Abstrak
Ketakutan terhadap nyeri sering menghantui proses persalinan, dan setiap wanita
harus memutuskan apakah ingin menggunakan anestesi untuk mengatasi rasa
nyeri persalinan. Pilihan tersebut menghasilkan konsekuensi yang tidak disengaja
dan menjadi awal mula diberikan intervensi medis selama proses persalinan dan
kelahiran. Tujuan artikel ini adalah untuk melacak penggunaan anestesi pada
persalinan selama pertengahan abad ke-19 hingga pertengahan abad ke-20 dan
untuk mengetahui dampaknya terhadap wanita yang melahirkan.
Ketika wanita yang mempunyai hak istimewa mulai mengundang dokter pria ke
ruang bersalin mereka, asisten yang menemani tetap diperlukan selama proses
kelahiran, dan dokter harus mendapat persetujuan dan meminta kerjasama mereka
(Leavitt, 1983). Sebagian besar wanita melahirkan di rumah dengan bantuan bidan
dan teman – teman di sekitarnya. Hanya wanita yang mampu membayar
pelayanan dokter atau wanita miskin yang datang ke rumah sakit yang mungkin
mendapat bantuan dari dokter. Meskipun spesialisasi bidang obstetri belum
terbentuk, beberapa dokter tertarik untuk menangani kasus persalinan (Kass,
1993).
Sepanjang malam Sally berada dalam kesulitan besar... Dia telah mendapat
80 atau 90 tetes cairan laudanum saat siang dan malam hari namun belum
dapat tidur nyenyak selama 48 jam. (Warner & Tighe, 2001, hal. 59).
Di sisi lain, pada catatan hariannya di masa yang sama, bidan Martha Ballard
tidak menyukai penggunaan laudanum dalam persalinan normal dan menyarankan
bahwa penggunaannya tidak memengaruhi rasa sakit selama persalinan.
Pada pertengahan abad ke-19, penghilang nyeri baru dan efektif telah
digunakan dalam ruang bersalin, namun belum terbukti keamanannya. Anestetik
inhalasi pertama yang digunakan untuk kepentingan obstetrik adalah dietil eter.
Eter ditemukan pada tahun 1540 namun belum sepenuhnya digunakan sebagai
anestetik sampai tahun 1842, ketika Crawford Long, lulusan sekolah kedokteran
University of Pennsylvania melakukan praktik dokter di Georgia, dan
menggunakan eter saat prosedur operasi untuk mengambil tumor pasien (Leake,
1925). Long, yang tidak mempublikasi deskripsi pemakaian eter untuk anestesi
sampai tahun 1853, tidak mendapat kredit. Seorang dokter gigi, William Morton,
mendemonstrasikan pemakaian eter untuk anestesi di Boston pada bulan Oktober
1846 saat prosedur operasi pengambilan tumor di leher oleh seorang dokter bedah
terkenal dari Harvard. Morton diakui sebagai orang pertama yang menggunakan
eter untuk operasi (Caton, 1999), dan kabar tentang kesuksesan penggunaan eter
sebagai anestesi tersebar dengan cepat.
Dr. Nathan Cooley Keep, seorang dokter gigi yang menjadi asisten William
Morton di laboratorium Boston, mendeskripsikan kesuksesan pemakaian eter dan
alat yang ia temukan untuk pemberian eter dalam sebuah artikel yang diterbitkan
di Boston Medical Surgical Journal (Guralnick & Kaban, 2011; Keep, 1847a).
Satu minggu kemudian, di jurnal yang sama, ia melaporkan kesuksesan pemberian
“uap eter pada kasus persalinan normal” (Keep, 1847b, hal. 226). Fanny Appleton
Longfellow, istri dari Henry Wadsworth Longfellow, mendapat eter selama proses
kelahiran anak ketiganya pada tahun 1847 dan menulis hal berikut pada catatan
hariannya :
Saya tidak pernah merasa lebih baik atau menjalani persalinan yang
nyaman seperti ini... Keyakinan Henry memberi saya keberanian dan saya
telah mendengar hal ini telah berhasil di luar negeri, di mana para ahli
bedah menyampaikan berkat besar ini jauh lebih berani dan secara
universal daripada para dokter kami yang pemalu. Dua wanita lain yang
saya kenal sejak itu mengikuti contoh saya dengan sukses, dan saya
merasa bangga menjadi pelopor supaya tidak menderita untuk wanita yang
miskin dan lemah. Ini tentu saja merupakan berkat terbesar pada masa ini
dan saya senang telah hidup pada saat kedatangannya. (Wagenknecht,
1956, hal. 129 – 130)
Fanny menghirup uap eter sulfurik secara heroik... dan seluruh rasa nyeri
persalinan mereda, walaupun proses persalinan berlangsung dan tampak
lebih cepat... sementara berada dibawah pengaruh uap, tidak terjadi
penurunan kesadaran dan tidak ada nyeri. (Pittinger, 1987, hal. 369)
Dari kisah-kisah ini, jelas bahwa wanita yang memiliki koneksi dengan baik
mendapat akses terhadap eter di rumah mereka selama persalinan dan kelahiran.
Pada awal tahun 1847, James Young Simpson, ketua Kebidanan di University of
Edinburgh, Skotlandia, pertama kali menggunakan eter dalam persalinan selama
kelahiran neonatus yang lahir mati setelah intervensi penyelamatan nyawanya
yang tidak berhasil (Morrison dkk, 1996). Simpson tidak puas dengan kualitas
eter dan bereksperimen dengan zat anestesi potensial lainnya (Robinson &
Toledo, 2012). Belakangan tahun itu melalui coba-coba, Simpson dan koleganya
di Edinburgh mengidentifikasi kloroform untuk digunakan sebagai obat bius
(Simpson, 1847). Seperti eter, kloroform juga siap diadaptasi sebagai anestesi saat
melahirkan. Pada tahun 1847, Simpson merawat seorang wanita yang
persalinannya dimulai "dua minggu sebelum aterm" dan mendokumentasikan
yang berikut :
Tiga jam setengah setelah mereka [nyeri] dimulai, dan sebelum tahap
pertama proses persalinan selesai, saya menempatkannya di bawah
pengaruh kloroform, dengan melembabkan, dengan setengah sendok teh
cairan, saputangan saku, digulung menjadi bentuk corong, dan dengan
ujung corong yang lebar atau terbuka diletakkan di atas mulutnya dan
lubang hidung ... Sekali lagi diperbarui dalam waktu sekitar sepuluh atau
dua belas menit ... Bayi dapat dilahirkan dalam waktu dua puluh lima
menit setelah inhalasi dimulai (Dunn, 2002, hal. F208)
Anestesi secara keseluruhan tidak diterima secara luas. Namun begitu, pada tahun
1848 pada pertemuan American Medical Association yang baru terbentuk, 2000
kasus pemakaian anestesi selama persalinan di Amerika Serikat dilaporkan “tanpa
hasil signifikan yang tidak diinginkan” (American Medical Association,1848, hal.
228). Perdebatan merebak di literatur medis tentang penghilang rasa nyeri saat
melahirkan, termasuk keamanan untuk ibu dan bayi baru lahir dan pentingnya rasa
nyeri dalam proses persalinan. Pendukung seperti Simpson, Channing, dan yang
lain dengan kuat menyatakan bahwa rasa nyeri itu tidak diperlukan dalam proses
penyembuhan atau dalam proses persalinan dan rasa nyeri dapat bersifat
destruktif; oleh karena itu, rasa nyeri harus dihilangkan sedapat mungkin. (Caton,
1999; Kass, 1993). Pendapat lain percaya bahwa rasa nyeri saat melahirkan tidak
dapat dipisahkan dari fungsi uterus dan untuk menekan rasa nyeri akan
menghambat persalinan; keterikatan emosional dengan bayi, yang timbul karena
rasa nyeri, sangatlah penting. Misalnya, seorang dokter menyatakan bahwa "rasa
nyeri adalah keselamatan ibu, tidak adanya nyeri justru bersifat merugikan"
(Pernick, 1985, hal. 46). Pencela anestesi menegaskan bahwa untuk
menghilangkan rasa nyeri saat melahirkan adalah untuk melawan pengajaran
Alkitab bahwa wanita akan menderita saat melahirkan setelah dosa Hawa dan
bahwa anestesi akan membuka pintu ke prosedur yang tidak perlu tanpa
persetujuan pasien (Pernick, 1985). Perdebatan berlanjut sampai akhir abad ke-19.
Namun, wanita yang terhubung dengan baik, tetap bersikeras dalam keinginan
mereka untuk bantuan yang diberikan oleh anestesi. Di Inggris, istri – istri Charles
Dickens, Charles Darwin, dan Robert Hooker menggunakan anestesi selama
persalinan, sama seperti wanita – wanita elit di kota – kota besar di Amerika
Serikat (Snow, 2008).
Pada tahun 1880, Stanislav Klikovich, seorang peneliti dari Polandia, memelopori
penggunaan dinitrogen monoksida dalam kebidanan dengan menggunakan
campuran 20% oksigen dan 80% dinitrogen monoksida (Morrison dkk, 1996).
Kemajuan lebih lanjutdalam perangkat administrasi membantu membuat
dinitrogen monoksida diterima dengan baik di Inggris, dan ketika perangkat
inhalasi portabel (perangkat Minnitt) mulai digunakan pada 1930-an, bidan –
bidan di Inggris dapat mengangkut perangkat ke rumah klien mereka (O’Sullivan,
1989; Wood Library-Museum of Anesthesiologi, 2006). Dokter mempelajari
bahwa asfiksia dapat terjadi jika persentase dinitrogen monoksida terlalu besar.
Campuran 50/50 terbukti ideal dan masih digunakan sampai sekarang dengan
perangkat administrasi yang lebih baru. Metode penghilang nyeri saat persalinan
tersebut tidak pernah mencapai popularitas yang sama di Amerika Serikat seperti
yang terjadi di Inggris, di mana dinitrogen monoksida digunakan dalam kelahiran
di rumah dan di rumah sakit. Namun, satu lulusan perawat di Cleveland
menggambarkan kepuasannya dengan penggunaan gas di Rumah Sakit Lakeside
(Morrison dkk, 1996; Truckey, 1911).
Dalam buku teks medis Amerika yang pertama tentang anestesi (Gwathmey,
1914), penggunaan kloroform, oksigen, nitro oksida, dan eter direkomendasikan
dalam kasus kebidanan hanya untuk kepentingan analgesia. Pada saat ini, eter
diberikan dengan metode tetes terbuka, menyerupai administrasi kloroform
sebelumnya. Telah diperkenalkan alat – alat baru, termasuk masker dan
pengaturan untuk agen - agen khusus, sistem tertutup dan terbuka, katup yang
mengontrol campuran gas, mesin yang lebih ringkas, saluran udara oral, intubasi
endotrakeal, metode inhalasi kombinasi, dan anestesi bertahap atau berurutan
disesuaikan kebutuhan pasien (Cope, 1993; Robinson & Toledo, 2012).
Pada awal abad ke-20, 6 hingga 9 wanita meninggal untuk setiap 1.000 kelahiran
hidup dan 1 dari 10 bayi tidak bertahan hidup pada tahun pertama kehidupan.
(Centers for Disease Control and Prevention, 1999). Selama masa ini, rumah
sakit menjadi tempat kelahiran yang lebih dapat diterima. Penganut gagasan
kelahiran di rumah sakit, dr. Joseph De Lee dan John Whitridge Williams, yang
telah berkontribusi pada sains dan mereformasi pendidikan kebidanan,
mengemukakan gagasan bahwa kelahiran adalah proses yang berpotensi patologis.
Perawat memberikan perawatan ketat dan aseptik bagi ibu dan bayi baru lahir, dan
dokter mempraktikkan prosedur yang semakin invasif dengan tujuan untuk
menyelamatkan hidup. Sebagaimana dicatat oleh sejarawan persalinan Wertz dan
Wertz (1989), “Wanita mendapatkan pembebasan dari sakit saat melahirkan,
dengan mengorbankan diperlakukan sebagai objek yang mungkin sakit. Maka
dimulailah transformasi besar dalam kelahiran: dari rumah ke rumah sakit, dari
penderitaan menjadi tanpa rasa sakit, dari perawatan pasien ke perawatan penyakit
” (hal. 128). Dengan memanfaatkan rumah sakit dan anestesi, wanita
menyerahkan kontrol ruang kelahiran kepada dokter.
Profesi Baru Keperawatan
Twilight Sleep
Pada awal abad ke-20, perawat obstetri memberikan eter dengan teknik tetes
terbuka selama persalinan. Pada akhir 1920-an mereka menggunakan Gwathmey,
atau metode rektal Dengan metode ini, perawat mengambil perawatan khusus
untuk secara akurat mengukur dosis obat dan suntikan untuk mencapai anestesi
yang sukses. Ketika serviks terdilatasi 2-3cm, atau terdapat nyeri teratur dengan 5
menit terpisah, perawat memberikan rejimen rumit yang mencakup enema serial
untuk membersihkan usus serta injeksi morfin dan magnesium sulfat
intramuskular secara berkala dalam dosis tertentu. Perawat memposisikan pasien,
mencukur dan membersihkan perineumnya dengan seksama, melapisi area
duburnya dengan jel petroleum untuk mencegah iritasi, memasukkan tabung
rektal hingga melewati bagian terendah janin, dan memasukkan campuran minyak
zaitun-eter secara perlahan dalam 30 hingga 60 menit di ruangan yang tenang dan
gelap. Pasien diinstruksikan sebelumnya untuk mengantisipasi penghilang rasa
sakit. Suntikan ulang magnesium (dengan atau tanpa morfin) memberikan aksi
anestesi berkepanjangan yang dapat berlangsung selama berjam-jam. Wanita
seringter tidur menjelang kelahiran, sehingga kewaspadaan perawat diperlukan
sepanjang proses tersebut berlangsung (De Lee, 1934; Newitt, 1932; Stevens,
1932).
Para ahli bedah menggunakan kokain untuk analgesia topikal pada akhir
tahun 1980-an (Meehan, 1987; Robinson & Toledo 2012). Anestesi blok saraf,
yang mengarahkan pada penemuan dan adopsi teknik epidural dan spinal, terjadi
ketika anestesi disuntikkan di dekat akar saraf, dan kombinasi dengan epinefrin /
adrenalin menyebabkan efek yang diperpanjang (Morrison dkk, 1996). Procaine
(Novocaine) pertama kali diproduksi pada tahun 1905, dan penggunaannya
dengan cepat menggantikan kokain, yang menyebabkan efek toksik (Meehan,
1987; Morrison dkk, 1996).
Pada tahun 1930-an, barbiturat, anestesi lokal, blok saraf, dan berbagai kombinasi
digunakan untuk mengurangi rasa nyeri saat persalinan (Cope, 1993; Cull &
Hingson, 1957). Saat ini, tugas-tugas kompleks perawat termasuk pemberian eter
melalui rektum atau tetes terbuka dan pemberian obat lain. Meskipun dokter yang
akan melakukan blok saraf, perawat harus mengamati dan memantau semua
pasien yang menerima analgesia dan anestesi. Pada tahun 1940-an, beberapa
kombinasi dari semua metode ini dapat digunakan di klinik atau rumah sakit
tertentu. Penggunaan anestesi kadang mengakibatkan perlunya pemberian
oksitosin untuk memulai kembali atau mempercepat persalinan, dan
menyebabkan lebih banyak episiotomi dan penggunaan forseps yang lebih sering
(De Lee, 1934; Stander, 1941). Pada tahun 1957, dalam lebih dari 4 juta kelahiran
di Amerika Serikat, sekitar 75% wanita menerima beberapa bentuk anestesi (Cull
& Hingson, 1957). Peran yang dimainkan perawat dalam manajemen wanita
dalam persalinan termasuk tugas teknis dan pengasuhan, dan ketegangan antara
keduanya mengakibatkan ketidakpuasan pasien dan kekhawatiran terhadap
perawat (Rinker , 2000).
Kesimpulan
Ibu-ibu pada awal abad ke-20 tidak dapat meramalkan luaran dari keputusan
mereka tentang kelahiran. Saat ini, perawatan bersalin ditandai oleh insiden yang
lebih besar dari intervensi medis, termasuk induksi persalinan elektif dan
kelahiran sesar tanpa indikasi, meskipun ini tidak didukung oleh American
College of Obstetricians and Gynecologists (2013a, 2013b). Ketika wanita
menentukan model perawatan medis, mereka rentan dan seringkali tidak
mendapat informasi dengan baik. Perawat ditantang untuk memfasilitasi pilihan
bersalin bagi wanita sambil memberikan keamanan, kasih sayang, dan perawatan
bersalin yang berbasis teknologi canggih.