Anda di halaman 1dari 16

SISTEM NILAI BISNIS DARI SISTEM DAN MENGELOLA

PERUSAHAAN

I. Sistem Nilai Bisnis dan Mengelola Perusahaan


Sistem informasi bisa memiliki beberapa nilai berbeda untuk perusahaan
bisnis. Infrastruktur teknologi informasi yang kuat dan konsisten dalam
jangka waktu panjang, bisa memainkan peran strategis penting dalam
kehidupan perusahaan. Sistem informasi bisa menopang kelangsungan
hidup perusahaan. Manfaat sistem dari sudut keuangan, pada intinya
berputar disekitar pertanyaan mengenai pengembalian atas modal
investasi.
1. Model-model Anggaran Modal Tradisional
Model model anggaran modal tradisional merupakan salah satu bentuk
dari beberapa teknik yang digunakan untuk mengukur nilai proyek
investasi modal jangka panjang. Anggaran modal sendiri yaitu
merupakan proses analisis dan pemilihan beragam proposal untuk
pengeluaran-pengeluaran modal. Ada enam model anggaran modal
yang digunakan untuk mengevaluasi proyek-proyek modal, yaitu:
a. Metode penggantian
Metode penggantian sangat sederhana, merupakan pengukuran
waktu yang diperlukan untuk menggantikan/mengembalikan
investasi awal dari proyek. Periode penggantian dihitung sebagai
berikut:

investasi awal
= jumlah tahun untuk pengembalian modal
net kas masuk per tahun

b. Nilai akuntansi dari pengembalian modal investasi (ROI)


Perusahaan membuat investasi modal untuk mendapatkan
kepuasan nilai pengembalian. Penentuan tingkat kepuasan nilai
pengembalian tergantung pada biaya peminjaman uang, namun
faktor-faktor lainnya bisa dimasukkan ke dalam persamaan
tersebut. Faktor-faktor tersebut adalah nilai historis dari
pengembalian yang diharapkan oleh perusahaan. Dalam jangka
panjang, nilai pengembalian yang diharapkan harus sama dengan
atau melebihi modal pada pasar. Jika tidak, tidak akan ada yang
mau meminjamkan uang kepada perusahaan.

Nilai akuntansi dari pengembalian modal investasi menghitung


nilai pengembalian dari investasi dengan mengatur arus masuk kas
yang dihasilkan oleh investasi untuk penurunan harga (depresiasi).
Ini menghasilkan perkiraan pendapatan akuntansi yang dimiliki
oleh proyek.
Untuk menemukan nilai pengembalian investasi, pertama-tama
hitunglah rata-rata keuntungan bersih. Rumus untuk rata-rata
keuntungan bersih adalah sebagai berikut:

Total keuntungan biaya depresiasi


=Keuntungan bersih
Waktu penggunaan

Keuntungan bersih ini kemudian dibagi dengan investasi awal


untuk mendapatkan nilai pengembalian investasi, dengan rumus:

Keuntungan bersih
=Nilai pengembalian investasi
Investasi awal

c. Rasio rugi-laba
Metode sederhana untuk menghitung pengembalian modal adalah
rasio rugi-laba, yaitu rasio dari keuntungan dan kerugian. Rumus
untuk rasio rugi-laba adalah sebagai berikut:

Total Keuntungan
=Rasio rugi laba
Total Kerugian

d. Nilai bersih saat ini (NPV/net present value)


Nilai saat ini adalah nilai dolar yang berlaku saat ini untuk
pembayaran atau urut-urutan pembayaran yang akan diterima pada
masa yang akan datang.

Untuk membandingkan investasi (yang dibuat dalam dolar saat ini)


dengan penghematan masa depan atau pendapatan, anda perlu
memotong pendapatan dengan nilainya saat ini kemudian
menghitung nilai bersih saat ini dari investasi. Nilai bersih saat
iniadalah jumlah uang sebagai harga investasi, yang terdiri dari
biaya, pendapatan, dan nilai waktu dari uang. Rumus untuk nilai
bersih saat ini adalah:

Nilai saat ini dari arus kas yang diperkirakan – biaya awal investasi
= nilai bersih saat ini

e. Indeks keuntungan
Digunakan untuk membandingkan keuntungan dari investasi
alternatif; di hitung dengan membagi nilai saat ini dari total arus
kas masuk dari investasi dengan biaya awal investasi.

f. Nilai internal pengembalian modal


Nilai internal pengembalian modal adalah variasi dari metode nilai
bersih saat ini. Metode ini memperhitungkan nilai waktu uang.
Tingkat pengembalian internal (IRR) didefinisikan sebagai nilai
pengembalian modal atau keuntungan yang dihasilkan dari
investasi. Nilai internal pengembalian modal adalah nilai potongan
(bunga) yang akan menyamakan nilai saat ini dari arus kas.

II. Pertimbangan-pertimbangan Strategis


Metode lainnya untuk memilih dan mengevaluasi investasi sistem
informasi mencakup pertimbangan-pertimbangan yang tidak diperhatikan
oleh metode anggaran modal tradisional. Beberapa model dibawah ini bisa
saling dikombinasikan:

A. Analisis Portofolio
Selain menggunakan anggaran modal, cara lain yang dipakai dalam
memilih satu diantara banyak proyek alternatif adalah
mempertimbangkan perusahaan memiliki portofolio dari aplikasi yang
potensial. Masing-masing aplikasi memiliki keuntungan dan kerugian.

Jika analisis strategis telah menetapkan arah keseluruhan dari


pengembangan sistem, maka dapat digunakan analisis portofolio untuk
memilih alternatif. Mereka dapat memulainya dengan fokus pada
sistem yang memiliki keuntungan besar dan risiko kecil. Hal ini
menjanjikan pengembalian modal yang tinggi dan resiko yang kecil.
Kedua, sistem yang beresiko tinggi dengan keuntungan yang besar
harus diuji ulang untuk mengetahui kemungkinan pembangunan ulang
dan penggantiannya dengan sistem lain yang diinginkan, yang
memmiliki keuntungan lebih tinggi.

B. Model-model Skoring
Metode yang cepat dan kadang kala meyakinkan dan berasal dari
keputusan mengenai pemilihan sistem alternatif adalah model skoring.
Model skoring memberikan kepada sistem alternatif sebuah skor
tunggal berdasarkan tingkat dimana sistem tersebut memenuhi tujuan
yang telah ditetapkan. Salah satu penggunaan utama model skoring
adalah dalam identifikasi kriteria pemilihan dan berat
relatifnya.Model-model Penetapan Harga Opsi Riil

Model penetapan harga opsi riil menggunakan konsep penilaian yang


dipinjam dari industri finansial. Metode penetapan harga opsi riil
memberi nilai pada proyek sistem informasi sama dengan opsi saham,
memberi fleksibiitas kepada manajer untuk membuat modal investasi
saat ini untuk menciptakan peluang masa mendatang. Model opsi
penetapan harga rill menawarkan sebuah pendekatan untuk berpikir
mengenai proyek teknologi informasi yang memperhitungkan nilai
pembelajaran manajemen dan nilai dari penundaan investasi.
Kekurangan utama dari model ini adalah dalam mengestimasi semua
variabel kunci, khususnya arus kas yang diharapkan dari aset
mendasar dan perubahan-perubahan dalam biaya implementasi.
III. Pentingnya Manajemen Perubahan Dalam Keberhasilan dan
Kegagalan Sistem Informasi
Keuntungan-keuntungan dari investasi teknologi informasi akan
berkurang jika perusahaan tidak mempertimbangkan biaya perubahan
organisasi yang berkaitan dengan sistem baru atau mengefektifkan
perubahan-perubahan tersebut. Penggunaan atau penggantian sistem
informasi memiliki dampak yang besar terhadap organisasi dan perilaku.
Perubahan internal organisasi menyebabkan hambatan dan oposisi dan
bisa membawa pada kematian sistem atau keberhasilan sistem.

Kegagalan sistem informasi dalam presentasi yang sangat besar untuk


membawa keuntungan atau mengatasi masalah sebagaimana yang
dimaksudkan, terjadi karena proses perubahan organisasi di sekitar
pembangunan sistem tidak diarahkan dengan benar. Pembangunan sistem
yang berhasil membutuhkan manajemen perubahan secara cermat.

IV. Bidang-bidang Masalah Sistem Informasi


Masalah-masalah yang menyebabkan kegagalan sistem informasi dapat
dikelompokkan dalam beberapa kategori, yaitu:
A. Perancangan
Perancangan aktual sistem mungkin tidak bisa sesuai dengan
persyaratan bisnis yang utama atau tidak bisa memperbaiki kinerja
organisasi. Informasi tidak bisa tersedia dengan cukup cepat untuk
membantu proses bisnis. Cara dimana pengguna bisnis nonteknis harus
berinteraksi dengan sistem mungkin saja terlalu rumit dan kurang
mendukung. Antarmuka pengguna adalah bagian dari sistem yang
berfungsi sebagai media interaksi antara pengguna dengan sistem.

Sistem informasi dinilai gagal jika rancangannya tidak sesuai dengan


struktur, kultur dan sasaran organisasi secara keseluruhan. Secara
historis, rancangan sistem informasi sering kurang sesuai dengan isu-
isu teknis yang perlu menjadi perhatian organisasi.

B. Data
Data di dalam sistem memiliki tingkat inakurasi dan inkonsistensi
yang tinggi. Informasi pada bidang-bidang tertentu mungkin saja
mengandung kesalahan atau ambigu, atau diorganisasi dengan baik
untuk tujuan bisnis. Informasi yang dibutuhkan untuk fungsi bisnis
tertentu mungkin tidak bisa diakses karena data tidak lengkap.
C. Biaya
Sebagian sistem beroperasi dengan baik, namun biaya unuk
mengimplementasikannya dan menjalankannya pada basis produksi
bisa melebihi nilai yang sudah dianggarkan. Proyek sistem lainnya
mungkin sangat boros untuk diselesaikan. Dalam kedua kasus tersebut,
pengeluaran-pengeluaran berlebihan tidak bisa dinilai dengan nilai
bisnis yang ditunjukkan dari informasi yang disediakan.

D. Pengoperasian
Sistem tidak berjalan dengan baik. Informasi tidak tersedia dengan
cepat dan efisien karena operasi komputer yang menangani proses
informasi terhambat. Pekerjaan yang sering dibatalkan akan
mengakibatkan kerugian dan penundaan atau ketidaksesuaian jadwal
yang sudah ditetapkan untuk pengiriman informasi. Suatu sistem
online mungkin secara operasional tidak mencukupi karena waktu
responnya terlalu lama.

V. Manajemen Perubahan dan Konsep Implementasi


Agar efektif dalam mengelola perubahan organisasi disekitar
pembangunan sistem informasi yang baru, orang harus menguji dan
meneliti proses implementasi. Implementasi merujuk kepada semua
aktifitas organisasional dalam hal adopsi, manajemen dan rutinitas dari
inovasi seperti sistem informasi yang baru.

Satu model dari proses implementasi adalah model Kolb/Frohman atas


perubahan organisasi. Model ini membagi proses perubahan organisasi
kedalam tujuh tahap relasi antara seorang konsultan organisasi dan
kliennya. Penelitian akhir-akhir ini mengenai implementasi menekankan
perlunya fleksibilitas dan improvisasi dengan para pelaku organisasi untuk
tidak dibatasi oleh peran-peran yang kaku.

VI. Penyebab Keberhasilan dan Kegagalan Implementasi


Pelaksanaan implementasi secara luas bisa ditentukan dari faktor-faktor
berikut ini:
 Peran para pengguna dalam proses implementasi
 Tingkat dukungan manajemen untuk usaha implementasi
 Level kompleksitas dan resiko proyek implementasi
 Kualitas manajemen dari proses implementasi

VII. Mengelola Implementasi


Tidak semua aspek proses implementasi bisa dengan mudah dikendalikan
atau direncanakan. Namun, peluang-peluang untuk keberhasilan sistem
bisa ditingkatkan dengan mengantisipasi potensi masalah implementasi
dan menerapkan strategi perbaikan yang benar. Beragam pengelolaan
proyek, pengumpulan persyaratan dan metode perencanaan telah
dikembangkan untuk beberapa kategori masalah tertentu. Strategi juga
telah direncanakan untuk memastikan bahwa pengguna memainkan peran
yang sesuai disepanjang proses implementasi dan untuk mengelola proses
perubahan organisasional.

VIII. Mengendalikan Faktor-Faktor Resiko


langkah pertama mengelola resiko proyek adalah mengidentifikasi sifat
dan level resiko dari proyek yang sedang dikerjakan. Para pelaku
implementasi kemudian bisa mengadaptasi kemungkinan pendekatan
terhadap pengelolaan proyek, penanganan masing-masing proyek dengan
peranti, metode pengelolaan proyek, dan hubungan organisasional yang
menggerakkan level resikonya.

IX. Mengelola Kompleksitas Teknis


Proyek dengan teknologi yang kompleks dan menantang untuk dikuasai
berasal dari keuntungan peranti integrasi internal. Keberhasilan proyek
seperti ini bergantung dari seberapa baik pengelolaan kompleksitas. Para
pemimpin proyek perlu memiliki pengalaman administratif dan teknis.
Mereka harus mampu mengantisipasi masalah-masalah dan
mengembangkan relasi yang mulus antar tim teknis secara terus-menerus.
Keterampilan atau keahlian teknik yang penting yang tersedia secara
internal, harus dicari dan ditentukan dari luar organisasi.

X. Perencanaan dan Peranti Kendali Resmi


Proyek-proyek besar akan menarik keuntungan dari penggunaan secara
tepat peranti perencanaan resmi dan peranti kendali resmi. Teknik-teknik
pengelolaan proyek bisa membantu manajer mengidentifikasi sumbatan-
sumbatan dan menentukan dampak masalah pada waktu penyelesaian
proyek. Teknik-teknik ini juga membantu pengembangan sistem untuk
membagi implementasi kedalam segmen-segmen yang lebih kecil, yang
bisa dikelola dengan baik dan menghasilkan keuntungan bisnis yang
terukur. Teknik kendali standar akan berhasil memetakan kemajuan
proyek atas penganggran dan tanggal jatuh tempo, sehingga
penyimpangan dari perencanaan bisa diketahui.

XI. Meningkatkan Keterlibatan Pengguna dan Mengatasi Resistansi


Pengguna
Proyek yang relatif memiliki struktur kecil dan persyaratan yang belum
ditetapkan harus melibatkan pengguna di semua tahapnya. Para pengguna
harus di mobilitas untuk mendukung satu dari banyak kemungkinan
pilihan perancangan dan agar mereka berkomitmen pada satu rancangan.
Peranti integrasi eksternal terdiri dari cara-cara mengkoneksi kerja tim
implementasi dengan pengguna disemua level organisasi.
Partisipasi dalam kegiatan implementasi bisa saja kurang mencukupi
untuk mengatasi masalah resistansi pengguna. Proses implementasi
menuntut perubahan organisasional. Ada kemungkinan perubahan tersebut
terhalang karena ada beragam pengguna yang bisa terpengaruh oleh sistem
dengan beragam cara. Sementara sebagian pengguna mungkin bisa
menyetujui sistem yang baru, karena membawa perubahan yang mereka
anggap menguntungkan bagi mereka.

Strategi untuk mengatasi hambatan pengguna mencakup partisipasi


pengguna, pendidikan dan pelatihan kepada pengguna, pengumuman
resmi dan kebijakan manajemen dan pemberian intensif yang lebih baik
bagi pengguna yang bekerja sama. Sistem yang baru dapat dibuat lebih
mudah bagi pengguna dengan memperbaiki antarmuka pengguna.
Pengguna akan lebih bisa bekerja sama jika masalah-masalah
organisasional dipecahkan khususnya untuk memperkenalkan sistem yang
baru.

NILAI KONSUMEN

I. Pengertian
Kotler dan Keller (2009: 14) menyatakan bahwa nilai konsumen merupakan
kombinasi kualitas, pelayanan, harga dari suatu penawaran produk. Nilai
terhantar pada konsumen adalah selisih antara jumlah nilai bagi konsumen
dan jumlah biaya dari konsumen, dan jumlah nilai bagi konsumen adalah
sekelompok keuntungan yang diharapkan konsumen dari barang atau jasa
tertentu.

Menurut Best dalam (Sumarwan, dkk; 2010: 30), nilai konsumen merupakan
benefit yang diperoleh konsumen dikurangi biaya pembelian. Berdasarkan
konsep ini, nilai konsumen bersumber dari benefit ekonomi, benefit
konsumen, dan benefit emosional. Benefit ekonomi bersumber dari
keunggulan harga dan biaya selain harga pembelian seperti biaya akuisisi,
penggunaan kepemilikan, pemeliharaan, dan perbaikan serta biaya
pembuangan. Benefit konsumen bersumber dari penampilan produk, layanan
dan reputasi. Benefit emosional adalah keunggulan produk dalam memenuhi
kebutuhan emosional konsumen yang terkait dengan kebutuhan psikologis,
tipe – tipe kepribadian konsumen, dan nilai personal konsumen.

Tjiptono (2005:296) juga mendefenisikan nilai konsumen adalah ikatan


emosional yang terjalin antara konsumen dan produsen setelah konsumen
menggunakan produk dan jasa dari perusahaan dan mendapati bahwa produk
atau jasa tersebut memberi nilai tambah.

Nilai konsumen atau customer perceived value yaitu persepsi konsumen


terhadap nilai dimana perusahaan harus mempertimbangkan nilai dalam
mengembangkan produk dan jasanya sehingga sesuai dengan apa yang
diharapkan konsumen (Vanessa, 2007:65).

Monroe dalam Vanessa (2007:65) menyatakan bahwa nilai konsumen adalah


rasio antara keuntungan atau manfaat yang dirasakan dengan pengorbanan
yang dikeluarkan. Dimana keuntungan yang dirasakan adalah kombinasi dari
atribut fisik, atribut jasa dan teknik pendukung dalam pemanfaatan produk.
Pengorbanan yang dikeluarkan adalah total biaya yang dikeluarkan konsumen
termasuk biaya pembelian dan biaya tambahan (seperti biaya pemesanan,
transportasi, instalasi, penanganan pesanan) serta biaya diluar pembelian
(mengganti kerusakan, resiko kegagalan atau pelayanan yang buruk).

Buchari (2007:295) menyatakan bahwa nilai konsumen ialah selisih antara


total nilai tambah yang diperoleh konsumen dibandingkan dengan total biaya
yang dikeluarkan.

Menurut Hanny dalam Vanessa (2007:65) Nilai adalah harga murah, apapun
yang diinginkan dari suatu produk, kualitas yang diterima konsumen atas
biaya yang telah dikeluarkan dan apa yang diperoleh konsumen dari yang
telah mereka berikan.

Nilai konsumen adalah preferensi yang dirasakan oleh konsumen atas atribut
produk, kinerja, dan konsekuensi yang timbul dari pemakaian fasilitas untuk
memenuhi sasaran dan maksudnya (A. B. Susanto dalam Vanessa, 2007:66).

Menurut Gale (1994) dalam Alida (2007:74) nilai konsumen adalah persepsi
konsumen terhadap nilai atas kualitas yang ditawarkan relatif lebih tinggi dari
pesaing akan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen, semakin tinggi
persepsi nilai yang dirasakan oleh konsumen, maka semakin besar
kemungkinan terjadinya hubungan (transaksi). Dan hubungan yang
diinginkan adalah hubungan yang bersifat jangka panjang, sebab usaha dan
biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan diyakini akan jauh lebih besar
apabila harus menarik konsumen baru atau konsumen yang sudah
meninggalkan perusahaan, daripada mempertahankannya.

Nilai konsumen atau nilai customer atau customer value adalah selisih
antara manfaat yang diperoleh customer dari suatu produk atau jasa dengan
upaya dan pengorbanan yang dilakukannya untuk mendapatkan dan
menggunakan produk itu.

Suatu produk atau jasa yang dibeli customer dari perusahaan semakin
memuaskan jika customer itu mendapatkan nilai (value) yang tinggi. Bagi
customer, nilai (value) atau nilai produk atau jasa yang ditawarkan suatu
perusahaan memiliki dua dimensi:

 Kinerja atau fitur produk dibandingkan dengan produk sejenis yang


ditawarkan pesaing perusahaan.
 Harga atau cost. Dengan semakin banyaknya produk atau jasa sejenis
yang bersaing di pasar, cost atau pengorbanan memiliki arti yang lebih
luas, tidak hanya sebatas harga beli suatu produk. Sebagai contoh,
kemudahan untuk mengoperasikan, ketersedian suku cadang, layanan
pascapembelian, dan biaya pemeliharaan, merupakan unsur-unsur
pengorbanan yang diperhitungkan oleh customer, selain harga beli produk.

Dengan kata lain, customer berada dalam posisi "bisa memilih". Istilah
customer value sangat populer dalam dunia bisnis masa kini yang sangat
kompetitif. Customer value semakin penting untuk dipertimbangkan oleh
perusahaan dan menjadi bagian integral strategi perusahaan, khusurnya dalam
strategi pemasaran produknya.Secara historis, dalam ilmu ekonomi konsep ini
dikenal sebagai utility barang dan jasa.

II. Dimensi Nilai Konsumen


Menurut Sweeney and Soutar dalam Tjiptono (2005:298), dimensi nilai
terdiri dari 4 yaitu:
1. Emotional value, utilitas yang berasal dari perasaaan atau afektif/emosi
positif yang ditimbulkan dari mengkonsumsi produk.
2. Social value, utilitas yang didapat dari kemamapuan produk untuk
meningkatkan konsep diri social konsumen.
3. Quality/performance value, utilitas yang didapatkan dari produk karena
reduksi biaya jangka pendek dan panjang panjang.
4. Price/value of maney, utilitas yang diperoleh dari persepsi terhadap kinerja
yang yang diharapkan dari produk atau jasa.

III. Penciptaan Nilai Konsumen


Menurut Best dalam Sumarwan, dkk (2010: 33), bahwa nilai konsumen dapat
diciptakan melalui beberapa pendekatan, yaitu:
1. Biaya daur hidup dan penciptaan nilai
Bagi nilai ekonomi superior, konsumen harus memperoleh keuntungan
ekonomi diatas daur hidup pengguna. Terdapat enam sumber utama biaya
siklus hidup yang menciptakan nilai yaitu harga yang dibayarkan, biaya
penggunaan, biaya pemeliharaan, biaya kepemilikan, serta biaya
pembuangan.
2. Harga kinerja dan penciptaan nilai
Walaupun nilai ekonomis menyediakan dasar yang kuat untuk
menciptakan nilai konsumen berdasarkan biaya tetapi terdapat aspek-
aspek kinerja produk yang lebih sulit dihitung dalam pembiayaan total
pembelian. Kinerja dapat juga meliputi fitur-fitur dan fungsi-fungsi
produk yang tidak menghemat uang tetapi meningkatkan pemakaian
sehingga menciptakan nilai konsumen.
3. Benefit yang dipersepsikan dan penciptaan nilai
Nilai relatif kinerja harga dan nilai ekonomi memberikan ukuran yang
terbaik mengenai nilai konsumen tetapi evaluasi konsumen terhadap
produk sering melampaui ukuran kinerja harga dan ekonomis. Persepsi
konsumen tentang kualitas layanan, reputasi merek, dan biaya-biaya lain
selain harga juga mempengaruhi nilai konsumen. Setelah diketahui
persepsi manfaat dan persepsi biaya secara keseluruhan maka selisihnya
merupakan nilai konsumen yang dipersepsikan.
4. Benefit konsumen
Sebelum dapat menentukan keseluruhan nilai konsumen yang diciptakan,
perlu ditentukan biaya-biaya pembelian yang dipersepsikan. Posisi daya
saing perusahaan terkait dengan pelayanan yang dipersepsikan lebih
tinggi dari pada kompetitor yang pada gilirannya akan meningkatkan total
biaya pembelian yang dipersepsikan. Apabila persepsi mengenai total
biaya pembelian dan total manfaat telah diperoleh maka perusahaan dapat
mengevaluasi tingkat nilai yang tercipta untuk konsumen.
5. Benefit emosional dan penciptaan nilai
Setiap manusia mempunyai kebutuhan fisik dan psikologis. Setelah
kebutuhan fisik terpenuhi maka manusia memerlukan kebutuhan
psikologi seperti hubungan yang hangat, afiliasi, status, pengakuan,
dihormati, kegembiraan, semangat, dan pemenuhan diri. Kebutuhan
psikologis dapat dilayani dengan membeli produk yang menawarkan
serangkaian benefit emosional yang konsisten dengan kebutuhan itu
karena banyak produk memiliki personalitas dengan makna psikologis.

IV. Pemasaran dan Nilai Konsumen


Pemasaran juga mencakup kepuasan atas kebutuhan dan keinginan
konsumen. Tugas dari segala jenis bisnis adalah menyerahkan nilai konsumen
untuk mendapat laba. Dalam ekonomi yang hiperkompetitif, dengan semakin
banyak pembeli rasional yang berhadapan dengan banyak sekali pilihan,
sebuah perusahaan dapat menang hanya dengan menyetel dengan baik proses
penyerahan nilai serta memilih, menyediakan, dan mengomunikasikan
nilai superior.

V. Proses Penyerahan Nilai


Pandangan tradisional tentang pemasaran adalah perusahaan membuat
sesuatu dan kemudian menjualnya. Perusahaan mengetahui apa yang harus
dibuat dan pasar akan membeli cukup banyak unit untuk menghasilkan laba.
Perusahaan yang menganut pandangan ini memiliki peluang terbaik untuk
berhasil dalam ekonomi yang ditandai dengan kekurangan barang di mana
konsumen tidak rewel tentang mutu, fitur, atau gaya. Akan tetapi,
pandangan tradisional tentang proses bisnis tidak akan berfungsi dalam
ekonomi di mana orang menghadapi terlalu banyak pilihan. Pesaing yang
cerdas harus merancang dan menyerahkan tawaran untuk pasar sasaran yang
ditetapkan dengan baik. Keyakinan ini ada pada inti proses bisnis, yang
menempatkan pemasaran pada awal perencanaan. Proses penyerahan nilai
mulai sebelum ada produk dan terus berlanjut sementara produk tersebut
dikembangkan dan setelah produk itu tersedia.Orang Jepang
menyempurnakan pandangan ini dengan konsep berikut:
 Waktuumpan balik konsumen nol
 Waktuperbaikan produk nol
 Waktupembelian nol
 Waktupenetapan nol
 Kerusakan nol

VI. Rantai Nilai


Michael Porter dari Harvard mengusulkan rantai nilai sebagai alat untuk
mengidentifikasi cara menciptakan lebih banyak konsumen. Rantai nilai
mengidentifikasi sembilan kegiatan strategis dan relevan yang menciptakan
nilai dan biaya di dalam bisnis tertentu. Kesembilan kegiatan itu terdiri dari
lima kegiatan utama dan empat kegiatan pendukung.

Kegiatan utama mencerminkan urutan dari membawa bahan mentah ke


perusahaan (inbound logistics), mengonversinya menjadi produk jadi
(operations), mengirim produk jadi (outbound logistics), memasarkannya
(marketing and sales), dan melayaninya (services).

Kegiatan penunjang meliputi perolehan sumber daya (bahan baku),


pengembangan teknologi, manajemen sumber daya manusia, dan prasarana
perusahaan.

Keberhasilan perusahaan bukan hanya bergantung pada keberhasilan masing-


masing bagian dalam melakukan tugasnya, melainkan juga pada keberhasilan
dalam mengoordinasikan berbagai kegiatan bagian tersebut untuk melakukan
proses bisnis inti. Proses bisnis inti ini mencakup:
 Proses memahami pasar
 Proses realisasi produk baru
 Proses mendapatkan konsumen
 Proses manajemen relasi konsumen
 Proses manajemen pemenuhan

Untuk berhasil, suatu perusahaan perlu mencari keunggulan kompetitif di


luar operasinya sendiri, ke dalam rantai nilai para pemasok, penyalur, dan
konsumennya. Banyak perusahaan sekarang membentuk kemitraan dengan
pemasok dan penyalur tertentu untuk menciptakan jaringan penyerahan nilai
yang lebih baik.

VII.Orientasi Pemasaran Holistik dan Nilai Konsumen


Orientasi pemasaran holistic dapat juga memberikan pengertian yang
mendalam tentang merebut nilai konsumen. Menurut pendapat ini, pemasar
holistei berhasil dengan mengelola jaringan nilai unggul yang menyerahkan
satu level mutu yang tinggi, jasa, dan kecepatan produk. Pemasar holistic
mencapai pertumbuhan yang menghasilkan laba dengan memperluas pangsa
pasar konsumen, membangun kesetiaan konsumen, dan merebut nilai masa
hidup konsumen. Kerangaka kerja pemasaran holistic dirancang untuk
menjawab tiga pertanyaan manajemen kunci berikut:
 Eksplorasi nilai : bagaimana perusahaan dapat mengidentifikasi peluang
nilai baru.
 Penciptaan nilai : bagaimanakah perusahaan secara efesien menciptakan
tawara nilai baru yang lebih menjanjikan.
 Penyerahan nilai : bagaimana perusahaan menggunakan kapabilitas dan
insfrakturnya untuk menterahkan tawaran nilai secara lebih efesien.
STRATEGIC OPERATIONAL PLANNING

I. Perencanaan Strategis
Perencanaan strategis ( strategic planning ) berkaitan dengan pembuatan
keputusan mengenai sasaran dan strategi jangka panjang dari suatu
organisasi. Rencana strategi berorientasi eksternal yang kuat dan mencakup
bagian yang besar dari organisasi. Eksekutif senior bertanggung jawab untuk
pengembangan dan pelaksanaan rencana strategis, meskipun mereka biasanya
tidak merumuskan atau menerapkan semua rencana tersebut sendiri.

Sasaran strategis ( strategic goals ) merupakan target utama atau hasil akhir
yang berhunbungan dengan upaya jangka panjang, nilai, dan
pertumbuhanorganisasi. Manajer strategis-manajer tingkat atas-biasanya
membuat sasaran-sasaran yang merefleksikan keefektifan ( memberikan
output yang sesuai ) dan afesiensi ( rasio output terhadapinput yang tinggi ).
Sasaran-sasaran strategis umumnya meliputi berbagai ukuran pertumbuhan
pangsa pasar, keuntungan, imbal hasil investasi, kuantitas dan kualitas hasil,
produktivitas, layanan konsumen, kontribusi terhadap masyarakat. Suatu
organisasi biasanya memiliki sejumlah sasaran strategis yang saling
memperkuat. Sebagai contoh, sebuah pabrik computer mungkin memiliki
sasaran strategis untuk meluncurkan sejumlah produk baru dalam suatu
karangka waktu tertentu, dengan kualitas yang lebih tinggi, dan dengan
meraih pangsa pasar yang lebih besar.

Strategi ( strategy ) adalah suatu pola dari aksi dan penempatan sumber daya
yang ditujukan untuk mencapai berbagai sasaran dan organisasi. Strategi yang
diterapkan oleh suatu organisasi merupakan suatu upaya untuk menyesuaikan
kemampuan dan sumber daya organisasi dengan kesempatan yang terdapat
dalam lingkungan eksternalnya; artinya, setiap organisasi memiliki sejumlah
kekuatan dan kelemahan.

II. Perencanaan Taktis dan Operasional


Perencanaan taktis ( tactical planning ) berfokus pada tindakan-tindakan
utama yang harus dilakukan oleh suatu unit untuk melakukan bagiannya
dalam rencana strategis. Sebagai contoh, jika terdapat suatu strategi untuk
meluncurkan suatu lini produk baru, rencana taktis untuk unit pabrik ini boleh
jadi melibatkan perancangan, pengujian, dan pemasangan peralatan yang
dibutuhkan untuk memproduksi lini baru tersebut.
Perencanaan operasional ( operational planning ) mengedintifikasi prosedur-
prosedur dan proses-proses spesifik yang diperlukan pada tingkatan yang
lebih rendah dalam organisasi.

Manajemen strategis ( strategic management ) melibatkan para menajer dari


seluruh bagian organisasi dalam perumusan dan penerapan dari berbagai
strategi dan sasaran strategi. Manajemen strategis menggabungkan
perencanaan strategis dan manajemen ke dalam suatu proses tunggal.

Enam komponen utama dari proses manajemen strategis


1. Pembentukan Misi, Visi, dan Sasaran
Langkah pertama dalam perencanaan strategis adalah membangun suatu
misi, visi, dan sasaran bagi organisasi. Misi (mission) merupakan
pernyataan yang jelas dan singkat yang mengandung tujuan dasar
organisasi. Misi menjelaskan hal yang dilakukan oleh suatu organisasi,
siapa yang akan dilayaninya, produk atau layanan dasarnya, dan nilainya.

Sebuah misi menjelaskan organisasinya cara organisasi tersebut


beroperasi sekarang ini. Visi strategis (strategic vision) mengarah pada
masa depan – visi menyediakan suatu perspektif tentang kemana arah
organisasi itu dan akan menjadi seperti apa. Idealnya, pernyataan visi
menjelaskan arah jangka panjang organisasi dan maksud strategisnya.

Sasaran strategis berkembang dari pernyataan misi dan visi organisasi.


CEO organisasi, dengan masukan dan persetujuan dewan direksi,
membentuk misi, visi, dan sasaran strategis yang utama. Konsep dan
informasi yang terkandung dalam dalam pernyataan misi, visi, dan
sasaran strategis mungkin tidak diidentifikasi sebagaimana adanya, tetapi
harus disampaikan kepada setiap orang yang berhubungan dengan
organisasi.

2. Analisis Peluang dan Ancaman Eksternal


Pihak-pihak yang berkepentingan (stakeholder) merupakan kelompok
atau orang-orang yang mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pencapaian
misi, sasaran, dan strategi organisasi. Yang termasuk pihak-pihak
berkepentingan adalah pembeli, pemasok, pesaing, pemerintah dan badan
regulator, serikat pekerja dan kelompok pekerja, komunitas keuangan,
pemilik dan pesaing saham, dan asosiasi perdagangan.

3. Analisis kekuatan dan kelemahan internal


Sumber daya dan kompetisi inti tidak perlu dipertanyakan lagi, dalam
beberapa tahun ini perencanaan strategis telah sangat dipengaruhi oleh
suatu fokus pada sumber daya internal. Sumber daya (resources)
merupakan input untuk produksi yang dapat diakumulasikan seiring
dengan waktu untuk meningkatkan kinerja perusahaan. Sumber daya
terdapat dalam banyak bentuk, cenderung dipisahkan oleh dua katagory
umum; (1) aset nyata, seperti real estat, fasilitas produksi, bahan baku,
dan sebagainya (2) asset tidak nyata, seperti reputasi perusahaan, budaya,
pengetahuan teknis, dan paten, dan juga pembelajaran dan pengalaman
yang terakumulasi.

Kompetensi inti (core competence) adalah sesuatu yang dilakukan sangat


baik oleh suatu perusahaan relative terhadap pesaingnya.

Tolok ukur (branchmarking) adalah proses menilai seberapa baik fungsi


dan kemampuan dasar suatu perusahaan dibandingkan dengan perusahaan
lainnya.

4. Analisis SWOT dan Perumusan Strategi


Pada saat mereka telah menganalisis lingkungan eksternal dan sumber
daya internal organisasi, para manajer akan memiliki informasi yang
mereka butuhkan untuk menilai kekuatan, kelemahan, kesempatan, dan
ancaman organisasi. Suatu penilaian semacam itu biasanya disebut
sebagai analisis SWOT ( SWOT analysis ).

Strategi Korporasi ( corporate strategy ) mengidentifikasi sekumpulan


bisnis, pasar, atau industri dimana suatu organisasi bersaing, dan
distribusi sumber daya antara badan-badan usaha tersebut.

Suatu strategi konsentrasi ( concentration ) berfokus pada suatu bisnis


tunggal yang bersaing di industri tunggal.

Strategi integrasi vertikal (vertical integration) mencakup perluasan


wewenang organisasi kedalam saluran pasokan atau ke distributor.

Strategi diversifikasi konsentris (concentric diversification) mencakup


perpindahan kedalam suatu bisnis baru yang berhubungan dengan bisnis
inti  dari perusahaan.

Bertolak belakang dengan diversifikasi, diversifikasi konglomerasi


(conglomerate diversification) merupakan strategi korporasi yang
meliputi perluasan ke dalam bisnis-bisnis yang tidak berhubungan.
Strategi bisnis (business strategy) menjelaskan aksi-aksi utama yang
dilakukan oleh suatu perusahaan untuk memperkuat posisi kompetitifnya
di pasar.

Strategi biaya rendah merupakan strategi yang digunakan oleh suatu


organisasi untuk menciptakan keunggulan kompetitif, dengan cara
menjadi efisien dan menawarkan suatu produk standar tanpa diembel-
embeli kemewahan apapun.

Strategi diferensiasi merupakan strategi yang digunakan oleh organisasi


untuk menciptakan keunggulan kompetitif dengan cara menjadi unik
dalam industrinya atau segmen pasarnya pada satu atau beberapa dimensi.

Strategi fungsional merupakan strategi yang diterapkan oleh setiap area


fungsional dari organisasi untuk mendukung strategi bisnis organisasi
tersebut.

5. Penerapan strategi
Banyak organisasi mulai memperluas proses manajemen strategis yang
sifatnya lebis partisipatif ke masalah implementasi .manajer pada semua
tingkatan dilibatkan dalam perumusan strategi dan identifikasi serta
pelaksanaan cara-cara untuk menerapkan strategi baru. Eksekutif senior
tetap akan mengatur proses penerapannya secara keseluruhan, namun
mereka memberikan lebih banyak tanggung jawab dan otoritas kepada
pihak lain dalam organisasi. Secara umum, penerapan strategimelibatkan
empat langkah yang berkaitan:
Langkah 1: mendefinisikan tugas strategi
Langkah 2: menilai kapabilitas organisasi
Langkah 3: mengembangkan suatu agenda penerapan
Langkah 4: menciptakan suatu rencana penerapan

6. Pengendalian strategis
Komponen akhir dari proses manajemen strategis adalah pengendalian
(kontrol) strategis. Sistem pengendalian strategis merupakan merupakan
sistem yang dirancang untuk mendukung manajer dalam mengevaluasi
kemajuan organisasi sehubungan dengan strateginya dan, ketika
ketidaksesuaian, melakukan tindakan-tindakan korektif.

Anda mungkin juga menyukai