Anda di halaman 1dari 12

11 Perbedaan Bisnis Online dan Bisnis

Offline
Rosalina May 3, 2015 Bisnis No Comments

inShare

Bisnis Online atau Bisnis Oflline? Yang mana yang menarik menurut anda untuk di
kerjakan? Sebelum anda memutuskan untuk memilih ingin fokus dan menjalankan bisnis
online atau bisnis offline, ada baiknya anda mengetahui dulu apa perbedaan bisnis online dan
bisnis offline ini. Berikut adalah beberapa perbedaan diantaranya:

1. Modal

 Bisnis Online membutuhkan modal yang bisa dikatakan lebih murah, karena biaya
awal yang dibutuhkan untuk membuka toko online hampir bisa dikatakan gratis, jika
anda hanya membuat website gratisan. Namun jika anda memilih untuk membuat
website berbayarpun harganya masih lebih murah dibanding bisnis offline.
 Bisnis Offline jelas membutuhkan persiapan yang matang untuk modal. Anda harus
menyiapkan modal untuk sewa gedung yang semakin hari semakin mahal. Harus
sapkan modal untuk beli barang yang akan anda jual di bisnis offline anda.
2. Jangkauan Pemasaran

 Bisnis Online mempunyai jangkauan yang sangat luas. Anda berkesempatan


mendapatkan pembeli dari seluruh Indonesia bahkan dunia. Karena anda
menggunakan media internet yang online ke seluruh dunia dan mampu dilihat oleh
seluruh orang dari berbagai kota/wilayah/daerah/negara yang ada.
 Bisnis Offline, jangkauannya lebih sempit, mungkin hanya pada orang-orang
disekitar toko atau daerah tersebut saja.

3. Waktu

 Bisnis Online tidak terikat oleh waktu. Buka 24 jam. Bahkan saat anda sedang
tidurpun bisa saja anda akan mendapatkan orderan di website bisnis online anda
 Bisnis Offline hanya bisa buka dengan waktu-waktu yang terbatas, mungkin sekitar 8
jam sehari, dan akan tutup pada tanggal merah dan hari libur.

4. Sistem Pemasaran

 Bisnis online tidak membutuhkan sistem pemasaran yang rumit sepetrti harus
mengeluarkan modal untuk cetak brosur dan menyebarkannya ke masyarakat, anda
cukup melakukan promosi dengan memanfaatkan social media seperti facebook,
twitter, instagram, pinterest, dll
 Bisnis Offline masih membutuhkan dan memakai sistem cetak brosur yang
membutuhkan modal tidak sedikit dan anda juga harus repot membagikan brosur
tersebut agar banyak orang yang melihatnya.

5. Jenis Produk

 Bisnis Online bisa menjual berbagai jenis produk. Namun akan lebih murah menjual
jenis barang yang lebih spesifik, karena orang mencarinya sesuai dengan barang yang
sedang dibutuhkannya di internet.
 Bisnis Offline bisa menjual berbagai jenis barang dalam satu toko, namun tentunya
akan terbatas pada tempat dan penyediaan stock barangnya.

6. Jumlah Produk
 Bisnis Online tidak harus stock produk, anda bisa memilih sistem dropship. Jumlah
barangnya juga bisa disesuaikan dengan permintaan dari pembeli anda
 Bisnis Offline, anda harus mempunyai stock barang yang akan dipasarkan dan anda
perlu mencermati barang apa yang sebaiknya anda stock, dan hal itu tergantung pada
permintaan pasar terhadap produk tersebut, karena jika tidak anda bisa saja membuat
pemumpukan barang digudang sementara permintaan sedikit atau sebaliknya.

7. Cara Pembelian

 Bisnis Online melakukan cara pembeliannya dengan online saja, tidak perlu terjadi
tatap muka, semua dilakukan di depan komputer, dengan mengetikkan kata yang
mewakili nama barang yang sedang anda cari di mesin pencari seperti google, yahoo,
dll. Kemudian melakukan transaksi pada website yang anda temukan.
 Bisnis Offline melakukan cara pembeliannya dengan tatap muka langsung dengan
pembelinya. Anda akan langsung berbicara dan barter barang dengan pembeli anda.

8. Sistem Pembayaran

 Bisnis Online melakukan sistem pembayaran secara online, yaitu berupa transfer
bank ke rekening penjual. Setelah penjual menerima uang di rekeningnya sejumlah
dengan orderan anda, maka barang akan dikirimkan ke alamat anda.
 Bisnis Offline melakukan sistem pembayaran langsung saat pembeli datang memilih
barang yang diinginkan, kemudian membayarkannya secara tunai/langsung kepada
pembeli, kemudian bisa membawa barang yang di belinya secara langsung.

9. Tenaga Kerja

 Bisnis Online tidak membutuhkan banyak tenaga kerja untuk mengerjakannya,


bahkan jika anda pemula, anda hampir tidak membutuhkan karyawan sama sekali,
anda bisa menghandlenya sendiri
 Bisnis Offline sangat membutuhkan tenaga kerja bantuan, apalagi anda baru awal
buka toko, anda pasti akan membutuhkan bantuan orang lain untuk membereskan
barang dan menyiapkan segala sesuatunya ditoko offline anda sebelum anda mulai
menjual barang dagangan anda di toko offline anda.

10. Cara Mencari Barang

 Bisnis Online lebih mudah untuk mencari barang yang anda butuhkan, cukup dengan
cara mengetikkan kata/kalimat sesuai nama barang yang anda sedang cari di google,
yahoo, bing, dll, setelahnya mesin pencari akan menampilkan yang anda minta.
 Bisnis Offline akan lebih sulit untuk mencari barang yang sedang anda butuhkan.
Anda perlu tahu toko yang menyediakannya atau anda harus mengunjungi beberapa
tempat bahkan mencari di etalase mana dia ada atau butuh bertanya-tanya dulu kepada
orang lain yang mungkin mengetahuinya.

11. Buka Cabang

 Bisnis Online bisa punya cabang banyak hanya dengan cara buat banyak website,
atau buat toko secara gratis di sebanyak market place yang ada atau di merchant-
merchant yang ada, biasanya banyak yang menyediakan buka akun toko secara gratis
maupun berbayar.
 Bisnis Offline anda bisa buka cabang di wilayah yang berbeda yang pasarnya cukup
menyakinkan, namun untuk ini anda pastinya harus menyiapkan modal yang juga
tidak sedikit tentunya untuk setiap cabang yang akan anda buka ini.

Demikanlah beberapa peredaan antara bisnis online dan bisnis offline, semoga bisa memberi
manfaat dan masukkan bagi anda yang ingin memulai bisnis anda. Salam Sukses

Salam sukses,

Rosalina Lie

http://rosalinalie.com/11-perbedaan-bisnis-online-dan-bisnis-offline/

Apa itu Startup Bisnis Digital? Apa Keuntungannya? Dan Bagaimana


Membuatnya?

Kanal Bisnis.Ilmuwebsite dari kemarin-kemarin yang dibahas cuma melulu masalah startup.
Apa sih sebetulnya startup itu? Apa keuntungannya? Pertanyaan-pertanyaan tersebut kurang
lebih akan kita bahas tuntas pada artikel kali ini. Mulai dari definisi, keuntungan bagi pelaku
startup, sampai dengan startup di dunia nyatanya.

Apa sih startup Bisnis Digital itu?

Menurut wikipedia Startup merujuk pada perusahaan yang belum lama beroperasi, yang
sebagian besarnya merupakan perusahaan baru didirikan, berada dalam fase pengembangan
dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Definisi tersebut mungkin lebih pada
peristilahannya, maknanya kurang lebih startup adalah perusahaan baru yang sedang
dikembangkan.

Startup berkembang di akhir tahun 90-an menuju ke tahun 2000-an, yang kebanyakan
faktanya startup-startup ini dikawinkan dengan teknologi, internet, website, dan semua yang
berhubungan dengan ranah tersebut. Lah kok bisa? Mari kita kilas balik ke akhir tahun 1990-
an menuju 2000-an, ketika itu dunia internasional mengalami fenomena buble dot com.

Buble dot com jika di artikan ke dalam bahasa Indonesia-nya memiliki makna gelembung dot
com, atau gelembung teknologi informasi.

Ketika masa buble dot com ini banyak perusahaan-perusahaan baru didirikan secara
berbarengan, ini terjadi dipicu karena adanya fakta bahwa makin banyak orang yang
mengenal internet, sudah tentu menjadi ladang baru untuk berbisnis. Namun pada akhirnya
perusahaan-perusahaan startup ini berakhir dengan kegagalan. Sedikit sekali yang bertahan.
Beberapa startup yang bertahan sampai sekarang seperti yang kita kenal saat ini, seperti
google, yahoo dan lain sebagainya.

Startup sebetulnya lebih condong kepada perusahaan yang bergerak di bidang teknologi dan
website. Namun bukan melulu mengenai jasa pembuatan aplikasi / website semata. Bukan
itu.  Ada beberapa karakter yang umum ditemui di startup. Yang jelas saat ini istilah startup
merupakan label yang diberikan kepada perusahaan-perusahaan berkenaan dengan dunia
teknologi dan internet.

Karakter yang umum terdapat pada startup biasanya usia perusahaan kurang dari 3 tahun,
jumlah pegawai kurang dari 20 orang, Pendapatan kurang dari $ 100.000/tahun, Masih dalam
tahap pengembangan, Beroperasi dalam bidang teknologi, Produk yang dibuat biasanya
berupa aplikasi dalam bentuk digital, Biasanya beroperasi melalui website.

Startup Di Bumi Indonesia

Menurut catatan, di Indonesia kurang lebih terdapat 1500-an startup. Dan setiap tahun, atau
bahkan setiap bulannya, muncul founder-founder baru pemilik startup. Pengguna internet
Indonesia sampai saat ini terus tumbuh setiap tahunnya. Dan tentunya  ini menjadi ladang
tersendiri bagi bisnis di dunia online.

Di Indonesia pun beberapa startup yang familiar seperti kaskus.co.id, urbanesia.com,


nulisbuku.com, mindtalk.com dan banyak lagi. Masing-masing startup memiliki tema sendiri-
sendiri. Sebagai contohnya Aulia Halimatussadiah yang menggarap nulisbuku.com berawal
dari masalah akan kesulitannya para penulis yang akan menerbitkan bukunya, ditemui dengan
berbagai birokrasi yang merepotkan, pada akhirnya membuat Aulia Halimatussadiah
membuat nulisbuku.com solusi atas permasalah penerbitan buku, dan membuat penulis
menjadi lebih diuntungkan.

Dan beberapa startup Indonesia pun sudah mendunia, seperti bornevia.com, kurioapps.com,
wooz.in, 8villages.com  dan adskom.com serta cubeacon.com.

Di Indonesia terdapat banyak komunitas yang mendiskusikan masalah startup, mulai yang
tingkatnya nasional hingga regional Seperti Bandung Digital Valley
(bandungdigitalvalley.com), Jogja Digital Valley (jogjadigitalvalley.com), Depok Digital
(depokdigital.net), Ikitas (ikitas.com) Inkubator Bisnis di Semarang, Stasion (stasion.org)
wadah Startup lokal kota Malang, dan masih banyak lagi yang lainnya. Silahkan googling.

Apa Keuntungan Mendirikan Startup Sendiri ?


Saya akan membuat sebuah perumpamaan. Anda membangun sebuah taman bermain untuk
anak-anak, di dalamnya ada fasilitas taman bacaan, taman rekreasi, dan banyak lagi yang
lainnya, kemudian Anda sediakan free untuk semua anak. Apa yang terjadi? Banyak yang
datang bukan? Ribuan Anak yang datang. Apalagi jika Anda membeli DUFAN  lalu
menggratiskannya. :D.

Yang jelas ketika Anda membuat startup sendiri, membuat website yang spesifik, orang
merasa website ini bermanfaat, terlebih lagi ketika website tersebut memberikan solusi atas
suatau masalah yang ada di sekeliling orang, dan orang-orang tersebut memberitahukan
kepada lebih banyak orang lagi bahwa ada website yang sangat bermanfaat dan patut diikuti
terus. Dari sinilah visitor berdatangan.

Visitor berdatangan ibarat sebuah pasar. Ketika banyak orang berkumpul kemungkinan besar
banyak orang juga yang berjualan. Nah disinilah Anda bisa jadikan tempat berkumpulnya
orang-orang untuk berjualan. Anda bisa berjualan apapun tentunya sesuai dengan tema
website, terkategorisasi.

Sebagai contohnya adalah ketika saya dan tim ilmuwebsite.com membuat layanan pembuatan
website gratis kaffah.biz , kami membuat versi gratisnya, namun juga disediakan pula versi
berbayarnya.

Lalu Bagaimana Membuat Startup Sendiri?

Kemudian pertanyaan selanjutnya adalah, bagaimana membuat startup sendiri ? Anda bisa
menemukan idenya terlebih dahulu di sini http://bisnis.ilmuwebsite.com/2014/09/formula-
pas-mantab-untuk-menemukan-ide.html.

Untuk cara membuatnya kita akan bahas pada artikel yang berbeda. Silahkan pantau terus
bisnis.ilmuwebsite.com

Semoga bermanfaat.
Salam.

Apa Itu bisnis Startup? Dan Bagaimana


Perkembangannya?
 Sutan Mudo12:19 PM on Aug 26, 2015

Tahukah anda apa itu bisnis startup? Mungkin hanya sebagian kecil saja orang tahu dengan
bisnis strartup ini. Kata startup sendiri adalah serapan dari bahasa inggris yang menunjukan
sebuah bisnis yang baru dirintis.

Menurut sumber informasi dari Wikipedia.org, startup adalah sebuah perusahaan rintisan,


umumnya disebut startup (atau ejaan lain yaitu start-up), merujuk pada semua perusahaan
yang belum lama beroperasi.

Perusahaan-perusahaan ini sebagian besar merupakan perusahaan yang baru didirikan dan
berada dalam fase pengembangan dan penelitian untuk menemukan pasar yang tepat. Istilah
“startup” menjadi populer secara internasional pada masa gelembung dot-com, di mana
dalam periode tersebut banyak perusahaan dot-com didirikan secara bersamaan.

Dari definisi diatas dapat kita simpul bahwa bisnis startup adalah suatu bisnis yang baru
berkembang. Namun, bisnis startup ini lebih identik bisnis yang berbau teknologi, web,
internet dan yang berhubungan dengan ranah tersebut. Bisnis startup berkembang akhir tahun
90an hingga tahun 2000, nyatanya istilah Startup banyak.

Dari berbagai sumber kami mendapat beberapa karakteristik perusahaan startup. Silahkan
baca beberapa karakteristik berikut ini:

1. Usia perusahaan kurang dari 3 tahun


2. Jumlah pegawai kurang dari 20 orang
3. Pendapatan kurang dari $ 100.000/tahun
4. Masih dalam tahap berkembang
5. Umumnya beroperasi dalam bidang teknologi
6. Produk yang dibuat berupa aplikasi dalam bentuk digital
7. Biasanya beroperasi melalui website

Kebanyakan beberapa karakteristik bisnis startup ini dan pelakunya lebih condong bergerak
dibidang teknologi, website dan hal yang berbaur internet.
Bagaimana Perkembangan Bisnis Startup Di Indonesia

Untuk di Indonesia sendiri perkembangannya cukup bagus dan mengembirakan. Setiap tahun
banyak founder-founder (pemilik) Startup baru bermunculan di indonesia. Menurut
dailysocial.net, sekarang ini terdapat setidaknya lebih dari 1500 Startup lokal yang ada di
Indonesia. Potensi pengguna internet Indonesia yang semakin naik dari tahun ke tahun
tentunya merupakan suatu lahan basah untuk mendirikan sebuah Startup.

Menurut Rama Mamuaya, CEO dailysocial.net, Startup di Indonesia digolongkan dalam tiga
kelompok yaitu Startup pencipta game, Startup aplikasi edukasi serta Startup perdagangan
seperti e-commerce dan informasi. Menurutnya Startup game dan aplikasi edukasi punya
pasar yang potensial dan terbuka di Indonesia. Hal ini dikarenakan proses pembuatan game
dan aplikasi edukasi relatif mudah.

Dengan berkembangnya media sosial dan smartphone, pasar untuk mobile game dan social
game semakin besar. Sementara itu untuk aplikasi atau website yang bergerak di bidang e-
commerce dan informasi, Rama menilai tantangannya di Indonesia masih cukup besar
dikarenakan masih minimnya penggunaan kartu kredit.

Mmm, ulasan kami ini tentang bisnis startup dan perkembangan Indonesia semoga bisa
menambah wawasan anda tentunya.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan di sini)

Bahkan Jack Ma Tidak Bisa Menyelesaikan


Dilema E-Commerce Indonesia
1Comment


 Lina Noviandari10:35 AM on Sep 16, 2016

Beberapa waktu lalu, santer terdengar kabar bahwa Chairman Alibaba Jack Ma telah
menerima tawaran sebagai penasihat komite e-commerce Indonesia, sebuah komite yang
melibatkan sepuluh kementerian di negara ini. Penunjukan ini menimbulkan banyak reaksi
menarik dari berbagai pihak.

Analis di Indonesia memperingatkan terdapat “potensi konflik kepentingan” karena Alibaba


memiliki saham di Lazada yang juga beroperasi di Indonesia, serta adanya kemungkinan
startup lokal bisa “dikuasai oleh Jack Ma”.

Di lain pihak, The Jakarta Post melihat penunjukan Jack Ma sebagai sebuah berita gembira.
Mereka memprediksi “hal-hal besar” akan terjadi di masa depan.

Tampaknya kekhawatiran maupun ekspektasi ini terlalu berlebihan. Penunjukan Jack Ma


sebenarnya bukanlah sebuah isu yang besar.

Tentu, penunjukan Jack Ma adalah signifikan secara simbolis. Tapi penunjukan ini tidak


serta-merta memungkinkan Jack Ma mendikte peraturan e-commerce Indonesia nanti.

Pemerintah Indonesia meminta Ma untuk memberikan rekomendasi cara memperkuat UKM


lokal dan membantu mereka mengakses pasar seperti Cina. Perannya mirip dengan apa yang
ia jalani saat ditunjuk sebagai penasihat oleh mantan Perdana Menteri Inggris.

Asosiasi pelaku e-commerce Indonesia (idEA) juga menanggapi penunjukan ini dengan
santai. Dalam sebuah wawancara dengan Tech in Asia, ketua umum idEA Aulia Marinto
mengatakan bahwa tidak hanya Jack Ma, tokoh-tokoh e-commerce internasional dan lokal
juga diminta untuk memberi nasihat kepada komite.

Aulia meyakinkan media bawah pemerintah tentu saja tidak akan serta-merta mengikuti
semua saran Jack Ma. Ia menambahkan bahwa idEA juga siap membantu pemerintah
mempertimbangkan saran yang masuk.
Sumber gambar: Dietrich Ayala

Perencanaan e-commerce yang tak kunjung jadi

Apa pun hasilnya, komite e-commerce Indonesialah yang harus membuat peraturan sendiri
guna mengatur ekonomi digital negara ini. Tapi dengan keterlibatan sepuluh kementerian
dalam komite ini, tentu prosesnya tidak akan berlangsung dengan mulus.

Negosiasi “perencanaan e-commerce” antara pemerintah dan perusahaan e-commerce yang


diprakarsai idEA sebenarnya sudah dimulai sejak lama, yakni pada bulan April 2015.
Perencanaan ini akan digunakan untuk menentukan batasan tanggung jawab kementerian, dan
menjabarkan aturan untuk hal-hal seperti investasi asing, perpajakan, dan keamanan siber.

Draf perencanaan tersebut sejatinya selesai pada Agustus tahun lalu, tapi hingga 2015
berakhir, belum ada hasil konkret. Bahkan hingga kuartal ketiga tahun 2016, perencanaan e-
commerce ini juga belum jadi.

Komunikasi antara pemerintah dan kelompok pelaku industri ini tampak tidak mulus. Aulia
mengaku tidak mengetahui rencana penunjukan Jack Ma sebagai penasihat. “Kami justru
mengetahui hal tersebut dari para teman-teman di media,” ujarnya.

“Harapan kami, pemerintah Indonesia bisa cepat mengeluarkan perencanaan e-commerce ini,
karena industri e-commerce tengah berkembang dengan sangat cepat.”
Kebijakan proteksionisme versus terbuka

Masalahnya adalah, Indonesia masih belum menentukan posisinya dalam spektrum kebijakan


proteksionisme versus terbuka. Tidak ada contoh yang bisa Indonesia tiru, haruskah negara
ini mengikuti pedoman dari Cina, Amerika Serikat, atau Eropa?

Regulator menghadapi berbagai konflik kepentingan. Contohnya, perusahaan yang dipimpin


Aulia–Blanja–adalah sebuah kongsi antara BUMN Telkom dan Ebay yang berasal dari AS.

Sementara itu, Alibaba juga telah memasuki Indonesia lewat kepemilikan sahamnya di
Lazada. Tidak mau kalah, Amazon juga mengincar kawasan ini.

Melihat kondisi tersebut, sejumlah figur seperti Managing Partner Ideosource, Andi S.
Boediman, meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan yang lebih terhadap bisnis
lokal. Ideosource sendiri berinvestasi di situs e-commerce lokal Bhinneka.

“Apabila dibiarkan begitu saja, maka para pemain lokal di industri e-commerce akan habis.
Kita bisa melihat bagaimana Amazon hadir di India, dan kemudian ‘menghabisi’ para pemain
lokal di sana,” tutur Andi.

Andi tidak memungkiri kalau Indonesia masih membutuhkan e-commerce asing dalam hal
investasi maupun pertukaran ilmu. Namun ia juga berharap pemerintah Indonesia bisa
membuat iklim usaha yang adil, seperti langkah sejumlah negara Eropa yang kini mulai
menagih pajak dari para raksasa internet seperti Google dan Facebook.

Sumber gambar: Seika

Dilema e-commerce

Bagaimanapun juga, konsumen Indonesia tampak tidak begitu peduli dari mana asal sebuah
produk atau layanan. Yang penting harus sesuai dengan standar dan ekspektasi mereka.
Memberi label “karya anak bangsa” saja tidak cukup. Ini terbukti dari ulasan pedas untuk
aplikasi chatting Imes buatan lokal, yang tidak pernah menjadi populer.

Jadi, regulator dihadapkan pada sebuah dilema besar. Di satu sisi, mereka ingin membantu
perusahaan lokal berkembang—khususnya UKM. Tetapi kenyatannya, peraturan justru
tunduk pada kekuatan lobi para perusahaan besar.

Investasi besar dipersilakan masuk, namun jumlah kontrol yang dimiliki entitas asing sangat
dibatasi dan mereka harus membayar pajak yang besar. Jika kebijakan proteksionisme ini
semakin menjadi-jadi, Indonesia berisiko menjadi kurang menarik bagi perusahaan asing,
yang ujung-ujungnya pemerintahlah yang akan mendapat kritik dari publik.

Bahkan Jack Ma tidak bisa menyelesaikan dilema tersebut. Tapi jika komite tidak berbuat
apa-apa, mereka malah memberi waktu bagi pemain global untuk merencanakan langkah
selanjutnya.

Ini adalah sebuah artikel opini.

(Artikel ini pertama kali dipublikasikan dalam bahasa Inggris  oleh Nadine Freischlad. Isi di
dalamnya telah diterjemahkan dan dimodifikasi oleh Lina Noviandari. Diedit oleh Iqbal
Kurniawan; Sumber gambar: Asia Society)

Anda mungkin juga menyukai