih banyak, urine akan lebih encer. Disamping melalui urine, tubuh
kehilangan air melalui paru-paru sebagai uap, melalui kulit sebagai keringat, dan
sedikit melalui feses. Jumlah air yang hilang rata-rata tiap hari sebanyak 2 ½ liter.

2. Keseimbangan Cairan dan Elektrolit


Tubuh harus mampu memelihara konsentrasi semua elektrolit yang sesuai di dalam
cairan tubuh, sehingga tercapai keseimbangan cairan dan elektrolit. Pengaturan ini
penting bagi kehidupan sel, karena sel harus secara terus menerus berada di dalam cairan
dengan komposisi yang benar, baik cairan di dalam maupun di luar sel. Mineral makro
terdapat dalam bentuk ikatan garam yang larut dalam cairan tubuh. Sel-sel tubuh
mengatur ke mana garam harus bergerak dengan demikian menetapkan ke mana cairan
tubuh harus mengalir, karena cairan mengikuti garam. Kecenderungan air mengikuti
garam dinamakan osmosis.
a. Disosiasi Garam dalam Air
Bila garam larut dalam air, misalnya garam NaCl, akan terjadi disosiasi sehingga
terbentuk ion-ion bermuatan positif dan negatif. Ion positif dinamakan kation,
sedangkan ion negatif anion. Ion mengandung muatan listrik dan dinamakan
elektrolit. Cairan tubuh yang mengandung air dan garam dalam keadaan disosiasi
dinamakan larutan elektrolit. Dalam semua larutan elektrolit, ada keseimbangan
antara konsentrasi anion dan kation. Tabel dibawah ini menunjukkan keberadaan
elektrolit di luar dan di dalam sel tubuh.
Tabel 2. Keberadaan Elektrolit Tubuh
Konsentrasi di Konsentrasi di
Elektrolit
luar sel (meq/l) dalam sel (meq/l)
Kation
Natrium ¿ ¿ 142 10
Kalium ¿ 5 150
Kalsium ¿ ¿ 5 2
Magnesium ¿ 3 40
155 202
Anion
−¿¿
Klorida (Cl) 103 2
Bikarbonat ¿ 27 10
Fosfat ¿ 2 103
Sulfat ¿) 1 20
Asam organic (laktat, piruvat) 6 10
Protein 16 57
155 202
Sumber: Whitney, E.N. dan S.R.Rolfes, Understanding Nutrition, 1999, hlm. 371.

b. Pengaturan keseimbangan cairan dan elektrolit oleh protein


Membran sel mengandung alat transport berupa protein yang mengatur
penyebrangan ion positif dan bahan lain melalui membran sel tersebut. Ion negatif
akan mengikuti ion positif dan air akan mengalir ke arah cairan yang lebih tinggi
konsentrasinya. Salah satu contoh alat transport ini adalah pompa natrium-kalium,
suatu enzim yang memompa natrium ke luar lebih cepat daripada proses difusi biasa.
Pada waktu yang sama, kalium akan dipompa ke dalam sel. Pompa ini secara aktif
mempertukarkan natrium dengan kalium melalui membran sel, dengan demikian
mempertahankan tingkat konsentrasi masing-masing elektrolit. Pompa ini
menggunakan ATP sebagai sumber energi dan enzim natrium-kalium ATP-ase guna
melepaskan energi dari ATP.
c. Pemeliharaan Keseimbangan Cairan Tubuh dan Elektrolit
Jumlah berbagai jenis garam dalam tubuh hendaknya dijaga dalam keadaan
konstan. Bila terjadi kehilangan garam dari tubuh, maka harus diganti dari sumber di
luar tubuh, yaitu makanan dan minuman. Tubuh mempunyai suatu mekanisme yang
mengatur agar konsentrasi semua mineral barada dalam batas-batas normal.
Pengaturan ini terutama dilakukan oleh saluran cerna dan ginjal.
Bagian atas saluran cerna, yaitu lambung dan usus halus, secara terus menerus
memperoleh mineral melalui getah pencernaan dan cairan empedu. Mineral ini
kemudian diserap kembali di bagian bawah saluran cerna, yaitu bagian kolon/usus
besar. Melalui mekanisme ini sebanyak 8 liter cairan mengalami daur ulang, yang
cukup berarti untuk pemeliharaan keseimbangan elektrolit.
Pengaturan keseimbangan air juga diatur oleh ginjal. Hormon ADH menentukan
jumlah air yang dikeluarkan ginjal dan jumlah yang diserap kembali. Untuk
mengatur keseimbangan elektrolit, ginjal memanfaatkan kelenjar adrenal melalui
hormon aldosteron. Bila kadar natrium tubuh menjadi rendah, aldosteron
meningkatkan reabsorpsi natrium dari tubula ginjal. Bila terjadi reabsorpsi natrium,
kalium akan dikeluarkan dari tubuh sesuai dengan aturan bahwa jumlah ion positif di
dalam tubuh harus tetap sama. Kemampuan ginjal mengatur kandungan natrium
tubuh luar biasa. Makanan biasanya mengandung lebih banyak natrium daripada
yang dibutuhkan tubuh. Natrium mudah diabsorpsi oleh saluran cerna ke dalam
darah. Ginjal akan mengeluarkan kelebihan natrium ini dan menjaga konsentrasinya
dalam darah pada tingkat normal.
Rasa haus juga membantu kadar natrium di dalam darah. Bila kadar natrium
tinggi, reseptor di dalam otak merangsang seseorang untuk minum hingga tercapai
rasio normal natrium terhadap air. Kemudian ginjal akan mengeluarkan kelebihan air
dan kelebihan natrium secara bersamaan.
D. Faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit
Faktor-faktor yang berpengaruh pada keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh antara lain :
1) Umur
Kebutuhan intake cairan bervariasi tergantung dari usia, karena usia akan
berpengaruh pada luas permukaan tubuh, metabolisme, dan berat badan. bayi dan
anak-anak lebih mudah mengalami gangguan keseimbangan cairan dibanding usia
dewasa. Pada usia lanjut sering terjadi gangguan keseimbangan cairan dikarenakan
gangguan fungsi ginjal atau jantung.
2) Iklim
Orang yang tinggal di daerah yang panas (suhu tinggi) dan kelembaban udaranya
rendah memiliki peningkatan kehilangan cairan tubuh dan elektrolit melalui keringat.
Sedangkan seseorang yang beraktifitas di lingkungan yang panas dapat kehilangan
cairan sampai dengan 5 L per hari.
3) Diet
Diet seseorag berpengaruh terhadap intake cairan dan elektrolit. Ketika intake
nutrisi tidak ada maka tubuh akan membakar protein dan lemak sehingga serum
albumin dan cadangan protein akan menurun padahal keduanya sangat diperlukan
dalam proses keseimbangan cairan sehingga hal ini akan menyebabkan edema.
4) Stress
Stress dapat meningkatkan metabolisme sel, glukosa darah, dan pemecahan
glikogen otot. Mekanisme ini dapat meningkatkan natrium dan retensi air sehingga
bila berkepanjangan dapat meningkatkan volume darah.
5) Kondisi Sakit
Kondisi sakit sangat berpengaruh terhadap kondisi keseimbangan cairan dan
elektrolit tubuh, misalnya :
a. Trauma seperti luka bakar akan meningkatkan kehilangan air melalui IWL.
b. Penyakit ginjal dan kardiovaskuler sangat mempengaruhi proses regulator
keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh pasien dengan penurunan tingkat
kesadaran akan mengalami gangguan pemenuhan intake cairan karena
kehilangan kemampuan untuk memenuhinya secara mandiri.

E. Macam-macam Gangguan Keseimbangan Cairan


Secara normal, tubuh mampu mempertahankan diri dari ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit. Namun, ada kalanya tubuh tidak mampu mengatasinya. Ini terjadi bila kehilangan
terjadi dalam jumlah banyak sekaligus, seperti pada muntah-muntah, diare, berkeringat luar
biasa, terbakar, luka/pendarahan, dan sebagainya. Dalam keadaan ini elektrolit pertama yang
hilang adalah natrium dan klorida, karena keduanya merupakan elektrolit ekstraselular utama
dalam tubuh. Biasanya perlu segera diberikan cairan elektrolit. Cairan elektrolit yang paling
sederhana dan dikenal masyarakat adalah oralit atau larutan gula garam (LGG).
Ketidakseimbangan cairan meliputi dua kelompok dasar, yaitu gangguan keseimbangan
isotonis dan osmolar.Ketidakseimbangan isotonis terjadi ketika sejumlah cairan dan elektrolit
hilang bersamaan dalam proporsi yang seimbang. Sedangkan ketidakseimbangan osmolar
terjadi ketika  kehilangan cairan tidak diimbangi dengan perubahan kadar elektrolit
dalam  proporsi yang seimbang sehingga menyebabkan perubahan pada konsentrasi dan
osmolalitas serum. Berdasarkan hal tersebut, terdapat empat  kategori  ketidak seimbangan
cairan, yaitu :
a. Kehilangan cairan dan elektrolit isotonik
b. Kehilangan cairan (hanya air yang berkurang)
c. Penigkatan cairan dan elektrolit isotonis, dan
d. Penigkatan osmolal (hanya air yang meningkat)
1. Hipervolemia
Hipervolemia merupakan keadaan dimana seorang individu mengalami atau beresiko
mengalami kelebihan cairan intraseluler atau interstisial. Kelebihan volume cairan
mengacu pada perluasan isotonik dari CES yang disebabkan oleh retensi air dan natrium
yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka secara normal
berada dalam CES. Hal ini selalu terjadi sesudah ada peningkatan kandungan natrium
tubuh total, yang pada akhirnya menyebabkan peningkatan air tubuh total.
Hipervolemia terjadi jika asupan cairan lebih besar daripada pengeluaran cairan.
Kelebihan cairan dalam tubuh menyebabkan konsentrasi natrium dalam aliran darah
menjadi sangat kecil. Minum air dalam jumlah yang sangat banyak biasanya tidak
menyebabkan hipervolemia jika kelenjar hipofisa, ginjal dan jantung berfungsi secara
normal. hipervolemia lebih sering terjadi pada orang-orang yang ginjalnya tidak
membuang cairan secara normal, misalnya pada penderita penyakit jantung, ginjal atau
hati. Orang-orang tersebut harus membatasi jumlah air yang mereka minum dan jumlah
garam yang mereka makan. Hipervolemia ini dapat terjadi jika :
1) Stimulus kronis pada ginjal untuk menahan natrium dan air
2) Fungsi ginjal abnormal, dengan penurunan ekskresi natrium dan air
3) Kelebihan pemberian cairan intra vena
4) Perpindahan cairan interstisial ke plasma
Organ yang paling mudah terkena dampak dari overhidrasi adalah otak. Jika
overhidrasi terjadi secara perlahan, sel-sel otak memiliki kesempatan untuk
menyesuaikan diri, sehingga hanya sedikit gejala yang timbul. Jika overhidrasi terjadi
sangat cepat, penderita akan menunjukkan kekacauan mental, kejang dan koma.
2. Edema
Pada kasus kelebihan cairan, jumlah cairan dan natrium yang berlebihan dalam
kompartemen  ekstraselulermeningkatkan tekanan osmotik. Akibatnya, cairan keluar dari
sel sehingga menimbulkan penumpukan cairan dalm ruang interstitial (Edema). Edema
yang sering  terlihat disekitar mata, kaki dan tangan. Edema dapat bersifat local atau
menyeluruh, tergantung pada kelebihan cairan yang terjadi. Edema dapat terjadi ketika
adapeningkatan   produksi cairan interstisial/gangguan perpindahan cairan interstisial.
Hal ini dapat terjadi ketika:
a. Permeabilitas kapiler meningkat (mis.,karena luka bakar, alergi yang menyebabkan
perpindahan cairan dari kapiler menuju ruang interstisial).
b. Peningkatan hidrostatik kapiler meningkat (mis., hipervolemia, obstruksisirkulasi
vena) yang menyebabkan cairan dalam pembuluh darahterdorong ke ruang
interstisial.
c. Perpindahan cairan dari ruangan interstisial terhambat (mis., pada blokade limfatik).
Edema pitting adalah edema yang meninggalkan sedikit depresi atau cekungan
setelah dilakukan  penekanan pada area yang bengkak.  Cekungan unu terjadiakibat
pergerakan cairan dari daerah yang ditekan menuju jaringan sekitar (menjauhi lokasi
tekanan). Umumnya, edema jenis ini adalah edema yang disebabkan oleh gangguan
natrium. Adapun edema yang disebabkan oleh retensi cairan hanya menimbulkan edema
non pitting.
3. Hipovolemia
Kekurangan volume cairan adalah suatu keadaan pada individu yang mengalami
dehidrasi intrasel, vaskular, atau selular yang berhubungan dengan kehilangan yang aktif.
Kekurangan volume cairan terjadi jika pengeluaran cairan tubuh lebih banyak daripada
pemasukannya. Gangguan kehilangan cairan tubuh ini disertai dengan gangguan
keseimbangan zat elektrolit tubuh.
Hipovolemia ini terjadi dapat disebabkan karena :
1) Penurunan masukan (kekurangan natrium, kekurangan air, kekurangan natrium dan
air).
2) Kehilangan cairan yang abnormal melalui : kulit, gastro intestinal, ginjal abnormal.
3) Pendarahan.
Hipovolemia sering disebut dehidrasi. Dehidrasi terbagi dalam tiga jenis berdasarkan
penurunan berat badan, yaitu :
1) Dehidrasi ringan (jika penurunan cairan tubuh 5 persen dari berat badan)
2) Dehidrasi sedang (jika penurunan cairan tubuh antara 5-10 persen dari berat badan)
3) Dehidrasi berat (jika penurunan cairan tubuh lebih dari 10 persen dari berat badan)
Gejala yang ditimbulkan dari dehidrasi ringan adalah sakit kepala, lesu, jarang buang
air kecil, dan berkeringat. Untuk mengatasi dehidrasi ringan bisa dengan minum cairan
ekstra. Tapi jika tidak segera diatasi, dehidrasi mengakibatkan rasa haus ekstrim, pusing,
kebingungan, dan berhenti buang air kecil. Pada anak-anak dan lansia, dehidrasi bisa
menyebabkan diare, muntah, demam, cepat marah, dan kebingungan.
4. Defisit Volume Cairan
Defisit volume cairan terjadi ketika tubuh kehilangan  cairan   dan elektrolit
ekstraseluler dalam jumlah yang proporsional (isotonik). Kondisi seperti ini disebut juga
hipovolemia.Umumnya, gangguan ini diawali dengan kehilangan cairan intravaskuler,
lalu diikuti dengan   perpindahan cairan interseluler menuju intravaskuler sehingga
menyebabkan penurunan cairan ekstraseluler.Untuk untuk mengkompensasi kondisi ini,
tubuh melakukan pemindahan cairan   intraseluler. Secara umum, defisit  volumecairan
disebabkan oleh beberapa hal, yaitu kehilangan   cairan abnormal melalui kulit,
penurunan asupan cairan, perdarahan dan pergerakan cairan ke lokasi ketiga (lokasi
tempat cairan berpindah dan tidak mudah  untuk mengembalikanya ke   lokasi semula
dalam  kondisi cairan ekstraseluler istirahat). Cairan dapat berpindah
dari  lokasi  intravaskuler  menuju lokasi potensial seperti pleura, peritonium,
perikardium, atau rongga sendi. Selain itu,  kondisitertentu, seperti terperangkapnya
cairan dalam saluran pencernaan, dapat terjadi akibat obstruksi saluran pencernaan.
      Faktor Resiko :
a. kehilangan cairan berlebih (muntah, diare,dan pengisapan lambung) tanda klinis :
kehilangan berat badan.
b. ketidakcukupan asupan cairan (anoreksia, mual muntah, tidak ada cairan dan depresi
konfusi) tanda klinis : penurunan tekanan darah. 
5. Dehidrasi
Dehidrasi disebut juga ketidakseimbangan hiiper osmolar, terjadi akibat kehilangan
cairan yang tidak diimbangi dengan kehilangan elektrolit dalam jumlah proporsional,
terutama natrium.Kehilangan cairan menyebabkan peningkatan kadarnatrium,
peningkatan osmolalitas, serta dehidrasi intraseluler. Air berpindah
dari  sel  dan  kompartemen interstitial  menuju ruang vascular. Kondisi
ini menybabkan  gangguan fungsi sel da kolaps sirkulasi. Orang yang beresiko
mengalami dehidrasi salah satunya adalah individu lansia.Mereka mengalami penurunan
respons haus atau pemekatan urine.Di samping itu lansia memiliki  proporsi lemak yang
lebih besar sehingga beresiko tunggi mengalami dehidrasi akibat cadangan air yang
sedikit dalam tubuh.Klien dengan diabetes insipidus akibat penurunan hormon diuretik
sering mengalami kehilangan cairan tipe hiperosmolar. Pemberian cairan  hipertonik juga
meningkatkan jumlah solute dalam aliran darah.
6. Overhidrasi
Overhidrasi yang dikenal juga sebagai ketidakseimbangan hipoosmolar atau
intoksikasi air, terjadi saat air yang diperoleh dalam jumlah yang berlebih dari elektrolit,
menghasilkan osmolalitas serum yang rendah dan kadar natrium serum yang rendah. Air
di tarik ke dalam sel menyebabkan sel membengkak.

F. Pengkajian status hidrasi tubuh manusia


Merupakan hal yang penting untuk memahami pentingnya keseimbangan cairan,
elektrolit, dan asam basa untuk mempertahankan homeostasis. Dengan mengumpulkan data
pengkajian melalui riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik dan menggunakan kemampuan
berfikir kritis, perawat mengidentifikasi klien yang memiliki resiko, sehingga membantu
dalam penyusunan diagnosis keperawatan yang tepat. Ajukan pertanyaan yang spesifik dan
focus yang berhubungan dengan keseimbangan cairan dan elektronik (Perry, 2010).
Pengkajian adalah proses pengumpulan data secara sistematis yang bertujuan untuk
menentukan status kesehatan dan fungsional klien pada saat ini dan waktu sebelumnya, serta
untuk menentukan pola respon klien saat ini dan waktu sebelumnya
(Potter,Perry,2009:838 ).Pengkajian adalah usaha yang dilakukan oleh perawat dalam
menggali permasalahan dari klien meliputi usaha pengumpulan data tentang status kesehatan
seorang klien secara sistematis,menyeluruh,akurat,singkat dan berkesinambungan.
a. Riwayat keperawatan. Pengkajian dimulai dengan mengkaji riwayat klien,yang
dilakukan untuk mengungkapkan faktor resiko atau keadaan yang beresiko yang
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan cairan, elektrolit dan asam basa.
Kaji bersama dengan klien tentang faktor-faktor yang berkontribusi terhadap
terjadinya ketidakseimbangan, dan kumpulan informasi serta pengetahuan tentang
pengaturan volume cairan, konsentrasi elektrolit, dan pengaturan asam basa.
1) Umur. Umur merupakan salah satu pengkajian yang harus Anda dapatkan.
Proporsi cairan pada tubuh bayi (70-80% dari total berat badan) lebih besar
dari pada anak-anak atau orang dewasa. Bayi dan anak yang masih kecil
membutuhkan air yang lebih banyak dan sangat rentan mengalami gangguan
volume cairan. Bayi tidak memiliki perlindungan yang mencegah kehilangan
cairan karena mereka mengonsumsi dan mengeksresikan cairan yang
jumlahnya relatif lebih besar dari pada dewasa sehubungan dengan system
ginjal bayi yang belum matur (Hockenberry dan Wilson, 2007). Oleh karena
itu, bayi memiliki resiko mengalami deficit volume cairan dan
ketidakseimbangan hyperosmolar karena cairan tubuh yang hilang lebih besar
daripada per kilogram berat badan.
Anak-anak yang berusia 2 hingga 12 tahun memiliki respons regulasi
keseimbangan ang kurang stabil, dan anak-anak dengan penyakit cenderung
memiliki respons yang sangat kurang terhdap keseimbangan cairan dan
elektronik yang parah. Anak-anak sering kali berespons terhadap penyakit
dengan memberikan tanda dan gejala demam yang yang tinggi dan durasinya
cukup lama dari pada orang dewasa. Pada usia berapapun, demam pada anak-
anak dapat meningkatkan kehilangan cairan yang tidak tampak. Orang
dewasa memiliki proses metabolism yang meningkat dan produksi air
mningkat karena perubahanyang cepat terjadi pada proses anatomi dan
fisiologis. Perubahan keseimbangan cairan lebih besar pada remaja
perempuan karena perubahan hormonal yang dihubungkan dengan siklus
menstruasi.
Semua perubahan yang dialami oleh lansia karena pertambahan usia
mempengaruhikeseimabngan cairan elektrolit, dan asam basa.
b. Riwayat Medis Sebelumnya
Riwayat medis saat ini dan masa lalu
1) Penyakit Akut, Pembedahan baru, trauma dada dan kepala, syok, serta luka
bakar derajat dua atau tiga adalah keadaan yang menyebabkan risiko tinggi
gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Klien terus
memiliki risiko selama fase akut hingga proses yang melatarbelakanginya
teratasi. Misalnya, respons stres terhadap pembedahan menyebabkan
gangguan keseimbangan cairan pada hari kedua hingga kelima pasca operasi;
ketika aldosteron, glukokortikoid, dan ADH disekresikan dengan jumlah yang
meningkat, menyebabkan retensi natrium dan klorida, ekskresi kalium, dan
penurunan urine (Monahan et al, 2007).
2) Pembedahan, yang ekstensif pembedahan dan kehilangan cairan selama
prosedur pembedahan merupakan respons terbesar tubuh terhadap trauma
pembedahan. Setelah pembedahan klien juga menunjukkan banyak perubahan
asam-basa. Klien yang enggan untuk melakukan napas dalam dan batuk dapat
mengalami asidosis respiratorik karena PaCO2 ditahan dalam tubuh. Klien
yang mengalami pengisapan nasogastrik juga berisiko mengalami alkalosis
metabolik karena kehilangan asam, cairan dan elektrolit gastrik.
3) Luka bakar, Semakin luas permukaan tubuh yang terkena luka bakar, maka
semakin besar cairan yang hilang dari tubuh. Klien yang mengalami luka
bakar akan kehilangan cairan tubuh melalui salah satu rute. Pertama, plasna
meninggalkan ruang intravaskular dan menjadi edema yang terperangkap Hal
ini juga disebut perpindahan cairan plasma ke ruang interstisial. Hal ini
diikuti dengan kehilangan protein serum. Kedua, cairan plasma dan
interstisial hilang melalui eksudat luka bakar. Ketiga, air menguap dan panas
menyebabkan sejumlah cairan hilang pada kulit yang mengalami luka bakar.
Keempat, darah keluar dari kapiler yang mengalami kerusakan menambah
kehilangan volume cairan intravaskular. Kelima, perpindahan natrium dan air
ke dalam sel, yang selanjutnya memperparah volume cairan ekstraseluler
(Monahan et al., 2007).
4) Gangguan Pernapasan. Banyak gangguan pada fungsi pernapasan memicu
terjadinya asidosis respiratorik pada klien. Misalnya, perubahan terjadi pada
keadaan pneumonia dan dosis sedatif yang berlebihan, diatasi dengan
mengeluarkan karbon dioksida dari tubuh. Pneumonia dapat menyebabkan
kongesti pulmoner, yang menyebabkan retensi CO2 akibat hipoventilasi.
Karbon dioksida ditahan dalam tubuh selama hipoventasi. Mekanisme
kompensasi tubuh tidak lagi mampu beradaptasi dan nilai pH menurun karena
kadar karbon dioksida terus meningkat dalam pembuluh darah. Hiperventilasi
yang terjadi pada keadaan demam atau ansietas dapat menyebabkan klien
mengalami alkalosis respiratorik karena mengembuskan terlalu banyak
karbon dioksida yang disertai peningkatan laju pernapasan.
5) Cedera kepala. Cedera kepala dapat menyebabkan edema serebral. Edema ini
dapat menyebabkan tekanan pada kelenjar pituitari sehingga mengganggu
sekresi ADH. Gangguan pertama adalah diabetes insipidus, yang terjadi
ketika terlalu sedikit ADH disekresikan dan klien mengekskresikan sejumlah
besar volume urine yang terlarut dengan berat jenis yang rendah. Gangguan
kedua adalah sindrom hormon antidiuretik yang tidak sesuai (SIADH), yaitu
hormon antidiuretik terus disekresikan secara berlebihan. Hal ini
menyebabkan intoksikasi air yang dicirikan peningkatan volume cairan dari
hiponatremia dan hipotonisitas cairan sbagai hasil osmolalitas urine yang
tinggi dan osmolalitas serum rendah (Monahan et al., 2007).
6) Penyakit Kronis. Penyakit kronis (seperti kanker,gagal jantung, dan penyakit
ginjal) terdiri atas sejumlah keadaan yang menyebabkan ketidakseimbangan
cairan,elektrolit, dan asam-basa. Jika terdapat penyakit kronis.Pemahaman
tentang keadaan yang normal diperlukan untuk menentukan bagaimana status
cairan., elektrolit, dan asam-basa dapat dipengaruhi. Anda juga harus
mengetahui penatalaksanaan terapi dan durasinya terhadap penyakit yang
dialami pasien.
7) Kanker. Jenis ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang dilihat pada klien
dengan kanker. Bergantung pada jenis dan perkembangan kanker dan
penatalaksanaan terapi. Semua ketidakseimbangan elektrolit dapat terjadi
dengan adanya kanker dan disebabkan oleh distorsi anatomis dan gangguan
fungsional perkembangan tumor dan metabolisme akibat tumor dan
ketidaknormalan endokrin. Klien dengan kanker juga berisiko tinggi
mengalami ketidakseimbangan cairan dan elektrolit karena efek samping
kemoterapi dan terapi radiasi (misalnya diare dan anoreksia).
8) Penyakit Kardiovaskular. Penyakit kardiovaskular dapat menurunkan curah
jantung, yang dapat meurangi perfusi ginjal, sehingga keluaran urine klien
berkurang. Klien akan menahan natrium dan air, sehingga terjadi kelebihan
cairan pada sirkulasi, dan memiliki risiko terjadinya edema paru.
Ketidakseimbangan cairan dan elektrolit yang dikaitkan dengan penyakit
jantung dapat dikontrol dengan obat-obatan dan restriksi cairan dan natrium.
'Iujuan mengurangi cairan adalah untuk mengurangi kerja ventrikel kiri yang
berlebihan dengan mengurangi kelebihan jumlah cairan yang bersirkulasi.
9) Gangguan Ginjal. Penyakit ginjal dapat mengganggu keseimbangan cairan
dan elektrolit karena retensi abnormal matrium, klorida, kalium air di ruang
ekstraseluler. Kadar plasna yang berasal dari produk sisa metabolisme seperti
nitrogen darah (BUN) dan kreatinin meningkait harena ginjal tidak mampu
menyaring dan mengekskiesikan sisa metabolisme seluler. Asidosis
metalbolik saat ion hidrogen tertahan karena menurunnya fungsi ginjal.
Mekanisme kompensasi ginjal yang biasanya terjadi seperti reabsorpsi
bikarbonat tidak lagi terjadi karena fungsi ginjal terganggu, sehingga tubuh
kehilangan kemampuan untuk memperbaiki keseimbangan asam-basa
(Monahan et al., 2007).
Tingkat keparahan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit disesuaikau
dengan derajat gagal ginjal yang dialami. Gagal ginjal akut biasanya memicu
terjadinya syok dan penurunan jumlah cairan ekstraseluler yang dapat
diperbaiki. Meskipun gagal ginjal kronik bersifat elektrolit, dan asam-basa.
Sensasi rasa haus pada lansia semakin berkurang, sehingga memengaruhi
asupan cairan oral (Grandjean et al., 2003). Pada ginjal, laju filtrasi
glomerulus dan penyaringan oleh nefron mengalami penurunan (Burke dan
Laramie, 2004).
Perubahan ini seringkali menyebabkan penurunan atau peningkatan kadar
kalium pada lansia yang fungsi tubuhnya tidak lagi mampu mempertahankan
homeostasis, menyebabkan ketidakseimbangan yang semakin berat. Lansia
juga memiliki risiko terhadap menurunnya kemampuan mengekskresikan
obat-obatan, yang dapat menyebabkan ketidakseimbangan dan asidosis
respiratorik atau metabolisme, kekurangan volume cairan, ketidakseimbangan
hiperosolar hiponatremia dan hipernatremia (Heitz dan Horne, 2005).
Perubahan fungsi jantung yang disertai pertambahan usia dapat menyebabkan
asidosis respiratorik dan ketidakmampuan untuk mengompensasi asidosis
metabolik. Oleh karena itu, lansia dengan berbagai penyakit yang melibatkan
fungsi ginjal, keseimbangan cairan dan elektrolit, atau volume dan
osmolalitas plasma, akan cenderung mengalami akibat yang serius (Monahan
et al, 2007).
10) Gangguan Gastrointestinal
Gastroenteritis dan pengisapan nasogastric dan menyebabkan kehilangan
cairan, ion kalium, dan ion klorida. Ion hydrogen juga berkurang,
menyebabkan gangguan keseimbangan asam-basa. Berikan pendidikan
kesehatan pada orang yang merawat bayi atau anak-anak tentang pentingnya
mencegah dehidrasi ketika bayi dan anak mengalami diare (Hockenberry dan
Wilson, 2007). Fistula gastrointestinal dapat menyebabkan kehilangan ion
kalium, meningkatkan risiko terjadinya hypokalemia. Kehilangan kalium
dapat meningkatkan risiko gangguan keseimbangan asam-basa.
Tanpa memedulikan adanya proses penyakit, perawat harus menentukan
berapa lama klien menderita penyakit gastrointestinal dan jenis terapi yang
baru dijalani. Selain masalah kesehatan kronis, riwayat penyakit akut yang
baru terjadi harus terus digali seperti adanya gejala diare atau muntah dan
keadaan seperti kolostomi, pengisapan nasogastric, atau drainase intestinal.
Kondisi lainnya yang menyebabkan kehilangan cairan gastrointestinal dapat
memicu terjadinya dehidrasi pada klien dan berbagai gangguan
ketidakseimbangan elektrolit.
11) Faktor Lingkungan
Kaji informasi yang berhubungan dengan faktor lingkungan klien. Klien yang
melakukan latihan fisik yang berlebihan atau terpapar dengan suhu yang
ekstrem dapat menunjukkan tanda klinis gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit. Terpapar pada suhu lingkungan tang melebihi 28-30 0C, akan
menyebabkan keringat yang berlebihan dan penurunan berat badan.
Kehilangan berat badan lebih dari 7% dapat mengurangi kemampuan
mekanisme pendinginan tubuh untuk menyimpan air. Kehilangan cairan
melalui keringat dapat bervariasi mencapai maksimal 2 liter/hari
(Ignatavicious dan Workman, 2005). Penggantian cairan yang tidak adekuat
dapat menurunkan volume cairan.
12) Diet
Riwayat diet terbaru klien merupakan komponen yang harus dikaji. Asupan
cairan, garam, kalium, kalsium, magnesium, dan asupan karbohidrat, lemak,
dan protein dapat mempertahankan homeostasis normal cairan, elektrolit,
asam-basa. Perubahan nafsu makan yang baru dialami atau oerubahan
kemampuan mengunyah dan menelan dapat memengaruhi status nutrisi dan
hidrasi cairan. Ketika asupan nutrisi tidak adekuat, tubuh mencoba
mempertahankan penyimpanan protein dengan memecah glikogen dan
simpanan lemak. Ketika asam lemak bebas diproduksi secara berlebihan,
asidosis metabolic dapat terjadi karena hati mengubah asam lemak bebas
menjadi keton, yang merupakan asam kuat. Setelah jumlah asam lemak
berkurang tubuh mulai menggunakan penyimpanan protein. Kaar protein
serum berada di bawah normal dan menyebabkan hipoalbuminemia.
Hipoalbuminemia menyebabkan penurunan tekanan osmotic koloid serum.
Cairan yang berpindah dari ruang vascular ke ruang intestitisial area
peritoneal dapat menyebabkan edema. Diet juga dapat menyebabkan keadaan
asidosis, karena kehilangan cairan dapat menyebabkan ketidakseimbangan
osmolar cairan.
13) Gaya Hidup
Kaji gaya hidup yang dijalankan oleh klien. Risiko medis yang didapatkan,
seperti riwayat konsumsi alcohol dan merokok, dapat semakin mengurangi
kemampuan klien untuk beradaptasi terhadap perubahan keseimbangan
cairan, elektrolit, asam-basa. Misalnya, kelebihan penggunaan alcohol dan
tembakau dapat menyebabkan depresi peranapasan, yang selanjutnya
menyebabkan asidosis respiratorik dan perubahan keseimbangan cairan dan
elektrolit yang adekuat.
14) Obat-obatan
Kategori penting lainnya yang harus dikaji adalah riwayat penggunaan obat-
obatan. Jika ada pengkajian ditemukan obat-obatan yang cenderung
mengganggu ketidakseimbangan elektrolit atau asam-basa, lakukan
pengkajian laboratorium.
c. Pengkajian Fisik
Pengkajian fisik yang menyeluruh harus dilakukan karena ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit atau gangguan asam-basa dapat memengaruhi seluruh system
tubuh. Data yang didapatkan selama pengkajian fisik memberikan validasi dan
memberikan tambahan informasi yang dikumpulkan melalui riwayat kesehatan
klien. Misalnya, pengkajian kulit dapat mengungkapkan adanya masalah dehidrasi
saat klien mengalami deficit cairan.
1) Penghitungan Berat Badan Harian dan Asupan dan Keluaran Cairan
Menghitung dan mendokumentasikan semua asupan dan keluaran cairan
selama 24 jam sangat penting dilakukan saat mengkaji data dasar
keseimbangan cairan dan elektrolit klien. Pengkajian asupan dan keluaran
cairan sangat penting dilakukannya (misalnya penurunan keluaran urine
secara bertahap dapat mengindikasikan bahwa tubuh mencoba untuk
beradaptasi terhadap ketidakseimbangan hiperosmolaritas cairan atau deficit
volume cairan). Pengkajian akurat status cairan, seperti asupan dan keluaran,
dapat mengidentifikasi apakah klien mengalami risiko atau yang telah
mengalami gangguan cairan, elektrolit, dan asam-basa. Ukur berat badan
klien yang mengalami perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, setiap
hari. Berat badan harian adalah indicator penting status klien (Heitz dan
Horne, 2005). Setiap berat badan berkurang atau bertambah sebesar 1 kg
sama dengan berkurangnya atau bertambahnya cairan dalam tubuh klien
sebanyak 1 liter.
Kehilangan dan penambahan cairan mengindikasikan perubahan volume
total cairan tubuh. Ukur berat badan klien di waktu yang sama setiap hari
menggunakan alat pengukur yang sama dan setelah klien buang air kecil.
Lakukan kalibrasi pada alat ukur setiap hari atau secara rutin. Klien
seharusnya memakai pakaian yang sama atau pakaian yang beratnya sama;
jika menggunakan alat timbang yang memungkinkan pasien untuk tidur,
gunakan linen yang sama pada setiap pengukuran. Menentukan asupan dan
keluaran adalah komponen yang sangat penting untuk mengkaji
keseimbangan harian cairan.
Untuk klien pada tatanan perawatan, penghitungan jumlah asupan dan
keluaran cairan merupakan pengkajian yang rutin dilakukan pada klien yang
sedang mengikuti prosedur tertentu, klien yang keadaannya tidak stabil, klien
yang febris, klien yang mengalami restriksi cairan, serta klien yang menerima
terapi diuretic dan terapi cairan IV. Perawat mengukur asupan dan keluaran
cairan pada klien dengan penyakit kardiopulmonal atau ginjal kronik dank
lien yang status kesehatannya terganggu atau tidak stabil.
Asupan oral meliputi semua cairan yang diminum per oral (jus, es krim,
air minum, sup) yang berasal dari selang nasogastik atau jejunostomi, cairan
IV termasuk infus yang kontinyu, dan darah atau komponen darah. Klien
yang mendapatkan asupan melalui selang biasanya mendapatkan obat obatan
cair dalam jumlah yang spesifik, dan air yang digunakan untuk membilas
selang sebelum atau sesudah pemberian obat obatan. Dalam waaktu 24 jam,
cairan ini dapat dijumlahkan sebagai jumlah asupan dan dapat dicatat pada
lembar pencatatan balance cairan. Keluar dalam bentuk cair meliputi urine,
dan drainase yang berasal dari luka pasca pembedahan atau selang lainnya.
Instruksi klien yang dapat bergerak untuk menampung urine dalam
tabung hitungnya, yang diletakan dibawah toilet duduk. Catat pengeluaran
urine setiap kali buang air kecil. Jika klien terpasang kateter foley, drainase
atau selang penghisapan catat jumlah cairaan yang didapatkan (misalnya
cairan yang didapatkan pada akhir pergantian jam dinas atau setiap jam)
sesuai dengan keadaan klien.
Kerjasama klien dan keluarga sangat penting untuk mempertahankan
perhitungan asupan dan keluaran yang akurat. Klien harus memiliki
kemampuan daya lihat dan motorik yang baik untuk melakukan pengkajian.
Ajari klien dan kluarga tentang tujuan penghitungan dan beri tahu perawat
untuk mengosongkan tabung yang berisi urine atau ajarkan tentang tata cara
mengukur dan mengosongkan kantong urine. Klien yang tidak mampu
membaca dan menghitung akan mengalami kesulitan menghitung jumlah
total asupan kekurangan urine.
Dirumah sakit lembar dokumentasi asupan dan keluaran urine berada di
papan dokumentasi klien atau diruangan klien. Hitung total jumlah urine
selama 24jam sesuai kebijakan institusi. Delegasikan tugas menghitung
asupan dan keluaran cairan pada personal pembantu perawat yang kompeten
dalam menghitung dan menjumlah. Jangan memikirkan jumlah asupan dan
kluaran klien. Personel pembantu perawat harus melaporkan temuan pada
perawatan RN yang bertanggungjawab atau perawat vokasional berlisensi
(Perry, 2010).
d. Hasil labolatorium
Kaji hasil pemeriksaan labolatorium klien untuk mendapatkan data objektif yang
lebih lengkap tentang keseimbangaan cairan, elektrolit dan asam basa.
Pemeriksaan tersebut meliputi kadar elektrolit serum dan urine, hematokrit, kadar
kreatinin darah kadar nitrogen dalam darah, berat jenis urine dan pemmerikasaan
gas darah arteri. Kadar elektrolit serum diukur untuk menentukan status hidrasi,
konsentrasi elektrolit pada plasma darah dan keseimbangan asam basa. Frekuensi
perhitungan kadar elektrolit bergantung pada tingkat keparahan penyakit klien.
Pemeriksaan elektrolit serum dilakukan secara rutin pada klien yang datang
kerumah sakit untuk melihat perubahan atau mendapatkan data dasar untuk
pembandingan di masa yang akan datang.
Banyak pemeriksaan laboratorium yang dilakukan untuk menentukan status
cairan, elektrolit, dan asam-basa klien. Beberapa pemeriksaan yang paling sering
dilakukan dibahas di sini.
1. Elektrolit Serum.
Kadar elektrolit serum biasanya secara rutin diprogramkan untuk setiap klien yang
masuk ke rumah sakit sebagai sebuah uji penapisan untuk ketidakseimbangan
elektrolit dan asan-basa. Elektrolit serum juga secara rutin dikaji untuk klien yang
berisiko di komunitas, misalnya, klien yang diberi terapi diuretik untuk mengatasi
hipertensi atau gagal jantung Pemeriksaan serum yang paling sering diprogramkan
adalah pemeriksaan natrium, kalium, klorida, magnesium, dan ion bikarbonat.
Nilai normal elektrolit yang biasa diukur ditunjukkan dalam Kotak 50-5
2. Darah Periksa Lengkap (DPL Hitung darah lengkap, uji tapis dasar yang lain,
meliputi informasi mengenai hematokrit (Ht). Hematokrit mengukur volume
(persentase) seluruh darah yang tersusun atas sel darah merah (SDM). Karena
hematokrit adalah pengukuran volume sel dalam hubungannya dengan plasma,
hematokrit dipengaruhi oleh perubahan volume plasma. Dengan demikian
hematokrit meningkat pada dehidrasi berat dan menurun pada overhidrasi berat.
Nilai hematokrit normal adalah 40% sampai 54% (pria) dan 37% sampai 47%
(wanita)
3. Osmolalitas. Osmolalitas serum adalah pengukuran konsentrasi zat terlarut dalam
darah. Partikel yang termasuk di dalamnya adalah ion natrium, glukosa, dan urea
(nitrogen urea darah, atau BUN). Osmolalitas serum dapat diperkirakan dengan
mengjumlah natrium serum, karena natrium dan ion klorida yang menyertainya
adalah penentu utama osmolalitas serum. Nilai osmolalitas serum digunakan
terutama untuk mengevaluasi keseimbangan cairan. Nilai nomal adalah 280
sampai 300 mOsm/kg. Peningkatan osmolalitas serum mengindikasikan adanya
defisit volume cairan; penurunan merefleksikan adanya kelebiban volume cairan.
Osmolalitas urine adalah pengukuran konsentrasi zat terlarut dalam urine, Partikel
yang termasuk di dalamnya adalah sisa nitrogen, seperti kreatinin, urca, dan asam
urat. Nilai normal osmolalitas urine adalah 500 sampai 800 mosm/kg.
Peningkatan osmolalitas urine mengindikasikan adanya defisit volume cairan;
penurunan osmolamine merefleksikan kelebihan volume cairan.
4. PH Urine. Pengukuran pH urine dapat diperoleh dengan analisis laboratorium atau
dengan menggunakan sebuah dipstik pada spesimen kemih yang baru saja
dikeluarkan. Karena ginjal berperan penting dalam pengaturan keseimbangan
asam-basa, pengkajian pH urine dapat bermanfaat dalam menentukan apakah
ginjal berespons secara tepat terhadap ketidakseimbangan asam-basa. pH urine
normal relatif bersifat asam, berkisar antara 6,0 tetapi kisaran 4,6 sampai 8,0
dianggap normal. Pada asidosis metabolik, pH urine turun saat ginjal
mengekskresikan ion hidrogen; pada alkalosis metabolik, pH naik. Berat Jenis
Urine. Berat jenis adalah sebuah indikator konsentrasi urine yang dapat dilakukan
dengan cepat dan mudah oleh personel keperawatan. Berat jenis normal berkisar
dari 1,005 sampai 1,030 (biasanya 1,010 sampai 1,025). Apabila konsentrasi zat
terlarut dalam urine tinggi, berat jenis meningkat; pada urine yang sangat encer
dengan sedikit zat terlarut, berat jenis urine rendah secara abnormal.
5. Gas Darah Arteri, Gas darah arteri (GDA) dilakukan untuk mengevaluasi
keseimbangan asam-basa dan oksigenasi klien. Darah arteri digunakan sebab
memberikan gambaran terbenar tentang pertukaran gas dalam sistem paru
dibandingkan darah vena. Gas darah dapat dilakukan oleh teknisi laboratorium,
personel terapi pernapasan, atau perawat dengan keterampilan khusus. Karena
arteri bertekanan tinggi yang digunakan untuk tempat pengambilan darah, penting
untuk menekan tempat injeksi 5 menit setelah prosedur untuk mengurangi risiko
perdarahan atau memar.
Enam pengukuran umumnya dilakukan untuk menginterpretasi pemeriksaan
gas darah arteri:
a. pH, ukuran asiditas atau alkalinitas relatif darah
b. PaO2, tekanan yang dikeluarkan oleh oksigen yang terlarut di dalam
plasma darah arteri; pengukuran kandungan oksigen darah secara tidak
langsung
c. PaCO2, tekanan parsial karbon dioksida di dalam plasma darah arteri:
komponen penentu asam-basa dalam pernapasan
d. Bikarbonat HCO3, pengukuran komponen metabolik pada keseimbangan

Nilai Normal Gas darah Arteri


PH 7,35-7,45
PaO2 80-100
mmHg
PaCO2 35-45
mmHg
HCO3 22-26 mEq/l
Kelebihan basa -2 sampai
+2 mEq/l
Saturasi O2 95-98%
asam-basa.
e. Kelebihan basa (base excess, BE), perhitungan nilai kadar bikarbonat, juga
merefleksikan komponen metabolik pada keseimbangan asam-basa.
f. Saturasi oksigen (Sao persentase hemoglobin yang tersaturasi
(berkombinasi) dengan oksigen.
Nilai GDA normal tercantum dalam Kolak 50-6. Perubahan yang dijumpai
pada ketidakseimbangan asam basa yang umum. Perhatikan bahwa
meskipun PaO2 dan SaO2 penting untuk mengkaji status pernapasan,
namun umumnya tidak memberikan informasi bermanfaat untuk mengkaji
ke dalam asam-basa sehingga tidak dimasukkan ke tabel ini.

6. Saat Mengevaluasi hasil GDA untuk menentukan keseimbangan asam-basa, sangat penting
untuk menggunakan sebuah pendekatan sistematis seperti yang tercantum dalam tabel.
Perawat perlu mengkaji setiap pengukuran secara individual, kemudian perhatikan
hubungannya satu sama lain untuk menentukan tipe ketidakseimbangan asam-basa yang
mungkin terjadi.
e. Harapan klien
Gangguan keseimbangan cairan, elektrolit, asam basa yang dialami klien
sering kali sudah parah sehingga tidak memungkinkan dilakukannya pengkajian
akan harapan klien. Namun, jika klien memiliki kesadaran yang cukup baik untuk
mendiskusikan perawatan, kaji kebutuhan jangka pendek (misalnya ingin
mengatasi rasa mual) atau kebutuhan jangka panjang (misalnya pemahaman
tentang bagaimana mencegah perubahan yang mungkin akan terjadi). Klien harus
mampu memahami arti dari perubahan cairan, elektrolit, atau asam basa sehingga
klien mampu mengekspresikan harapannya akan perawatan. Tingkatkan rasa
percaya klien dengan memberikan respon yang kompeten terhadap perubahan
keadaan yang tiba-tiba dan melalui komunikasi dengan klien dan / atau anggota
keluarga.

1.Anamnesis riwayat kesehatan


a. Pengertian Anamnesis
Anamnesis adalah suatu tehnik pemeriksaan yang dilakukan lewat suatu percakapan
antara seorang dokter dengan pasiennya secara langsung atau dengan orang lain yang
mengetahui tentang kondisi pasien, untuk mendapatkan data pasien beserta
permasalahan medisnya.
b. Tujuan Anamnesis
Tujuan pertama anamnesis adalah memperoleh data atau informasi tentang
permasalahan yang sedang dialami atau dirasakan oleh pasien. Apabila anamnesis
dilakukan dengan cermat maka informasi yang didapatkan akan sangat berharga bagi
penegakan diagnosis, bahkan tidak jarang hanya dari anamnesis saja seorang dokter
sudah dapat menegakkan diagnosis. Secara umum sekitar 60-70% kemungkinan
diagnosis yang benar sudah dapat ditegakkan hanya dengan anamnesis yang benar.
Tujuan berikutnya dari anamnesis adalah untuk membangun hubungan yang baik
antara seorang dokter dan pasiennya. Umumnya seorang pasien yang baru pertama
kalinya bertemu dengan dokternya akan merasa canggung, tidak nyaman dan takut,
sehingga cederung tertutup. Tugas seorang dokterlah untuk mencairkan hubungan
tersebut. Pemeriksaan anamnesis adalah pintu pembuka atau jembatan untuk
membangun hubungan dokter dan pasiennya sehingga dapat mengembangkan
keterbukaan dan kerjasama dari pasien untuk tahap-tahap pemeriksaan selanjutnya.
c. Jenis Anamnesis
Ada 2 jenis anamnesis yang umum dilakukan, yakni Autoanamnesis dan
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Pada umumnya anamnesis dilakukan dengan
tehnik autoanamnesis yaitu anamnesis yang dilakukan langsung terhadap pasiennya.
Pasien sendirilah yang menjawab semua pertanyaan dokter dan menceritakan
permasalahannya. Ini adalah cara anamnesis terbaik karena pasien sendirilah yang
paling tepat untuk menceritakan apa yang sesungguhnya dia rasakan.
Meskipun demikian dalam prakteknya tidak selalu autoanamnesis dapat dilakukan.
Pada pasien yang tidak sadar, sangat lemah atau sangat sakit untuk menjawab
pertanyaan, atau pada pasien anak-anak, maka perlu orang lain untuk menceritakan
permasalahnnya. Anamnesis yang didapat dari informasi orag lain ini disebut
Alloanamnesis atau Heteroanamnesis. Tidak jarang dalam praktek sehari-hari
anamnesis dilakukan bersama-sama auto dan alloanamnesis
d. Persiapan untuk anamnesis
Anamnesis yang baik hanya dapat dilakukan apabila dokter yang melakukan
anamnesis tersebut menguasai dengan baik teori atau pengetahuan kedokteran. Tidak
mungkin seorang dokter akan dapat mengarahkan pertanyaan-pertanyaannya dan
akhirnya mengambil kesimpulan dari anamnesis yang dilakukan bila dia tidak
menguasai dengan baik ilmu kedokteran. Seorang dokter akan kebingungan atau
kehilangan akal apabila dalam melakukan anamnesis tidak tahu atau tidak
mempunyai gambaran penyakit apa saja yang dapat menimbulkan keluhan atau
gejala tersebut, bagaimana hubungan antara keluhan-keluhan tersebut dengan organ-
organ tubuh dan fungsinya. Umumnya setelah selesai melakukan anamnesis seorang
dokter sudah harus mampu membuat kesimpulan perkiraan diagnosis atau diagnosis
banding yang paling mungkin untuk kasus yang dihadapinya. Kesimpulan ini hanya
dapat dibuat bila seorang dokter telah mempersiapkan diri dan membekali diri
dengan kemampuan teori atau ilmu pengetahuan kedokteran yang memadai.
Meskipun demikian harus disadari bahwa tidak ada seorang dokterpun yang dapat
dengan yakin menyatakan bahwa dia pasti selalu siap dan mampu mendiagosis setiap
keluhan pasiennya. Bahkan seorang dokter senior yang sudah berpengalaman
sekalipun pasti pernah mengalami kebingungan ketika menghadapi pasien dengan
keluhan yang sulit dianalisa.
e. Cara melakukan anamnesis
Dalam melakukan anamnesis ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh seorang
dokter, antara lain :
1) Tempat dan suasana
Tempat dan suasana dimana anamnesis ini dilakukan harus diusahakan cukup
nyaman bagi pasien. Anamnesis akan berjalan lancar kalau tempat dan
suasana mendukung. Suasana diciptakan agar pasien merasa santai, tidak
tegang dan tidak merasa diinterogasi.
2) Penampilan dokter
Penampilan seorang dokter juga perlu diperhatikan karena ini akan
meningkatkan kepercayaan pasiennya. Seorang dokter yang tampak rapi dan
bersih akan lebih baik dari pada yang tampak lusuh dan kotor. Demikian juga
seorang dokter yang tampak ramah, santai akan lebih mudah melakukan
anamnesis daripada yang tampak galak, ketus dan tegang.
3) Periksa kartu dan data pasien
Sebelum anamnesis dilakukan sebaiknya periksa terlebih dahulu kartu atau
data pasien dan cocokkan dengan keberadaan pasiennya. Tidak tertutup
kemungkinan kadang-kadang terjadi kesalahan data pasien atau mungkin juga
kesalahan kartu data, misalkan pasien A tetapi kartu datanya milik pasien B,
atau mungkin saja ada 2 pasien dengan nama yang sama persis. Untuk pasien
lama lihat juga data-data pemeriksaan, diagnosis dan terapi sebelumnya.
Informasi data kesehatan sebelumnya seringkali berguna untuk anamnesis
dan pemeriksaan saat ini.
4) Dorongan kepada pasien untuk menceritakan keluhannya
Pada saat anamnesis dilakukan berikan perhatian dan dorongan agar pasien
dapat dengan leluasa menceritakan apa saja keluhannya. Biarkan pasien
bercerita dengan bahasanya sendiri. Ikuti cerita pasien, jangan terus menerus
memotong, tetapi arahkan bila melantur. Pada saat pasien bercerita, apabila
diperlukan ajukan pertanyaan-pertanyaan singkat untuk minta klarifikasi atau
informasi lebih detail dari keluhannya. Jaga agar jangan sampai terbawa
cerita pasien sehingga melantur kemana mana.
5) Gunakan bahasa/istilah yang dapat dimengerti
Selama tanya jawab berlangsung gunakan bahasa atau istilah umum yang
dapat dimengerti pasien. Apabila ada istilah yang tidak ada padanannya
dalam bahasa Indonesia atau sulit dimengerti, berika penjelasan atau deskripsi
dari istilah tersebut.
6) Buat catatan
Adalah kebiasaan yang baik untuk membuat catatan-catatan kecil saat
seorang dokter melakukan anamnesis, terutama bila pasien yang mempunyai
riwayat penyakit yang panjang.
7) Perhatikan pasiennya
Selama anamnesis berlangsung perhatikan posisi, sikap, cara bicara dan gerak
gerik pasien. Apakah pasien dalam keadaaan sadar sepenuhnya atau apatis,
apakah dalam posisi bebas atau posisi letak paksa, apakah tampak santai atau
menahan sakit, apakah tampak sesak, apakah dapat bercerita dengan kalimat-
kalimat panjang atau terputus-putus, apakah tampak segar atau lesu, pucat
dan lain-lain.
8) Gunakan metode yang sistematis
Anamnesis yag baik haruslah dilakukan dengan sistematis menurut kerangka
anamnesis yang baku. Dengan cara demikian maka diharapkan tidak ada
informasi yang terlewat.
f. Tantangan dalam Anamnesis
1. Pasien yang tertutup
Anamnesis akan sulit dilakukan bila pasien membisu dan tidak mau menjawab
pertanyaan-pertanyaan dokternya. Keadaan ini dapat disebabkan pasien merasa
cemas atau tertekan, tidak leluasa menceritakan keluhannya atau dapat pula
perilakunya yang demikian karena gangguan depresi atau psikiatrik. Tergantung
masalah dan situasinya kadang perlu orang lain (keluarga atau orang-orang
terdekat) untuk mendampingi dan menjawab pertanyaan dokter
(heteroanamnesis), tetapi kadang pula lebih baik tidak ada seorangpun kecuali
pasien dan dokternya. Bila pasien dirawat di rumah sakit maka anamnesis dapat
dilanjutkan pada hari-hari berikutnya setelah pasien lebih tenang dan lebih
terbuka.
2. Pasien yag terlalu banyak keluhan
Sebaliknya tidak jarang seorang pasien datang ke dokter dengan begitu banyak
keluhan dari ujung kepala sampai ujung kaki. Tugas seorang dokter untuk
memilah-milah keluhan mana yang merupakan keluhan utamanya dan mana yang
hanya keluh kesah. Diperlukan kepekaan dan latihan untuk membedakan mana
yang merupakan keluhan yang sesungguhnya dan mana yang merupakan keluhan
mengada-ada. Apabila benar-benar pasien mempuyai banyak keluhan harus
dipertimbangkan apakah semua keluhan itu merujuk pada satu penyakit atau
kebetulan pada saat tersebut ada beberapa penyakit yang sekaligus dideritanya.
3. Hambatan bahasa dan atau intelektual
Seorang dokter mungkin saja ditempatkan atau bertugas disuatu daerah yang
mayoritas penduduknya menggunakan bahasa daerah yang belum kita kuasai.
Keadaan semacam ini dapat menyulitkan dalam pelaksanaan anamnesis. Seorang
dokter harus segera belajar bahasa daerah tersebut agar dapat memperlancar
anamnesis, dan bila perlu dapat meminta bantuan perawat atau petugas kesehatan
lainnya untuk mendampingi dan membantu menerjemahkan selama anamnesis.
Kesulitan yang sama dapat terjadi ketika menghadapi pasien yang karena
intelektualnya yang rendah tidak dapat memahami pertanyaan atau penjelasan
dokternya. Seorang dokter dituntut untuk mampu melakukan anamnesis atau
memberikan penjelasan dengan bahasa yang sangat sederhana agar dapat
dimengerti pasiennya.
4. Pasien dengan gangguan atau penyakit jiwa
Diperlukan satu tehnik anamnesis khusus bila seorang dokter berhadapan dengan
penderita gangguan atau penyakit jiwa. Mungkin saja anamnesis akan sangat
kacau, setiap pertanyaan tidak dijawab sebagaimana seharusnya. Justru di dalam
jawaban-jawaban yang kacau tersebut terdapat petunjuk-petunjuk untuk
menegakkan diagnosis. Seorang dokter tidak boleh bingung dan kehilangan
kendali dalam melakukan anamnesis pada kasus-kasus ini.
5. Pasien yang cenderung marah dan menyalahkan
Tidak jarang dijumpai pasien-pasien yang datang ke dokter sudah dalam keadaan
marah dan cenderung menyalahkan. Selama anamnesis mereka menyalahkan
semua dokter yang pernah memeriksanya, menyalahkan keluarga atau orang lain
atas masalah atau keluhan yang dideritanya. Umumnya ini terjadi pada pasien-
pasien yang tidak mau menerima kenyataan diagnosis atau penyakit yang
dideritanya. Sebagai seorang dokter kita tidak boleh ikut terpancing dengan
menyalahkan sejawat dokter lain karena hal tersebut sangat tidak etis. Seorang
dokter juga tidak boleh terpancing dengan gaya dan pembawaan pasiennya
sehingga terintimidasi dan menjadi takut untuk melakukan anamnesis dan
membuat diagnosis yang benar.
g. Sistematika Anamnesis
Sebuah anamnesis yang baik haruslah mengikuti suatu metode atau sistematika yang
baku sehingga mudah diikuti. Tujuannya adalah agar selama melakukan anamnesis
seorang dokter tidak kehilangan arah, agar tidak ada pertanyaan atau informasi yang
terlewat. Sistematika ini juga berguna dalam pembuatan status pasien agar
memudahkan siapa saja yang membacanya. Sistematika tersebut terdiri dari :
1. Data umum pasien
a. Nama pasien
Sebaiknya nama lengkap bukan nama panggilan atau alias.
b. Jenis kelamin
Sebagai kelengkapan harus juga ditulis datanya
c. Umur
Terutama penting pada pasien anak-anak karena kadang-kadang digunakan
untukmenentukan dosis obat. Juga dapat digunakan untuk memperkirakan
kemungkinanpenyakit yang diderita, beberapa penyakit khas untuk umur
tertentu.
d. Alamat
Apabila pasien sering berpindah-pindah tempat maka tanyakan bukanhanya
alamatsekarang saja tetapi juga alamat pada waktu pasien merasa sakit
untuk pertama kalinya.Data ini kadang diperlukan untuk mengetahui
terjadinya wabah, penyakit endemis atauuntuk data epidemiologi penyakit.
e. Pekerjaan
Bila seorang dokter mencurigai terdapatnya hubungan antara penyakit
pasien dengan pekerjaannya, maka tanyakan bukan hanya pekerjaan
sekarang tetapi juga pekerjaan-pekerjaan sebelumnya
f. Perkawinan
Kadang berguna untuk mengetahui latar belakang psikologi pasien
g. Agama
Keterangan ini berguna untuk mengetahui apa yang boleh dan tidak boleh
(pantangan)seorang pasien menurut agamanya.
h. Suku bangsa
Berhubungan dengan kebiasaan tertentu atau penyakit penyakit yang
berhubungan dengan ras/suku bangsa tertetu.

2. Keluhan Utama
Keluhan utama adalah keluhan yang paling dirasakan atau yang paling berat
sehingga mendorong pasien datang berobat atau mencari pertolongan medis.
Tidak jarang pasien datang dengan beberapa keluhan sekaligus, sehingga
seorang dokter harus jeli dan cermat untuk menentukan keluhan mana yang
merupakan keluhan utamanya. Pada tahap ini sebaiknya seorang dokter sudah
mulai memikirkan beberapa kemungkinan diagnosis banding yang berhubungan
dengan keluhan utama tersebut. Pemikiran ini akan membantu dalam
mengarahkan pertanyaan-pertanyaan dalam anamnesis selanjutnya. Pertanyaan
diarahkan untuk makin menguatkan diagnosis yang dipikirkan atau
menyingkirkan kemungkinan-kemungkinan diagnosis banding.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Dari seluruh tahapan anamnesis bagian inilah yang paling penting untuk
menegakkan diagnosis. Tahapan ini merupaka inti dari anamnesis. Terdapat 4
unsur utama dalam anamnesis riwayat penyakit sekarang, yakni : (1) kronologi
atau perjalanan penyakit, (2) gambaran atau deskripsi keluhan utama, (3)
keluhan atau gejala penyerta, dan (4) usaha berobat. Selama melakukan
anamnesis keempat unsur ini harus ditanyakan secara detail dan lengkap.
Kronologis atau perjalanan penyakit dimulai saat pertama kali pasien merasakan
munculnya keluhan atau gejala penyakitnya. Setelah itu ditanyakan bagaimana
perkembangan penyakitnya apakah cenderung menetap, berfluktuasi atau
bertambah lama bertambah berat sampai akhirnya datang mencari pertologan
medis. Apakah munculnya keluhan atau gejala tersebut bersifat akut atau kronik,
apakah dalam perjalanan penyakitnya ada faktor-faktor yang mencetuskan atau
memperberat penyakit atau faktor-faktor yang memperingan. Bila keluhan atau
gejala tersebut bersifat serangan maka tanyakan seberapa sering atau frekuensi
munculnya serangan dan durasi atau lamanya serangan tersebut.
Keluhan atau gejala penyerta adalah semua keluhan-keluhan atau gejala yang
menyertai keluhan atau gejala utama. Dalam bagian ini juga ditanyakan usaha
berobat yang sudah dilakukan untuk penyakitnya yang sekarang. Pemeriksaan
atau tindakan apa saja yang sudah dilakukan dan obat-obat apa saja yag sudah
diminum.
4. Riwayat Penyakit dahulu
Seorang dokter harus mampu mendapatkan informasi tentang riwayat penyakit
dahulu secara lengkap, karena seringkali keluhan atau penyakit yang sedang
diderita pasien saat ini merupakan kelanjutan atau akibat dari penyakit-penyakit
sebelumnya.
5. Riwayat penyakit Keluarga
Untuk mendapatkan riwayat penyakit keluarga ini seorang dokter terkadang
tidak cukup hanya menanyakan riwayat penyakit orang tuanya saja, tetapi juga
riwayat kakek/nenek, paman/bibi, saudara sepupu dan lain-lain. Untuk beberapa
penyakit yang langka bahkan dianjurkan untuk membuat susunan pohon
keluarga, sehingga dapat terdeteksi siapa saja yang mempunyai potensi untuk
menderita penyakit yang sama.
6. Riwayat Kebiasaan/Sosial
Beberapa kebiasaan berakibat buruk bagi kesehatan dan bahkan dapat menjadi
penyebab penyakit yang kini diderita pasien tersebut. Biasakan untuk selalu
menanyakan apakah pasien mempunyai kebiasaan merokok atau minum alkohol.
Tanyakan sudah berapa lama dan berapa banyak pasien melakukan kebiasaan
tersebut. Pada masa kini bila berhadapan dengan pasien usia remaja atau dewasa
muda harus juga ditanyakan ada atau tidaknya riwayat penggunaan obat-obatan
terlarang seperti narkoba, ekstasi dan lai-lain.
7. Anamnesis Sistem
Anamnesis sistem adalah semacam review dimana seorang dokter secara singkat
dan sistematis menanyakan keluhan-keluhan lain yang mungkin ada dan belum
disebutkan oleh pasien. Keluhan ini mungkin saja tidak berhubugan dengan
penyakit yang sekarang diderita tapi mungkin juga merupakan informasi
berharga yang terlewatkan.
h. Kesimpulan Anamnesis
Pada akhir anamnesis seorang dokter harus dapat membuat kesimpulan dari
anamnesis yang dilakukan. Kesimpulan tersebut berupa perkiraan diagnosis yang
dapat berupa diagnosis tunggal atau diagnosis banding dari beberapa penyakit.
Kesimpulan yang dibuat haruslah logis dan sesuai dengan keluhan utama pasien. Bila
menjumpai kasus yang sulit dengan banyak keluhan yang tidak dapat dibuat
kesimpulannya, maka cobalah dengan membuat daftar masalah atau keluhan pasien.
Daftar tersebut kemudian dapat digunakan untuk memandu pemeriksaan fisik atau
pemeriksaan penunjang yang akan dilaksanakan, sehingga pada akhirnya dapat
dibuat suatu diagosis kerja yang lebih terarah.
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksan fisik adalah pemeriksaan tubuh untuk menentukan adanya kelainan-
kelainan dari suatu sistim atau suatu organ tubuh dengan cara melihat (inspeksi), meraba
(palpasi), mengetuk (perkusi) dan mendengarkan (auskultasi). (Raylene M
Rospond,2009; Terj D. Lyrawati,2009). Pemeriksaan fisik adalah metode pengumpulan
data yang sistematik dengan memakai indera penglihatan, pendengaran, penciuman, dan
rasa untuk mendeteksi masalah kesehatan klien.Untuk pemeriksaan fisik perawat
menggunakan teknik inspeksi, auskultasi, palpasi, dan perkusi (Craven & Hirnle, 2000;
Potter & Perry, 1997; Kozier et al., 1995).Pemeriksaan fisik dalam keperawatan
digunakan untuk mendapatkan data objektif dari riwayat keperawatan klien.Pemeriksaan
fisik sebaiknya dilakukan bersamaan dengan wawancara.Fokus pengkajian fisik
keperawatan adalah pada kemampuan fungsional klien.Misalnya , klien mengalami
gangguan sistem muskuloskeletal, maka perawat mengkaji apakah gangguan tersebut
mempengaruhi klien dalam melaksanakan kegiatan sehari-hari atau tidak.
TUJUAN PEMERIKSAAN FISIK
Secara umum, pemeriksaan fisik yang dilakukan bertujuan :
1) Untuk mengumpulkan dan memperoleh data dasar tentang kesehatan klien.
2) Untuk menambah, mengkonfirmasi, atau menyangkal data yang diperoleh dalam
riwayat keperawatan.
3) Untuk mengkonfirmasi dan mengidentifikasi diagnosa keperawatan.
4) Untuk membuat penilaian klinis tentang perubahan status kesehatan klien dan
penatalaksanaan.
5) Untuk mengevaluasi hasil fisiologis dari asuhan keperawatan.
MANFAAT PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik memiliki banyak manfaat, baik bagi perawat sendiri, maupun bagi
profesi kesehatan lain, diantaranya:
1) Sebagai data untuk membantu perawat dalam menegakkan diagnose keperawatan.
2) Mengetahui masalah kesehatan yang di alami klien.
3) Sebagai dasar untuk memilih intervensi keperawatan yang tepat
4) Sebagai data untuk mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan

HAL – HAL YANG PERLU DIPERHATIKAN DALAM PEMERIKSAAN FISIK:


1) Selalu meminta kesediaan/ ijin pada pasien untuk setiap pemeriksaan
2) Jagalah privasi pasien
3) Pemeriksaan harus seksama dan sistimatis
4) Jelaskan apa yang akan dilakukan sebelum pemeriksaan (tujuan, kegunaan, cara dan
bagian yang akan diperiksa)
5) Beri instruksi spesifik yang jelas
6) Berbicaralah yang komunikatif
7) Ajaklah pasien untuk bekerja sama dalam pemeriksaan
8) Perhatikanlah ekpresi/bahasa non verbal dari pasien

JENIS-JENIS PEMERIKSAAN FISIK


1. Pemeriksaan Inspeksi
a. Definisi
Inspeksi adalah suatu tindakan pemeriksa dengan menggunakan indera penglihatannya
untuk mendeteksi karakteristik normal atau tanda tertentu dari bagian tubuh atau
fungsi tubuh pasien. Inspeksi digunakan untuk mendeteksi bentuk, warna, posisi,
ukuran, tumor dan lainnya dari tubuh pasien. 
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri
2) Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka (diupayakan pasien membuka sendiri
pakaiannya Sebaiknya pakaian tidak dibuka sekaligus, namun dibuka seperlunya untuk
pemeriksaan sedangkan bagian lain ditutupi selimut).
3) Bandingkan bagian tubuh yang berlawanan (kesimetrisan) dan abnormalitas.
4) Catat hasilnya
2. Pemeriksaan Palpasi
a. Definisi
Palpasi adalah suatu tindakan pemeriksaan yang dilakukan dengan perabaan dan
penekanan bagian tubuh dengan menggunakan jari atau tangan. Palpasi dapat
digunakan untuk mendeteksi suhu tubuh, adanya getaran, pergerakan, bentuk,
kosistensi dan ukuran. Rasa nyeri tekan dan kelainan dari jaringan/organ tubuh.
Dengan kata lain bahwa palpasi merupakan tindakan penegasan dari hasil inspeksi,
disamping untuk menemukan yang tidak terlihat.
b. Cara pemeriksaan 
1) Posisi pasien bisa tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa
dan Bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman untuk menghindari
ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil pemeriksaan 
3) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering 
4) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
5) Lakukan Palpasi dengan sentuhan perlahan-lahan yaitu dengan tekanan ringan dan
sebentar-sebentar.
6) Palpasil daerah yang dicurigai, adanya nyeri tekan menandakan kelainan 
7) Lakukan Palpasi secara hati-hati apabila diduga adanya fraktur tulang.
8) Hindari tekanan yang berlebihan pada pembuluh darah.
9) Lakukan Palpasi ringan apabila memeriksa organ/jaringan yang dalamnya kurang
dari 1 cm. 
10) Lakukan Palpasi agak dalam apabila memeriksa organ/jaringan dengan kedalaman
1 - 2,5 cm.
11) Lakukan Palpasi bimanual apabila melakukan pemeriksaan dengan kedalaman
lebih dari 2,5 cm. Yaitu dengan mempergunakan kedua tangan dimana satu tangan
direlaksasi dan diletakkan dibagian bawah organ/jaringan tubuh, sedangkan tangan
yang lain menekan kearah tangan yang dibawah untuk mendeteksi karakteristik organ/
jaringan.
12) Rasakan dengan seksama kelainan organ/jaringan, adanya nodul, tumor
bergerak/tidak dengan konsistensi padat/kenyal, bersifat kasar/lembut, ukurannya dan
ada/tidaknya getaran/ trill, serta rasa nyeri raba / tekan .
13) Catatlah hasil pemeriksaan yang didapat

3. Pemeriksaan Perkusi
a. Definisi
Perkusi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi getaran/
gelombang suara yang dihantarkan kepermukaan tubuh dari bagian tubuh yang
diperiksa. Pemeriksaan dilakukan dengan ketokan jari atau tangan pada permukaan
tubuh. Perjalanan getaran/ gelombang suara tergantung oleh kepadatan media yang
dilalui. Derajat bunyi disebut dengan resonansi. Karakter bunyi yang dihasilkan dapat
menentukan lokasi, ukuran, bentuk, dan kepadatan struktur di bawah kulit. Sifat
gelombang suara yaitu semakin banyak jaringan, semakin lemah hantarannya dan
udara/ gas paling resonan
b. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung pada bagian mana yang
akan diperiksa dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dan posisi yang nyaman untuk menghindari
ketegangan otot yang dapat mengganggu hasil perkusi.
3) Minta pasien untuk menarik napas dalam agar meningkatkan relaksasi otot.
4) Kuku jari-jari pemeriksa harus pendek, tangan hangat dan kering.
5) Lakukan perkusi secara seksama dan sistimatis yaitu dengan :
a) Metode langsung yaitu melakukan perkusi atau mengentokan jari tangan langsung
dengan menggunakan 1 atau 2 ujung jari.
b) Metode tidak langsung dengan cara sebagai berikut :
(1) Jari tengah tangan kiri (yang tidak dominan) sebagai fleksimeter di letakkan
dengan lembut di atas permukaan tubuh, upayakan telapak tangan dan jari-jari lain
tidak menempel pada permukaan tubuh.
(2) Ujung jari tengah dari tangan kanan (dominan) sebagai fleksor, untuk memukul/
mengetuk persendian distal dari jari tengah tangan kiri.
(3) Pukulan harus cepat, tajam dengan lengan tetap/ tidak bergerak dan pergelangan
tangan rilek. 
(4) Berikan tenaga pukulan yang sama pada setiap area tubuh.
(5) Bandingkan bunyi frekuensi dengan akurat.
6) Bandingkan atau perhatikan bunyi yang dihasilkan oleh perkusi.
a) Bunyi timpani mempunyai intensitas keras, nada tinggi, waktu agak lama dan
kualitas seperti drum (lambung).
b) Bunyi resonan mempunyai intensitas menengah, nada rendah, waktu lama, kualitas
bergema (paru normal).
c) Bunyi hipersonar mempunyai intensitas amat keras, waktu lebih lama, kualitas
ledakan (empisema paru).
d) Bunyi pekak mempunyai intensitas lembut sampai menengah, nada tinggi, waktu
agak lama kualitas seperti petir (hati).
e) Bunyi kempes mempunyai intensitas lembut, nada tinggi, waktu pendek, kualitas
datar (otot).

4. Pemeriksaan Auskultasi
a. Definisi
Aukultasi adalah suatu tindakan pemeriksaan dengan mendengarkan bunyi yang
terbentuk di dalam organ tubuh. Hal ini dimaksudkan untuk mendeteksi adanya
kelainan dengan cara membandingkan dengan bunyi normal. Auskultasi yang
dilakukan di dada untuk mendengar suara napas dan bila dilakukan di abdomen
mendengarkan suara bising usus. 
b. Penilaian pemeriksaan auskultasi meliputi : 
1) Frekuensi yaitu menghitung jumlah getaran permenit. 
2) Durasi yaitu lama bunyi yang terdengar.
3) Intensitas bunyi yaitu ukuran kuat/ lemahnya suara 
4) Kualitas yaitu warna nada/ variasi suara. 
Pemeriksa harus mengenal berbagai tipe bunyi normal yang terdengar pada organ yang
berbeda, sehingga bunyi abnormal dapat di deteksi dengan sempurna. Untuk
mendeteksi suara diperlukan suatu alat yang disebut stetoskop yang berfungsi
menghantarkan, mengumpulkan dan memilih frekuensi suara. Stetoskop terdiri dari
beberapa bagian yaitu bagian kepala, selang karet/plastik dan telinga. Selang
karet/plastik stetoskop harus lentur dengan panjang 30-40 cm dan bagian telinga
stetoskop yang mempunyai sudut binaural dan bagiannya ujungnya mengikuti lekuk
dari rongga telinga Kepala stetoskop pada waktu digunakan menempel pada kulit
pasien. Ada 2 jenis kepala stetoskop yaitu : 
1) Bel stetoskop digunakan untuk bunyi bernada rendah pada tekanan ringan, seperti
pada bunyi jantung dan vaskuler. Bila ditekankan lebih kuat maka nada frekuensi
tinggi terdengar lebih keras karena kulit menjadi teranggang, maka cara kerjanya
seperti diafragma. 
2) Diafragma digunakan untuk bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru 
c. Cara pemeriksaan
1) Posisi pasien dapat tidur, duduk atau berdiri tergantung bagian mana yang diperiksa
dan bagian tubuh yang diperiksa harus terbuka
2) Pastikan pasien dalam keadaan rilek dengan posisi yang nyaman 
3) Pastikan stetoskop sudah terpasang baik dan tidak bocor antara bagian kepala,
selang dan telinga
4) Pasanglah ujung steoskop bagian telinga ke lubang telinga pemeriksa sesuai arah,
ukuran dan lengkungannya. Stetoskop telinga 
5) Hangatkan dulu kepala stetoskop dengan cara menempelkan pada telapak tangan
pemeriksa atau menggosokan pada pakaian pemeriksa
6) Tempelkan kepala stetoskop pada bagian tubuh pasien yang akan diperiksa dan
lakukan pemeriksaan dengan seksama dan sistimatis
7) Pergunakanlah bel stetoskop untuk mendengarkan bunyi bernada rendah pada
tekanan ringan yaitu pada bunyi jantung dan vaskuler dan gunakan diafragma untuk
bunyi bernada tinggi seperti bunyi usus dan paru 
8) Informasikan hasil pemeriksaan dan catat pada status.

POSISI PEMERIKSAAN 
Untuk mendapatkan hasil pemeriksaan yang optimal, maka posisi pemeriksaan sangat
menentukan. Beberapa posisi yang umum dilakukan yaitu :
1. Posisi duduk dapat dilakukan di kursi atau tempat tidur. Digunakan untuk pemeriksaan
pada kepala, leher, dada, jantung, paru, mamae, ektremitas atas.
2. Posisi supine (terlentang) yaitu posisi berbaring terlentang dengan kepala disangga
bantal. Posisi ini untuk pemeriksaan pada kepala, leher, dada depan, paru, mamae,
jantung, abdomen, ektremitas dan nadi perifer
3. Posisi dorsal recumbent yaitu posisi berbaring dengan lutut ditekuk dan kaki
menyentuh tempat tidur
4. Posisi sims (tidur miring) , untuk pemeriksaan rectal dan vagina
5. Posisi Prone (telungkup), untuk evaluasi sendi pinggul dan punggung 
6. Posisi lithotomi yaitu posisi tidur terlentang dengan lutut dalam keadaan fleksi. Untuk
pemeriksaan rectal dan vagina
7. Posisi knee chest (menungging), untuk pemeriksaan rectal
8. Posisi berdiri yaitu untuk evaluasi abnormalitas postural, langkah dan keseimbangan

1. PROSEDUR PEMERIKSAAN FISIK


1. Tujuan  
a. menentukan masalah kesehatan aktual dan potensial klien
b. menentukan penyebab penyakit dan menentukan penyakit yang diderita klien
2. Manfaat 
a. Deteksi dan dokumentasi perubahan penting kondisi klien. Perubahan kondisi
klien bisa cepat dan tidak kelihatan, dan dapat dilihat melalui pengukuran tanda
vital dan observasi.
b. Menetapkan tanda kewaspadaan dini : mengantisifasi kerusakan dan
penyimpangan keadaan sebelum adanya diagnostik pasti.
c. Mengantisifasi masalah : hasil pemeriksaan fisik digunakan untuk perawatan
pencegahan 
Pemahaman tentang kebutuhan utama dan pengalaman tentang penyakit : akan
mengurangi kecemasan dan meningkatkan kesembuhan

3. Riwayat Keperawatan
Riwayat keperawatan adalah : kumpulan data mengenai tingkat kesehatan ,
perubahan pola hidup, peran sosial budaya, reaksi mental dan emosional terhadap
penyakit
Tujuan : adalah mengidentifikasi pola kesehatan dan penyakit , faktor resiko
kesehatan fisik dan penyimpangan dari normal
Komponen riwayat kesehatan meliputi :
1. Informasi biografi : Nama; tgl lahir; jenis kelamin; status perkawinan
2. Riwayat klien :
Alasan untuk mencari perawatan kesehatan dan pengkajian riwayat kesehatan
masa lalu. Meliputi : info timbulnya gejala, lama penyakit, faktor pencetus dan
tindakan penyembuhan
Riwayat kesehatan meliputi : penyakit sebelumnya.
3. Riwayat keluarga : Status kesehatan keluarga saat. Dikaitkan keseh klien
4. Riwayat kesehatan lingkungan meliputi : informasi terhadap bahaya cedera dan
polutan
5. Riwayat psikososial : Status sossek, nilai kehidupan, kebiasaan sosial, perilaku
sexual, koqnitif dan afektif
6. Pemeriksaan fisik meliputi pemeriksaan kepala s/d kaki dari sistem tubuh klien
4. Keterampilan Pemeriksaan Fisik
- Inspeksi
- Palpasi
- Perkusi
- Auskultasi

5. Persiapan Pemeriksaan Fisik


a. Persiapan Lingkungan
- Ada tirai penghalang ( untuk RS)
- Cahaya cukup
- Ruangan yang tenang, ruang kedap suara amat ideal
- Atur posisi yang nyaman dengan diberi bantal kecil pada kepala
- Bila posisi terlentang naikkan kepala tempat tidur ±30º
- Ruangan cukup hangat
b. Alat dan Bahan
- Format pemeriksaan fisik dan pulpen
- Kartu snellen
- Senter
- Tensi meter
- Stetoskop
- Timbangan BB
- Pengukur TB
- Termometer
c. Persiapan Fisik Klien
- Pastikan kenyaman fisik klien sebelum pemeriksaan fisik, apa ingin BAB/BAK
- Pastikan klien berpakaian dengan baik
- Pastikan klien tetap hangat.
d. Survey Umum
Adalah Observasi penampilan dan perilaku umum klien , mengukur tanda vital, BB dan
TB, antropometri meliputi : kepala, dada, lengan atas, abdomen.

e. Pesiapan Klien
- Posisi duduk/berdiri
- Melepas sepatu/pakaian yang tebal

f. Riwayat
- Tanyakan TB/BB saat ini, apa ada perubahan BB
- kaji riwayat pemasukan dan pengeluaran cairan
- Minta klien menjelaskan apa saja yang telah dimakan selama 24 jam sebelumnya
- Tanyakan alasan mencari pertolongan

6. Tekhnik Pengkajian
a. Kaji ulang penampilan dan prilaku umum klien
- Jenis kelamin , mempengaruhi tipe pengkajian dan bagaimana pengkajian dilaksanakan
- Tanda distres : seperti nyeri, sulit nafas
- Tipe tubuh : langsing, gemuk, kurus
- Postur : merosot, tegak atau bongkok
- Pergerakan tubuh : tremor extrimitas, imobilitas extrimitas
- Hygine dan kerapian : amati kulit, rambut, kuku , dan cara berpakaian
- Bau badan : bau badan tidak enak hygine yang tidak baik
- Minat dan afek. Afek ; perasaan seseorang tentang penampilan terhadap orang lain.
Minat (moot) ; expresi verbal maupun non verbal
- Bicara : normal, pelan atau cepat 

b. Pengukuran TB dan BB
- Kalibrasi timbangan pada titik nol
- Klien berdiri tegak diatas timbangan, naikkan tangkai logam yang menonjol pada
timbangan ke atas kepala klien
c. Mengukur TTV
- Tekanan darah
- Respirasi
- Nadi
- Suhu tubuh
d. Pengukuran Antropometri
- Lingkar lengan atas (LILA)
- Dada
- Kepala
- Abdomen

G. Diagnosa keperawatan pada klien dengan gangguan kebutuan cairan dan elektrolit
Diagnosa keperawatan utama pada klien dengan gangguan kebutuhan cairan dan elektrolit.
Perubahan volume cairan: Kelebihan
Perubahan volume cairan: Resiko kekurangan
Perubahan volume cairan: Kekurangan
Contoh diagnosa Keperawatan :
a. Perubahan volume cairan : lebih berhubungan dengan retensi natrium dan air,
peningkatan tekanan hidrostatik
b. Perubahan volume cairan : risiko kekurangan berhubungan dengan muntah intake
cairan kurang
c. Perubahan volume cairan : kurang berhubungan dengan dehidrasi
d. Cemas berhubungan dengan edema
e. Tidak efektifnya pola nafas berhubungan dengan ekspansi paru menurun edema paru
f. Kurangnya pengetahuan tentang efek penggunaan diuretik
g. Risiko kerusakan integritas kulit sehubungan dengan dehidrasi dan edema

H. Rencana Tindakan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, pasien dapat :
1) Mempertahankan keseimbangan intake dan output cairan
2) Mempertahankan berat janis urine dalam batas normal
3) Menunukkan perilaku yang dapat meningkatkan keseimbangan cairan, dan elektrolit
4) Mempertahankan intake cairan dan elektrolit yang adekuat
Intervensi :
a. Cegah terjdinya ketidak seimbangan cairan :
1) Kenali keadian tertentu dalam kehidupan yang dapat mengarah kepada masalah
ketidak seimbangan cairan
2) Catat intake makanan dan klien
3) Observasi dan catat apakah pasien mengalami rasa haus yang berlebihan
4) Hati-hati terhadap kehilangan cairan tubuh yang berlebihan dan usahakan untuk
mencegah kehilangan tersebut bila mungkin, misalnya muntah, diare, pengeluaran
urine yang berlebihan.
5) Pertikan program terapi yang dapat mempengaruhi keseimbangan cairan dan
elektrolit
6) Pertikan program terapi yang dapat mencetuskan efek destruktif pada tubuh,
misalnya trauma, luka bakar, prosedur pembedahan.
7) Aarkan klien untuk mengobservasi dan melaporkan adanya geala ketidak
seimbangan cairan, misalnya kenaikan dan penurunan BB yang cepat, kelemahan
obat dan perubahan sensasi kulit.
b. Monitor intake dan output cairan
1) Ukur intake, biasanya menggunakan ukuran rumah tangga misalnya 1 gelas air
minum = 200 cc
2) Catat dan laporkan intake dan output cairan, dilakukan per shift.
3) Pasien yang mendapat terapi intervena, pencatatan harus lebih spesifik
c. Beri cairan dan elektrolit per oral
1) Intake cairan dapat diberikan per oral pada pasien tertentu, misalnya pasien dengan
dehidrasi ringan atau DHF stadium 1.
2) Intake cairan biasanya di atas 3000 cc per hari.
3) Pemberian elektrolit per oral biasanya melalui makanan dan minuman
c. Pemberian terapi intravena
Pemberian terapi intervena merupakan metode yang efektif untuk memenuhi cairan
ekstra sel secara langsung . pemberian cairan ini diprogramkan oleh dokter dan
tanggung awab perawat adalah memberikan dan mensukseskan terapi tersebut.
Tujuan terapi intervena :
1) Memenihi kebutuhan cairan pada pasien yang tidak mampu mengkonsumsi
cairan peroral secara adekuat
2) Memberikan masukan elektrolit untuk menaga keseimbangan elektrolit
Jenis cairan intra vena yang biasa digunakan :
a. Larutan nutrien
Berisi beberapa jenis karbohidrat dan air, misalnya dextore dan glukosa
Yang digunakan adalah : 5% Dextrose in water DSW),
Amigen,Aminovel
b. Larutan elektrolit
Antara lain larutan salin baik isotonis, hipotonis dan hipertonis yang
terbanyak digunakan adalah normal saline (isotonisi) yaitu NaCL
0,9%
c. Cairan asam basa
Contoh sodium lactate dan sodium bicardonat (laktat adalah garam yang
dapat mengikat ion H+ dari cairan sehingga mengurangi keasaman).
d. Blood volume expanders
Berfungsi untuk meningkatkan volume pembuluh darah atau plasma .
cara kerana adalah meningkatkan tekanan osmotik darah.

I. Evaluasi tindakan keperawatan


1) Out put urine pasien seimbang dengan intake cairan
2) Karakteristik urine menunjukkan fungsi ginjal yang baik
3) Pasien akan mengonsumsi cairan sesuai dengan program (per oral terapi intravena atau
TPN)
4) Intake dan output dalam batas keseimbangan
5) Elektrolit serum dalam batas normal
6) Vital sign dalam batas normal
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pengaturan keseimbangan cairan perlu memperhatikan 2 parameter penting, yaitu: volume
cairan ekstrasel dan osmolaritas cairan ekstrasel. Ginjal mengontrol volume cairan ekstrasel
dengan mempertahankan keseimbangan garam dan mengontrol osmolaritas ekstrasel dengan
mempertahankan keseimbangan cairan. Ginjal mempertahankan keseimbangan ini dengan
mengatur keluaran garam dan air dalam urine sesuai kebutuhan untuk mengkompensasi
asupan dan kehilangan abnormal dari air dan garam tersebut. Ginjal juga turut berperan dalam
mempertahankan keseimbangan asam-basa dengan mengatur keluaran ion hidrogen dan ion
bikarbonat dalam urine sesuai kebutuhan. Selain ginjal, yang turut berperan dalam
keseimbangan asam-basa adalah paru-paru dengan mengeksresikan ion hidrogen dan CO2
dan system dapar (buffer) kimia dalam cairan tubuh.

B. Saran
Dengan adanya makalah ini membuat penulis dan pembaca dapat mengetahui secara
mendalam tentang Konsep Kebutuhan Cairan Tubuh Manusia. Tetapi dalam makalah ini
penulis menyadari bahwa dalam penulisan masih jauh dari kesempurnaan. Penulis
mengharapkan saran atau kritikan membangun dari pembaca demi kesempurnaan penulisan
makalah yang lebih baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati.(2014).Konsep kebutuhan dasar manusia.Yogyakarta:Parama Ilmu


Kozier, Erb.Fundamental keperaatann konsep, proses, dan praktik volume 2 edisi 7.Jakarta:EGC
Perry, Potter.(2006).Fundamental Keperawatan:konsep, proses, dan praktik edisi 4.Jakarta:EGC
Perry, Potter.(2010).Fundamental of nursing edisi 7.Jakarta:Salemba Medika
Priharjo, Robert.(1996).Pengkajian fisik keperawatan.Jakarta:EGC
Guyton dan Hall. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Penerbit Buku EGC: Jakarta.
Sherwood, Lauralee. 2012. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem. Penerbit Buku Kedokteran
EGC: Jakarta.
https://www.slideshare.net/pjj_kemenkes/kb-2-modul-2-asuhan-keperawatan-pada-pasien-
dengan-gangguan-kebutuhan-cairan-dan-nutrisi, diakses pada tanggal 19 Februari 2020
pukul 18.00 wib.
https://www.slideshare.net/barkah1933/evaluasi-keperawatan-50258400, diakses pada tanggal 20
Februari 2020 pukul 10.30 wib.
https://ardyanpradanaoo7.blogspot.com/2011/02/makalah-kebutuhan-cairan-elektrolit.html
diakses pada tanggal 21 Februari 2020 pukul 19.30 wib.

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Makalah “Konsep
Kebutuhan Cairan Tubuh Manusia”.
Kami mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu
menyelesaikan makalah ini, khususnya kepada Ibu Ika Puspitasari S.kep, Ns., M.Kep selaku
pembimbing.
Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Dasar. Kami
menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu kami harapkan demi kesempurnaan
makalah yang akan kami buat selanjutnya. Semoga makalah ini dapat menambah wawasan dan
bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
                                                                                                            

Pasuruan, 22 Februari 2020

MAKALAH

KONSEP KEBUTUHAN CAIRAN TUBUH MANUSIA


Dosen Pembimbing :

Ika Puspitasari, S.Kep. Ns. M. Kep.

Disusun Oleh :

1. Dwi Ayuningsih (201914401010)


2. Sherlysta Elga Afriska (201914401023)

STIKES AR RAHMA MANDIRI INDONESIA

GEMPOL – PASURUAN

TAHUN AJARAN 2019 – 2020

Anda mungkin juga menyukai