Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH KEPERAWATAN

TB (tuberculosis) pada Anak

Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah


Keperawatan Gadar Kritis

Oleh:

Wahyu Trijoko
NIM. 19650111

PROGRAM STRUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
MARET 2020
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi
Mycobacterium tuberkulosis. Umumnya setelah masuk ke dalam tubuh melalui
rongga pernapasan, bakteri ini akan menuju ke paruparu. Tetapi bukan hanya
di paruparu, bakteri ini juga dapat menuju organ tubuh lain, seperti ginjal,
limpa, tulang, dan otak (Widianto, 2010).
Seseorang yang terinfeksi TB paru akan menimbulkan berbagai dampak di
kehidupannya, baik secara fisik, mental, maupun sosial. Secara fisik, seseorang
yang telah terinfeksi TB paru akan sering batuk, sesak nafas, nyeri dada, berat
badan dan nafsu makan menurun, serta berkeringat di malam hari. Semua hal
itu tentunya akan mengakibatkan seseorang tersebut menjadi lemah. Secara
mental, seseorang yang telah terinfeksi TB paru umumnya akan merasakan
berbagai ketakutan di dalam dirinya, seperti ketakutan akan kematian,
pengobatan, efek samping dalam melakukan pengobatan, kehilangan
pekerjaan, kemungkinan menularkan penyakit ke orang lain, serta ketakutan
akan ditolak dan didiskriminasi oleh orang-orang yang ada di sekitarnya
(Rohman,2012).
Jumlah kasus penyakit TB paru pada anak mengalami perkembangan pesat
terutama pada tahun 2014. Negara Indonesia menjadi salah satu negara yang
sebenarnya memiliki proporsi jumlah penderita TB anak yang ternotifikasi
dalam batas normal yaitu sebesar 8-11%, tetapi jika dilihat lebih jauh untuk
tingkat provinsi sampai fasilitas pelayanan kesehatan maka data penderita TB
paru anak di Indonesia memperlihatkan variasi proporsi yang cukup lebar yaitu
sebesar 1,80 – 15,90%. Untuk menangani permasalahan TB anak yang sudah
banyak terjadi di berbagai negara maka sudah dilakukan gebrakan dengan
menerbitkan berbagai panduan tingkat global yang dikeluarkan WHO dan
sudah mulai diadopsi oleh berbagai negara di dunia termasuk Indonesia
(Kemenkes RI, 2016).
Prevalensi kejadian TB berdasarkan diagnosis menunjukkan angka 4‰
dari jumlah penduduk, hal ini memperlihatkan bahwa dari setiap 100.000
penduduk yang ada di Indonesia ternyata terdapat 400 orang yang telah
didiagnosis menderita TB oleh tenaga kesehatan. Salah satu upaya yang
dilakukan Kementerian Kesehatan RI untuk mengendalikan penyakit TB yaitu
dengan melakukan pengobatan namun berdasarkan data Kemenkes RI tahun
2013 menunjukkan bahwa dari sebanyak 194.853 orang menderita TB paru di
Indonesia dan tingkat kesembuhan untuk pasien TB paru hanya sebanyak
161.365 orang (82,80%) dengan pengobatan lengkap hanya sebanyak 14.964
kasus (7,70%) (Kemenkes RI, 2013).
Penularan bakteri Mycobacterium Tuberculosis terjadi ketika pasien TB
paru mengalami batuk atau bersin sehingga bakteri Mycobacterium
Tuberculosis juga tersebar ke udara dalam bentuk percikan dahak atau droplet
yang dikeluarkan penderita TB paru. Jika penderita TB paru sekali
mengeluarkan batuk maka akan menghasilkan sekitar 3000 percikan dahak dan
percikan dahak tersebut telah mengandung bakteri Mycobacterium
tuberculosis. Pasien suspek TB paru yang mengalami gejala batuk lebih dari 48
kali/malam akan menginfeksi 48% dari orang yang kontak dengan pasien
suspek TB paru, sedangkan pasien suspek TB paru yang mengalami batuk
kurang dari 12 kali/malam maka akan dapat menginfeksi 28% dari orang yang
kontak dengan pasien yang suspek TB paru (Kemenkes RI, 2016).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 menyebutkan bahwa
TB paru telah didiagnosis pada kelompok umur < 1 tahun sebesar 2‰,
kelompok umur 1-4 tahun sebesar 4‰, kelompok umur 5-14 tahun sebesar
0,30‰, sedangkan pada kelompok umur orang dewasa lainnya juga
menunjukkan prevalensi yang sama sebesar 3‰. Hasil penelitian Riskesdas
tahun 2013 juga memperlihatkan bahwa terjadi suatu masalah kesehatan
terbaru terkait kejadian TB paru yang sudah menyerang kelompok umur anak-
anak dan balita (Kemenkes RI, 2013).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Makalah ini bertujuan umutuk mengetahui tentang Tuberculosis pada anak
2. Tujuan Khusus
a) Mengidentifikasi Tuberculosis pada anak
b) Mendidentifikasi Konsep Asuhan Keperawatan Tuberculosis pada anak
c) Mengidentifikasi penatalaksaanan sesuai dengan jurnal

C. Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah Konsep Penyakit Tuberculosis pada anak ?
2. Bagaimanakah Konsep Asuhan Keperawatan Tuberculosis pada anak ?
3. Bagaimanakah penerapan sesuai dengan Jurnal ?
BAB 2
KONSEP PENYAKIT TUBERCULOSIS PADA ANAK

A. Definisi
Tuberculosis Paru merupakan penyakit infeksi menular pada sistem
pernapasan yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa yang dapat
mengenai bagian paru. Tuberculosis, yang disingkat TBC atau TB adalah
penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
Pulmonary TB. (Maryunani Anik 2010).
Tuberculosis paru adalah penyakit infeksi pada paru yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis yaitu suatu tahan asam.Penyakit Tuberculosis
Paru dapat diderita oleh siapa saja, orang dewasa atau anak-anak dan dapat
mengenai seluruh organ tubuh kita manapun, walaupun yang terbanyak
adalah organ paru.(Suriadi dan Rita Yuliani 2010).

B. Etiologi
Tuberculosis disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis.Kuman
TB berbentuk batang dan memiliki sifat khusus, yaitu tahan terhadap asam
pada penaaran, sehingga sering disebut juga sebagai Basil atau Bakteri Tahan
Asam (BTA).Bakteri ini cepat mati bila terkena sinar mathari langsung.Tetapi
dalam tempat lembab, gelap, dan pada suhu kamar, kuman dapat bertahan
hidup selama beberapa jam.Dlam tubuh, kuma ini dapat tidur lama (dorman)
selama beberapa tahun. (Anik Marunani 2010).

C. Gejala Klinis
Gejala TB anak adalah sebagai berikut:
a. Berat badan turun tanpa sebab yang jelas atau berat badan tidak naik
dengan adekuat atau tidak naik dalam 1 bulan setelah diberikan upaya
perbaikan gizi yang baik.
b. Demam lama (≥2 minggu) atau berulang tanpa sebab yang jelas (bukan
demam tifoid, infeksi saluran kemih, malaria, dan lain-lain). Demam
umumnya tidak tinggi. Keringat malam saja bukan merupakan gejala
spesifik TB pada anak apabila tidak disertai dengan gejala-gejala sistemik
atau umum lain.
c. Batuk lama ≥3 minggu, batuk bersifat non-remitting (tidak pernah reda
atau intensitas semakin lama semakin parah) dan sebab lain batuk telah
dapat disingkirkan.
d. Nafsu makan tidak ada (anoreksia) atau berkurang, disertai gagal tumbuh
(failure to thrive).
e. Lesu atau malaise, anak kurang aktif bermain.
f. Diare persisten atau menetap (>2 minggu) yang tidak sembuh dengan
pengobatan baku diare. (KEMENKES 2013).

D. Klasifikasi
a. TB dengan konfirmasi bakteriologis
Pada anak kuman TB sangat sulit ditemukan disamping karena
sulitnya mendapatkan spesimen pemeriksaan, TB anak bersifat
paucibacillary (kuman sedikit).Sehingga tidak ditemukannya kuman TB
pada pemeriksaan dahak tidak menyingkirkan diagnosis TB anak.
TB dengan konfirmasi bakteriologis terdiri dari hasil positif baik
dengan pemeriksaan BTA, biakan maupun tes cepat.TB anak yang sudah
mengalami perjalanan penyakit post primer, dapat ditemukan hasil BTA
positif pada pemeriksaan dahak, sama dengan pada dewasa. Hal ini biasa
terjadi pada anak usia remaja awal. Anak dengan BTA positif ini memiliki
potensi untuk menularkan kuman M tuberculosis kepada orang lain di
sekitarnya.
b. Tuberkulosis Meningitis
Tuberkulosis meningitis, merupakan salah satu bentuk TB pada
Sistem Saraf Pusat yang sering ditemukan pada anak, dan merupakan TB
dengan gejala klinis berat yang dapat mengancam nyawa, atau
meninggalkan gejala sisa pada anak. Anak biasanya datang dengan
keluhan awal demam lama, sakit kepala, diikuti kejang berulang dan
kesadaran menurun khususnya jika terdapat bukti bahwa anak telah kontak
dengan pasien TB dewasa BTA positif.Apabila ditemukan gejala-gejala
tersebut, harus segera dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
c. TB Milier
Tuberkulosis milier termasuk salah satu bentuk TB dengan gejala
klinis berat dan merupakan 3 –7% dari seluruh kasus TB, dengan angka
kematian yang tinggi (dapat mencapai 25% pada bayi).TB milier terjadi
oleh karena adanya penyebaran secara hematogen dan diseminata, bisa ke
seluruh organ, tetapi gambaran milier hanya dapat dilihat secara kasat
mata pada foto torak. Terjadinya TB milier dipengaruhi oleh 3 faktor,
yaitu:
1) Kuman M. tuberculosis(jumlah dan virulensi).
2) Status imunologis pasien (nonspesifik dan spesifik), seperti infeksi
3) HIV, malnutrisi, infeksi campak, pertusis, diabetes melitus, gagal
ginjal, keganasan, dan penggunaan kortikosteroid jangka lama.
4) faktor lingkungan (kurangnya paparan sinar matahari, perumahan yang
padat, polusi udara, merokok, penggunaan alkohol, obat bius, serta
sosioekonomi).
d. Tuberkulosis Tulang atau Sendi
Tuberkulosis tulang atau sendi merupakan suatu bentuk infeksi TB
ekstrapulmonal yang mengenai tulang atau sendi.Insidens TB sendi
berkisar 1 –7% dari seluruh TB. Tulang yang sering terkena adalah: tulang
belakang (spondilitis TB), sendi panggul (koksitis), dan sendi lutut
(gonitis). Gejala dan tanda spesifik spesifik berupa bengkak, kaku,
kemerahan, dan nyeri pada pergerakan dan sering ditemukan setelah
trauma. Bisa ditemukan gibbus yaitu benjolan pada tulang belakang yang
umumnya seperti abses tetapi tidak .menunjukkan tanda-tanda peradangan.
Warna benjolan sama dengan sekitarnya, tidak nyeri tekan, dan
menimbulkan abses dingin.
Kelainan neurologis terjadi pada keadaan spondilitis yang
berlanjut, membutuhkan oprasi bedah sebagai tatalaksanya kelainan pada
sendi panggul dapat dicurigai jika pasien berjalan pincang dan kesulitan
berdiri.Pada pemeriksaan terdapat pembengkakan di daerah lutut, anak
sulit berdiri dan berjalan, dan kadang-kadang ditemukan atrofi otot paha
dan betis.Pemeriksaan penunjang yang diperlukan adalah foto radiologi,
CT scan dan MRI.Prognosis TB tulang atau sendi sangat bergantung pada
derajat kerusakan sendi atau tulangnya.Pada kelainan minimal umumnya
dapat kembali normal, tetapi pada kelainan yang sudah lanjut dapat
menimbulkan sekuele (cacat) sehingga mengganggu mobilitas pasien.
e. Tuberkulosis Kelenjar
Infeksi TB pada kelenjar limfe superfisial, yang disebut dengan
skrofula, merupakan bentuk TB ekstrapulmonal pada anak yang paling
sering terjadi, dan terbanyak pada kelenjar limfe leher.Kebanyakan kasus
timbul 6 –9 bulan setelah infeksi awal M. tuberculosis, tetapi beberapa
kasus dapat timbul bertahun-tahun kemudian.Lokasi pembesaran kelenjar
limfe yang sering adalah di servikal anterior, submandibula,
supraklavikula, kelenjar limfe inguinal, epitroklear, atau daerah
aksila.Kelenjar limfe biasanya membesar perlahan-lahan pada stadium
awal penyakit.Pembesaran kelenjar limfe bersifat kenyal, tidak keras,
diskrete, dan tidak nyeri.Pada perabaan, kelenjar sering terfiksasi pada
jaringan di bawah atau di atasnya.Limfadenitis ini paling sering terjadi
unilateral, tetapi infeksi bilateral dapat terjadi karena pembuluh limfatik di
daerah dada dan leher-bawah saling bersilangan.
f. Tuberkulosis Pleura
Efusi pleura adalah penumpukan abnormal cairan dalam rongga
pleura.Salah satu etiologi yang perlu dipikirkan bila menjumpai kasus
efusi pleura di Indonesia adalah TB. Efusi pleura TB bisa ditemukan
dalam 2 bentuk, yaitu (1) cairan serosa, bentuk ini yang paling banyak
dijumpai (2) empiema TB, yang merupakan efusi pleura TB primer yang
gagal mengalami resolusi dan berlanjut ke proses supuratif kronik.
Gejala dan tanda awal meliputi demam akut yang disertai
batuknonproduktif (94%), nyeri dada (78%), biasanya unilateral
(95%).Pasien juga sering datang dalam keadaan sesak nafas yang
hebat.Pemeriksaan foto toraks dijumpai kelainan parenkim paru. Efusi
pleura hampir selalu terjadi di sisi yang sama dengan kelainan parenkim
parunya.

g. Tuberkulosis Kulit
Skrofuloderma merupakan manifestasi TB kulit yang paling khas
dan paling sering dijumpai pada anak.Skrofuloderma terjadi akibat
penjalaran perkontinuitatum dari kelenjar limfe yang terkena
TB.Skrofuloderma biasanya ditemukan di leher dan wajah, dan di tempat
yang mempunyai kelompok kelenjar limfe, misalnya di daerah parotis,
submandibula, supraklavikula, dan daerah lateral leher.Selain itu,
skrofuloderma dapat timbul di ekstremitas atau trunkus tubuh, yang
disebabkan oleh TB tulang dan sendi.Lesi awal skrofuloderma berupa
nodul subkutan atau infiltrat subkutan dalam yang keras (firm), berwarna
merah kebiruan, dan tidak menimbulkan keluhan (asimtomatik). Infiltrat
kemudian meluas atau membesar dan menjadi padat kenyal (matted and
doughy). Selanjutnya mengalami pencairan, fluktuatif, lalu pecah
(terbuka ke permukaan kulit), membentuk ulkus berbentuk linear atau
serpiginosa, dasar yang bergranulasi dan tidak beraturan, dengan tepi
bergaung (inverted), berwarna kebiruan, disertai fistula dan nodul
granulomatosa yang sedikit lebih keras. Kemudian terbentuk jaringan
parut atau sikatriks berupa pita atau benang fibrosa padat, yang
membentuk jembatan di antara ulkus-ulkus atau daerah kulit yang
normal. Pada pemeriksaan, didapatkan berbagai bentuk lesi, yaitu plak
dengan fibrosis padat, sinusyang mengeluarkan cairan, serta massa yang
fluktuatif.
Diagnosis definitif adalah biopsi aspirasi jarum halus atau BAJAH
atau fine needle aspiration biopsy=FNAB,) ataupun secara biopsi terbuka
(open biopsy). Pada pemeriksaan tersebut dicari adanya M.
Tuberculosisdengan cara biakan dan pemeriksaan histopatologis jaringan.
Hasil Padapat berupa granuloma dengan nekrotik di bagian tengahnya,
terdapat sel datia langhans, sel epiteloid, limfosit, serta BTA.
Tatalaksana pasien dengan TB kulit adalah dengan OAT dan
tatalaksana lokal atau topikal dengan kompres atau higiene yang baik.

h. Tuberkulosis Abdomen
TB abdomen mencakup lesi granulomatosa yang bisa ditemukan di
peritoneum (TB peritonitis), usus, omentum, mesenterium, dan hepar.M
tuberculosissampai keorgan tersebut secara hematogen ataupun penjalaran
langsung.Peritonitis TB merupakan bentuk TB anak yang jarang dijumpai,
yaitu sekitar 1 –5% dari kasus TB anak.Umumnya terjadi pada dewasa
dengan perbandingan perempuan lebih sering dari laki-laki (2:1).
i. Tuberkulosis Mata
Tuberkulosis pada mata umumnya mengenai konjungtiva dan
kornea, sehingga sering disebut sebagai keratokonjungtivitis fliktenularis
(KF). Keratokonjungtivitis fliktenularis adalah penyakit pada konjungtiva
dan kornea yang ditandai oleh terbentuknya satu atau lebih nodul inflamasi
yang disebut flikten pada daerah limbus, disertai hiperemis di sekitarnya.
Umumnya ditemukan pada anak usia 3 –15 tahun dengan faktor risiko
berupa kemiskinan, kepadatan penduduk, sanitasi buruk, dan malnutrisi.
Manifestasi klinis KF dapat berupa iritasi, nyeri, lakrimasi,
fotofobia, dan dapat mengeluarkan sekret mata, disertai gejala umum
TB.Untuk menyingkirkan penyebab stafilokokus, perlu dilakukan usap
konjungtiva.
j. Tuberkulosis Ginjal
Tuberkulosis ginjal pada anak jarang karena masa inkubasinya
bertahun-tahun.TB ginjal merupakan hasil penyebaran hematogen.Fokus
perkijuan kecil berkembang di parenkim ginjal dan melepaskan kuman TB
ke dalam tubulus. Massa yang besar akan terbentuk dekat dengan korteks
ginjal, yang mengeluarkan kuman melalui fistula ke dalam pelvis
ginjal. Infeksi kemudian menyebar secara lokal ke ureter, prostat, atau
epididimis.
Tuberkulosis ginjal seringkali secara klinis tenang pada fase awal,
hanya ditandai piuria yang steril dan hematuria mikroskopis.Disuria, nyeri
pinggang atau nyeri abdomen dan hematuria makroskopis dapat terjadi
sesuai dengan berkembangnya penyakit.
Pengobatan TB ginjal bersifat holistik, yaitu selain pemberian
OAT juga dilakukan penanganan terhadap kelainan ginjal yang
terjadi.Apabila diperlukan tindakan bedah, dapat dilakukan setelah
pemberian OAT selama 4 –6 minggu.
k. Tuberkulosis Jantung
Tuberkulosis yang lebih umum terjadi pada jantung adalah
perikarditis TB, tetapi hanya 0,5–4% dari TB anak. Perikarditis TB
biasanya terjadi akibat invasi kuman secara langsung atau drainase
limfatik dari kelenjar limfe subkarinal.
Gejalanya tidak khas, yaitu demam subfebris, lesu, dan BB
turun.Nyeri dada jarang timbul pada anak. Dapat ditemukan friction rub
dan suara jantung melemah dengan pulsus paradoksus. Terdapat cairan
perikardium yang khas, yaitu serofibrinosa atau hemoragik. Basil
Tahan Asam jarang ditemukan pada cairan perikardium, tetapi kulturdapat
positif pada 30 –70% kasus. Hasil kultur positif dari biopsi perikardium
yang tinggi dan adanya granuloma sering menyokong diagnosis TB
jantung. Selain OAT diberikan kortikosteroid,Perikardiotomi parsial atau
komplit dapat diperlukan jika terjadi penyempitan perikard (KESMAS
2013).

E. Patofisiologi

M. Tuberculosis terhirup udara


M. Bovis masuk ke paru-paru

Menempel pada bronchiole atau alveolus
Memperbanyak setiap, 18-24 jam

Proliferasi sel epitel di sekeliling basil dan membentuk dinding antara basil
dan organ yang terinfeksi (tuberculosis). Basil menyebar melalui kelenjar
getah bening, menuju kelenjar regional dan menimbulkan reaksi eksudasi

Lesi primer menyebabkan kerusakan jaringan

Meluas keseluruh paru-paru (bronchi atau pleura)

Erosi pembuluh darah

Basil menyebar ke daerah yang dekat dan jauh (TB milier)

↓ ↓ ↓
Otak Ginjal Tulang

(Suriadi dan Rita Yuliani 2010).

F. Komplikasi
a. Kerusakan paru
b. Kerusakan tulang
c. Meningitis
d. Spondilitis
e. Pleuritis
f. Bronkopneumoni
g. Atelektasis

G. Pencengahan
Penularan perlu diwaspadai dengan mengambil tindakan–tindakan
pencegahan selayaknya untuk menghindarkan droplet infectiondari penderita
ke orang lain. Salah satu cara adalah batuk dan bersin sambil menutup mulut
atau hidung dengan sapu tangan atau kertas tissue untuk kemudian
didesinfeksi dengan Lysol atau dibakar. Bila penderita berbicara dianjurkan
untuk tidak terlalu dekat dengan lawan bicaranya.Ventilasi yang baik dari
ruangan juga memperkecil bahaya penularan. (Ikn’s 2006)

H. Pemeriksaanpenunjang
TB merupakan salah satu penyakit menular dengan angka kejadian yang
cukup tinggi di Indonesia.Diagnosis pasti TB seperti lazimnya penyakit
menular yang lain adalah dengan menemukan kuman penyebab TB yaitu
kuman Mycobacterium tuberculosispada pemeriksaan sputum, bilas lambung,
cairan serebrospinal, cairan pleura ataupun biopsi jaringan.
Diagnosis pasti TB ditegakkan berdasarkan pemeriksaan mikrobiologi
yang terdiri dari beberapa cara, yaitu pemeriksaan mikroskopis apusan
langsung atau biopsi jaringan untuk menemukan BTA dan pemeriksaan
biakan kuman TB. Pada anak dengan gejala TB, dianjurkan untuk melakukan
pemeriksaan mikrobiologi. Pemeriksaan serologi yang sering digunakan tidak
direkomendasikan oleh WHO untuk digunakan sebagai sarana diagnostik TB
dan Direktur Jenderal BUK Kemenkes telah menerbitkan Surat Edaran pada
bulan Februari 2013 tentang larangan penggunaan metode serologi untuk
penegakan diagnosis TB.
Pemeriksaan mikrobiologik sulit dilakukan pada anak karena sulitnya
mendapatkan spesimen.Spesimen dapat berupa sputum, induksi sputum atau
pemeriksaan bilas lambung selama 3 hari berturut-turut, apabila fasilitas
tersedia. Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan adalah
pemeriksaan histopatologi (PA atau Patologi Anatomi) yang dapat
memberikan gambaran yang khas. Pemeriksaan PA akan menunjukkan
gambaran granuloma dengan nekrosis perkijuan ditengahnya dan dapat pula
di temukan gambaran sel datia langhans atau kuman TB (KEMENKES
2013).
Perkembangan Terkini Diagnosis TB
Cara Mendapatkan sampel pada Anak
a. Berdahak
Pada anak lebih dari 5 tahun dengan gejala TB paru, dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan dahak mikrokopis, terutama bagi anak yang
mampu mengeluarkan dahak.Kemungkinan mendapatkan hasil positif
lebih tinggi pada anak >5 tahun.
b. Bilas lambung
Bilas lambung dengan NGT (Naso Gastric Tube) dapat dilakukan pada
anak yang tidak dapat mengeluarkan dahak.Dianjurkan spesimen
dikumpulkan selama 3 hari berturut-turut pada pagi hari.
c. Induksi Sputum
Induksi sputum relatif aman dan efektif untuk dikerjakan pada anak semua
umur, dengan hasil yang lebih baik dari aspirasi lambung, terutama apabila
menggunakan lebih dari 1 sampel.Metode ini bisa dikerjakan secara rawat
jalan, tetapi diperlukan pelatihan dan peralatan yang memadai untuk
melaksanakan metode ini.
Pemeriksaan penunjang lain yang cukup penting adalah pemeriksaan foto
toraks. Namun gambaran foto toraks pada TB tidak khas karena juga dapat
dijumpai pada penyakit lain. Dengan demikian pemeriksaan foto toraks
saja tidak dapat digunakan untuk mendiagnosis TB, kecuali gambaran TB
milier. Secara umum, gambaran radiologis yang menunjang TB adalah
sebagai berikut:
a. Pembesaran kelenjar hilus atau paratrakeal dengan atau tanpa
infiltrat (visualisasinya selain dengan foto toraks AP, harus disertai
foto toraks lateral)
b. Konsolidasi segmental atau lobar
c. Efusi pleura
d. Milier
e. Atelektasis
f. Kavitas
g. Kalsifikasi dengan infiltrate
h. Tuberkuloma

I. Pengobatan Tuberculosis Pada Anak


Tatalaksana medikamentosa TB Anak terdiri dari terapi (pengobatan) dan
profilaksis (pencegahan). Terapi TB diberikan pada anak yang sakit TB,
sedangkan profilaksis TB diberikan pada anak yang kontak TB
(profilaksis primer) atau anak yang terinfeksi TB tanpa sakit TB (profilaksis
sekunder).

Beberapa hal penting dalam tatalaksana TB Anak adalah:


a. Obat TB diberikan dalam paduan obat tidak boleh diberikan sebagai
monoterapi.
b. Pemberian gizi yang adekuat.
c. Mencari penyakit penyerta, jika ada ditatalaksana secara bersamaan.
Paduan OAT Anak
Prinsip pengobatan TB anak:
a. OAT diberikan dalam bentuk kombinasi minimal 3 macam obat untuk
mencegah terjadinya resistensi obat dan untuk membunuh kuman
intraseluler dan ekstraseluler.
b. Waktu pengobatan TB pada anak 6-12 bulan. Pemberian obat jangka
panjang selain untuk membunuh kuman juga untuk mengurangi
kemungkinan terjadinya kekambuhan.
c. Pengobatan TB pada anak dibagi dalam 2 tahap:
1) Tahap intensif, selama 2 bulan pertama. Pada tahap intensif, diberikan
minimal 3 macam obat, tergantung hasil pemeriksaan bakteriologis
dan berat ringannya penyakit.
2) Tahap Lanjutan, selama 4-10 bulan selanjutnya, tergantung hasil
pemeriksaan bakteriologis dan berat ringannya penyakit.
Selama tahap intensif dan lanjutan, OAT pada anak diberikan setiap hari
untuk mengurangi ketidakteraturan minum obat yang lebih sering terjadi
jika obat tidak diminum setiap hari.
d. Pada TB anak dengan gejala klinis yang berat, baik pulmonal maupun
ekstrapulmonal seperti TB milier, meningitis TB, TB tulang, dan lainlain
dirujuk ke fasilitas pelayanan kesehatan rujukan.
e. Pada kasus TB tertentu yaitu TB milier, efusi pleura TB, perikarditis TB,
TB endobronkial, meningitis TB, dan peritonitis TB, diberikan
kortikosteroid (prednison) dengan dosis 1-2 mg/kg BB/hari, dibagi dalam
3 dosis. Dosis maksimal prednisone adalah 60mg/hari. Lama pemberian
kortikosteroid adalah 2-4 minggu dengan dosis penuh dilanjutkan
tappering off dalam jangka waktu yang sama. Tujuan pemberian steroid
ini untuk mengurangi proses inflamasi dan mencegah terjadi perlekatan
jaringan.
f. Paduan OAT untuk anak yang digunakan oleh Program Nasional
Pengendalian Tuberkulosis di Indonesia adalah:
1) Kategori Anak dengan 3 macam obat: 2HRZ/4HR
2) Kategori Anak dengan 4 macam obat: 2HRZE(S)/4-10HR
g. Paduan OAT Kategori Anak diberikan dalam bentuk paket berupa obat
Kombinasi Dosis Tetap (OAT-KDT). Tablet OAT KDT ini terdiri dari
kombinasi 2 atau 3 jenis obat dalam satu tablet.Dosisnya disesuaikan
dengan berat badan pasien.Paduan ini dikemas dalam satu paket untuk
satu pasien.
h. OAT untuk anak juga harus disediakan dalam bentuk OAT kombipak
untuk di gunakan dalam pengobatan pasien yang mengalami efek
samping OAT KDT.

Tabel Menurut KEMENKES (2013) Obat antituberkulosis (OAT) yang biasa


dipakai dan dosisnya
Dosis harian Dosis
Nama Obat (mg/KgBB/ maksimal Efek Samping
Hari) (mg/hari)
Isoniazid (H) 10 (7-15) 300 Hepatitis, neuritis perifer,
hipersensitifitas
Rimfampisin (R) 15 (10-20) 600 Gangguan gastrointestinal,
reaksi kulit, hepatitis,
trombositopenia,
peningkatan enzim hati,
cairan tubuh berwarna
orange kemerahan.
Pirazinamid (Z) 35 (30-40) - Toksositas hepar,
artaralgia, gangguan
gastrointestinal.
Etambutol (E) 20 (15-25) - Neuritis optik, ketajaman
mata berkurang, buta
warna merah hijau,
hipersensitivitas,
gastrointestinal.
Streptomisin (S) 15-40 1000 Ototoksik, nefrotoksik.

J. Diagnosa Keperawatan
a. Ketidakefektifan Bersihan Jalan Nafas berhubungan dengan  obstruksi jalan
napas
b. Ketidak seimbangan Nutrisi : Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan
dengan Ketidakmampuan untuk mengabsorpsi nutrisi
c. Defisiensi Pengetahuan berhubungan dengan kurang informasi tentang
proses Penyakit
K. Intervensi Keperawatan

No NANDA: Nursing Diagnosis Nursing Care Plan


. Nursing Outcomes Classification (NOC) Nursing Interventions Classification (NIC)
1 Ketidakefektifan Bersihan Jalan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (3160) Airway Suctioning
Nafas b.d obstruksi jalan napas selama …. x 24 jam  klien  akan: Aktivitas keperawatan:
 (0403) Respiratory 1. 1. Pastikan kebutuhan oral / tracheal suctioning
Definisi : Ketidakmampuan untuk
status : Ventilation 2. 2. Auskultasi suara nafas sebelum dan sesudah
membersihkan sekresi atau
  (0410) Respiratory suctioning.
obstruksi dari saluran pernafasan
status : Airway 1. Informasikan pada keluarga tentang
untuk mempertahankan kebersihan
patency suctioning
jalan nafas.
 (0402) Respiratory 2. Berikan O2 dengan
Status: Gas Exchange menggunakan nasal untuk memfasilitas
Batasan Karakteristik :
 (1918) Aspiration suksion nasotrakeal
a. Tidak ada batu
Prevention, yang 3. Gunakan alat yang steril sitiap melakukan
b. Suara napas tambahan    
dibuktikan dengan tindakan
c. Perubahan frekuensi napas         
indikator sebagai 4. Anjurkan pasien untuk istirahat
d. Perubahan irama napas   
berikut: 5. Monitor status oksigen pasien
e. Sianosis
(1-5 = tidak pernah, jarang, 6. Ajarkan keluarga bagaimana cara
f. Kesulitan
kadang-kadang, sering, melakukan suksion
berbicara/mengeluarkan suara
atau selalu) 10. Hentikan suksion dan berikan oksigen
g. Penurunan bunyi napas
Kriteria Hasil : apabila pasien menunjukkan bradikardi,
h. Dispnea
i. Sputum dalam jumlah yang 1. Mendemonstrasikan batuk efektif dan peningkatan saturasi O2, dll.
berlebihan suara nafas yang bersih, tidak ada
j. Batuk yang tidak efektif sianosis dan (3140) Airway Management
k. Ortopnea dyspneu (mampu Aktivitas keperawatan:
l. Gelisah mengeluarkan sputum, 1. 1. Buka jalan nafas, guanakan teknik chin lift
m. Mata terbuka lebar mampu bernafas atau jaw thrust bila perlu
dengan mudah, tidak ada pursed lips) 2. 2. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Faktor yang berhubungan: 2. Menunjukkan jalan nafas yang paten ventilasi
Lingkungan (klien tidak merasa tercekik, irama 3. Identifikasi pasien perlunya pemasangan
 Perokok pasif nafas, frekuensi pernafasan dalam alat jalan nafas buatan
 Mengisap asap 3. rentang normal, tidak ada suara nafas 5.   4. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
abnormal) 3. Keluarkan sekret denganbatuk atau
Obstruksi jalan napas 4. Mampu mengidentifikasikan dan suction
 Spasme jalan napas mencegah factor yang dapat 4. Auskultasi suara nafas, catat
 Mucus dalam jumlah yang menghambat jalan adanya suara tambahan
berlebihan nafas 7. Atur intake untuk cairan mengoptimalkan
 Eksudat dalam alveoli keseimbangan.
 Materi asing dalam jumlah 12 8. Monitor respirasi dan status
napas O2
 Adanya jalan napas buatan
 Sekresi yang tertahan/sisa
sekresi
 Sekresi dalam bronki
Fisiologis
 Jalan napas alergik
 Asma
 Penyakit paru obstruksi kronis
 Hyperplasia dinding bronchial
 Infeksi
 Disfungsi neuromuskular

2. ·     Ketidak seimbangan Setelah dilakukan tindakan keperawatan (1100) Nutrition


Nutrisi : selama …. x 24 jam  klien  akan: Management
Kurang Dari Kebutuhan (1008) Nutritional Status : food and Aktivitas keperawatan:
Tubuh Fluid Intake
1. Kaji adanya alergi makanan
b.d Ketidakmampuan untuk (1006) Weight : Body Mass, yang
mengabsorpsi nutrisi dibuktikan 2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
dengan indikator sebagai berikut: menentukan jumlah kalori dan nutrisi
Definisi : Intake nutrisi tidak cukup (1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang, yang dibutuhkan pasien.
untuk keperluan metabolisme sering, 1. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake
tubuh. atau selalu) Fe
Kriteria Hasil : 2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan
Batasan karakteristik : 1. Adanya peningkatan protein dan vitamin C
 Kram abdomen berat badan sesuai 3. Berikan substansi gula
 Nyeri abdomen dengan tujuan 4. Yakinkan diet yang dimakan mengandung
 Menghindari makan 2. Berat badan ideal sesuai dengan tinggi tinggi serat untuk mencegah konstipasi
 Berat badan 20% atau lebih di badan 5. Berikan makanan yang terpilih ( sudah
bawah berat badan ideal 3. Mampu mengidentifikasi kebutuhan dikonsultasikan dengan ahli gizi)
 Kerapuhan kapiler nutrisi 6. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
 Diare 4. Tidak ada tanda tanda 7. Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan
 Kehilangan rambut berlebihan Malnutrisi nutrisi yang dibutuhkan
 Bising usung hiperaktif 5. Tidak terjadi penurunan berat badan
 Kurang makan yang (1160) Nutrition
 Kurang informasi berarti Monitoring
 Kurang minat pada makanan Aktivitas keperawatan:
 Penurunan berat badan dengan
1. BB pasien dalam batas normal
asupan makanan adekuat
 Kesalahan konsepsi 2. Monitor adanya penurunan berat badan
 Kesalahan informasi
3. Monitor tipe dan jumlah aktivitas yang
 Membrane mukosa pucat
biasa dilakukan
 Ketidakmampuan memakan
makanan 4. Monitor interaksi anak orangtua selama
 Tonus otot menurun makan
 Mengeluh gangguan sensasi rasa 5. Monitor lingkungan selama makan
 Mengeluh asupan makanan
kurang dari RDA (recommended 6. Jadwalkan pengobatan  dan tindakan
tidak selama jam makan
daily allowance)
 Cepat kenyang setelah makan
7. Monitor kulit kering dan perubahan
 Sariawan  rongga mulut pigmentasi
 Steatore
 Kelemahan otot pengunyah 8. Monitor turgor kulit
   Kelemahan otot untuk menelan
9. Monitor kekeringan, rambut kusam,
dan mudah patah
Faktor yang berhubungan :
 Faktor biologis 10. Monitor mual dan muntah
 Faktor ekonomi 11. Monitor kadar albumin, total protein, Hb,
 Ketidakmampuan untuk dan kadar Ht
mengabsorpsi nutrisi
12. Monitor makanan Kesukaan
 Ketidakmampuan untuk
mencerna makanan 13. Monitor pertumbuhan dan perkembangan
 Faktor psikologis
14. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan
jaringan konjungtiva

15. Monitor kalori dan intake nuntrisi

3. Defisiensi Pengetahuan b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan (5602) Teaching : Disease Process
kurang informasi tentang proses selama …. x 24 jam  klien  akan: Aktivitas keperawatan:
penyakit (1803) Kowledge : disease process
1. Berikan penilaian tentang tingkat
Definisi : (1805) Kowledge : health behavior, yang pengetahuan pasien tentang proses penyakit
Ketiadaan atau defisiensi informasi dibuktikan dengan indikator sebagai
kognitif yang berkaitan dengan berikut:
yang spesifik
topik tertentu. (1-5 = tidak pernah, jarang, kadang-kadang,
sering, atau selalu) 2. Jelaskan patofisiologi dari penyakit dan
Batasan karakteristik : Kriteria Hasil : bagaimana hal ini berhubungan dengan
 Perilaku hiperbola 1. Pasien dan keluarga anatomi dan fisiologi, dengan cara yang
tepat.
 Ketidakdaruratan mengikuti menyatakan pemahaman
perintah tentang penyakit, kondisi, 3. Gambarkan tanda dan gejala yang biasa
 Ketidakdaruratan melakukan tes prognosis dan program muncul pada penyakit, dengan cara yang
tepat
 Perilaku tidak tepat (mis ; pengobatan
histeria, bermusuhan, agitasi, 1. Pasien dan keluarga 4. Gambarkan proses penyakit, dengan cara
apatis) mampu melaksanakan yang tepat
 Pengungkapan masalah prosedur yang dijelaskan secara benar
5. Identifikasi kemungkinan penyebab, dengna
2. Pasien dan keluarga cara yang tepat
Faktor yang berhubungan : mampu menjelaskan
 Keterbatasan kognitif kembali apa yang 6. Sediakan informasi pada pasien tentang
kondisi, dengan cara yang tepat
 Salah interpretasi informasi dijelaskan perawat/tim
 Kurang pajanan kesehatan lainnya 7. Hindari harapan yang Kosong
 Kurang minat dalam belajar
8. Sediakan bagi keluarga informasi tentang
 Kurang dapat mengingat
kemajuan pasien dengan cara yang tepat
 Tidak familiar dengan sumber
informasi 9. Diskusikan perubahan gaya hidup yang
mungkin diperlukan untuk mencegah
komplikasi di masa yang akan datang dan
atau proses pengontrolan penyakit

10. Diskusikan pilihan terapi atau penanganan

11. Dukung pasien untuk mengeksplorasi atau


mendapatkan second opinion dengan cara
yang tepat atau diindikasikan

12. Eksplorasi kemungkinan sumber atau


dukungan, dengan cara yang tepat

13. Instruksikan pasien mengenai tanda dan


gejala untuk melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan cara yang
tepat
BAB 3
CRITICAL THINKING

1. Judul Jurnal
Studi kasus pemenuhan bersihan jalan nafas pada pasien tb paru di rumah sakit
tk ii putri hijau medan tahun 2018
2. Pengarang/Jenis Jurnal
Deni Susyanti, Mompang Tua Parlagutan, Susiana Marbun/Jurnal Riset Hesti
Medan, Vol. 4, No. 1, Juni 2019
3. Intervensi
Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan tindakan keseluruhan
yang ada untuk penanganan pasien Tuberculosis paru karena untuk pemenuhan
bersihan jalan nafas dan memerlukan asuhan keperawatan yang komprensif.
Pasien TB (tuberculosis) mempunyai tindakan keperawatan dengan rencana
tindakan keperawatan diruang isolasi. Tindakan keperawatan yang sama
dengan rencana di Deonges (2012). Tindakan keperawatan yang dilakukan
untuk responden sesuai dengan rencana tindakan di Rumah Sakit yaitu
mengkaji frekuensi pernafasan, kedalam pernafasan, kecepatan pernafasan,
irama dan kedalaman, mencatat penggunaan otot aksesori, tinggikan kepala
tempat tidur, bantu pasien untuk memilih posisi yang mudah untuk bernafas,
dorong pengeluaran sputum, catat jumlah sputum dan adanya hemoptisis,
auskultasi bunyi napas, pertahankan masukan cairan, mengawasi tanda vital
dan irama jantung, memberikan oksigen tambahan terhadap pasien. Adapun
yang membedakan tindakan di Rumah Sakit dengan teori menurut Dongoes
(2012) yaitu dalam indikasi membersihkan sekret dari mulut dan trakea
menggunakan suction, apabila tidak mampu mengeluarkan sekret secara
mandiri.
BAB 4
PENUTUP

Kesimpulan

Tuberkulosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi


Mycobacterium tuberkulosis. Umumnya setelah masuk ke dalam tubuh melalui
rongga pernapasan, bakteri ini akan menuju ke paruparu. Tetapi bukan hanya
di paruparu, bakteri ini juga dapat menuju organ tubuh lain, seperti ginjal,
limpa, tulang, dan otak. Tuberculosis Paru merupakan penyakit infeksi menular
pada sistem pernapasan yang disebabkan oleh mikrobakterium tuberkulosa
yang dapat mengenai bagian paru. Tuberculosis, yang disingkat TBC atau TB
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Mycobacterium
tuberculosis.Umumnya TB menyerang paru-paru, sehingga disebut dengan
Pulmonary TB.

Tindakan keperawatan yang dilakukan merupakan tindakan keseluruhan


yang ada untuk penanganan pasien Tuberculosis paru karena untuk pemenuhan
bersihan jalan nafas dan memerlukan asuhan keperawatan yang komprensif.
Pasien TB (tuberculosis) mempunyai tindakan keperawatan dengan rencana
tindakan keperawatan diruang isolasi. Adapun yang membedakan tindakan di
Rumah Sakit dengan teori menurut Dongoes (2012) yaitu dalam indikasi
membersihkan sekret dari mulut dan trakea menggunakan suction, apabila
tidak mampu mengeluarkan sekret secara mandiri.
DAFTAR PUSTAKA

Dongoes, dkk. 2012. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC


Febrian, M. A. (2015). Faktor - faktor yang berhubungan dengan kejadian TB
paru anak di wilayah Puskesmas Garuda Kota Bandung. Jurnal Ilmu
Keperawatan, 3(2), 64–79.
Halim, Naning, R., & Satrio, D. B. (2015). Faktor risiko kejadian TB paru pada
anak usia 1-5 tahun di Kabupaten Kebumen. Jurnal Penelitian
Universitas Jambi Seri Sains, 17(2), 26–39.
Kemenkes RI. (2013). Laporan riset kesehatan dasar (Riskesdas) tahun 2013.
Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Kemenkes RI. (2016). Petunjuk teknis manajemen dan tatalaksana TB anak.
Jakarta: Kementerian Kesehatan RI. Jakarta.
Marwansyah, Sholikhah HH. Pengaruh Pemberdayaan Keluarga Penderita TB
( Tuberculosis) Paru Terhadap Kemampuan Melaksanakan Tugas
Kesehatan Keluarga di Wilayah Puskesmas Martapura dan Astambul
Kabupaten Banjar. Buletin Penelitian Sistem Kesehatan. 2015.
Maryunani, Anik. 2010. Ilmu Kesehatan Aanak Dalam Kebidanan. Jakarta : Trans
Info Media.
Rohman WK. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian TB Paru di
Wilayah Kerja Puskesmas Gabus II Kabupaten Grobogan. Thesis.
Fakultas Ilmu Keperawatan. Universitas Muhammadiyah Semarang;
2012.
Suriadi dan Rita Yuliani. 2010. Asuhan Keperawatan Aanak Edisi 2. Jakarta:
Sagung Seto.
Widiyanto S. Mengenal 10 Penyakit Mematikan. Yogyakarta: Pustaka Insani
Madani; 2010.

Anda mungkin juga menyukai