Anda di halaman 1dari 8

E. PERUBAHAN UHC INDONESIA (Perubahan UU No.

12 Tahun 1997
Menjadi UU No.19 Tahun 2002)

Indonesia telah meratifikasi konvensi tentang Pembentukan


Organisasi Pedagangan Dunia (World Trade Organization) yang
mencakup pula Persetujuan tentang Aspek-aspek Dagang dari Hak Atas
Kekayaan Intelektual/HAKI (Trade Related Aspect of Intellectual
Property Rights/TRIPs) sebagaimana telah disahkan dengan Undang-
undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement Establishing
the World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi
Perdagangan Dunia). Ratifikasi daei peraturan tersebut menunjang
keikutsertaan Indonesia dalam Konvensi Bern (Berne Convention for the
Protection of Literary and Artistic Works), sebagaimana telah disahkan
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1997
tanggal 7 Mei 1997 dan WIPO Copy right Treaty yang telah disahkan pula
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 1997
tanggal 7 Mei 1997, diikuti dengan melaksanakan kewajiban untuk
menyesuaikan peraturan perundang-undangan nasional di bidang hak cipta
terhadap persetujuan internasional tersebut, maka untuk dapat mendukung
kegiatan pembangunan nasional, terutama dengan memperhatikan
berbagai perbangunan nasional, terutama dengan memperhatikan berbagai
perkembangan dan perubahan, Indonesia yang sejak tahun 1982 telah
memiliki Undang-Undang tentang Hak Cipta Nasional yang kemudian
disempurnakan lagi dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1987 dan
disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1997 perlu
mengganti undang-undang tersebut agar sesuai dengan standar yang
ditentukan dalam Konvensi Internasional tersebut.1

Dibandingkan dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1982


tentang hak cipta sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 7 Tahun 1987 dan terakhir dengan Undang-Undang Nomor 12

1
Saidin, Aspek Hukum Hak Kekayaan Intelektual edisi revisi cetakan.4, Jakarta, PT. Raja
Grafindo Persada, 2004, hlm. 195
Tahun 1997, Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2002 menunjukan
perbedaan antara lain:2

1. Lingkup ciptaan yang mendapat perlindungan disempurnakan, yaitu


karya-karya pertunjukan dan karya siaran dihapuskan dari ciptaan yang
dilindungi dan hanya mendapat perlindungan dalam hak yang
berkaitan dengan hak cipta. Hal ini dilaksanakan untuk tidak
menimbulkan kebingungan kedua karya itu dilaksanakan untuk tidak
menimbulkan kebingungan kedua karya itu dilindungi oleh hak cipta
dan juga oleh hak terkait (neighboring rights).
2. Demikian pula kreasi intelektual database dimasukkan menjadi salah
satu ciptaan yang dilindungi sebagaimana diamanatkan WIPO Copy
rights Treaty (WCT), dimana Indonesia telah menandatangani
perjanjian tersebut.
3. Dimuatnya ketentuan tentang penggunaan alat apapun baik melalui
kabel maupun tanpa kabel, termasuk media internet, untuk perputaran
produk-produk cakram optik (optikal disc) melalui media audio, media
audio visual atau sarana telekomunikasi.
4. Dalam masalah penyelesaian sengketa, undang-undang ini menetapkan
penyelesaiannya oleh Pengadilan Niaga dan juga desediakannya
pilihan penyelesaian melalui Alternatif Penyelesaian Sengketa seperti
Arbitrase, Mediasi dan sejenisnya.
5. Hal lain yang ditambahkan dalam undang-undang ini adalah
diperkenalkannya sistem penetapan sementara pengadilan sebagaimana
diamanatkan dalam Article 50 TRIPs, sehingga memungkinkan
pencegahan lebih jauh akan kerugian dari pemegang hak, dan juga
secara seimbang menjaga kepentingan pihak yang dikenakan
penetapan sementara pengadilan.
6. Penambahan lain adalah ditetapkannya ancaman pidana atas
pelanggaran hak terkait, yang dalam Undang-Undang Hak Cipta
sebelumnya ancaman pidana tersebut hanya berlaku secara mutatis
mutandis.

2
Ibid, hlm. 196
7. Penambahan ketentuan pidana minimal dan maksimal dalam undang-
undang ini dimaksudkan untuk menagkal terhadap pelanggaran hak
cipta sehingga diharapkan efektivitas penindakannya akan terwujud.
8. Pembatasan waktu proses perkara dibidang hak cipta yang ditangani
oleh Pengadilan Niaga maupun Mahkamah Agung hal ini untuk
memberikan kepastian hukum dan mencegah berlarut-larutnya
penanganan suatu perkara dibidang hak cipta yang mempunyai akibat
sangat luas dibidang ekonomi dan perdagangan.
9. Penambahan ketentuan mengenai informasi manajemen elektronik
dan sarana kontrol teknologi dimaksudkan untuk menyesuaikan
dengan ketentuan dalam WIPO Copy rights Treaty (WCT).

F. MACAM-MACAM HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL DI


INDONESIA
1. MEREK
a. Hak Atas Merek Sebagai Hak Kekayaan Intelektual

Hak merek merupakan bagian dari hak atas intelektual.


Khusus mengenai hak merek secara eksplisit disebut sebagai benda
immaterial dalam konsiderans UU Nomor 15 Tahun 2001 tentang
Merek (selanjutnya disingkat UUM 2001) bagian menimbang butir
a, yang berbunyi:

Bahwa di dalam era perdagangan global, sejalan dengan konvensi-


konvensi internasional yang telah diratifikasi Indonesia, peranan
merek menjadi sangat penting, terutama dalam menjaga persaingan
usaha yang sehat.3

Dengan merek, produk barang atau jasa sejenis dapat


dibedakan asal muasalnya, kualitasnya serta keterjaminan bahwa
produk itu original. Kadangkala yang membuat harga suatu produk
menjadi mahal bukan produknya, tetapi mereknya. Merek adalah
3
Republik Indonesia, Lembaran Negara Tahun 2001 No. 110, Undang-Undang No. 15 Tahun
2001, Tentang Merek, Jakarta, 1 Agustus 2001, bagian “menimbang” butir a.
sesuatu yang ditempelkan atau dilekatkan pada satu produk, tetapi
ia bukan produk itu sendiri. Seringkali setelah barang dibeli,
mereknya tak dapat dinikmati oleh si pembeli. Merek mungkin
hanya menimbulkan kepuasan saja bagi pembeli. Benda
materinyalah yang dapat dinikmati. Merek itu sendiri ternyata
hanya benda immaterial yang tak dapat memberikan apapun secara
fisik. Inilah yang membuktikan bahwa merek itu merupakan hak
kekayaan immaterial. UUM 2001 tidak menyebutkan bahwa merek
merupakan salah satu wujud dari karya intelektual. Sebuah karya
yang didasarkan kepada olah pikir manusia, yang kemudian
terjelma dalam bentuk benda immaterial.4

Suatu hal yang perlu dipahami dalam setiap kali


menempatkan hak merek dalam rangka hak atas kekayaan
intelektual adalah bahwa, kelahiran hak atas merek itu diawali dari
temuan-temuan dalam bidang hak atas kekayaan intelektual
lainnya, misalnya hak cipta. Pada merek ada unsur ciptaan,
misalnya desain logo, atau desain huruf. Ada hak cipta dalam
bidang seni. Oleh karena itu, dalam hak merek bukan hak cipta
dalam bidang seni itu yang dilindungi, tetapi mereknya itu sendiri,
sebagai tanda pembeda.5

b. Sejarah Pengaturan Merek di Indonesia


Dalam sejarah perundang-undangan merek di Indonesia
dapat dicatat bahwa pada masa kolonial Belanda berlaku
Reglement Industriele Eigendom (RIE) yang dimuat dalam Stb.
1912 No. 545 Jo. Sbt. 1913 No. 214.6
Setelah Indonesia merdeka peratiran ini juga dinyatakan
terus berlaku, berdasarkan Pasal II Aturan Peralihan UUD 1945.
Ketentuan itu masih terus berlaku, hingga akhirnya sampai pada
akhir tahun 1961 ketentuan tersebut diganti dengan UU No. 21

4
Saidin, Op. Cit, hlm. 329
5
Ibid, hlm. 330
6
Ibid, hlm. 331
Tahun 1961 tentang merek perusahaan dan merek perniagaan yang
diundangkan pada tanggal 11 Oktober 1961 dan dimuat dalam
lembaran Negara RI No. 290 dan penjelasannya dimuat dalam
tambahan lembaran Negara RI No. 2341 yang dimulai berlaku
pada bulan November 1961.7
Kedua undang-undang RIE 1912 dan UU Merek 1961
mempunyai banyak sesamaan. Perbedaannya hanya terletak pada
masa berlakunya merek, yaitu sepuluh tahun menurut UU Merek
1961 dan jauh lebih pendek dari RIE 1912 yaitu 20 tahun.
Perbedaan lain, yaitu UU Merek Tahun 1961 mengenal
penggolongan barang-barang dalam 35 kelas, penggolongan yang
semacam itu sejalan dengan klasifikasi internasional berdasarkan
persetujuan internasional tentang klasifikasi barang-barang untuk
keperluan pendaftaran Merek di Nice (Perancis) pada tahun 1957
yang diubah di Stockholm pada tahun 1967 dengan penambahan
satu kelas untuk penyesuaian dengan keadaan di Indonesia,
pengklasifikasian yang demikian ini tidak dikenal dalam RIE
1912.8
Undang-undang Merek tahun 1961 ini ternyata mampu
bertahan selama kurang lebih 31 tahun, untuk kemudian undang-
undang ini dengan berbagai pertimbangan harus dicabut dan
digantikan oleh Undang-Undang No. 19 Tahun 1992 tentang
“Merek” yang diundangkan dalam Lembaran Negara RI Tahun
1992 No. 81 dan penjelasannya dimuat dalam Tambahan
Lembaran Negara No. 3490, pada tanggal 28 Agustus 1992. UU
yang disebut terakhir ini berlaku sejak 1 April 1993.9
Adapun alasan dicabutnya UU Merek Tahun 1961 itu
karena UU Merek No. 21 Tahun 1961 dinilai tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan masyarakat dewasa
ini. Memang jika dilihat UU Merek Tahun 1992 ini ternyata

7
Ibid
8
Ibid
9
Ibid, hlm. 332
memang banyak mengalami perubahan-perubahan yang sangat
berarti jika dibandingkan dengan UU Merek No. 21 Tahun 1961.
Antara lain adalah mengenai sistem pendaftaran, lisensi, merek
kolektif dan sebagainya.10
Dalam konsiderans UUM 1992 itu dapat dilihat lagi
berbagai alasan tentang pencabutan UU Merek Tahun 1961,
yaitu:11
1. Merek sebagai salah satu wujud karya intelektual memiliki
peranan penting bagi kelancaran dan peningkatan perdagangan
barang atau jasa.
2. UU Merek no. 21 Tahun 1961 dinilai sudah tidak sesuai lagi
dengan perkembangan keadaan dan kebutuhan.

Alasan lain dapat juga kita lihat dalam penjelasan Undang-


Undang Merek Tahun 1992 yang antara lain mengatakan:12

Pertama, mareti Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1961 bertolak


dari konsepsi merek yang tumbuh pada masa sekitar Perang Dunia
II. Sebagai akibat perkembangan keadaan dan kebutuhan serta
semakin majunya norma dan tatanan niaga, menjadikan konsepsi
merek yang tertuang dalam Undang-Undang No. 21 Tahun 1961
tertinggal jauh. Hal ini semakin terasa pada saat komunikasi
semakin maju dan pola perdagangan antara bangsa sudah tidak lagi
terikat pada batas-batas Negara. Keadaan ini menimbulkan saling
ketergantungan antar bangsa baik dalam kebutuhan, kemampuan
maupun kemajuan teknologi dan lain-lainnya yang mendorong
pertumbuhan dunia sebagai pasar bagi produk-produk mereka.

Kedua, perkembangan norma dan tatanan niaga itu sendiri telah


menimbulkan persoalan baru yang memerlukan antisipasi yang
harus diatur dalam undang-undang ini.

10
Ibid
11
Ibid
12
Ibid
Secara lebih rinci hal-hal yang baru dalam UUM 1992
dapat dilihat sebagai berikut:13

1. Tentang pengertian merek yang sudah disebut secara tegas


adalah berbeda dengan pengertian merek menurut Undang-
Undang No. 21 Tahun 1961 yang dirancang tegas batasannya
dirumuskannya secara tegas.
2. Disamping itu dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir
tentang sistem pendaftaran berdasarkan hak prioritas. Sistem
ini sama sekali tidak dikenal dalam Undang-Undang Merek
1961. Hak Prioritas ini diperlukan karena tentunya bagi pemilik
sulit apabila diwajibkan secara simultan mendaftarkan
mereknya di seluruh dunia (Vide pasal 12 dan 13 UU Merek
Tahun 1992).
3. Perbedaan lain adalah dalam UU Merek Tahun 1992 adanya
sistem oposisi (opposition proceeding), sedangkan dalam
Undang-Undang No. 21 Tahun 1961 hanya dikenal prosedur
pembatalan merek (canselatin proceeding).
4. Dalam UU Merek Tahun 1992 diintrodusir tentang lisensi.
5. Dalam RUU Merek Tahun 1992 kita jumpai pula tentang
merek yang dikenal (know), tidak dikenal (unknown) dan
sangat dikenal (well-known) (namun hal ini kemudian tidak
disebut dalam UU Merek 1992, dari penulis).
6. Dalam UU Merek dikenal merek jasa, merek dagang dan merk
kolektif.
7. Dan lain-lain.

Disampng itu ada lain-lain perubahan merek yang


dilakukan secara intensif substantif cara melakukan pengumuman
terlebih dahulu sebelum diterima suatu pendaftaran dengan maksud
agar supaya khalayak ramai (masyarakat umum) dapat mengajukan
keberatan terhadap si pemohon pendaftaran bersangkutan itu (Pasal

13
Abdul Muis, RUU Merek: Sistem Deklaratif Kepada Sistem Konstitutif, Mimbar Umum, Medan,
13 Maret 1992. Semula dalam tulisan tersebut, digunakan istilah RUU Merek 1992.
14, UUM 1992). Penegasan hak-hak perdata pemilik yang terdaftar
dan ketentuan bahwa tidak ada hak atas merek selain daripada yang
terdaftar (Pasal 3 UUM). Adanya sanksi pidana yang berat di
samping kemungkinan-kemungkinan menuntut ganti kerugian
secara perdata (Pasal 81 UUM 1992 dan seterusnya). Juga soal
sistem lisensi yang diakui secara tegas dan diatur pula
pendaftarannya oleh kantor merek (Pasal 44 UUM 1992) dan
seterusnya. Kemudian juga permintaan pendaftaran merek dengan
hak prioritas berdasarkan konvensi internasional (Pasal 12 UUM
1992).14

Dengan adanya perubahan ini, diharapkan dapat lebih


merangsang investor asing untuk menanamkan modalnya di
Indonesia, karena Indonesia telah memiliki kepastian hokum dalam
pendaftaran mereknya, disamping adanya ancaman pidana yang
berat dan terbukanya peluang untuk tuntutan ganti rugi secara
perdata.15

Berdasarkan pertimbangan diatas, maka diakhirilah era


berlakunya UU Merek Tahun 1961 untuk kemudian merasuki era
UU Merek Tahun 1992. Selanjutnya Tahun 1997 UU Merek Tahun
1992 tersebut juga diperbaharui lagi dengan UU No. 14 Tahun
1997. Dan pada saat ini tahun 2001 UU No. 19 Tahun 1992
sebagaimana diubah dengan UU No. 14 Tahun 1997 tersebut
dinyatakan tidak berlaku dan sebagai gantinya kini adalah Undang-
Undang Merek No. 15 Tahun 2001.16

14
Sudargo Gautama, Komentar Atas Undang-Undang Merek Baru 1992 dan Peraturan-Peraturan
Pelaksanaannya, Alumni, Bandung, 1994, hlm.2.
15
Saidin, Op. Cit, hlm. 335
16
Ibid, hlm. 336

Anda mungkin juga menyukai