Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

ILMU DASAR KEPERAWATAN II

FARMAKOLOGI

“AGEN-AGEN ANTINEUPLASTIK,ENDOKRIN DAN GASTROINTESTINAL”

DOSEN KOORDINATOR : Ilah Muhafilah, S.Kp., M.Kes

DOSEN PENGAJAR : Ilah Muhafilah, S.Kp., M.Kes

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 3

1. Annisa Azzahra (1032181035)


2. Inka Milenia Apriyanti (1032181005)
3. Gunawan (1032181040)
4. Olandina Monteiro B.D.C (1032181014)
5. Wulan Suci Rahmawati (1032181038)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN FAKULTAS KESEHATAN

UNIVERSITAS MOHAMMAD HUSNI THAMRIN JAKARTA

TAHUN AJARAN 2019


KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim.

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulisan makalah yang berjudul “Agen-agen antineoplastik,endokrin dan
gastrointestinal” dapat diselesaikan. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan
sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga
terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita
nanti-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas ilmu tentang mikrobiologi dan
parasitologi, yang kami sajikan berdasarkan pengamatan dari berbagai sumber. Makalah ini
disusun oleh kelompok dengan berbagai rintangan. Baik itu yang datang dari individual
kelompok maupun dari luar, namun penuh kesabaran dan terutama pertolongan dari Tuhan
akhirnya makalah ini dapat diselesaikan. Tim kelompok juga mengucapkan terimakasih
kepada Dosen Pembimbing yang telah membimbing kami agar dapat mengerti tentang
bagaimana cara kami menyusun makalah ini. Semoga makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas kepada pembaca.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis mengharapkan
kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat menjadi
makalah yang lebih baik lagi. Demikian, dan apabila terdapat banyak kesalahan pada
makalah ini penulis mohon maaf yang sebesar-besarnya. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat. Terimakasih.

                                                                                Jakarta, 14 Juni 2019

                                                                                               Tim Penyusun


DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR..........................................................................................................i

DAFTAR ISI.........................................................................................................................ii
i
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang….……………………………………………………………...1

1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..1

1.3 Tujuan…………….……………………………………………………………1

BAB II POKOK BAHASAN

2.1 Agen Neoplastik.……………………………….………………………………2

2.2 Agen Endokrin…..................................................……………………………..2

2.3 Agen Gastrointestinal…..............................……………………………………3

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan………………………………………………………………………9.

DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Agen neoplastik atau dikenal dengan obat-obatan antikanker/kemoterapeutik


diperkenalkan untuk pengobatan kanker dengan alasan menyembuhkan, mengendalikan,
dan mencegah.

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang mengeluarkan
hormon ke dalam aliran darah. Hormon adalah substansi kimia yang dibuat dari asam
amino dan kolsterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan mempengaruhi
aktivitas selular.
Agen gastrointestinal bertujuan mengidentifikasi penyebab-penyebab diare, muntah dan
konstipasi, dan menjelaskan kerja dan efek samping dari antimetik, emetic, antidiare dan
laksatif. Golongan obat yang dipakai untuk memperbaiki atau mengendalikan muntah,
diare, dan konstipasi adalah antimetik, emetic, anti diare dan laksatif.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Dari uraian di atas, dapat dirumuskan beberapa masalah mengenai makalah tentang
parasit ini sebagai berikut :

1. Apa yang dimaksud dengan farmakologi agen antineoplastik dan efek sampingnya ?
2. Apa yang dimaksud dengan farmakologi agen endokrin dan efek sampingnya ?
3. Apa yang dimaksud dengan farmakologi agen gastrointestinal dan efek sampingnya ?

1.3 TUJUAN

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini sebagai berikut:

1. Mampu mengetahui farmakologi agen antineoplastik dan efek sampingnya


2. Mampu mengetahui farmakologi agen endokrin dan efek sampingnya
3. Mampu mengetahui farmakologi agen gastrointestinal dan efek sampingnya
1
BAB II

POKOK BAHASAN

2.1 AGEN NEOPLASTIK

Agen neoplastik atau dikenal dengan obat-obatan antikanker/kemoterapeutik


diperkenalkan untuk pengobatan kanker pada tahun 1940an. Yang termasuk dalam obat-
obat antineoplastik pertama ini adalah estrogen untuk kanker prostat dan obat mustrad
nitrogen, mekloretamin hidroklorida (Mustargen). Banyak dari obat-obatan antikanker
terdahulu, seperti metotreksat, 5-flurourasil, 6-merkaptopurin, dan siklofosfamid dan
masih dipergunakan sampai sekarang. Kini obat-obatan antikanker diberikan dengan
alasan menyembuhkan, mengendalikan, dan mencegah. Kemoterapi dapat dipakai sebagai
pengobatan tunggal untuk kanker atau bersama-sama dengan radiasi dan pembedahan.

SIKLUS SEL DAN TAHAP-TAHAPNYA


Beberapa obat-obat antikanker bekerja pada tahap-tahap tertentu dari siklus sel. Untuk
dapat memahami kerja dari obat-obat ini, perawat perlu mengetahui siklus sel. Ada lima
tahap dalam replikasi sel:
1. G1 : produksi enzim yang diperlukan untuk DNA (asam
deoksiribonukleat). Lama tahapnya adalah 15-18 jam.
2. S1 atau sintesis : sintesis dan replikasi DNA (DNA menjadi dua). Lama tahap 10-20
jam.
3. G2 : RNA (asam ribonukleat) dan sintesis protein. Lamanya adalah 3 jam.
4. M atau mitosis : pembelahan sel, menghasilkan dua sel identik. Lamanya 1 jam.
5. G0 : fase istirahat. Tetap dalam tahap ini atau kembali pada siklus sel
untuk replikasi sel. Sel-sel dalam tahap ini tidak sensitif terhadap banyak obat-obat
antineoplastik.

Dibandingkan dengan sel-sel normal, sel-sel kanker lebih cepat dalam menjalani
tahap-tahap diatas. Obat-obat antikanker dapat menghambat semua tahap atau hanya tahap
tertentu dari siklus sel. Ada dua jenis obat-obat antikanker; obat-obat yang nonspesifik
terhadap siklus sel (NSSS), yang bekerja pada tahap mana saja dari siklus sel; dan obat-obat
yang spesifik pada fase tertentu dari siklus sel (SSS), yang bekerja pada fase tertentu dari
siklus sel. Obat-obat NSSS (juga disebut sebagai tergantung pada siklus sel) bekerja efektif
melawan pertumbuhan yang cepat dari sel-sel kanker. Pada umumnya kelompok-kelompok
obat-obat NSSS (beberapa agen-agen alkilasi termasuk SSS) adalah obat-obat alkilasi,
antibiotik antitumor, dan hormon-hormon. Yang termasuk dalam obat obat SSS adalah
antimetabolit dan alkalid vinka.
Fraksi pertumbuhan dan waktu penggandaan adalah dua faktor yang memegang
peranan utama dalam respon sel kanker terhadap obat antikanker. Fraksi pertumbuhan adalah
persentase dari sel-sel kanker yang aktif membelah. fraksi pertumbuhan yang tinggi terjadi
jika sel dengan cepat membelah, dan fraksi pertumbuhan yang rendah terjadi jika sel
membelah dengan lambat.
Pada umumnya, obat-obat antikanker lebih efektif dalam melawan sel-sel kanker yang
mempunyai fraksi pertumbuhan yang tinggi, dan dengan demikian memberikan respon yang
baik terhadap terapi obat antikanker. Karsinoma payudara dan kolon dan melanoma
mempunyai fraksi pertumbuhan yang rendah, sehingga responnya buruk terhadap
antineoplastik. Sel-sel kanker yang kecil dan baru terbentuk dan tumor yang bertumbuh cepat
mempunyai respon yang baik terhadap obat-obat antikanker.
Terapi obat untuk kanker yang didiagnosis dalam stadium dini akan lebih efektif dan
mempunyai tingkat penyembuhan yang lebih tinggi daripada untuk kanker yang didiagnosis
dalam sstadium lanjut. Kini jarang dipakai terapi obat agen-tunggal; tetapi dipakai kombinasi
obat-obat yang dipergunakan untuk menambah efek tumorisidal (membunuh tumor). Obat-
obat SSS dan NSSS sering dikombinasi untuk memaksimalkan kematian sel. Kombinasi-
kombinasi dari obat-obat antikanker mengurangi terjadinya resistensi obat, dan secara umum
mempersingkat dan meningkatkan efek terapeutik obat. Jika obat-obat diberikan dalam
kombinasi, maka dosis dari masing-masing obat diturunkan supaya mengurangi kemungkinan
terjadinya toksisitas obat. Selain itu kombinasi obat-obat juga menghasilkan efek sinergistik.

EFEK SAMPING DAN REAKSI MERUGIKAN YANG SERING TERJADI


Obat-obat antikanker menyebabkan timbulnya reaksi yang merugikan pada
sel-sel yang normal bertumbuh dengan cepat, seperti pada darah dan rambut. Obat-
obat ini juga menyebabkan timbulnya gangguan pada aluran gastrointestinal, selaput
lendir dan sistem reproduksi.
Obat-obat Alkilasi
Salah satu dari kelompok utama dari obat-obat antikanker adalah senyawa
alkilasi. Obat-obat dalam kelompok ini termasuk dalam golongan NSSS dan
mempengaruhi semua tahap dari siklus sel. Dengan demikian, obat-obat ini efektif
untuk melawan berbagai jenis kanker: leukimia akut dan kronik, limfoma, mieloma
multipel, dan tumor-tumor padat (pada payudara, ovarium, uterus, paru-paru dan
lambung). Obat-obat dalam golongan ini dibagi menjadi empat kelompok: (1)
musstard nitrogen (mekloretamin, siklofossfamid, klorambusil, ifosfamid, dan
mefalan), (2) nitrosurea (lomustin, karmustin, semustin, streptozosin), (3) alkil
sulfonat (busulfan), dan (4) obat-obat seperti alkilasi (sisplatin, karboplatin).
Mustard nitrogen merupakan obat alkilasi pertama yang tersedia untuk
pemakaian klinik selama Perang Dunia II. Obat ini dipasarkan sebagai nekloretamin
dan dipakai untuk mengobati penyakit Hodgkin dan tumor-tumor padat. Suatu analog
dari mustard nitrogen yang sering diresepkan untuk pemakaian oral adalah
siklofosfamid (Cytoxan). Klien harus memiliki hidrasi yang baik selama memakai
obat ini untuk mencegah sistitis hemoragis (pendarahan akibat inflamasi kandung
kemih yang berat). Supresi sumsum tulang dan alopesia merupakan efek samping
yang sering terjadi. Farmakokinetik Siklofosfamid (Cytoxan) diabsorbsi dengan baik
melalui saluran gastrointestinal. Waktu paruhnya adalah sedang dan sedang pula
pengikatannya pada protein.

 ANTIMETABOLIT

Antimetabolit adalah kelompok tertua dari obat-obat antikanker, kecuali


mustard nitrogen yang terdahulu. Obat-obat ini dikelompokan sebagai spesifik
terhadap siklus sel dan mempengaruhi tahap S (sintesis dan metabolisme DNA).
Jenis-jenis kanker yang memberikan respon terhadap antimetabolit adalah limfoma,
leukimia akut, kanker pada saluran gastrointestinal dan kanker payudara. Efek
samping yang umum terjadi adalah supresi sumsum tulang (lekopenia,
trombositopenia), stomatitis (inflamasi selaput lendir mulut), dan alopesia.
 ANTIBIOTIK ANTITUMOR

Antibiotik antitumor (bleomisin, daktinomisin, daunorubisin, mitomisin dan


plikamisin) menghambat sintesis protein dan DNA, sehingga menyebabkan
fragmentasi. Kecuali bleomisin, yang mempunyai efek utama pada tahap G 2, obat-
obat ini digolongkan sebagai NSSS. Daktinomisin merupakan antibiotik pertama yang
dipakai untuk pengobatan tumor-tumor pada hewan pada awal tahun 1940an.
Bleomisin dan plikamisin diperkenalkan pada tahun 1962. Antibiotik antitumor ini
berbeda satu dengan yang lainnya dan dipakai untuk berbagai jenis kanker.
Farmakokinetik: doksorubisin dan plikamisin diberikan melalui intravena.
Doksorubisin dimetabolisme didalam hati menjadi metabolit aktif dan inaktif.
Bermacam-macam metabolit ini mempengaruhi waktu paruh, dengan tahap mula-
mula selama 12 menit, tahap pertengahan selama 3,5 jam, dan tahap akhir 30 jam.
Farmakodinamik: efek primer dari doksorubisin dan plikamisin berbeda
meskipun sama-sama digolongkan ke dalam antibiotik antitumor. Doksorubisin
diresepkan dalam kombinasi dengan agen antikanker lainnya untuk pengobatan
kanker payudara, ovarium, paru-paru dan kandung kemih serta untuk leukimia dan
limfoma. Plikamisin dapat dipakai dalam kombinasi dengan agen antikanker lain
untuk pengobatan karsinoma testis. Pemakaian utamanya adalah untuk koreksi
hiperkalsemia. Karena plikamisin mempengaruhi waktu perdarahan, maka pemakaian
aspirin, antikoagulan, dan agen-agen trombolitik harus dihindari. Pemakaian
siklofosfamid bersama-sama dengan doksorubisin dapat meningkatkan kemungkinan
terjadinya sistitis hemoragis.
Efek samping yang merugikan adalah serupa dengan reaksi merugikan yang
umum terjadi pada antineoplastik, yaitu alopesia, mual, muntah, stomatitis, lekopenia
dan trombositopenia. Kebanyakan dari antibiotik antitumor, kecuali bleomisin dan
plikamisin, dapat menimbulkan vesikasi (melepuhnya jaringan). Beberapa antibiotik
antitumor dapat menyebabkan toksisitas organ; bleomisin menyebabkan toksisitas
paru-paru, dan daunorubisin, doksorubisin dan idarubisin menyebabkan toksisitas
jantung.
 ALKALOID VINKA

Kedua alkaloid vinka, vinkristin dan vinblastin, digolongkan sebagai spesifik


terhadap siklus sel dan bekerja pada tahap M (menghambat pembelahan sel). Obat-
obat ini dapat dipakai dalam terapi obat kombinasi. Reaksi yang merugikan pada obat
ini adalah lekopenia, alopesia sebagian atau menyeluruh, stomatitis, mual, muntah,
dan neurotoksisitas pada vinkristin dan kadang-kadang pada vinblastin. Tanda-tanda
dan gejala-gejala dari neurotoksisitas dapat mencangkup berkurangnya kekuatan otot
(baal, kesemutan pada jari-jari tangan dan kaki), konstipasi, ptosis (jatuhnya kelopak
mata), suara serak dan instabilitas motorik.
 HORMON-HORMON DAN ANTAGONIS HORMON

Hormon-hormon (steroid) dipakai dalam terapi kombinasi untuk mengobati


berbagai kanker. Kelompok-kelompok hormon tersebut adalah: kortokosteroid
(kortison), estrogen, progestin, dan androgen. Kortikosteroid (glukokortikoid)
dikelompokkan sebagai agen-agen antiiflamasi yang menekan proses inflamasi yang
terjadi pada jaringan yang terkena. Hormon ini juga menekan leukosit dan efektif
dalam mengendalikan leukimia dan limfoma. Hormon juga dipakai bersama-sama
dengan obat-obat lain sebagai bagian dari regimen antineoplastik, salah satu
contohnya adalah regimen MOPP (mekloretamin, oncovin (vinkristin), prokarbazin
dan prednison), yang dipakai untuk penyakit Hodgkin. Obat-obat ini dapat
mengurangi edema serebral yang disebabkan oleh tumor (neoplasma) otak. Obat-obat
kortison membuat klien merasa sejahtera dan euforia dalam berbagai tingkat.
Derivat kortison yang diminum dapat menimbulkan banyak efek samping,
seperti retensi cairan, kehilangan kalium, risiko infeksi, meningkatnya gula darah,
meningkatnya distribusi lemak, kelemahan otot, meningkatnya kecenderungan terjadi
perdarahan dan euforia.
Terapi estrogen merupakan pengobatan paliatif yang dipakai pada pria untuk
menghambat perkembangan kanker prostat dan pada wanita pascamenopause untuk
menahan perkembangan kanker payudara. Preparat estrogen menekan pertumbuhan
tumor, dan obat ini memperpanjang remisi kanker dari enam bulan menjadi satu
tahun. Contoh dari kelompok obat ini adalah dietilstilbestrol (Estrobene), etinil
estradiol (Estinyl), klorotrianisen (Tace), estrogen terkonyugasi (Premarin).
Dua antiestrogen yang dipakai untuk mengobati kanker payudara lanjut adalah
tamoksifen sitrat (Nolvadex) dan suatu agen yang masih dalam penyelidikan,
nafodiksin, yang bekerja dengan menekan pertumbuhan tumor estrogen-dependent.
Progestin diresepkan untuk kanker payudara, karsinoma endometrium dan
kanker ginjal. Obat-obat ini–hidroksiprogesteron kaproat (Delalutin),
medroksiprogesteron asetat (Depo-Provera), dan megstrol asetat (Megace)–bekerja
dengan mengecilkan jaringan kanker. Reaksi yang merugikan dari obat ino adalah
retensi cairan dan gangguan trombosit (bekuan darah).
Androgen diberikan untuk mengobati kanker payudara lanjut pada wanita
pramenopause. Hormon pria ini meningkatkan regresi tumor. Jika terapi androgen
diberikan dalam jangka panjang, maka akan timbul karakteristik seksual sekunder dari
pria, seperti pertumbuhan rambut badan, suara menjadi rendah dan pertumbuhan otot.
Flutamid (Flugeril) dan leprolid asetat (Lupron) merupakan dua androgen yang
dipakai untuk pengobatan kanker prostat lanjut.

2.2 AGEN ENDOKRIN

Sistem endokrin terdiri dari kelenjar yang tidak mempunyai duktus yang
mengeluarkan hormon ke dalam aliran darah. Hormon adalah substansi kimia yang dibuat
dari asam amino dan kolsterol yang bekerja pada jaringan tubuh dan organ dan
mempengaruhi aktivitas selular. Hormon dapat dibagi menjadi dua kelompok: (1) protein
atau peptida kecil, dan (2) steroid. Hormon dari kelenjar adrenal dan gonad adalah
hormon steroid: lainnya adalah hormon protein. Kelenjar endokrin mencangkup pituitari
(hipofisis), tiroid, paratiroid, adrenal, gonad dan pankreas.
KELENJAR PITUITARI (Anterior)
Kelenjar pituitari (hipofisis) memiliki lobus anterior dan posterior. Kelenjar
pituitari anterior, disebut adenohipofisis, mensekresikan berbagai hormon yang
ditargetkan terhadap kelenjar dan jaringan: (1) Growth hormon (GH), yang merangsang
pertumbuhan jaringan dan tulang; (2) thyroid stimulating hormone (TSH), yang bekerja
terhadap kelenjar tiroid; (3) hormon adrenokortikotropik (ACTH), yang merangsang
kelenjar adrenal, dan (4) gonadotropin (follicle stimulating hormone/FSH dan lutenizing
hormone/LH), yang mempengaruhi ovarium.
 Growth Hormone

GH tidak memiliki kelenjar target khusus; hormon ini mempengaruhi jaringan


tubuh dan tulang. Penggantian GH merangsang pertumbuhan linear bila ada
defisiensi growth hormone. Karena GH bekerja pada tulang yang baru
dibentuk, hormon ini harus diberikan sebelum epifisis menutup. Terapi GH
yang memanjang dapat menahan sekresi insulin dan litus. Karena efeknya
terhadap gula darah dan efek samping yang lain, Terapi GH yang memanjang
dapat menahan sekresi insulin dan litus. Karena efeknya terhadap gula darah
dan efek samping yang lain. Jika tumor tidak dapat dirusak dengan radiasi,
maka bromokritin, suatu prolaktin release inhibitor, dapat menghambat
pelepasan GH dari pituitari.
 Thyroid Stimulating Hormone

Adenohipofisis mensekresi TSH sebagai respon terhadap thyroid releasing


hormone (TRH) dari hipotalamus. TSH merangsang kelenjar tiroid untuk
melepaskan levotiroksin dan Triiodotironin. Kelebihan sekresi TSH dapat
menyebabkan hipertiroidisme, dan kekurangan TSH dapat menyebabkan
hipotiroidisme.
 Hormon Adrenokortikortopik

Sekresi hormon adrenokortikortopik (ACTH) merangsang pelepasan


glukokotikoid (Kortisol), mineralokortikoid (Aldosteron), dan androgen dari
korteks adrenal (Kelenjar adrenal). Obat ACTH kortikotropin (ACTHAR)
dipakai untuk mendiagnosa gangguan kelenjar adrenal, untuk mengobati
indufisiensi kelenjar adrenal, dan sebagai obat antiinflamasi di dalam
mengobati suatu respons alergi. ACTH mengurangi gejala-gejala pada
penyakit aklerosis multipel selama fase eksaserbasi.
Farmakokinetik Kortikotropin merangsang kelenjar adrenal untuk
mensekresikan kotikosteroid. Obat dalam bentuk gel dan cair mudah
diabsorbsi ke dalam sirkulasi. Ada beberapa formula yang dicampur Zn untuk
memperlambat penyerapan. Sebagian dari obat ini terikat pada protein; tetapi
presentasenya tidak diketahui. Waktu paruh obat ini adalah 15 sampai 30
menit. Dieksresikan memalui urin.
Farmakodinamik Kortikotropin menekan respon imun dan inflamasi. Obat
ini diberikan secara intramuskular dan intravena. Awitan kerja, waktu
konsentrasi puncak, dan lama kerja diperpanjang. Obat IV adalah dalam
bentuk cair; karena itu kerjanya lebih cepat dari obat yang berbentuk gel dan
yang diberi tambahan Zn.
Interaksi obat kortikotropin banyak memiliki interaksi obat. Diuretik dan
penisilin anti-pseudomonas seperti piperasilin dapat menurunkan kadar kalium
serum (hipokalemia). Jika klien sedang memakai digitalis dan terjadi
hipokalemia, dapat timbul keracunan digitalis. Fenitoin, rifampin, dan
barbiturat meningkatkan tingkat metabolisme, yang dapat mengurangi efek
obat ACTH. Penderita diabetik mungkin perlu meningkatkan dosis insulin dan
obat antidiabetik oralnya, karena ACTH merangsang sekresi kortisol yang
meningkatkan gula darah.

KELENJAR PITUITARI (Posterior)


Kelenjar pituitari posterior dikenal sebagai neurohipofisis, mensekresi hormon
antidiuretik (ADH, vasopresin) dan oksitosin. ADH meningkatkan reabsorbsi air dari tubulus
ginjal untuk menjaga keseimbangan air didalam tubuh. Jika ada defisiensi ADH, sejumlah
besar air diekresi oleh ginjal. Keadaan ini, diabetes insipidus (DI), dapat menyebabkan
kekurangan volume cairan berat dan ketidakseimbangan elektrolit. Cedera otak dan tumor
otak yang mencedarai hipotalamus dan kelenjar pituitari dapat juga menyebabkan diabetes
insipidus. Keseimbangan cairan harus dipantau secara ketat pada klien-klien ini, dan mungkin
perlu diberikan pengganti ADH. Preparat ADH vasopresin (Pitresin) dan desmopresin asetat
(DDAVP) dapat diberikan intranasal atau suntikan.
 Hipotiroidisme
Suatu penurunan sekresi hormon tiroid dapat memiliki penyebab primer
(gangguan kelenjar tiroid) atau penyebab sekunder (kekurangan sekresi TSH).
Hipotiroidisme primer terjadi lebih sering.
Farmakokinetik Levotiroksin (T4) dan liotironin (T3) merupakan hormon
tiroid sintetik. Lima puluh sampai 75 persen dari levitiroksin diabsorbsi oleh
mukosa gastrointestinal, dan 90 persen liotironin diabsorbsi. Kedua obat ini
sangat mudah berikatan dengan protein, dan bila diberikan dengan obat-obat
lain yang juga mudah berikatan dengan protein seperti obat antikoagulan dapat
menimbulkan efek samping. Waktu paruh levitiroksin lebih panjang dari
liotironin. Levitiroksin dieksresikan ke dalam empedu dan tinja, ekskresi
liotironin tidak diketahui.
Farmakodinamik Levotiroksin dan liotironin memiliki kerja yang serupa.
Hormon-hormon ini meningkatkan tingkat metabolisme; curah jantung, sintesa
protein, dan pemakaian glikogen. Waktu konsentrasi puncak dan lama kerja
levotiroksin jauh lebih lama daripada liotironin. Ada banyak interaksi obat
dengan kedua hormon ini. keduanya meningkatkan efek antikoagulan oral
karena menggantikan tempat antikoagulan dalam mengikat protein. Jika salah
satu dari obat ini dipakai bersama-sama dengan obat adrenergik, seperti
dekongestan atau vasopresor, kerja jantung dan susunan saraf pusat
meningkat. Levotiroksin dan liotironin dapat menurunkan efektivitas digitalis.
Esterogen dapat meningkatkan efek liotironin. Dosis insulin dan obat
antidiabetik oral mungkin perlu ditambah.
 Hipertiroidisme

Adalah meningkatnya kadar T4 dan T3 dalam sirkulasi, yang terjadi akibat


kelenjar tiroid terlalu aktif atau pengeluaran hormon-hormon tiroid secara
berlebihan dari satu atau lebih nodulus tiroid.
Hipertiroidisme dapat diobati dengan operasi pengangkatan sebagian kelenjar
tiroid (Tiroidektomi subtotal), terapi yodium radioaktif, atau obat-obat
antitiroid, yang menghambat baik sintesis maupun pelepasan hormon tiroid.
Setiap pengobatan ini dapat menyebabkan hipotiroidisme.
Obat-obat tiroid berinteraksi dengan banyak obat lain. Jika dipakai bersama-
sama dengan obat antikoagulan, obat-obat ini dapat menyebabkan peningkatan
efek antikoagulan. Selain itu, obat-obat tiroid menurunkan efek insulin dan
antidiabetik oral; digoksin dan litium meningkatkan kerja obat-obat tiroid; dan
fenitoin (Dilantin) meningkatkan kadar T5 serum.
 Adrenal

Terdiri dari medula dan korteks. Korteks adrenal memproduksikan dua jenis
hormon, atau kortikosteroid; glukokortikoid (kortisol) dan mineralokortikoid
(aldosteron). Kortikosteroid mempercepat retensi natrium dan eksresi kalium.
Ion natrium direabsorbsi dari tubulus ginjal sebagai ganti dari ion kalium; ion
kalium ini kemudian dieksresikan. Karena pengaruhnya terhadap elektrolit dan
metabolisme karbohidrat, protein, dan lemak, maka defisiensi kortikosteroid
dapat menyebabkan sakit berat atau kematian. Pengurangan sekresi
kortikosteroid dikenal dengan nama hiposekresi adrenal (insufisiensi adrenal,
atau penyakit Addison) dan peningkatan sekresi kortikosteroid disebut
hipersekresi adrenal.
 Glukokortikoid

Glukokortikoid dipengaruhi oleh ACTH, yang dilepaskan oleh kelenjar


pituitari anterior. Hormon ini mempengaruhi metabolisme karbohidrat,
protein, dan lemak serta mineralokortikoidnya, glukokortikoid dapat
menyebabkan absorbsi natrium dari ginjal, menyebabkan retensi air,
kehilangan kalium, dan peningkatan tekanan darah. Kortisol, glukokortikoid
utama, memiliki efek antiinflamasi, antialergi, dan antistres. Indikasi
pemberian terapi glukokortikoid mencangkup trauma, pembedahan, infeksi,
kekecewaan emosional, dan kecemasan.
Kebanyakan obat-obat glukokortikoid deringkali disebut kortison, diproduksi
secara sintetik. Obat-obat ini dapat diberikan secara; oral, parenteral (IM atau
IV), topikal (krim, salep, lotion) dan aerosol (inhaler). Bentuk intramuskuler,
walaupun jarang dipakai harus diberikan jauh ke dalam otot. Pemberian
subkutan tidak direkomdasikan.
Farmakokinetik Deksametason dapat diberikan secara oral, IM, IV, topikal,
intranasal, dan salep atau tetes mata. Bentuk oral dan IM diabsorbsi dengan
baik oleh mukosa saluran gastrointestinal dan otot. Presentase yang terikat
protein tidak diketahu; waktu paruhnya 2-5 jam. Deksametason dimetabolisme
oleh hepar, dan sebagian kecil dieksresikan melalui urin.
Farmakodinamik kerja utama Deksametason adalah untuk menekan proses
peradangan akut. Awitan kerja dari obat ini belum ditentukan; tetapi, bentuk
obat yang diberikan secara oral dan IM memiliki lama kerja yang panjang
(beberapa hari).
Agen-agen yang dipakai untuk mengobati insufiensi adrenokortikal terdiri dari
glukokortikoid dan mineralokortikoid, sedangkan obat yang dipakai untuk
antiinflamasi atau imunosupresif terutama mengandung glukokortikoid.
Efek samping yang merugikan dari glukokortikoid karena dosis tinggi atau
pemakaian yang lama mencangkup peningkatan gula darah, deposit lemak
yang abnormal di wajah dan tubuh dan pengecilan ukuran ekstremitas, muscle
washing, edema, retensi natrium dan air, hipertensi, euforia atau psikosis, kulit
tipis dengan pura-pura, meningkatkan tekanan intraokular (glaukoma), tukak
peptik, dan retardasi pertumbuhan. Pemakaian glukokortikoid jangka panjang
dapat menyebabkan atrofi adrenal (hilangnya fungsi kelenjar adrenal). Jika
terapi dihentikan, dosis harus diturunkan, dosis harus diturunkan perlahan-
lahan untuk memproduksikan kortisol dan kortikosteroid lain. Penghentian
obat secara mendadak dapat menyebabkan insufisiensi adrenokortikal berat.
2.3 AGEN GASTROINTESTINAL

Bertujuan mengidentifikasi penyebab-penyebab diare, muntah dan konstipasi, dan


menjelaskan kerja dan efek samping dari antimetik, emetic, antidiare dan laksatif.
Golongan obat yang dipakai untuk memperbaiki atau mengendalikan muntah, diare, dan
konstipasi adalah antimetik, emetic, anti diare dan laksatif.
 Muntah

Muntah (emesis), muntahan dari isi lambung memiliki berjuta sebab seperti
mabuk kena darah, infeksi bakteri dan virus, intoleransi makanan, bedah,
kehamilan, nyeri, syok, obat-obat tertentu, termasuk antineoplastic, radiasi dan
gangguan di telinga tengah yang menyerang ekuilibrium. Penyebab dari
muntah harus di temukan.
Mual, suatu sensasi mau muntah, bias mendahului proses muntah. Antimetik
dapat menutupi penyebab muntah dan seharusnya tidak di berikan sampai
penyebab muntah di temukan, kecuali bila klien menderita muntah-muntah
yang berat sehingga dapat menyebabkan dehidrasi dan ketidakseimbangan
elektroit.

Medulla dan pusat muntah pada medulla, menyebabkan muntah bila


terangsang. Ctz menerima kebanyakan rangsangan dari obat, toksin dan pusat
vestibuler di telinga dan meneruskannya ke pusat muntah. Dopamine suatu
neurotransmitter merangsang ctz, yang selanjutnya merangsang pusat muntah.
Levodopa, suatu obat yang menyerupai dopamine, dapat menyebabkan
muntah dengan merangsang ctz. Berapa impuls sensori di tranmisikan secara
langsung ke pusat muntah di rangsang, neuron motor memberikan respons
dengan menyebabkan kontraksi dari diafragma, otot abdomen anterior, dan
lambung. Glottis menutup, dinding abdomen bergerak ketas dan terjadilah
proses muntah.
TINDAKAN-TINDAKAN NON FARMAKOLOGIK

Metode non farmakologik untuk mengurangi mual dan muntah mencakup


pemberian teh encer, minuman berkarbon, gelatin, Gatorade, dan pedialyte
(anak-anak). Biscuit krakers dan roti panggang yang yang kering bisa
membantu. Bila dehidrasi berat, diperlukan cairan intravena untuk
memulihkan keseimbangan cairan tubuh.
 Antimetik Tanpa Resep

Antimetik yang dijual bebas (agen antimuntah) dapat di beli


langsung tanpa resep. Obat-obat ini sering dipakai untuk mencegah
mabuk kendaraan dan hanya memiliki sedikit efek untuk mengatasi
muntah berat karena obat antikanker (antineoplastic), radiasi, dan
toksin. Untuk mencegah mabuk kendaraan, anti metik harus di minum
30 menit sebelum berangkat. Obat-obat ini tidak efektif untuk
menghilangkan mabuk kendaraan jika sudah timbul muntah.
Antimetik antihistamin tertentu seperti dimenhidrinat
(Dramamine), siklizinhidroklorid (marezin), meklizinhidroklorid
(antivert) dan difenhidraminhidroklorid (Benadryl) dapat di beli secara
bebas untuk mencegah mual, muntah, dan pusing (vertigo) karena
mabuk kendaraan. Benadryl juga berguna untuk mencegah atau
menghilangkan reaksi alergi obat, serangga dan makanan. Efek
samping dari obat-obat ini serupa dengan antikolinergik: rasa
mengantuk, mulut kering, dan konstipasi.
Beberapa obat seperti bismuth subsalisilat (pepto-bismol)
berkerja langsung pada mukosa lambung untuk menekan muntah.
Obat-obat ini di jual dalam bentuk cairan dan tablet kunyah dan dapat
di pakai untuk sakit perut atau diare. Larutan karbohidrat berforfor
(emetrol), suatu karbohidrat hyperosmolar, menurunkan mual dan
muntah dengan mengubah pH lambung; obat ini juga mungkin dapat
menurunkan kontraksi otot polos lambung. Keefektifannya sebagai
antimetik masih belum jelas. Klien yang menderita diabetes mellitus
harus menghindari obat ini karena banyak mengandung gula.
Antimetik kerap pernah di pakai untuk mengobati mual dan
muntah selama kehamilan trimester pertama, tetapi ini sekarang tidak
lagi direkomendasikan karena kemungkinan dapat menberikan efek
buruk pada janin. Metodenon farmakologi harus digunakan untuk
menghilangkan mual dan muntah dan antimetik yang di jual bebas
harus dihindari. Jika muntah menjadi berat dan membahayakan
kehidupan ibu dan janin, anti emetic seperti trimetovenzamid (tigan)
dapat di berikan.
 Antiemetic Dengan Resep

Antimetik dengan resep di klasifikasikan kedalam lima


golongan; (1) antihistamin, (2) antitikolinergik, (3) fenotiazin, (4)
kanabinoid (untuk klien kanker) dan (5) lain-lain. Banyak dari obat-
obat ini bekerja sebagai antagonis dari dopamine, histamine, dan
asetilkolin, yang berkaitan dengan muntah. Antihistamin dan
antikolinergik terutama bekerja pada pusat muntah. Fenotiazin dan
antiemetic lainnya seperti benkzuinamid, difenidol, metoklopramid,
dan trimetobenzamid bekerja pada pusat ctz. Kanabinoid bekerja pada
korteks serebri.
 Antihistamin dan Antikolinergik

Hanya sedikit antihistamin dan antikolinergik dengan resep


dipakai untuk pengobatan mual dan muntah.
Efek samping yang terjadi adalah mengantuk, yang dapat menjadi masalah
utama, mulut kering, penglihatan kabur akibat dilatasi pupil takikardia (pada
pemakaian antikolinergik) dan konstipasi. Obat-obat ini tidak boleh di pakai
pada klien penderita glaucoma.
KANNABINOID
Kannabinoid, kandungan aktif dari marijuana, telah di setujui dalam
pemakaian kliniknya pada tahun 1985 untuk menghilangkan rasa mual dan
muntah karena pengobatan kanker. Agen-agen ini boleh diresepkan untuk
klien yang mendapatkan kemotrapi yang tidak memberikan respons atau yang
tidak dapat memakai obat antiemetic lain. Terdapat dua kannabinoid,
dronabinol (marinol) dannabilon (cesamet)
ANTIMETIC LAIN
Benzquinamidhidroklorida (emete-con), mentoklopramidhidroklorida (reglan),
difenidol (vontrol) dantrimetobenzamid (tigan) diklasifikasikansebagai
antiemetic lain karena obat-obat ini tidak bekerja sekuat antihistamin,
antikolinergik, ataufenotiazid. Obat-obat ini menekan impul skectz. Difenidol
juga mencegah vertigo dengan cara menghambat impuls ke daerah vestibuler.
Benzquinamid tampaknya memiliki efek antiemetic, antihistaminic, dan
antikolinergik. Obat ini menghambat perangsangan pusat ctz dan mengurangi
aktivitas pusat muntah. Obat ini juga menambah curah jantung dan
meningkatkan tekanan darah.
Farmakokinetik Benzquinamid diberikan secara intramuscular atau
intravena. Bentuk intramuscular diabsopsi dengan cepat, memiliki waktu
paruh antara 30 sampai 40 menit, dan sekitar 60% berikatan dengan protein.
Benzquinamid dimetabolisme oleh hepar dan dikeluarkan dalam urin dan tinja.
Farmakodinamik Kerja antiemetic utama dari benzquinamid adalah untuk
menghambat pusat ctz. Paling sering dipakai untuk mencegah dan mengobati
mual dan muntah yang berkaitan dengan anesthesia dan operasi. Awitan kerja
secara parenteral adalah 15 menit dan lama kerjanya 3-4 jam. Jika
benzquinamid diminum dengan alcohol atau narkotik atau sedative-hipnoktik,
dapat timbul peningkatan depresicns.
Efek samping dan reaksi yang merugikan dari antiemetic lain ini adalah
rasa mengantuk dan gejala-gejala antikolinergik (mulut kering, peningkatan
denyut jantung, pandangan kabur) benzquinamid harus dipakai secara terus-
menurus pada klien yang memiliki masalah jantung seperti disritmia.
Benzquinamid dapat menyebabkan perangsangan saraf pusat, termasuk cemas,
tegang, dan insomnia. Trimetobenzamid dapat menyebabkan hipotensi, diare
dan gejala-gejala ekstrapiramidal (gerakan involunter abnormal, gangguan
postural dan perubahan dalam tonus otot). Metoklopramida dapat juga
menyebabkan efek ekstrapiramidal.
8

BAB III

PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Agen-agen Neoplastik, Endokrin dan Gastrointestinal merupakan macam-macam


penyakit di area tertentu yang memiliki obat penawarnya masing-masing dan mempunyai
keuntungan serta kerugian dari efek samping obat tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

9
 Kee, Joyce L. 1996. Farmakologi: Pendekatan Proses Keperawatan. Jakarta: EGC
google book.

 Setiawati A.2011.Jurnal Ilmu-Ilmu Hayati dan Fisik. Yogyakarta : Jurnal

iii

Anda mungkin juga menyukai