Anda di halaman 1dari 16

AL-QURAN DAN ILMU EKONOMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas


Mata Kuliah: Ulumul Qur’an
Dosen Pengampu: M. Hufron, M.S.I

Disusun oleh:
Maulana Akbar (2319219)

KELAS B
JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH
FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN)
PEKALONGAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah swt, karena dengan rahmat dan karunia-
nya ksaya dapat menyelesaikan tugas makalah ini, sholawat dan salam senantiasa tercurah
pada junjungan kita nabi agung Muhammad saw.
Tujuan dari penulisan makalah ini tidak lain untuk memenuhi tugas mata kuliah
Ulumul Qur’an, dengan dibuatnya makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan serta
pengetahuam kita.
Pada kesempatan ini, penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada
Bapak M. Hufron, M.S.I . selaku dosen pembimbing mata kuliah Ulumul Qur’an, serta semua
pihak yang telah membantu penyelesaian makalah ini secara langsung maupun tidak
langsung.
Saya menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, maka
dari itu saya mengharapkan adanya kritik dan saran yang membangun agar dalam pembuatan
makalah selanjutnya bisa lebih baik, kami berharap makalah ini dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Pekalongan, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................................2
DAFTAR ISI.....................................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
A. Latar Belakang Masalah........................................................................................4
B. Rumusan Masalah..................................................................................................4
C. Tujuan Masalah.....................................................................................................5
BAB II PEMBAHASAN...................................................................................................6
A. Pengertian Al-Quran..............................................................................................6
B. Hubungan Manusia dan Kehidupan hidup.............................................................7
C. Ciri ekonomi dalam islam......................................................................................9
D. Nilai Dan Prinsip-Prinsip Ekonomi Dalam Al-Quran.........................................10

BAB III PENUTUP.........................................................................................................14


A. Kesimpulan..........................................................................................................14
B. Saran....................................................................................................................14

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................15
BIODATA.......................................................................................................................16

3
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Prinsip utama Islam sebagai way of life adalah tauhid. Dalam wahyu yang pertama
kali turun yakni surah Al Alaq ayat 1-5 telah diletakkan dasar- dasar falsafah dalam
kehidupan. Bahwa Allah SWT adalah pencipta seluruh yang ada, Allah SWT adalah Maha
Mulia dan Allah SWT adalah Maha Mengetahui segala sesuatu. Manusia adalah makhluk
yang secara eksplisit disebut sebagai ciptaan Allah SWT. Manusia diperintahkan untuk selalu
membaca dengan nama Allah SWT.

Islam adalah agama yang ajarannya kaffah (utuh dan sempurna) dalam menata
kehidupan. Dalam Al Qur‟an tertuang dasar kehidupan di segala bidang
(ipoleksosbudhankam). Dalam bidang ekonomi banyak sekali ayat yang menjelaskan perihal
ekonomi masyarakat. Islam memiliki ajaran yang mulia dan unggul untuk menata ekonomi
dalam kehidupan. Seluruh aspek yang terkait dengan dasar-dasar perekonomian diatur oleh
Al Qur‟an. Adapun metode dan teknik kegiatan ekonomi akan terus berkembang sesuai
kemajuan jaman.

Sejarah kehidupan Nabi Muhammad saw sebelum beliau diangkat sebagai rasul,
pernah mengikuti kafilah dagang ke Syam bersama pamannya Abu Thalib, pada umur 12
tahun. Muhammad SAW juga pernah bekerja dan sukses besar, pada bisnis seorang wanita
mulia suku Quraisy, berstatus janda, wanita berjiwa mulia dan saudagar kaya raya, yang
bernama Khadijah,yang akhirnya keduanya menikah. Pernikahan berlangsung ketika
Muhammad berusia 25 tahun dan Khadijah berusia 40 tahun. Hingga ketika Muhammad saw
berusia 40 tahun setelah diangkat sebagai Rasul Allah SWT, barulah beliau fokus berdakwah
menyampaikan risalah Islam. Hal ini menunjukkan bahwa sejak kecil Rasulullah SAW telah
melakukan kegiatan ekonomi. Pada saat memimpin ummat Islam di Mekah dan Madinah pun
Nabi Muhammad SAW dan sahabatnya, menjalankan kegiatan ekonomi sesuai tuntutan
ummat berdasarkan ajaran wahyu Ilahi.

B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan Pengertian Al-Qur’an?
2. Apa yang dimaksud dengan hubungan Manusia dan kebutuhan hidup?
3. Apa yang dimaksud ciri ekonomi dalam islam?

4
4. Apa saja nilai dan prinsip-prinsip ekonomi dalam al-Qur’an?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian Al-Qur’an.
2. Untuk mengetahui hubungan manusia dan kebutuhan hidup.
3. Untuk mengetahui ciri-ciri ekonomi dalam islam
4. Untuk mengetahui nilai dan prinsip-prinsip ekonomi dalam al-Qur’an.

BAB II
5
PEMBAHASAN
A. Pengertian Al-Qur’an

Al-Qur’an adalah kitab suci agama Islam. Umat islam percaya bahwa Al-Qur’an
merupakan puncak dan penutup Wahyu Allah yang diperuntukkan bagi manusia, dan bagian
dari rukun iman yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW, melalui perantara
Malaikat Jibril.
Dan sebagai Wahyu pertama yang diterima RasulullahSAW, sebagaimana terdapat
dalam surat Al-Alaq ayat 1-5. Al-Qur’an merupakan salah satu kitab yang mempunyai
sejarah panjang yang dimiliki oleh umat Islam dan sampai sekarang masih terjaga
keasliannya.
Ada beberapa pendapat mengenai pengertian Al-Qur’ yaitu :
1. Menurut ejaan Kamus Besar Bahasa Indonesia, Al-Qur’an adalah kitab suci
agama Islam.
2. Manna’al-Qathan , ia mendefenisikan Al-Qur’an adalah kalam Allah yang
diturunkan kepada nabi Muhammad SAW dan beribadah dalam membacanya.
3. Ali Ashabuni, Al-Qur’an adalah kalam Allah SWT yang mengandung
mukjizat yag diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW dan Rasul dengan
perantara malaikat Jibril.
Al-Qur’an sebagai wahyu dan mukjizat terbesar Rasulullah SAW. Mempunyai dua
pengertian, yaitu pengertian secara Etimologi (bahasa) dan pengertian menurut terminology
(istilah)
Al-Qur’an menurut Etimologi (bahasa) yaitu bacaan atau yang dibaca. Kata Al-
Qur’an  adalah bentuk mashddar dari fi’il qara’a yang diartikan dengan arti isim maf’ul, yaitu
(yang dibaca atau bacaan).
Al-Qur’an menurut terminology (istilah) adalah nama bagi kalamullah yang
diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW. Yang ditulis dalam mushhaf.
Al-Quran adalah mukjizat Nabi Muhammad SAW. Maka tidak ada seorangpun
manusia atau jin, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama yang sanggup membuat yang
serupa dengan Al-Qur’an. mereka tidak akan mampu membuatnya. Al-Qur’an diturunkan
kepada Nabi Muhammad SAW. Tidak hanya untuk memperkuat kerasulannya dan sebagai
kemukjizatannya yang abadi, telah diturunkannya itu mempunyai fungsi dan tujuan  bagi
umat manusia.

6
Dari penjelasan di atas dapat ditarik suatu pengertian bahwa Al-Qur’an ialah wahyu
yang diturunkan oleh Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW melalui perantara Malaikat
Jibril dengan bahasa Arab, sebagai mukjizat Nabi Muhammad yang diturunkan secara
mutawatir untuk dijadikan petunjuk dan pedoman hidup bagi setiap umat Islam yang ada di
muka bumi.

B. Hubungan manusia dan kebutuhan hidup.


Manusia dalam kehidupannya mempunyai kebutuhan yang banyak sekali. Adanya
kebutuhan hidup inilah yang mendorong manusia untuk melakukan berbagai tindakan dalam
rangka pemenuhan kebutuhan hidupnya. Dalam hal ini, kebudayaan mencerminkan
tanggapan manusia terhadap kebudayaan dasar hidupnya. Inilah yang membedakan manusia
dengan binatang, bukan saja karena banyaknya kebutuhan, namun juga dalam cara yang
ditempuh dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Binatang kebutuhan berpusat kepada
fisiologi, rasa aman, dan cara yang ditempuhnya mengandalkan insting. Sedangkan manusia
tidak mempunyai kemampuan bertindak dengan insting tersebut dan sebab itulah ia berpaling
kepada kebudayaan yang mengajarkan cara hidup. Dalam konteks ini, kebudayaanlah yang
memisahkan antara binatang dengan manusia.
Kebudayaan menjadikan manusia sebagai manusia yang seutuhnya. Keutuhan manusia
bukan hanya dilihat dari fisiknya saja namun lebih jauh dari itu, ia mampu melakukan sesuatu
tindakan dengan akal tanpa menggunakan insting. Dengan demikian hanya manusialah yang
mampu melakukan pengembangan-apa yang ia pengembangan dan ia mampu mengupayakan
apa yang ia kehendaki.1
Potensi akal pada manusia menjadikan sebagai makhluk yang kreatif, produktif
sehingga ia mampu melakukan banyak hal yang tidak bias dilakukan oleh makhluk lain. Oleh
karena itu, manusia menduduki posisi yang melebihi makhluk lain, kadangkala juga rendah
melebihi makhluk lain. Ini semua tergantung bagi manusia itu sendiri, bagaimana
menggunakan akal dan kemana diarahkan akalnya.
Al-Qur’an, mendudukan manusia sebagai makhluk ciptaan Allah berupa jasmani dan
rohani. Al-Qur’an memberi pemenuhan kebutuhan jasmani dan ruhani agar manusia
berkembang secara wajar dan baik. Al-Qur’an memberi keterangan tentang manusia dari
banyak seginya. Dalam al-Qur’an manusia adalah makhluk fungsional yang bertanggung
jawab, sebagaimana Allah berfirman dalam surat al-Mu’minun ayat 115, Allah bertanya
kepada manusia: “Apakah kamu mengira bahwa kami menciptkan kamu sia-sia , dan bahwa
1
Murtadha Muthahhari, Manusia dan Agama (Bandung: Mizan, 2007), hlm. 153.

7
kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” Dari ayat ini, menurut Ahmad Azhar Basyir,
terdapat tiga penegasan Allah yaitu: (1) manusia adalah makhluk ciptaan Tuhan, (2) manusia
diciptakan tidak sia-sia tetapi berfungsi, dan (3) manusia akhirnya akan dikembalikan kepada
Tuhan, untuk mempertanggung jawbkan semua perbuatan yang dilakukan pada waktu di
dunia ini, dan perbuatan itu tidak lain adalah realisasi daripada fungsi manusia itu sendiri.
Berbicara tentang manusia, al-Qur’an juga menjelaskan manusia dengan berbagai kata,
yang masing-masing mempunyai strateginya sendiri. Dalam hal ini penulis mengambil kata
“insan” dan “Basyar”. Kata “insan” menunjukan pada dimensi akal, sedangkan “Basyar”
menunjukan pada dimensi tindakan lahiriyahnya.2 Artinya, kata “insan” menunjukan
lapangan kegiatan manusia yang amat luas adalah terletak pada kemampuan menggunakan
akalnya dan mewujudkan pengetahuan konseptual dalam kehidupan kongkret. Pengertian ini
tidak lain menunjuk kepada kegiatan kebudayaan, yang bersumber pada kapasitas akalnya
yang tumbuh berkembang dalam kegiatan belajar . sedangkan kata “ basyar “ adalah manusia
dalam kehidupan sehari-hari ,yang berkaitan dengan aktivitas lahiriyahanya, serta
dipengaruhi oleh dorongan kodrat alamiahnya, seperti makan, minum, bersetubuh ,dan
akhirnya mati mengakhiri kegiatannya.3
Penggunaan kata basyar dan insan di sini “ dikaitkan dengan kedewasaan dalam
kehidupan manusia menjadikannya mampu tanggungjawab. Dan karena itupula, tugas
kekhalifaahan dibebankan kepada manusia. Jadi kedudukan manusia sebagai khalifah yang
memikul tanggung jawab untuk mensejahterakan bumi di karena dua hal, yaitu manusia
sebagai insan dan sebagai basyar. Musa Asy ‘arie, mengatakan bahwa manusia dalam
pengertian basyar tergantung sepenuhnya pada alam,pertumbuhan dan perkembangan
fisiknya tergantung pada apa yang dimakan. Sedangkan manusia dalam pengertian insan
mempunyai pertumbuhan dan perkembangan yang sepenuhnya tergantung pada kebudayaan,
pendidikan, penalaran, kesadaran, dan sikap hidupnya. Untuk itu, pemakaian kedua kata
insan dan basyar dalam menyebut manusia mempunyai pengertian yang berbeda. Insan
dipakai untuk menunjuk pada kualitas pemikiran dan kesadaran, sedangkan basyar dipakai
untuk menunjukkan pada dimensi alamiahnya sebagai ciri pokok manusia sebagai makhluk
material adalah makan, minuman,dan mati.4
Walaupun adanya perbedaan dalam kata insan dan basyar, namun kedua kata secara
fungsional mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan manusia yang seutuhnya. Jikalau

2
QS.23:33-34.
3
Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan dalam al-Quran, (Yogyakarta: LESFI, 1992), hlm. 33.
4
Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk, hlm. 21.

8
ini semua dikaitkan dengan usaha manusia untuk mencukupi kebutuhan hidup, memberi
pengertian manusia adalah “homo econemicus “, “makhluk ekonomi ”5 jelasnya, sebagai
basyar, manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan yang banyak, sedangkan sebagai insan,
manusia menggunakan akalnya upaya apa yang dilakukan untuk memenuhi kebutuhan
hidupnya.
C. Ciri Ekonomi Islam
Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa lepas dari kebutuhan berekonomi.
Kebutuhan berekonomi meliputi kebutuhan produksi, konsumsi, distribusi, dan jasa.
Kebutuhan berekonomi ini ternyata juga diatur oleh syariah Islam. Sehingga muncullah
disiplin ilmu ekonomi Islam, yakni ilmu ekonomi yang dijalankan berdasarkan syariah Islam.
Berikut ini adalah ciri-ciri ekonomi Islam:
Pertama, bersumber dari syariah Islam. Ciri sekaligus karakteristik pertama dari
ekonomi Islam adalah bersumber dari Al-Qur’an dan hadits sebagai rujukan syariah Islam.
Al-Qur’an dan hadits adalah nash (dalil naqli berupa ayat suci) yang tidak mungkin bisa
diubah lagi. Dalam penafsiran dan implementasinya yang membutuhkanpemikiran manusia
dalam kapasitasnya sebagai ulama. Hal ini disebut dengan istinbath hukum. Ulama
menentukan hukum-hukum atas peristiwa yang baru terjadi (sebelumnya belum pernah
terjadi pada masa Rasulullah dan Sahabat).

Kedua, menghindari transaksi terlarang. Setiap lembaga ekonomi dalam bentuk LKS,
pasti sudah diatur secara legal formal untuk melakukan transaksi dagang dan
menghindari transaksi yang dilarang syariah Islam. Di antara transaksi yang dilarang syariah
Islam meliputi transaksi berbasis riba, Transaksi gharar (memastikan hal yang tidak pasti atau
mentidakpastikan hal yang pasti), transaksi maisir (spekulasi terlarang), transaksi penipuan,
transaksi suap, transaksi yang zhalim (menempatkan sesuatu tidak pada tempatnya), transaksi
maksiat, serta transaksi yang tidak terpenuhi rukun dan syarat sah akadnya.
Sebagai contoh, sistem ekonomi Islam dan LKS manapun dilarang keras melakukan
pembiayaan terhadap bisnis minuman keras dan bisnis rokok. Ini salah satu contoh
khas dari ekonomi islam. Pada ekonomi yang tidak berlandaskan syariat Islam
(misalnya pada lembaga keuangan konvensional), tidak ada larangan memberikan
pinjaman kepada perusahaan yang memiliki komoditas bisnis berupa minuman
keras dan rokok.

5
Ahmad Azhar Basyir, Falsafah Ibadah, hlm. 2.

9
Ketiga, transaksinya masuk akal. Salah satu ciri utama sistem ekonomi Islam
adala transaksinya yang harus masuk akal. Jika ingin mengambil keuntungan, maka harus
melalui jual beli. Jika menjalankan transaksi motif nonprofit, maka harus tidak boleh minta
kelebihan dalam pengembalian.

Keempat, menjaga azas transaksi syariah. Ciri ekonomi Islam berikutnya


adalah menjaga azas transaksi syariah. Azas transaksi syariah terdiri dari kemaslahatan,
keseimbangan, persaudaraan, keadilan, universal. Ekonomi Islam akan sangat memperhatikan
kemaslahatan. Tentu saja dalam tolok ukur tidak akan melanggar aturan syariah Islam.
Hukum Islam dalam ekonomi akan disesuaikan dengan kondisi kemaslahatan umat yang
terjadi saat ini.
Ekonomi Islam juga akan memperhatikan keseimbangan antara material dengan
nonmaterial, keseimbangan duniawi dan ukhrowi. Ekonomi Islam tidak melulu akan
membahas hal yang sifatnya surga neraka, namun tetap sangat halal membahas
transaksi motif profit. Tentu saja ada keseimbangan dalam dinamikanya.
Persaudaraan merupakan nilai yang dijunjung tinggi dalam bertransaksi ekonomi.
Ekonomi Islam mementingkan juga sisi harmoni, sinergi, dan kekeluargaan. Terkait
hal ini, ekonomi Islam juga bisa dijalankan oleh siapapun di dunia ini, termasuk oleh
nonmuslim, oleh karena adanya azas universalisme.

Berikutnya adalah azas keadilan. Keadilan yang dimaksud di sini adalah terkait
dengan pelaksanaan transaksi ekonomi Islam yang tidak boleh melakukan transaksi
yang dilarang syariah Islam. Ekonomi Islam juga sangat menekankan penerapan
azas an taraadhin minkum (rela sama rela), tentu saja setelah rukun dan syarat akad
terpenuhi.

Kelima, menjaga maqashid ekonomi. Ada 5 maqashid syariah yang harus


selalu
dijaga dalam menjalankan praktik ekonomi Islam, yakni menjaga agama (hifzh ad
diin), menjaga jiwa (hifzh an nafs), menjaga akal (hifzh al aql), menjaga harta (hifzh
almaal), dan menjaga keturunan (hifzh an nasl).

10
D. Nilai dan Prinsip ekonomi dalam al-Qur’an.
Dalam al-Qur’an prinsip ekonomi menekankan perlu adanya dua prinsip mendasar,
yaitu adanya dinamakan vertical yang berbentuk etos kerja dan horizontal dalam bentuk
kesejahteraan sosial dalam kehidupan ekonomi.6 Tujuannya mengatisipasi adanya
ketimpangan-ketibangan dalam perekonomian.
Untuk lebih jelasnya tentang kedua hal tersebut, dapat kita gambarkan prinsip yang di
maksud sebagai berikut:
1) Etos Kerja
Kerja adalah segala kemampuan dan kesungguhan yang dikerahkan manusia, baik
jasmani maupun akal pikiran, untuk mengolah kekayaan alam bagi kehidupan.7 Dalam
aktivitas perekonomian, kerja merupakan gambaran dari kelancaran perekonominnya,
karena perekonomian tanpa kerja akan mengalami masa kritis.jadi, kerja merupakan
sikap menghargai kehidupan, sebaliknya tidak kerja berarti menyesal untuk hidup.
Secara subtansial, ayat tersebut tidak membolehkan hidup hanya mengharap
pemberian tanpa berkerja, karena hidup bermalas-malasan bertentangan dengan kodrat
manusia sebagai khalifah dimuka bumi yang telah diberikan tugas oleh Allah SWT.Di
samping itu, Allah juga tidak menyuruh hidup hanya untuk beribadah karena jika
beribadah saja manusia melupakan dirinya sebagai basyar yang mempunyai kebutuhan
bukan hanya spiritual tapi juga material.
Islam bukanlah agama yang fatalisme yang hanya berdoa tanpa berkerja .tetapi
islam selalu menganjurkan berkerja karena segala sesuatu ditempuh dengan berkerja,
baik itu beribadah dan bermuamalah.
Al-Qur’an mendorong manusia melakukan perbuatan kongkret. Al-Qur’an
menganjurkan manusia untuk beramal, berbuat secara kongkret untuk menfaatkan dan
kesejahteraan hidup bersama, karena tuhan sendiri juga beramal dan terus-menerus
melakukan kegiatan mencipta tanpa henti. Bahkan hakikat manusia semua ditentukan
oleh amal perbuatannya baik itu kegiatan dalam mencari rezki atau beribadah. 8 Dalam
pandangan al-Quran, rezeki Tuhan berupa kekayaan, harta benda, bahab makanan dan
ketentraman hidup pada hakikatnya merupakan hasil dari apa yang dilakukan manusia.

6
Musa Asy’ari, Islam: Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat (Yogyakarta:LESFI, 1997), hlm.66.
7
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral dalam Perekonomian Islam (Jakarta: Rabbani Press, 1997), hlm. 146.
8
QS. 46:19.

11
Oleh Yusuf Qardhawi mengklasifikasikan kerja sebagai salah satu unsur produksi
dalam al-Qur’an selain alam (harta) karena produksi merupakan hasil perkawinan antara
manusia yang bekerja dengan alam sebagai tempat bekerja, dalam istilah kapitalisme disebut
modal.9
Moralitas dan intelektualitas merupakan pengembangan dari konsep khalifah dan ‘abd.
Yang dibentuk dari konsep yang fundamental, yaitu shighah. Kata shibghah adalah celupan,
Allah mencelupkan manusia dengan iman yang diajarkan nabi Ibrahim.10
Jadi yang dimaksud dengan shibghah merupakan potensi dasar yang diberikan oleh
Allah dan potensi tidak akan berubah, yaitu potensi ilmu dan iman. 11 Kedua potensi ini
dikembangkan oleh fitrah (akal).12 Kemudian dikatakan dalam bentuk insan dan basyar serta
diberi tanggung jawab menjadi khalifah. Basyar menjadi manusia mempunyai kebutuhan.
Insan membuat manusia berfikir kreatif dan produktif. Sebagai khalifah menjadikan manusia
tidak berfikir “keakuan” tapi lenih mengutamakan kesejahteraan dan kemakmuran alam
semesta, agar manusia tidak hilang control, maka ia harus mempunyai kesadaran bahwa ia
seorang ‘abd. Untuk dapat memakmurkan dan mensejahterakan, maka bekerja dengan
intelektual (prestasi) merupakan kerja yang diidealkan oleh al-Qur’an.

2) Kesejahteraan Sosial
Kesejahteraan sosial merupakan dinamika horizontal dari prinsip ekonomi al-Qur’an.
Maksudnya, makna sosial dalam pekerjaan dan kemajuan kegiatan usaha, baik dalam
pengertian internal yaitu untuk memperluas usaha, maupun eksternal dalam kaitannya dengan
kewajiban sosial kepada sesame. Makna sosial dalam konteks ini adalah aktivitas ekonomi
yang tidak hanya mementingkan diri sendiri atau tidak sekedar untuk mencari sesuap nasi,
tetapi juga tanggung jawab sosial sehingga ekonomi al-Qur’an bukan hanya ekonomi
pemenuhan kebutuhan hidup saja, tetapi mencakup sosial kemasyarakatan, dalam istilah
Yusuf Qardawi disebutkan dengan “Ekonomi Kemanusiaan”.13
Nilai kemanusiaan ini adalah implikasi dari konsep manusia sebagai khalifah yang
tujuannya menentramkan dan memakmurkan alam bukan melakukan kerusakan-kerusakan.
Oleh sebab itu Allah melarang melakukan hal-hal yang merusak alam, larangan merusak

9
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai dan Moral, hlm. 147.

10
Quraish Shihab, Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian al-Quran (Jakarta: Lentera Hati,2002),hlm.
339.
11
Ibnu Taimiyyah, Majmu’Fatawa, Bab Suratu hud, Juz 3 (CD Maktabah Syamilah), hlm. 368.
12
Ibid, Bab Suratu al-;Alaq, Juz 4, hlm. 338
13
Yusuf Qaedhawi, Peran Nilai dan Moral, hlm. 64.

12
dikarenakan alam ini bukan untuk seorang atau kelompok, tetapi bagi semua makhluk hidup,
hanya saja manusia diembankan tugas untuk memakmurkannya. Kesadaran manusia akan
dirinya sebagai khalifah akan muncul warisan yang berharga dalam peradaban yang
istimewa. Sebagai contoh dari nilai tersebut adalah nilai kemerdekaan, dan kemuliaan
manusia, keadilan, dan menetapkan hukum kepada manusia berdasarkan keadilan tersebut,
persaudaraan, dan saling mencintai dan saling tolong-menolong antara sesame manusia.
Prinsip ekonomi al-Qur’an bukan prinsip ekonomi yang hanya melihat kebutuhan
sendiri, tapi juga melihat kebutuhan lain. Hal ini dikarenakan al-Qur’an mengakui adanya
kepemilikan orang lain dalam harta seseorang. Artinya seseorang tidak berhasil tanpa adanya
keterlibatan pihak-pihak lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung
sebagaimana yang telah diuraikan dalam al-Qur’an “Dan orang-orang yang dalam hartanya
tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak mempunyai
apa-apa (yang tidak mau meminta), Serta ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan
zakat itu kamu membersihkan dan mensucikan mereka dan mendoalah untuk mereka.
Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi) ketenteraman jiwa bagi mereka. Dan Allah Maha
mendengar lagi Maha Mengetahui”.
Adapun langkah-langkah dalam perkembangan ilmu ekonomi islam yaitu
mengidentifikasi suatu problem atau masalah kemudian mencari prinsip pedoman yang
terdapat dalam syariat secara explisit maupun implisit untuk memecahkan persoalan yang
dihadapi , prinsip ini di ambil dan diduksi oleh Al-Qur’an dan sunnah dapat dipandang abadi,
tetapi tingkat operasional ilmu pengetahuan yang mendasari prinsip atau asas itu perlu di
rumuskan dan dibuatkan konsepnya terlebih dahulu, dan disinilah mulai perumusan teiritik
mengenai problem itu, titik tolak ilmu pengetahuan, ilmu ekonomi islam.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Al Qur‟an merupakan Ummul Kitab membahas segala hal yang diperlukan oleh manusia dalam
menjalani kehidupan termasuk salah satunya adalah perekonomian. Sistem ekonomi Islam yang telah
digariskan oleh ketentuan syariat tersebutlah yang menjadi pegangan utama bagi manusia, jika
ketentuan tersebut ditaati dengan penuh keimanan dan konsistensi maka akan tercapai kesejahteraan
dan kebahagian hidup ummat manusia di dunia maupun di akherat. Jika tidak ditaati maka akan selalu
terjadi berbagai masalah kedholiman dan ketidakadilan dalam bidang ekonom.
Sistem ekonomi Islam memiliki peluang besar untuk maju dan berkembang bahkan memimpin
ekonomi dunia jika dijalankan dengan teknik dan metode yang profesional, canggih dan terus
dikembangkan sesuai jamannya. Tidak hanya bersifat filosofis, idiologis dan normatif, yang lebih
penting adalah berjalannya sistem ekonomi Islam secara riil di tengah masyarakat dan memberi solusi
berbagai kedholiman dan ketidakadilan yang tidak bisa disolusi oleh sistem ekonomi non Islam.
Kesatuan pandangan para ulama, ilmuwan, ekonom dan pengusaha muslim sangat penting diupayakan
dalam rangka mempercepat perkembangan ekonomi Islam.
B. Saran
Prinsip ekonomi al-Qur’an bukan prinsip ekonomi yang hanya melihat kebutuhan
sendiri, tapi juga melihat kebutuhan lain. Hal ini karena al-Qur’an mengakui adanya
kepemilikan orang lain dalam harta seseorang. Artinya seseorang tidak berhasil tanpa adanya
keterlibatan pihak-pihak lain, baik secara langsung maupun secara tidak langsung.
Sebagaimana yang telah di uraikan dalam al-Qur’an “Dan orang-orang yang dalam
hartanya tersedia bagian tertentu. Bagi orang (miskin) yang meminta dan orang yang tidak
mempunyai apa-apa (yang tidak mau meminta)”.
Kesemuanya ini implikasi dari konsep manusia yang dijelaskan al-Qur’an sebagai
insan, basyar, dan akhir diberi kedudukan sebagai khalifah yang bertanggung jawab
terhadap kesejahteraan bumi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Ibn Jarir Ath-Thabari, Jami’ Al-Bayan Fi Tasir Al-Qur’an, Bab 85, Juz 17,
Ibnu Taimiyyah, majmu’ fatwa, Bab Suratu Hud, Juz 3, Ahmad bin Ali, musnad Abi Ya’ala
al-maushuli, Bab Musnad Aisiyah ra, Juz 4.
Murtadha Muthahhari, Manusia dan agama, Bandung: Mizan, 2007.
Musa Asy’ari, Islam: Etos Kerja dan Pemberdayaan Ekonomi Umat, Yokyakarta: LESFI,
1997.
Musa Asy’ari, Manusia Pembentuk Kebudayaan Dalam Al-Qur’an, Yokyakarta: LESFI,
1992.
Syihab al-din al-Alusi, Ruh Al-maani Fi Tafsir Al-Qur’an Al-‘adhim Wa Al-sab’u Al-
Matsani, bab 30, Juz 22,
Yusuf Qardhawi, Peran Nilai Dan Moral Dalam Perekonomian Islam, Jakarta: Rabbani
Press, 1997.

15
16

Anda mungkin juga menyukai