Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH KEPERAWATAN

AKUT LONG OEDEMA (ALO)


Makalah Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Keperawatan Gadar Kritis

OLEH

MIA SABRINA
NIM 19650124

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah swt, atas berkat dan rahmatNya penulis dapat menyelesaikan
makalah dengan judul “AKUT LONG OEDEMA (ALO)”.
Penyusunan makalah ini dapat memenuhui tugas mata kuliah Keperawatan Gawat Darurat
dan Kritis yang dibina Sholihatul Maghfirah, S.Kep.Ns.,M.Kep

Penulis menyadari bahwa makalah ini tidak akan selesai tanpa bantuan dari pihak-pihak
lain. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak berikut ini :

1. Sulistyo Andarmoyo, S.Kep., Ners., M.Kes., selaku Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan
Unmuh Ponorogo
2. Hery Ernawati, S.Kep., M.Kep., selaku Kaprodi Profesi Ners
3. Sholihatul Maghfirah, S.Kep.Ns.,M.Kep selaku dosen pembimbing, serta
4. Pihak-pihak lain yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih banyak kekurangan
didalamnya. Oleh karena itu penulis sangat berharap adanya kritik dan saran dari pembaca.
Semoga makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Ponorogo, Maret 2020

Penulis
DAFTAR ISI

HALAMAN DEPAN................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.............................................................................................................ii
DAFTAR ISI...........................................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN........................................................................................................1
A. LatarBelakang...............................................................................................................1
B. Tujuan............................................................................................................................2
C. Rumusan Masalah.........................................................................................................2
BAB 2 KONSEP TEORI..........................................................................................................3
A. Definisi..........................................................................................................................3
B. Klasifikasi......................................................................................................................3
C. Etiologi..........................................................................................................................5
D. Tanda dan gejala............................................................................................................5
E. Patofisiologi..................................................................................................................6
F. Pemeriksaan Penunjang.................................................................................................8
G. PenatalaksanaanMedis...................................................................................................9
H. Pohon Masalah............................................................................................................12
I. Masalah keperawatan dan data yang perlu dikaji........................................................13
J. Diagnosa Keperawatan................................................................................................15
BAB 3 CRITIKAL THINKING.............................................................................................22
A. Analisis Jurnal.............................................................................................................22
BAB 4 PENUTUP..................................................................................................................26
A. Kesimpulan..................................................................................................................26
B. Saran............................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................27
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular
dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu Peningkatan tekanan
hidrostatis dan Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2008 )
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan..
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut.
Di Indonesia, edema paru pertama kali terdeteksi pada tahun 1971. Sejak itu penyakit
tersebut dilaporkan diberbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah mencakup
seluruh propinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Di Indonesia insiden
tersebar terjadi pada 1998 dengan incidence rate(IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan
CFR=2%. Pada tahun 1999 IR menurun tajam sebesar 10,17%, namun pada tahun-tahun
berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (tahun 2000),19,24% (tahun
2002),dan 23,87% (tahun 2003). Edema paru kardiogenik akut Acute cardiogenic
pulmonary edema/ACPE) sering terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan
dengan tingkat kematian 10-20%

.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah konsep dasar teori Acute long Odeme (ALO)?
2. Bagaimanakah konsep asuhan keperawatan Acute long Odeme (ALO)?
3. Bagaimana analisa masalah dari konsep dasar teori Acute long Odeme (ALO) dengan
jurnal yang ada di lapangan ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui konsep dasar teori Acute long Odeme (ALO).
2. Memahami konsep asuhan keperawatan Acute long Odeme (ALO).
3. Menganalisa masalah dari konsep dasar teori Acute long Odeme (ALO) dengan jurnal
yang ada di lapangan.
BAB II
KONSEP TEORI

2.1 Definisi Acute Lung Oedema (ALO)


Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular
dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu :
1. Peningkatan tekanan hidrostatis.
2. Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2010 )
Acute Lung Oedema (ALO) adalah akumulasi cairan di paru yang terjadi secara
mendadak. (Aru W Sudoyo, Buku Ajar Ilmu Penyaki Dalam, 2006).
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terjadinya penumpukan cairan secara masif di
rongga alveoli yang menyebabkan pasien berada dalam kedaruratan respirasi dan
ancaman gagal napas.
Acute Lung Oedema (ALO) adalah terkumpulnya cairan ekstravaskuler yang patologis
di dalam paru. (Soeparman;767).

2.2 ETIOLOGI
Ketidak-seimbangan Starling Forces :
a) Peningkatan tekanan kapiler paru :
 Peningkatan tekanan vena paru tanpa adanya gangguan fungsi ventrikel kiri
(stenosis mitral).
 Peningkatan tekanan vena paru sekunder oleh karena gangguan fungsi ventrikel
kiri.
 Peningkatan tekanan kapiler paru sekunder oleh karena peningkatan tekanan arteria
pulmonalis (over perfusion pulmonary edema).
b) Penurunan tekanan onkotik plasma.
 Hipoalbuminemia sekunder oleh karena penyakit ginjal, hati, protein-losing
enteropaday, penyakit dermatologi atau penyakit nutrisi.
c) Peningkatan tekanan negatif intersisial :
 Pengambilan terlalu cepat pneumotorak atau efusi pleura (unilateral).
 Tekanan pleura yang sangat negatif oleh karena obstruksi saluran napas akut
bersamaan dengan peningkatan end-expiratory volume (asma).
d) Peningkatan tekanan onkotik intersisial.
 Sampai sekarang belum ada contoh secara percobaan maupun klinik.

2.3 KLASIFIKASI
Berdasarkan penyebabnya, edema paru terbagi menjadi 2, kardiogenik dan non-
kardiogenik. Hal ini penting diketahui oleh karena pengobatannya sangat berbeda. Edema
Paru Kardiogenik disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri apapun sebabnya. Edema
Paru Kardiogenik yang akut disebabkan oleh adanya Payah Jantung Kiri Akut. Tetapi
dengan adanya faktor presipitasi, dapat terjadi pula pada penderita Payah Jantung Kiri
Kronik.

 Cardiogenic pulmonary edema


Edema paru kardiogenik ialah edema yang disebabkan oleh adanya kelainan pada
organ jantung. Misalnya, jantung tidak bekerja semestinya seperti jantung memompa
tidak bagus atau jantung tidak kuat lagi memompa.

Cardiogenic pulmonary edema berakibat dari tekanan yang tinggi dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru yang disebabkan oleh fungsi jantung yang buruk. Gagal
jantung kongestif yang disebabkan oleh fungsi pompa jantung yang buruk (datang dari
beragam sebab-sebab seperti arrhythmias dan penyakit-penyakit atau kelemahan dari
otot jantung), serangan-serangan jantung, atau klep-klep jantung yang abnormal dapat
menjurus pada akumulasi dari lebih dari jumlah darah yang biasa dalam pembuluh-
pembuluh darah dari paru-paru.Ini dapat, pada gilirannya, menyebabkan cairan dari
pembuluh-pembuluh darah didorong keluar ke alveoli ketika tekanan membesar.

 Non-cardiogenic pulmonary edema4


Non-cardiogenic pulmonary edema ialah edema yang umumnya disebabkan oleh hal
berikut:
o Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
Pada ARDS, integritas dari alveoli menjadi terkompromi sebagai akibat dari respon
peradangan yang mendasarinya, dan ini menjurus pada alveoli yang bocor yang
dapat dipenuhi dengan cairan dari pembuluh-pembuluh darah.
o kondisi yang berpotensi serius yang disebabkan oleh infeksi-infeksi yang parah,
trauma, luka paru, penghirupan racun-racun, infeksi-infeksi paru, merokok kokain,
atau radiasi pada paru-paru.
o Gagal ginjal dan ketidakmampuan untuk mengeluarkan cairan dari tubuh dapat
menyebabkan penumpukan cairan dalam pembuluh-pembuluh darah, berakibat
pada pulmonary edema. Pada orang-orang dengan gagal ginjal yang telah lanjut,
dialysis mungkin perlu untuk mengeluarkan kelebihan cairan tubuh.
o High altitude pulmonary edema, yang dapat terjadi disebabkan oleh kenaikan yang
cepat ke ketinggian yang tinggi lebih dari 10,000 feet.
o Trauma otak, perdarahan dalam otak (intracranial hemorrhage), seizure-seizure
yang parah, atau operasi otak dapat adakalanya berakibat pada akumulasi cairan di
paru-paru, menyebabkan neurogenic pulmonary edema.
o Paru yang mengembang secara cepat dapat menyebabkan re-expansion pulmonary
edema. Ini mungkin terjadi pada kasus-kasus ketika paru mengempis
(pneumothorax) atau jumlah yang besar dari cairan sekeliling paru (pleural
effusion) dikeluarkan, berakibat pada ekspansi yang cepat dari paru. Ini dapat
berakibat pada pulmonary edema hanya pada sisi yang terpengaruh (unilateral
pulmonary edema).
o Jarang, overdosis pada heroin atau methadone dapat menjurus pada pulmonary
edema. Overdosis aspirin atau penggunaan dosis aspirin tinggi yang kronis dapat
menjurus pada aspirin intoxication, terutama pada kaum tua, yang mungkin
menyebabkan pulmonary edema.
Penyebab-penyebab lain yang lebih jarang dari non-cardiogenic pulmonary edema
mungkin termasuk pulmonary embolism (gumpalan darah yang telah berjalan ke paru-
paru), luka paru akut yang berhubungan dengan transfusi atau transfusion-related acute
lung injury (TRALI), beberapa infeksi-infeksi virus, atau eclampsia pada wanita-wanita
hamil
2.4 MANIFESTASI KLINIK
Gejala yang paling umum dari pulmonary edema adalah sesak napas. Ini mungkin
adalah penimbulan yang berangsur-angsur jika prosesnya berkembang secara perlahan,
atau ia dapat mempunyai penimbulan yang tiba-tiba pada kasus dari pulmonary edema
akut. Gejala-gejala umum lain mungkin termasuk mudah lelah, lebih cepat
mengembangkan sesak napas daripada normal dengan aktivitas yang biasa (dyspnea on
exertion), napas yang cepat (tachypnea), kepeningan, atau kelemahan.

Tingkat oksigen darah yang rendah (hypoxia) mungkin terdeteksi pada pasien-pasien
dengan pulmonary edema. Lebih jauh, atas pemeriksaan paru-paru dengan stethoscope,
dokter mungkin mendengar suara-suara paru yang abnormal, sepeti rales atau crackles
(suara-suara mendidih pendek yang terputus-putus yang berkoresponden pada muncratan
cairan dalam alveoli selama bernapas).

Manifestasi klinis Edema Paru secara spesifik juga dibagi dalam 3 stadium:
 Stadium 1
Adanya distensi dan pembuluh darah kecil paru yang prominen akan
memperbaiki pertukaran gas di paru dan sedikit meningkatkan kapasitas difusi gas
CO. Keluhan pada stadium ini mungkin hanya berupa adanya sesak napas saat bekerja.
Pemeriksaan fisik juga tak jelas menemukan kelainan, kecuali mungkin adanya ronkhi
pada saat inspirasi karena terbukanya saluran napas yang tertutup pada saat inspirasi.
 Stadium 2
Pada stadium ini terjadi edema paru intersisial.Batas pembuluh darah paru
menjadi kabur, demikian pula hilus juga menjadi kabur dan septa interlobularis
menebal (garis Kerley B). Adanya penumpukan cairan di jaringan kendor inter-sisial,
akan lebih memperkecil saluran napas kecil, terutama di daerah basal oleh karena
pengaruh gravitasi. Mungkin pula terjadi refleks bronkhokonstriksi.Sering terdapat
takhipnea.Meskipun hal ini merupakan tanda gangguan fungsi ventrikel kiri, tetapi
takhipnea juga membantu memompa aliran limfe sehingga penumpukan cairan
intersisial diperlambat.Pada pemeriksaan spirometri hanya terdapat sedikit perubahan
saja.
 Stadium 3
Pada stadium ini terjadi edema alveolar. Pertukaran gas sangat terganggu, terjadi
hipoksemia dan hipokapnia. Penderita nampak sesak sekali dengan batuk berbuih
kemerahan. Kapasitas vital dan volume paru yang lain turun dengan nyata. Terjadi
right-to-left intrapulmonary shunt. Penderita biasanya menderita hipokapnia, tetapi
pada kasus yang berat dapat terjadi hiperkapnia dan acute respiratory acidemia. Pada
keadaan ini morphin harus digunakan dengan hati-hati (Ingram and Braunwald,
1988)..
2.5 PATOFISIOLOGI
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini
dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada
pasien-pasien.Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda.Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema.
2.6 PATWAY

Pathway Patofisiologi Edema Paru


Faktor non-kardiogenik
Faktor kardiogenik

Isufisiensi limfatik Unkwnown


ARSD

Gagal jantung kiri  Post. Lung  Pulmonary


 Pnemonia
transplant Embolism
 Aspirasi As.  Lymphangiti  Eclamasia
Lambung c  High
carsinomicl altitude
 Bahan Toksik osis Pulmonary
inhalan  Silicosis edema

Ketidakseimbangan

Staling Force

Tekanan Tekanan Tekanan Tekanan

Kapiler Paru ↑ Onkotik Negative Onkotik


Plasma ↓
Interstitial ↑ Interstitial

Cairan berpindah ke interstitial

Akumulasi cairan berlebih (transudat / eksudat)

Alveoli terisi Cardiac ouput Pemasangan alat bantu nafas


cairan turun (ventilator)
Gangguan pertukaran O2 jaringan↓
gas Bed rest fisik Pemasangan Area invasi
selang
M.O
endotrakheal

Kelelahan Defisit
Gangguan Pengambilan perawatan Gangguan
perfusi jaringan O2 ↑ diri Resiko tinggi
komunikasi
infeksi
verbal
Intoleransi
aktivitas
Gangguan pola nafas

2.7 DIAGNOSA PENUNJANG


»   Pemeriksaan Fisik
-   Sianosis sentral. Sesak napas dengan bunyi napas seperti mukus berbuih.

-   Ronchi basah nyaring di basal paru kemudian memenuhi hampir seluruh lapangan paru,
kadang disertai ronchi kering dan ekspirasi yang memanjang akibat bronkospasme
sehingga disebut sebagai asma kardiale.

-   Takikardia dengan S3 gallop.

-   Murmur bila ada kelainan katup.

»  Elektrokardiografi.
Bisa sinus takikardia dengan hipertrofi atrium kiri atau fibrilasi atrium, tergantung
penyebab gagal jantung. Gambaran infark, hipertrofi ventrikel kiri atau aritmia bisa
ditemukan.

»   Laboratorium
-    Analisa gas darah pO2 rendah, pCO2 mula-mula rendah dan kemudian hiperkapnia.
-    Enzim kardiospesifik meningkat jika penyebabnya infark miokard.
-    Darah rutin, ureum, kreatinin, , elektrolit, urinalisis, foto thoraks, EKG, enzim jantung
(CK-MB, Troponin T), angiografi koroner.
- Foto thoraks Pulmonary edema secara khas didiagnosa dengan X-ray dada. Radiograph
(X-ray) dada yang normal terdiri dari area putih terpusat yang menyinggung jantung
dan pembuluh-pembuluh darah utamanya plus tulang-tulang dari vertebral column,
dengan bidang-bidang paru yang menunjukan sebagai bidang-bidang yang lebih gelap
pada setiap sisi, yang dilingkungi oleh struktur-struktur tulang dari dinding dada.
- X-ray dada yang khas dengan pulmonary edema mungkin menunjukan lebih banyak
tampakan putih pada kedua bidang-bidang paru daripada biasanya. Kasus-kasus yang
lebih parah dari pulmonary edema dapat menunjukan opacification (pemutihan) yang
signifikan pada paru-paru dengan visualisasi yang minimal dari bidang-bidang paru
yang normal. Pemutihan ini mewakili pengisian dari alveoli sebagai akibat dari
pulmonary edema, namun ia mungkin memberikan informasi yang minimal tentang
penyebab yang mungkin mendasarinya.
»  Gambaran Radiologi yang ditemukan :
-  Pelebaran atau penebalan hilus (dilatasi vaskular di hilus)
-  Corakan paru meningkat (lebih dari 1/3 lateral)
-  Kranialisasi vaskuler
-  Hilus suram (batas tidak jelas)
-  Interstitial fibrosis (gambaran seperti granuloma-granuloma kecil atau nodul milier)

Gambar hasil radiologi

Gambar 1 : Edema Intesrtitial


Gambaran underlying disease (kardiomegali, efusi pleura, diafragma kanan letak tinggi).

Gambar 2 : Kardiomegali dan edema paru


Infiltrat di daerah basal (edema basal paru)
Edema “ butterfly” atau Bat’s Wing (edema sentral)
Gambar 3 : Bat’s Wing
Edema localized (terjadi pada area vaskularisasi normal, pada paru yang mempunyai kelainan
sebelumnya, contoh : emfisema).

»   Ekokardiografi Gambaran penyebab gagal jantung : kelainan katup, hipertrofi ventrikel


(hipertensi), Segmental wall motion abnormally (Penyakit Jantung Koroner), dan
umumnya ditemukan dilatasi ventrikel kiri dan atrium kiri.
»   Pengukuran plasma B-type natriuretic peptide (BNP)
Alat-alat diagnostik lain yang digunakan dalam menilai penyebab yang mendasari dari
pulmonary edema termasuk pengukuran dari plasma B-type natriuretic peptide (BNP) atau
N-terminal pro-BNP. Ini adalah penanda protein (hormon) yang akan timbul dalam darah
yang disebabkan oleh peregangan dari kamar-kamar jantung. Peningkatan dari BNP
nanogram (sepermilyar gram) per liter lebih besar dari beberapa ratus (300 atau lebih)
adalah sangat tinggi menyarankan cardiac pulmonary edema. Pada sisi lain, nilai-nilai yang
kurang dari 100 pada dasarnya menyampingkan gagal jantung sebagai penyebabnya.
»   Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)
Pulmonary artery catheter (Swan-Ganz)  adalah tabung yang panjang dan tipis (kateter)
yang disisipkan kedalam vena-vena besar dari dada atau leher dan dimajukan melalui
ruang – ruang sisi kanan dari jantung dan diletakkan kedalam kapiler-kapiler paru atau
pulmonary capillaries (cabang-cabang yang kecil dari pembuluh-pembuluh darah dari
paru-paru). Alat ini mempunyai kemampuan secara langsung mengukur tekanan dalam
pembuluh-pembuluh paru, disebut pulmonary artery wedge pressure. Wedge pressure dari
18 mmHg atau lebih tinggi adalah konsisten dengan cardiogenic pulmonary edema,
sementara wedge pressure yang kurang dari 18 mmHg biasanya menyokong non-
cardiogenic cause of pulmonary edema. Penempatan kateter Swan-Ganz dan interpretasi
data dilakukan hanya pada intensive care unit (ICU).
2.8 PENATALAKSANAAN
 Posisi ½ duduk.
 Oksigen (40 – 50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker.
 Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronchi bertambah, PaO2 tidak bisa
dipertahankan ≥ 60 mmHg dengan O2 konsentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2,
hipoventilasi, atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka
dilakukan intubasi endotrakeal, suction, dan ventilator.
 Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila ada.
 Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin peroral 0,4 – 0,6 mg tiap 5 – 10
menit. Jika tekanan darah sistolik > 95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena
mulai dosis 3 – 5 ug/kgBB.
 Jika tidak memberi hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitroprusid IV dimulai
dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan darah sistolik 85 – 90 mmHg
pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
 Morfin sulfat 3 – 5 mg iv, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya
dihindari).
 Diuretik Furosemid 40 – 80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4
jam atau dilanjutkan drip continue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
 Bila perlu (tekanan darah turun / tanda hipoperfusi) : Dopamin 2 – 5 ug/kgBB/menit
atau Dobutamin 2 – 10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat
ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
 Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
 Ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
 Operasi pada komplikasi akut infark miokard, seperti regurgitasi, VSD dan ruptur
dinding ventrikel / corda tendinae
2.9 Masalah Keperawatan dan data yang perlu dikaji
a. Identitas  :
b. Umur        : Klien dewasa dan bayi cenderung mengalami dibandingkan remaja/dewasa
muda
c. Riwayat Masuk
Klien  biasanya dibawa ke rumah sakit setelah sesak nafas, cyanosis atau batuk-batuk
disertai dengan demam tinggi/tidak. Kesadaran kadang sudah menurun dan dapat
terjadi dengan tiba-tiba pada trauma. Berbagai etiologi yang mendasar dengan masing-
masik tanda klinik mungkin menyertai klien
d. Riwayat Penyakit Dahulu
Predileksi penyakit sistemik atau berdampak sistemik seperti sepsis, pancreatitis,
Penyakit paru, jantung serta kelainan organ vital bawaan serta penyakit ginjal mungkin
ditemui pada klien
e.  Pemeriksaan fisik
a) Sistem Integumen
Subyektif         : -
Obyektif          : kulit pucat, cyanosis, turgor menurun (akibat dehidrasi sekunder),
banyak keringat , suhu kulit meningkat, kemerahan
b) Sistem Pulmonal
Subyektif         : sesak nafas, dada tertekan
Obyektif         :Pernafasan cuping hidung, hiperventilasi, batuk
(produktif/nonproduktif), sputum banyak, penggunaan otot bantu
pernafasan, pernafasan diafragma dan perut meningkat, Laju
pernafasan meningkat, terdengar stridor, ronchii pada lapang
paru,
c) Sistem Cardiovaskuler
Subyektif         : sakit dada
Obyektif          : Denyut nadi meningkat, pembuluh darah vasokontriksi, kualitas
darah menurun, Denyut jantung tidak teratur, suara jantung
tambahan
d) Sistem Neurosensori
Subyektif         : gelisah, penurunan kesadaran, kejang
Obyektif         : GCS menurun, refleks menurun/normal, letargi
e) Sistem Musculoskeletal
Subyektif         : lemah, cepat lelah
Obyektif : tonus otot menurun, nyeri otot/normal, retraksi paru dan
penggunaan otot aksesoris pernafasan
f) Sistem genitourinaria
Subyektif         : -
Obyektif          : produksi urine menurun/normal,
g) Sistem digestif
Subyektif         : mual, kadang muntah
Obyektif          : konsistensi feses normal/diare
f.  Studi Laboratorik  :
a)  Hb                                : menurun/normal
b)  Analisa Gas Darah      : acidosis respiratorik, penurunan kadar oksigen darah, kadar
karbon darah meningkat/normal
c)  Elektrolit                     : Natrium/kalsium menurun/normal
2.10 Diagnosa Keperawatan
1) Ketidakefektifan pola nafas  berhubungan dengan kelelahan dan pemasangan alat
bantu nafas
2) Gangguan pertukaran Gas berhubungan dengan distensi kapiler pulmonar
3) Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan area invasi mikroorganisme sekunder
terhadap pemasangan selang endotrakeal
4) Bersihan jalan napas tak efektif b.d sekret yang kental atau hipersekresi sekunder
akibat ALO
5)  Perubahan perfusi jaringan b.d gangguan transport O2 ke jaringan sekunder akibat
ALO
2.11 Intervensi keperawatan
No Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
1 Ketidakefektif Pola nafas kembali efektif 1. Berikan informasi 1. Informasi yang
an pola nafas  setelah dilakukan tindakan pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan keperawatan selama 3 × 24 jam, penyakitnya membawa pasien
dengan dengan kriteria hasil: lebih kooperatif dalam
2. Atur posisi semi
keadaan tubuh memberikan terapi
-    Tidak terjadi hipoksia atau fowler
yang lemah
hipoksemia 2. Jalan nafas yang
3. Observasi tanda dan
longgar dan tidak ada
-    Tidak sesak gejala sianosis
sumbatan proses
-    RR normal (16-20 × / menit) 4. Berikan terapi respirasi dapat
oksigenasi berjalan dengan
-    Tidak terdapat kontraksi otot 5. Observasi tanda- lancar.
bantu nafas tanda vital
3. Sianosis merupakan
-    Tidak terdapat sianosis 6. Observasi salah satu tanda
timbulnya gagal manifestasi
nafas. ketidakadekuatan
suply O2 pada
7. Kolaborasi dengan
jaringan tubuh perifer.
tim medis dalam
memberikan 4. Pemberian oksigen
pengobatan secara adequat dapat
mensuplai dan
memberikan cadangan
oksigen, sehingga
mencegah terjadinya
hipoksia.
5. Dyspneu, sianosis
merupakan tanda
terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Ketidakmampuan
tubuh dalam proses
respirasi diperlukan
intervensi yang kritis
dengan menggunakan
alat bantu pernafasan
(mekanical
ventilation).
7. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan.
2 Gangguan Fungsi pertukaran gas dapat 1.      Berikan 1. Informasi yang
pertukaran maksimal setelah dilakukan penjelasan pada adekuat dapat
Gas tindakan keperawatan selama 3 pasien tentang membawa pasien
berhubungan × 24 jam dengan kriteria hasil: penyakitnya lebih kooperatif dalam
dengan memberikan terapi
2.      Atur posisi
distensi -    Tidak terjadi sianosis pasien semi 2. Jalan nafas yang
kapiler fowler longgar dan tidak ada
-    Tidak sesak
pulmonar sumbatan proses
3.   Bantu pasien
-    RR normal (16-20 × / menit) respirasi dapat
untuk melakukan
berjalan dengan lancar
-    BGA normal: reposisi secara
sering 3. Posisi yang berbeda
î partial pressure of oxygen menurunkan resiko
(PaO2): 75-100 mm Hg 4.   Berikan terapi
perlukaan akibat
oksigenasi
î partial pressure of carbon imobilisasi
dioxide (PaCO2): 35-45 mm 5.  Observasi tanda –
4. Pemberian oksigen
Hg tanda vital
secara adequat dapat
î oxygen content (O2CT): 15- 6. Kolaborasi dengan mensuplai dan
23% tim medis dalam memberikan cadangan
memberikan oksigen, sehingga
î oxygen saturation (SaO2): pengobatan mencegah terjadinya
94-100% hipoksia
î bicarbonate (HCO3): 22-26 5. Dyspneu, sianosis
mEq/liter merupakan tanda
î pH: 7.35-7.45 terjadinya gangguan
nafas disertai dengan
kerja jantung yang
menurun timbul
takikardia dan
capilary refill time
yang
memanjang/lama.
6. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
3 Resiko tinggi Infeksi tidak terjadi setelah 1. Berikan penjelasan 1. Informasi yang
infeksi dilakukan tindakan keperawatan pada pasien tentang adekuat dapat
berhubungan selama 3 × 24 jam, dengan kondisi yang membawa pasien
dengan area kriteria hasil: dialaminya lebih kooperatif dalam
invasi memberikan terapi
-    Pasien mampu mengurangi 2. Observasi tanda-
mikroorganis
kontak dengan area tanda vital.
me sekunder
pemasangan selang
terhadap 3. Observasi daerah 2. Meningkatnya suhu
endotrakeal
pemasangan pemasangan selang tubuh dpat dijadikan
selang -    Suhu normal (36,5oC) endotrakheal sebagai indicator
endotrakeal terjadinya infeksi
4. Lakukan tehnik
perawatan secara 3. Kebersihan area
aseptik pemasangan selang
menjadi factor resiko
5. Kolaborasi dengan
masuknya
tim medis dalam
mikroorganisme
memberikan
pengobatan 4. Meminimalkan
organisme yang
                                     
kontak dengan pasien
  
dapat menurunkan
resiko terjadinya
infeksi
5. Pengobatan yang
diberikan berdasar
indikasi sangat
membantu dalam
proses terapi
keperawatan
4 Bersihan jalan Keadekuatan pola napas tercapai 1. Motivasi klien 1.   Nafas dalam dapat
napas tak efektif setelah pemberian intervensi untuk napas panjang membantu
b.d sekret yang selama 2x24 jam. membebaskan jalan
kental atau dan dalam apabila napas
Kriteria hasil:
hipersekresi tidak terdapat kontra 2.   Diuretic dapat
sekunder akibat
 RR dalam rentang indikasi membantu proses
ALO
normal, 14-18 kali/menit 2. pengeluaran cairan
Kolaborasi
dari dalam tubuh
 Tidak terdapat retraksi pemberian diuretik
3.   Membebaskan
otot bantu napas sesuai indikasi jalan napas
tambahan
3. Kolaborasi
 Ekspansi dada simetris
aspirasi cairan paru
 Klien mengatakan tidak
(pungsi) sesuai
sesak
indikasi

5 Perubahan Perfusi jaringan adekuat setelah 1.  Observasi vital sign 1.  Memantau kondisi
perfusi pemberian intervensi selama pasien klien
jaringan b.d 1x24 jam
2.  Berikan posisi semi 2.  Memberi rasa
gangguan
Kriteria hasil: fowler nyaman serta
transport O2
membantu pola napas
ke jaringan -          CRT <3 detik 3.  Kolaborasi
sekunder pemberian O2 sesuai
akibat ALO -          Akral hangat, kering,
indikasi
merahNadi dalam rentang
normal, 60-100 kali/menit 4. Monitoring hasil
laboratorium BGA
 Ph darah dalam rentang secara berkala
normal, 7,35-7,45
 BGA dalam batas normal
BAB III
CRITICAL THINKING

A. Analisis Jurnal

MENILAI BUKTI SECARA KRITIS


Langkah-Langkah:
1. Apa PICO penelitian tersebut? Apakah PICO mirip dengan PICO anda?

 Ya
2. Sebaiknya apakah penelitian tersebut dilakukan?/ seberapa baik penelitian
dikerjakan?

 Penelitian ini layak diaplikasikan kepada pasien.


3. Apa makna hasil penelitian tersebut dan apakah hasilnya karena faktor kebetulan?

 Intervensi tersebut memiliki dampak yang relatif signifikan terhadap pasien

LANGKAH I : BANDINGKAN PICO HASIL PENCARIAN DENGAN PICO ANDA


(KASUS)

 Buat PICO hasil pencarian


 Bandingkan PICO anda (KASUS KELOLAAN)

PICO ANDA (KASUS


PICO HASIL PENCARIAN
KELOLAAN)
P : Edema Paru P : Pasien edema paru kardiogenik
I : Posisi ½ duduk I : Intubasi dan penggunaan ventilasi
mekanik dengan positive end-expiratory
C:-
pressure(PEEP) diperlukan pada kasus yang
O : pencapaian target pemberian terapi pada berat
px dengan ALO

C:-
O :Dapat mengelola kondisi tubuh dalam
mengelola edema paru yang berat

LANGKAH II: SEBERAPA BAIK PENELITIAN DILAKUKAN

 Rekrutmen
 Allocation or adjustmen
 Maintenance
 Measurement-blinded-objective

ASPEK YANG
DINILAI DARI ARTIKEL KRITIK
ARTIKEL
Rekrutmen
Populasi penelitian ini adalah
Populasi pasien yang memiliki penyakit
ALO
Sampel & Sampling .
Allocation Or Adjustmen
Pengumpulan data dilakukan yang Desain yang digunakan pada
belum pernah melakukan relaksasi penelitian kali ini
PMR. Bersedia mengikuti adalahpenelitian quasy
program pengobatan yang experimental dengan
dijalankan dibawah observasi pendekatan pretestposttest
peneliti selama penelitian. Kriteria control group design.
Acak Sebanding
eksklusi adalah pasien mengalami
Matching
gangguan kesadaran. Peneliti
memilih dan mengambil 2
puskesmas yang homogen
darikarakteristik usia dan
pelayanan yang diberikan di
puskesmas.
Maintenance Apakah Status Sebanding Tetap Terjaga
Pada penelitian ini responden
Perlakukan diberikan latihan progressive
Adequat muscle relaxation antara
kelompok perlakuan dan
kelompok kontrol.
Measurement-blinded-objective
Pengukuran .
Objektif
Tersamar
Blind
LANGKAH III: APA MAKNA HASIL PENELITIAN

HASIL DAN INTERPRETASI


 Pengukuran Outcome
Biner Biner
Kontinu
 Nilai P (Uji Hipotesis)  metode anova satu arah yang jika
bermakna dilanjutkan
dengan uji post hoc
 Tingkat Kepercayaan (Estimasi)  uji anova yang menunjukkan p<0,05maka
Ho ditolak dan Ha diterima,

KEPUTUSAN:
HASIL PENELITIAN :
Hipoksemia umum pada edema paru merupakan ancaman utama bagi susunan saraf pusat,
baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun terjadinya syok. Oleh karena itu
suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk meningkatkan
pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengoptimalisasi unit fungsional paru
sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi alveolar.Pada kasus ringan oksigen bisa
diberikan dengan kanul hidung atau masker muka (facemask). Continuous positive airway
pressure (CPAP) sangat membantu pada pasien edema paru kardiogenik. mendapatkan bahwa
penggunaan CPAP menurunkan kebutuhan akan intubasi dan angka mortalitas. Pada pasien
dengan edema paru Kardiogenik akut, induksi ventilasi non-invasif dalam gangguan
pernapasan dan

BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Edema paru merupakan suatu keadaan terkumpulnya cairan patologi di ekstravaskular
dalam paru. Kelainan ini disebabkan oleh dua keadaan, yaitu Peningkatan tekanan
hidrostatis dan Peningkatan permaebilitas kapiler paru.( Arif Muttaqin, 2008 )
Edema Paru terjadi ketika alveoli dipenuhi dengan kelebihan cairan yang merembes
keluar dari pembuluh-pembuluh darah dalam paru sebagai gantinya udara. Ini dapat
menyebabkan persoalan-persoalan dengan pertukaran gas (oksigen dan karbon dioksida),
berakibat pada kesulitan bernapas dan pengoksigenan darah yang buruk. Adakalanya, ini
dapat dirujuk sebagai “air dalam paru-paru” ketika menggambarkan kondisi ini pada
pasien-pasien.Pulmonary edema dapat disebabkan oleh banyak faktor-faktor yang
berbeda.Ia dapat dihubungkan pada gagal jantung, disebut cardiogenic pulmonary edema,
atau dihubungkan pada sebab-sebab lain, dirujuk sebagai non-cardiogenic pulmonary
edema
Hipoksemia umumpada edema paru merupakan ancaman utama bagi susunan saraf
pusat, baik berupa turunnya kesadaran sampai koma maupun terjadinya syok. Oleh
karena itu suplementasi oksigen merupakan terapi intervensi yang penting untuk
meningkatkan pertukaran gas dan menurunkan kerja pernapasan, mengopti-malisasiunit
fungsional paru sebanyak mungkin, serta mengurangi overdistensi alveolar.
.

DAFTAR PUSTAKA

Bare and Smeltzer (2008) ‘Keperawatan Medikal Bedah’, in Keperawatan Medikal Bedah
Corwin, Elizabeth. 2001. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC
Guyton and John (2008) ‘Buku Ajar Fisiologi Kedokteran’, in Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. 11th edn. Jakarta: EGC
Irianto, Kus. 2004. Struktur dan Fungsi Tubuh Manusia untuk Paramedis. Bandung
Nurarif Amin Huda, Kusuma Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis & Nanda Nic-Noc. Edisi revisi. Jilid 1. Yogyakarta : MediAction
Pearce, Evelyn C.2007.Anatomi dan Fisiologi Untuk Paramedis.Jakarta:PT Gramedia Pustaka
Utama
Price, Sylvia A.2005.Patofisiologi volume Edisi 6.Jakarta:EGC
Soewondo dkk. 2006. Buku ajar Ilmu Penyakit Dalam. 4th ed. Jakarta: Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Ungkas Herlambang, dkk. 2019.Pengaruh Progressive Muscle Relaxation Terhadap Stres
Dan Penurunan Gula Darah Pada Pasien Diabetes Melitus Tipe 2. CRITICAL
MEDICAL AND SURGICAL NURSING JOURNAL (Jurnal Keperawatan Medikal
Bedah dan Kritis) Vol. 8, No. 1, April 2019

Anda mungkin juga menyukai