2
2
Izinkanlah kami menyampaikan amanat, pertama kepada saudara yang harus memikul
wasiat Nabi pada haji Wada”
Saudaraku, pagi ini dengan nikmat dan inayah Allah SWT, Anda sampai pada saat yang
paling indah, paling bahagia, tetapi paling mendebarkan dalam kehidupan Anda. Saat paling
indah, sebab mulai pagi ini cinta tidak hanya berbentuk impian dan khayalan. Saat yang paling
bahagia, sebab akhirnya Anda berhasil mendampingi wanita yang Anda cintai (Insya Allah). Saat
yang paling mendebarkan sebab mulai saat ini Anda memikul amanah Allah untuk menjadi
pemimpin keluarga.
Dahulu Anda adalah manusia bebas yang pergi sesuka Anda. Tatapi sejak pagi ini bial
Anda belum pulang juga sampai larut malam, di rumah ada seorang wanita yang tidak dapat
tidur, karena mencemaskan Anda. Kini, bila berhari-hari Anda tidak pulang tanpa berita, di
kamar Anda ada seorang wanita lembut yang akan membasahi bantalnya dengan linangan
airmata. Dahulu bila Anda mendapat musibah, Anda hanya mendapat ucapan, ‘turut berduka
cita’ dari sahabat-sahabat Anda. Tetapi kini, seorang istri akan bersedia mengorbankan apa saja
agar meraih kembali kebahagiaan Anda. Sekarang Anda mempunyai kekasih yang diciptakan
Allah untuk berbagi suka dan duka dengan Anda.
Saudara, wanita yang duduk disisi Anda bukanlah segumpal daging yang dapat Anda
kerat semena-mena, dan bukan pula budak belian yang dapat Anda perlakukan sewenang-
wenang. Ia adalah wanita yang dianugerahkan oleh Allah untuk membuat hidup Anda lebih
indah dan lebih bermakna. Ia adalah amanat Allah yang akan Anda pertanggungjawabkan di
hadapan-Nya.
Rasulullah SAW bersabda :
“Ada dua dosa yang akan didahulukan Allah siksanya di dunia ini juga, yaitu : Al
bagyu dan durhaka kepada kedua orangtua”. (HR. Turmudzi, Bukhori dan thabrani)
Al Bagyu adalah berbuat sewenang-wenang, berbuat dzalim dan menganiaya orang lain.
Dan Al Bagyu yang paling dimurkai adalah berbuat dzalim kepada istri, menyakiti hatinya,
merampas kehangatan cintanya, merendahkan kehormatannya, mengabaikan dalam mengambil
keputusan, dan mencabut haknya untuk memperoleh kebahagiaan hidup bersama Anda. Karena
itu Rasulullah SAW mengukur tinggi rendahnya martabat laki-laki dari cara ia bergaul dengan
istrinya, Nabi yang mulia bersabda :
“Tidak akan memuliakan wanita kecuali laki-laki yang mulia, dan tidak akan
merendahkan wanita kecuali laki-laki yang rendah pula”.
Rasulullah SAW adalah manusia yang paling mulia. Dan Aisyah ra. Bercerita bagaimana
Rasulullah memuliakannya:
“Di rumah, kata Aisyah, “Rasulullah melayani keperluan istrinya memasak, menyapu
lantai, memerah susu dan membersihkan pakaian. Dia memanggil istrinya dengan gelaran yang
baik”.
Setelah Rasulullah SAW meninggal dunia, ada beberapa sahabat menemui Aisyah,
memintanya agar menceritakan perilaku rasulullah SAW, Aisyah sesaat tidak menjawab
permintaan itu. Airmatanya berderai. Kemudian dengan nafas panjang ia berkata “Kaana kullu
amrihi ‘ajaba’ (Ahh …. perilakunya indah).
Ketika didesak untuk menceritakan perilaku Rasul yang paling mempesona. Aisyah
kemudian mengisahkan bagaimana Rasul yang mulia ditengah malam bangun dan meminta izin
kepada Aisyah untuk shalat malam.
“Izinkan aku beribadah kepada Rabbku,” ujar Rasulullah kepada Aisyah.
Bayangkan Saudara, sampai untuk shalat malam saja diperlukan izin istrinya. Disitu
berhimpun kemesraan, kesucian, kesetiaan, dan penghormatan.
Saudaraku, kalau saya harus menyimpulkan nasihat saya kepada Anda, saya ingin
mengucapkan: “Muliakanlah istri Anda begitu rupa sehingga kelak bila Allah menakdirkan Anda
meninggal lebih dahulu, lalu kami tanyai istri Anda tentang anda, ia akan menjawab seperti
Aisyah: “Ahh…. Semua perilakunya indah, menakjubkan.”
“Semoga Allah memberikan keberkahan dan menetapkan keberkahan itu padamu serta
menghimpun kalian berdua di dalam kebaikan” Amin.
Akhir kalam,
Semoga Allah mensucikan niat kami, menguatkan azzam kami, menjadikan pernikahan
ini penuh barokah (barokah bagi kita dan barokah atas kita) dan dipenuhi ridho Allah.
Dan semoga Allah mengaruniakan keturunan yang dapat memberi bobot kepada bumi
dengan kalimat ‘La ilaha illah’