Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH KOMUNIKASI TIM KESEHATAN

DALAM MANAGEMEN PASIEN SAFETY

Disusun Oleh :

Kelompok 8

1. Prisca Ayu Wulandari (18037)


2. Pupung Kristika (18038)
3. Rahmad Muh Fauzi (18039)
4. Riski Purnama Sari (18040)
5. Rosita Dian Setya N (18041)

AKADEMI KEPERAWATAN INSAN HUSADA SURAKARTA

TAHUN AJARAN 2018/2019

1
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi secara mutlak merupakan bagian integral dari kehidupan kita


tidak terkecuali perawat, yang tugas sehari-harinya selalu berhubungan dengan orang
lain entah itu pasien, sesama teman, dokter, atasan dan sebagainya. Maka komunikasi
sangatlah penting sebagai sarana yang sangat efektif bagi perawat dalam
melaksanakan peran dan fungsinya dengan baik.

Komunikasi merupakan alat untuk membina hubungan teraupetik karena


komunikasi mencakup pencapaian informasi serta pertukaran pikiran dan perasaan.
Proses komunikasi teraupetik seringkali meliputi kemampuan dan komitmen yang
tulus pada pihak perawat untuk membentuk klien mencapai keberhasilan keperawatan
bersama.

Komunikasi efektif merupakan komponen penting untuk meningkatkan


keselamatan pasien. Hal ini sesuai dengam pelaporan kasus oleh JCI dan WHO
sebanyak 25.000-30.000 kecacatan yang permanen pada pasien di Australia 11%
disebabkan karena kegagalan komunikasi. Laporan IKP di Indonesia tahun 2007
berdasarkan provinsi menemukan 145 insiden yang dilaporkan, kasus tersebut
terjadi diwilayah Jakarta 37,9%, Jawa Tengah 15,9%, Yogyakarta 13,8%, Jawa
Timur 11,7%, Sumatra Selatan 6,5%, Jawa Barat 2,8%, Bali 1,4%, Sulawesi
Selatan 0,69% dan Aceh 0,68%. Laporan IKP adalah laporan insiden
keselamatan pasien yang memiliki manfaat agar mengetahui angka kejadian
keselamatan pasien di Rumah Sakit. Insiden ini disebabakan beberapa faktor
yang salah satu faktor adalah kesalahan dalam pelaporan akibat kurangnya
komunikasi.

2
Komunikasi yang kurang menjadi salah satu faktor kesalahan dalam
pelaporan sangat penting untuk diperbaiki. Hal ini dikarenakan komunikasi
merupakan salah satu standar KARS 2012 pada poin PMKP1.4. Poin PMKP 1.4
yang menyebutkan komunikasi yang efektif merupakan standar dalam
peningkatan keselamatan pasien. Komunikasi efektif yang dapat digunakan
sesama tenaga medis kesehatan adalah dengan komunikasi SBAR (Kemenkes RI,
2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan komunikasi antara anggota tim kesehatan ?
2. Bagaimana komunikasi antara perawat dengan dokter ?
3. Bagaimana komunikasi antar perawat dengan perawat ?
4. Bagaimana komunikasi antara perawat dengan ahli terapi respiratorik
(fisioterapis) ?
5. Bagaimana komunikasi antara perawat dengan ahli farmasi ?
6. Bagaimana komunikasi antara perawat dengan ahli gizi ?
7. Apakah yang dimaksud komunikasi SBAR?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui
komunikasi antar anggota tim kesehatan dalam manajemen patient safety.

2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian komunikasi antara anggota tim
kesehatan
b. Untuk mengetahui komunikasi antara perawat dengan dokter
c. Untuk mengetahui komunikasi antar perawat dengan perawat
d. Untuk mengetahui komunikasi antara perawat dengan ahli terapi
respiratorik (fisioterapis)
e. Untuk mengetahui komunikasi antara pearawat dengan ahli
farmasi
f. Untuk mengetahui komunikasi antara perawat dengan ahli gizi.
g. Untuk mengetahui komunikasi SBAR.

3
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Komunikasi Antar Anggota Tim Kesehatan

Komunikasi antar tim anggota kesehatan merupakan hubungan antara tim


kesehatan satu dengan yang lainnya yang terintegrasi dan bertujuan untuk
meningkatkan derajat kesehatan pasien. Komunikasi ini meliputi komunikasi antara
perawat dengan dokter, komunikasi antara perawat dengan perawat, komunikasi
antara perawat dengan tenaga ahli respiratorik (fisioterapis), komunikasi antara
perawat dengan farmasi dan komunikasi antara perawat dengan ahli gizi, sehingga
akan menghasilkan tindakan kolaborasi antar anggota tim kesehatan.

1. Komunikasi Antara Perawat dengan Dokter


Hubungan perawat-dokter adalah satu bentuk hubungan interaksi yang
telah cukup lama dikenal ketika memberikan asuhan kepada pasien. Perawat
bekerja sama dangan dokter dalam berbagai bentuk. Perawat mungkin
bekerja di lingkungan di mana kebanyakan asuhan keperawatan bergantung
pada instruksi medis. Perawat diruang perawatan intensif dapat mengikuti
standar prosedur yang telah ditetapkan yang mengizinkan perawat bertindak
lebih mandiri. Perawat dapat bekerja dalam bentuk kolaborasi dengan
dokter.

Contoh dari hubungan perawatan dengan dokter ialah ketika perawat


menyiapkan pasien yang diabetes pulang ke rumah, perawat dan dokter
bersama-sama mengajarkan klien dan keluarga bagaimana cara perawatan
diabetes di rumah. Selain itu komunikasi antara perawat dengan dokter dapat
terbentuk saat visit dokter terhadap pasien, disitu peran perawat adalah
memberikan data pasien meliputi TTV, anamnesa, serta keluhan-keluhan
dari pasien, dan data penunjang seperti hasil laboraturium sehingga dokter
dapat mendiagnosa secara pasti mengenai penyakit pasien.

4
Pada saat perawat berkomunikasi dengan dokter pastilah menggunakan
istilah-istilah medis, disinilah perawat dituntut untuk belajar istilah-istilah
medis sehingga tidak terjadi kebingungan saat berkomunikasi dan
komunikasi dapat berjalan dengan baik serta mencapai tujuan yang
diinginkan.

Komunikasi antara perawat dengan dokter dapat berjalan dengan baik


apabila dari kedua pihak dapat saling berkolaborasi dan bukan hanya
menjalankan tugas secara individu, perawat dan dokter sendiri adalah
kesatuan tenaga medis yang tidak bisa dipisahkan. Dokter membutuhkan
bantuan perawat dalam memberikan data-data asuhan keperawatan dan
perawat sendiri membutuhkan bantuan dokter untuk mendiagnosa secara
pasti penyakit pasien serta memberikan penanganan lebih lanjut kepada
pasien. Semua itu dapat terwujud dengan baik apabila komunikasi antara
perawat dengan dokter terjalin dengan baik.

2. Komunikasi Antara Perawat dengan Perawat


Dalam memberikan pelayanan keperawatan pada klien, komunikasi
antar tenaga kesehatan terutama sesama perawat sangatlah penting.
Kesinambungan informasi tentang klien dan rencana tindakan yang telah,
sedang dan akan dilakukan perawat dapat tersampaikan apabila hubungan
atau komunikasi antar perawat berjalan dengan baik.

Hubungan perawat dengan perawat dalam memberikan pelayanan


keperawatan dapat diklasifikasikan menjadi hubungan profesional,
hubungan struktural dan hubungan intrapersonal.

Hubungan profesional antara perawat dengan perawat merupakan


hubungan yang terjadi karena adanya hubungan kerja dan tanggung jawab
yang sama dalam memberikan pelayanan keperawatan. Contohnya
komunikasi yang terjadi pada saat koordinasi antara perawat A dengan
perawat B pada saat menerima pasien baru dari IGD untuk diberikan
perawatan lebih lanjut di ruang rawat inap. Maka antara perawat A dan
perawat B akan menjalin komunikasi.

5
Hubungan sturktural merupakan hubungan yang terjadi berdasarkan
jabatan atau struktur masing - masing perawat dalam menjalankan tugas
berdasarkan wewenang dan tanggung jawabnya dalam memberikan
pelayanan keperawatan. Laporan perawat pelaksana tentang kondisi klien
kepada perawat primer, laporan perawat primer atau ketua tim kepada kepala
ruang tentang perkembangan kondisi klien, dan supervisi yang dilakukan
kepala ruang kepada perawat pelaksana merupakan contoh hubungan
struktural.

Hubungan interpersonal perawat dengan perawat merupakan hubungan


yang lazim dan terjadi secara alamiah. Umumnya, isi komunikasi dalam
hubungan ini adalah hal-hal yang tidak terkait dengan pekerjaan dan tidak
membawa pengaruh dalam pelaksanaan tugas dan wewenangnya. Contohnya
perawat di suatu ruangan membicarakan mengenai kondisi keluarganya di
rumah. Mereka saling mencurahkan isi hati dan bertukar pikiran, secara
otomatis hal ini memerlukan yang namanya proses komunikasi.

3. Komunikasi antara Perawat aengan Ahli Terapi Respiratorik (Fisioterapis)


Ahli terapi respiratorik ialah seorang fisioterapis yang ditugaskan
untuk memberikan pengobatan yang dirancang untuk peningkatan fungsi
ventilasi atau oksigenasi klien. Perawat bekerja dengan pemberi terapi
respiratorik dalam bentuk kolaborasi. Asuhan dimulai oleh ahli terapi
(fisioterapis) lalu dilanjutkan dengan evaluasi oleh perawat. Perawat dan
fisioterapis menilai kemajuan klien secara bersama-sama dan
mengembangkan tujuan dan rencana pulang yang melibatkan klien dan
keluarga. Selain itu, perawat merujuk klien ke fisioterapis untuk perawatan
lebih jauh.

Contoh komunikasi antar perawat dengan ahli terapi respiratorik


misalnya, perawat merawat seseorang yang mengalamai PPOK dan merujuk
klien tersebut ke seorang fisioterapis untuk belajar latihan agar menguatkan
otot-otot lengan atas, untuk belajar bagaimana menghemat energi dalam
melakukan aktivitas sehari-hari, dan belajar teknik untuk mempertahankan
bersihan jalan nafas.

6
4. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Farmasi
Seorang ahli farmasi adalah seorang profesional yang mendapat izin
untuk merumuskan dan mendistribusikan obat-obatan. Ahli farmasi dapat
bekerja hanya di ruang farmasi atau mungkin juga terlibat dalam konferensi
perawatan klien atau dalam pengembangan sistem pemberian obat.

Perawat memiliki peran yang utama dalam meningkatkan dan


mempertahankan dengan mendorong klien untuk proaktif jika membutuhkan
pengobatan. Dengan demikian, perawat membantu klien membangun
pengertian yang benar dan jelas tentang pengobatan, mengkonsultasikan
setiap obat yang dipesankan, dan turut bertanggung jawab dalam
pengambilan keputusan tentang pengobatan bersama tenaga kesehatan
lainnya.

Perawat harus selalu mengetahui kerja, efek yang dituju, dosis yang
tepat dan efek smaping dari semua obat-obatan yang diberikan. Bila
informasi ini tidak tersedia dalam buku referensi standar seperti buku-teks
atau formula rumah sakit, maka perawat harus berkonsultasi pada ahli
farmasi.

Saat komunikasi terjadi maka ahli farmasi memberikan informasi


tentang obat-obatan mana yang sesuai dan dapat dicampur atau yang dapat
diberikan secara bersamaan. Kesalahan pemberian dosis obat dapat dihindari
bila baik perawat dan apoteker sama-sama mengetahui dosis yang diberikan.
Perawat dapat melakukan pengecekkan ulang bila terdapat keraguan dengan
kesesuaian dosis obat. Selain itu, ahli farmasi dapat menyampaikan pada
perawat tentang obat yang dijual bebas yang bila dicampur dengan obat-
obatan yang diresepkan dapat berinteraksi merugikan, sehingga informasi ini
dapat dimasukkan dalam rencana persiapan pulang. Seorang ahli farmasi
adalah seorang profesional yang mendapat izin untuk merumuskan dan
mendistribusikan obat-obatan.

Contoh, ketika perawat meminta obat di apotek maka antara perawat


dengan apoteker akan menjalin komunikasi. Perawat akan meminta obat
sesuai dengan kebutuhan pasien. sedangkan apoteker akan memberikan obat
beserta penjelasan terkait obat tersebut.

7
5. Komunikasi antara Perawat dengan Ahli Gizi
Kesehatan dan gizi merupakan faktor penting karena secara langsung
berpengaruh terhadap kualitas sumber daya manusia (SDM). Pelayanan gizi
di RS merupakan hak setiap orang dan memerlukan pedoman agar tercapai
pelayanan yang bermutu.

Agar pemenuhan gizi pasien dapat sesuai dengan yang diharapkan


maka perawat harus mengkonsultasikan kepada ahli gizi tentang obat-obatan
yang digunakan pasien, jika perawat tidak mengkomunikasikannya maka
bisa saja pilihan makanan yang diresepkan oleh ahli gizi akan menghambat
absorbsi dari obat tersebut. Jadi komunikasi dua arah yang baik antara
perawat dengan ahli gizi sangat diperlukan.

B. Komunikasi SBAR

1. Pengertian komunikasi SBAR


Komunikasi SBAR (Situation, Background, Assassement,
Recomendation) adalah metode komunikasi yang digunakan untuk anggota
tim medis kesehatan dalam melaporkan kondisi pasien. SBAR digunakan
sebagai acuan dalam pelaporan kondisi pasien saat transfer pasien. Teknik
SBAR menyediakan kerangka kerja untuk komunikasi antara anggota tim
kesehatan tentang kondisi pasien. SBAR merupakan mekanisme
komunikasi yang mudah diingat dan merupakan cara yang mudah untuk
berkomunikasi dengan anggota tim, serta mengembangkan kerja anggota tim
dan meningkatkan keselamatan pasien.
2. Komponen SBAR
Komunikasi SBAR memiliki beberapa komponen. Komponen
tersebut meliputi:
a. Situation: Komponen situation ini secara spesifik perawat harus
menyebut usia pasien, jenis kelamin, diagnosis pre operasi,
prosedur, status mental, kondisi pasien apakah stabil atau tidak.
b. Background: Komponen background menampilkan pokok masalah
atau apa saja yang terjadi pada diri pasien, keluhan yang mendorong
untuk dilaporkan seperti sesak nafas, nyeri dada, dan sebagainya.
Menyebutkan latar belakang apa yang menyebabkan munculnya

8
keluhan pasien tersebut, diagnosis pasien, dan data klinik yang
mendukung masalah pasien.
c. Assesment: Komponen assessment ini berisi hasil pemikiran
yang timbul dari temuan serta difokuskan pada problem yang
terjadi pada pasien yang apabila tidak diantisipasi akan menyebabkan
kondisi yang lebih buruk.
d. Recommendation: Komponen recommendation menyebutkan hal-
hal yang dibutuhkan untuk ditindak lanjuti. Apa intervensi yang
harus direkomendasikan oleh perawat.

Berikut adalah contoh komponen komunikasi SBAR meliputi:

 S: Identifikasi unit, pasien, status penyebab dari status klinik,


status diagnosa, status secara singkat seperti kapan dimulai,
tujuan dari transfer dan indikasi klinik atau tujuan dari tes diagnosis.
 B: tanggal penerimaan, vital sign, alergi, situasi nyeri, medikasi
(dosis obat), antibiotik, IV infus, hasil laboratorium, diit, klinik
informasi lainnya meliputi jenis monitoring yang dibutuhkan.
 A: prioritas dari fokus masalah, karakteristik nyeri, pencegahan
keamanan petugas kesehatan, kemampuan koping dari
penyakitnya, pencegahan kulit, monitoring gastroentestinal
perdarahan.
 R: pasien harus segera diperiksa, perintah terbaru, perintah
diubah, pencegahan keselamatan dari petugas dan pasien, transfer
pasien, medikasi infus, monitoring dan intervensi nyeri

3. Manfaat Komunikasi SBAR


Komunikasi SBAR memiliki manfaat untuk :

a. Meningkatkan patient safety

b. Menurunkan angka malpraktik akibat komunikasi yang kurang

c. Meningkatkan kerja tim untuk menggunakan komunikasi yang


efektif.

9
d. Memberikan informasi terkait kondisi pasien secara lengkap.

4. Penerapan Komunikasi SBAR


a. Operan
Operan adalah suatu cara dalam menyampaikan dan menerima
suati laporan yang berkaitan dengan kondisi pasien. Tujuan
dilakukan operan adalah untuk menyampaikan kondisi pasien,
menyampaikan asuhan keperawatan yang belum dilaksanakan,
menyampaikan hal yang harus ditindaklanjuti, menyusun rencana
kerja. Untuk mencapai tujuan harus diterapkan komunikasi efektif
seperti SBAR.
b. Pelaporan Kondisi Pasien
Pelaporan kondisi pasien dilakukan olehp perawat kepada
tenaga medis lain termasuk dokter. Hal ini bertujuan untuk
melaporkan setiap kondisi pasien kepada dokter sehingga dokter
dapat memberikan tindakan yang sesuai dengan kondisi pasien.
Pelaporan kondisi pasien yang efektif dapat meningkatkan
keselamatan pasien. Faktor yang dapat mempengaruhi pelaporan
kondisi pasien adalah komunikasi.
Komunikasi yang tidak efektif antara perawat dan dokter dapat
mempengaruhi keselamatan pasien. Berbagai jurnal yang telah
diteliti dihasilkan komunikasi efektif seperti SBAR dapat
meningkatkan komunikasi antara perawat-dokter sehingga angka
keselamatan pasien meningkat.
c. Transfer Pasien
Transfer pasien adalah perpindahan pasien dari satu
ruangan ke ruangan lain dan dari satu rumah sakit ke rumah
sakit lain untuk mendapatkan perawatan lebih lanjut. Transfer pasien
dibagi menjadi transfer pasien internal dan eksternal. Transfer
pasien internal adalah transfer antar ruangan di dalam rumah sakit
dan transfer pasien eksternal adalah transfer antar rumah sakit.
Transfer pasien dilakukan oleh tenaga kesehatan yang sudah
memiliki kemampuan dan pengetahuan terkait prosedur transfer.

10
Kemampuan dan pengetahuan tenaga kesehatan yang harus
dimiliki adalah memahami proses pra transfer, peralatan transfer,
dan komunikasi saat transfer pasien. Komunikasi yang efektif
diperlukan untuk proses transfer pasien. Komunikasi SBAR
merupakan salah satu komunikasi efektif yang dapat meningkatkan
keselamatan pasien.

11
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Dalam melaksanakan tugasnya, perawat tidak dapat bekerja tanpa berkolaborasi


dengan profesi lain. Profesi lain tersebut diantaranya adalah dokter, ahli gizi, apoteker
dsb. Setiap tenaga profesi tersebut mempunyai tanggung jawab terhadap kesehatan
pasien. Bila setiap profesi telah dapat saling menghargai, maka hubungan kerja sama
akan dapat terjalin dengan baik.

Dalam berkomunikasi antar anggota tim kesehatan, digunakan metose SBAR


(Situation, Background, Assesment, dan Recommendation) untuk mempermudah dan
memperjelas anggota tim kesehatan lain dalam mengetahui kondisi pasien saat itu.

Perawat mempunyai tanggung jawab dan memiliki untuk:

1. Perawat senantiasa memelihara hubungan baik antara sesama perawat dan


dengan tenaga kesehatan lainnya, baik dalam memelihara kerahasiaan suasana
lingkungan kerja maupun dalam mencapai tujuan pelayanan kesehatan secara
menyeluruh.
2. Perawat senantiasa menyebarluaskan pengetahuan, keterampilan dan
pengalamannya kepada sesama perawat serta menerima pengetahuan dan
pengalaman dari profesi lain dalam rangka meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan dalam bidang keperawatan.
3. Perawat merupakan kesatuan integral dengan tenaga kesehatan lainya yang
tidak bisa dipisah – pisahkan dan disendirikan.

Sehingga komunikasi sebagai dasar pembentuk hubungan yang baik harus


ditekankan pada setiap tim kesehatan sebagai upaya yang berfokus pada peningkatan
mutu pelayanan dan derajat kesehatan masyarakat.

12
B. Saran
Dengan dibuatnya makalah ini, penulis berharap bahwa ini dapat menjadi
pengingat bagi perawat maupun profesi lainnya untuk senantiasa menjaga komunikasi
satu sama lain untuk menghindari adanya kesalahpahaman, untuk meningkatkan
kekompakan antar profesi, dan juga untuk memperjelas status perkembangan
kesehatan klien demi tercapainya keselamatan dan kesembuhan klien.

13
DAFTAR PUSTAKA

Basuki. 2008. Komunikasi Antar Petugas Kesehatan. PDF File.

Komisi Akreditasi Rumah Sakit. 2012. Standar Akreditasi Rumah Sakit. Jakarta: Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia. P 1-228

Potter & Perry. 2006. Fundamental Keperawatan Konsep, Proses, dan Praktik. Jakarta : EGC

World Health Organization & Joint Comission International. Communication during


patient hand-overs. Diakses dari: http://www.who.int/patientsafety/solutions/ patientsafety/
PSSolution3.pdf.

14

Anda mungkin juga menyukai