Disusun oleh:
Cornellia Kusuma Miranda
19650126
Pendidikan : SD Sederajat
Pekerjaan : IBU RUMAH TANGGA
Tanggal masuk RS : 05-04-2018 pada pukul 19.30 WIB ,Kemudian di rujuk
ke RSUD WLINGI Pukul 09.00
Diagnosa Medis : COB (Cedera Otak Berat)
b. Identitas Penanggungjawab
Nama : Ny, S
Umur : 35 tahun
Agama : islam
Alamat : KAWERON BLITAR
Pendidikan : SMP SEDERAJAT
Pekerjaan : PETANI
Hubungan dengan klien : ANAK KANDUNG
II. KELUHAN UTAMA
-
III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
Keluarga pasien mengatakan pasien mau membeli keperluan rumah tangga di
toko terdekat ada pengendara motor dengan kecepatan tinggi menabrak seorang ibu
ada pendarahan dikepalanya dan tidak sadarkan diri. Pasien langsung di bawa
ke Puskesmas Grati Pasuruan dilakukan rawat luka dan di rujuk ke RSUD Bangil
Pasuruan untuk pemeriksaan lebih lanjut dan perawatan
IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengalami penyakt seperti ini
sebelumnya
V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA
Keluarga pasien mengatakan tidak pernah mengalami COB
VI. RIWAYAT PSIKOSOSIAL
Pasien hanya bisa bed rest/istirahat total di tempat tidur dan tidak bisa
aktivitas dari sebelumnya
VII. PEMERIKSAAN FISIK FOKUS
Keadaan umu : lemah
Kesadaran : Koma CRT > 2 detik
Suhu : 37 c
Td : 95/52 mmHg
N : 129 x/menit
RR : 26 x/menit
GCS : 1-1-
Pemeriksaan head to toe
Kepala : inspeksi Wajah berbentuk bulat, rambut berwarna hitam,
panjang, kulit kepala kotor dan bau, terdapat luka di kepala
sebelah kiri bawah ,palpasi : odema di dahi kanan.
Mata : Inspeksi: Mata kanan dan kiri simetris.
Telinga : Inspeksi: Telinga kanan dan kiri simetris, tidak menggunakan
alat bantu pendengaran. Palpasi: tidak ada benjolan pada daun
telinga.
Mulut dan gigi : Inspeksi:Ada karies gigi,mukosa bibir kering dan pucat, klien
tidak menggunakan gigi palsu dan lidahnya bersih.
Leher : Inspeksi: Tidak ada benjolan pada leher, Palpasi: tidak
ada pembesaran kelenjar tiroid
Torak dan paru-paru : Inspeksi: simetris kanan kiri, bentuk dada normal
chest, tidak ada tarikan intercosta saat bernafas, pergerakan
dada saat inspirasi dan ekspirai tidak normal
(tachypnea). Payudara normal, tidak ada jejas.
Jantung : Palpasi: Tidak ada nyeri tekan.
Auskultasi : suara nafas vesikuler. Palpasi: Denyut nadi teraba.
Abdomen : Inspeksi: abdomen simetris, datar, tidak ada luka, tidak ada
jejas. Palpasi: Tidak ada nyeri tekan. Auskultasi:bising usus
30 x/menit
Genetalia : Inspeksi:Nampak keputihan, Nampak bekas garukan di
sekitar genetalia
Eksremitas atas : Pasien tidak bisa menggerakkan tangan sendiri.Terdapat
luka di siku kanan dan terpasang Ns 20 tpm
Ektremitas bawah : Pasien tidak bisa menggerakkan kakinya sendiri
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Foto rotgen : foto thorax AP, cervical AP/ lat ankle D: Tanggal 5 April 2018
2. Pemeriksaan laboratorium: Tanggal 5 April 2018
V. TERAPI
1. Inf Ns 20 tpm
2. Inj Pumpitor : (Iv 3x40 mg)
3. Inj ondancentron : (Iv 2x4 mg)
4. Inj santalgesik : (IV) 3x1 gram
5. Inj ceftriaxone : (IV) 3x1 gram
6. Inj piracetam : (IV) 3x3 gram
VI . ANALISA DATA
Nama : Ny. M
No.reg : 00-36-XX
Umur : 70 tahun
Nama : Ny. M
No.reg : 00-36-XX
Umur : 70 tahun
Evaluasi Hari ke-1, 5 April 2018 Hari ke-2 6 April 2018 Hari Ke-3 7 April 2018
Px S:Klien tidak sadar S: klien mengatakan nyeri luka S ; klien mengatakan
Ny.M O:keadaan umum, jelek, jahitan di kepalanya badan kaku semua
lemah,muntah,mukosa O: keadaan umum cukup,
bibir kering,kesadaran O: keadaan umum cukup lemah,
koma, GCS 1-1-1 lemah, kesadaran delirium lemah,muntah,mukosa
TTV GCS 3-2-3 bibir kering, kesadaran
TD: 95/52mmHg TTV samnolen
N: 129x/menit TD: 100/78mmHg GCS 4-4-5
S:37 N: 110x/menit TTV
RR:26x/menit S:36,6 TD: 100/73mmHg
SPO2:82% RR: 28x/menit N: 110x/menit
-klien tampak lemah, SPO2:86% S:36,6
- akral hangat , terdapat -keadaan umum cukup C
luka dengan kedalaman - terpasang infus pump cairan RR: 25x/menit
5cm Ns Rate 42, limit 500 dan SPO2:85%
- terpasang infus pump manitol grojok -keadaan umum cukup
cairan Ns Rate 42, limit - terpasang oksigen Nrbm 8 - terpasang infus pump
500 dan manitol grojok liter/menit RL rate 24 limit 500,
- terpasang oksigen Nrbm - terpasang DC 400 cc/jam cairan manitol 20tpm
10 liter/menit - terpasang NGT - terpasang
- terpasang DC 500 cc/jam -terpasang syiring pump oksigen Nrbm
- terpasang NGT A: masalah teratasi sebagian 8 liter/menit
-terpasang syiring pump P : Lanjutkan intervensi - terpasang DC 400
a. Mengkaji observasi tanda- cc/jam
A : Masalah belum tanda penurunan serebral - terpasang NGT
teratasi b. Memonitor A: masalah teratasi
tanda-tanda TIK sebagian
P : lanjutkan intervensi e. Memonitor vital sign P : lanjutkan intervensi
a. Mengkaji observasi f. Mempertahankan a. monitoring tanda-tanda
evaluasi tanda- tanda pemberian oksigenNrbm TIK
penurunan serebral b.monitoring vital sign
b. Mempertahankan
pemberian oksigen
Nrbm sesuai instruksi
dokter.
c. Memonitor vital sign
serta tingkat kesadaran.
d. Memonitor tanda-tanda
TIK
TELAAN JURNAL
INTERVENTION
-Pemberian cairan hiperosmoler bertujuan mengurangi tekanan intrakranial dengan cara
mengurangi edema otak. Cairan osmotik ini akan memengaruhi osmolaritas tubuh. Cairan
yang sering digunakan adalah manitol (1.100 mOsm), hipertonik salin sediaan 3% hingga
29,2% (1.026 sampai 10.000 mOsm) dan yang terbaru adalah natrium laktat (1.020 mOsm).
-Natrium laktat hipertonik adalah turunan hipertonik salin dengan gugus klorida yang diganti
dengan laktat dan mempunyai nilai osmolaritas mendekati manitol sehingga dapat berfungsi
sebagai terapi osmotik pada pasien cedera otak traumatik. Kandungan laktat pada
natrium laktat hipertonik dapat menjadi sumber energi pada saat otak mengalami trauma.
-A mendapat manitol 20% 3 mL/kgBB selama 10 menit, sedangkan kelompok B mendapat
natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB selama 10 menit. Setelah resusitasi, dilakukan
pencatatan data hemodinamik, yaitu tekanan darah, laju nadi, laju napas, dan volume urin,
kemudian dilakukan pemeriksaan osmolaritas plasma pasien, lalu pasien diberikan cairan
manitol 20% sebanyak 3 mL/kgBB atau natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB secara bolus
selama 10 menit. Setiap 15 menit dilakukan pemeriksaan hemodinamik, yaitu tekanan darah,
laju nadi, laju napas, serta volume urin setelah 1 jam. Pemeriksaan osmolaritas
pascapemberian cairan manitol atau natrium laktat hipertonik dilakukan setelah 60 menit
pemberian cairan hiperosmolar.
Osmolaritas plasma didapatkan dari pemeriksaan langsung sampel darah sebelum dan
juga sesudah pemberian cairan hiperosmolar menggunakan osmometer yang dilakukan di
laboratorium
COMPARATION : -
OUTCOME :
Dari hasil penelitian disimpulkan bahwa manitol lebih baik dalam hal target osmolaritas
plasma pada pasien cedera otak traumatik ringan sedang
Perbandingan Osmolaritas Plasma Setelah Pemberian Manitol 20% 3
mL/ kgBB dengan Natrium Laktat Hipertonik 3 mL/kgBB pada Pasien
Cedera Otak Traumatik Ringan-Sedang
Budi Harto Batubara, Nazaruddin Umar, Chairul M.
Mursin
Departemen Anestesiologi dan Terapi
Intensif
Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik
Medan
Abstr
ak
Terapi osmotik adalah salah satu cara penanganan pada cedera kepala traumatik untuk menurunkan
tekanan intrakranial (TIK) dengan cara mengatasi edema yang terjadi. Penelitian ini dilakukan pada 30
pasien cedera otak traumatik ringan-sedang yang masuk ke UGD Rumah Sakit H. Adam Malik Medan
pada Oktober–Desember 2015 yang memenuhi kriteria inklusi dan tidak termasuk eksklusi. Subjek
dibagi menjadi 2 kelompok secara acak, yaitu kelompok A diberikan manitol 20% 3 mL/kgBB dan
kelompok B diberikan natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB. Dilakukan penilaian osmolaritas sebelum
perlakuan dan 60 menit setelah perlakuan dengan cara pengambilan darah, kemudian dilakukan
pemeriksaan laboratorium. Data hasil penelitian diuji dengan uji T-independent dan Uji Mann-Whitney.
Dari hasil penelitian didapatkan efek perubahan osmolaritas plasma setelah perlakuan tidak bermakna
secara statistik (p>0,05) walaupun osmolaritas plasma akhir setelah perlakuan pada kedua kelompok
berbeda bermakna (p<0,05). Volume urin lebih banyak pada kelompok manitol dan bermakna secara
statistik (p<0,05), akan tetapi tidak ada perubahan hemodinamik yang bermakna. Dari hasil penelitian
disimpulkan bahwa manitol lebih baik dalam hal target osmolaritas plasma pada pasien cedera otak
traumatik ringan sedang.
Kata kunci: Cedera otak traumatik, manitol 20%, natrium laktat hipertonik,
osmolaritas
Osmotic therapy is one of many modalities to manage traumatic brain injuries aimed to decrease
intracranial pressure by alleviating the brain edema. A study was performed on 30 subjects with mild
and moderate brain injuries admitted to the emergency department of Adam Malik General Hospital
Medan during October– December 2015 who meet the inclusion and exclusion criteria. Subjects
were divided randomly into 2 treatment groups, i.e. group A that received mannitol 20% 3 mL/kgBW
and group B that received hypertonic natrium lactate 3 mL/kgBW. The measurement of osmolarity was
performed before administration of either of mannitol and hypertonic natrium lactate and at 60
minutes after the administration by drawing the blood for blood check. . Data were statistically
analyzed using T- independent test and Mann-Whitney test. Plasma osmolarity changes before and
after the treatment were not statistically sifgnificant (p>0.05) for each group treatment even though
post-treatment plasma osmolarity was statistically significant. Urin output in the mannitol group was
higher than in the hypertonic sodium lactate group and was statistically significant (p>0.05);
nevertheless, there was no significant difference in the hemodynamic change. Therefore, manitol is
better than hypertonic natrium lactate for osmolarity target therapy in patients mild-moderate head
injury.
Key words: Hypertonic natrium lactate, mannitol 20%, osmolarity, traumatic brain
injury
Korespondensi: Budi Harto Batubara, dr, Departemen Anestesiologi dan Terapi Intensif/RSUP H. Adam
Malik Medan, Jl. Bungalau No. 17 Medan Tuntungan Km. 12, Tlpn. 061-8368020, Mobile 081361388950, Email
budiheart@gmail.com
Panjang badan, rata-rata (SB), cm 161,4 (4, 24) 163,13 (5,30) 0,331**
PBW, rata-rata (SB), kg 56,69 (5,55) 58,87 (6,27) 0,332**
GCS awal
8 1 4
9 6 3
10 - 1
11 2 1
12 1 -
13 - 2
14 3 2
15 2 2
Keterangan: Kelompok A= manitol 20%, Kelompok B= natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB, SB= simpangan baku,
PBW= predicted body weight, Nilai p dihitung berdasarkan Uji *Mann-Whitney, ** T-independent, p<0,05=
bermakna
Tabel 2 Hasil Pemeriksaan Kimia Darah Sebelum Perlakuan
Klinis dan Kimia Darah Kelompok A Kelompok B p
(n=15) (n=15)
Natrium, rata-rata (SB), mEq 139,20 (2,31) 138,33 (4,10) 0,481**
Kalium, rata-rata (SB), mEq 3,59 (0,52) 3,68 (0,48) 0,615**
Glukosa, rata-rata (SB), mg/dL 157,36 (36,68) 142,61 (33,63) 0,261**
Ureum, rata-rata (SB), mg/dL 29,23 (15,14) 30,69 (12,12) 0,693*
Kreanitin, rata-rata (SB), mg/dL 0,92 (0,52) 0,93 (0,47) 0,329*
Keterangan: Kelompok A= manitol 20% 3 mL/kgBB, Kelompok B= natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB, Nilai p
dihitung berdasarkan Uji *Mann-Whitney, **T independent, p<0,05= bermakna
Keterangan: Kelompok A= manitol 20% 3 mL/kgBB, Kelompok B= natrium laktat hipertonik 3 mL/kgBB, Nilai p
dihitung berdasarkan Uji *T-independent, **Mann-Whitney, ***Wilcoxon, ****T-dependent, p<0,05=
bermakna
pasien, lalu pasien diberikan cairan manitol usia, dan predictive body weight (PBW) tidak
20% sebanyak 3 mL/kgBB atau natrium dijumpai perbedaan bermakna antara kedua
laktat hipertonik 3 mL/kgBB secara bolus kelompok (p>0,05; Tabel 1).
selama 10 menit. Setiap 15 menit dilakukan Pada hasil pemeriksaan laboratorium
pemeriksaan hemodinamik, yaitu tekanan kimia darah tidak dijumpai perbedaan
darah, laju nadi, laju napas, serta volume urin bermakna antara kedua kelompok penelitian
setelah 1 jam. Pemeriksaan osmolaritas (p>0,05; Tabel 2).
pascapemberian cairan manitol atau natrium Hemodinamik kedua kelompok perlakuan
laktat hipertonik dilakukan setelah 60 menit tidak berbeda bermakna (p>0,05), tidak ada
pemberian cairan hiperosmolar. Osmolaritas perubahan hemodinamik yang signifikan
plasma didapatkan dari pemeriksaan setelah diberikan manitol maupun natrium
langsung sampel darah sebelum dan juga laktat hipertonik (Tabel 3).
sesudah pemberian cairan hiperosmolar Volume urin pada kelompok A lebih
menggunakan osmometer yang dilakukan di banyak dibanding dengan kelompok B yang
laboratorium. berbeda signifikan (p<0,05). Osmolaritas pada
Uji normalitas data numerik untuk melihat kedua kelompok sebelum perlakuan tidak
distribusi data, yaitu osmolaritas plasma berbeda bermakna (p>0,05), sedangkan
pasien cedera otak traumatik ringan hingga osmolaritas setelah perlakuan berbeda
sedang dengan Uji Shapiro-Wilks dengan bermakna (p<0,05) Selisih osmolaritas
besar sampel <50 orang. Data berdistribusi sebelum dengan sesudah perlakuan pada
normal jika p>0,05. Analisis bivariabel untuk kelompok A lebih besar dibanding dengan
menguji osmolaritas plasma pada kedua kelompok B, tetapi tidak berbeda bermakna
kelompok perlakuan digunakan Uji Mann- (p>0,05; Tabel 4).
Whitney bila data tidak berdistribusi normal
dan memakai uji-t bila data berdistribusi Pembahasan
normal. Analisis data dilakukan dengan
statistical product and service solution (SPSS) Data karakteristik umum (Tabel 1) didominasi
for windows versi 23.0 pada derajat pasien jenis kelamin laki-laki 10 dari 15 pada
kepercayaan 95% dengan nilai p≤ kelompok A dan 12 dari 15 pada kelompok B.
0,05 dianggap signifikan. Usia, panjang badan dan PBW rata-rata, serta
data pemeriksaan laboratorium awal pada
Hasil kedua kelompok tidak berbeda bermakna
berdasarkan perhitungan statistika (p>0,05).
Pada karakteristik pasien berupa jenis kelamin,
Tidak dijumpai pula gangguan elektrolit, hiperosmolar baik manitol maupun natrium
kadar glukosa yang tidak normal, dan juga laktat juga diberikan kristaloid, yaitu NaCl
gangguan fungsi ginjal, sehingga kedua 0,9% untuk resusitasi pada saat pasien tiba di
kelompok layak dibandingkan, UGD untuk mempertahankan hemodinamik
Perubahan parameter hemodinamik pada pasien agar tetap stabil sehingga perfusi dan
kedua kelompok, yaitu tekanan darah sistol, oksigenasi ke jaringan otak tetap terjaga.
diastol, nadi, serta frekuensi napas selama 60 Selisih osmolaritas setelah perlakuan yang
menit pemantauan tidak berbeda bermakna tidak berbeda kemungkinan osmolaritas awal
(p>0,05). Hasil tersebut menunjukkan bahwa rata-rata kelompok A lebih tinggi dibanding
manitol atau natrium laktat hipertonik tidak dengan kelompok B. Perubahan osmolaritas
memengaruhi hemodamik sistemik sehingga sendiri lebih tinggi pada kelompok manitol
tekanan perfusi otak dapat dipertahankan dibanding dengan kelompok natrium laktat
agar oksigenasi otak tetap terjaga. hipertonikdenganperbedaanbermaknasecara
Osmolaritas plasma rata-rata pada kedua statistika (Tabel 4). Hal ini disebabkan oleh
kelompok sebelum perlakuan tidak berbeda sifat farmakokinetik manitol yang merupakan
bermakna secara statistika (p>0,05;Tabel 4), golongan polisakarida yang bersifat inert dan
yaitu pada kelompok A 296,32 mOsm/kg dan hampir 90% akan diekskresi melalui ginjal
pada kelompok B adalah 292,58 mOsm/kg. sehingga membawa cairan dari interstisial ke
Osmolaritas setelah perlakuan pada kedua intravaskular yang meningkatkan aliran darah
kelompok berbeda bermakna (p<0,05) ke ginjal sehingga terjadi diuresis berlebihan.
dengan osmolaritas rata-rata setelah Keadaan ini menyebabkan hemokonsentrasi
perlakuan pada kelompok A lebih tinggi dan akan meningkatkan osmolaritas plasma.
dibanding dengan kelompok B, yaitu Koefisien refleksi/selektivitas hipertonik
kelompok A adalah 305,31 mOsm/kg dan salin terhadap sawar darah otak lebih tinggi
pada kelompok B adalah 297,52 mOsm/kg. dibanding dengan manitol dengan koefisien
Selisih osmolaritas sebelum dengan sesudah refleksi salin hipertonik 1,0 dan manitol 0,9
perlakuan antara kedua kelompok perlakuan sehingga potensi osmotiknya kemungkinan
tidak berbeda bermakna (p>0,05). Hasil ini lebih efektif dibanding dengan manitol. Sifat
sesuai dengan penelitian Ichai dkk.6 bahwa farmakokinetik dan farmakodinamik kedua
manitol akan menaikkan osmolaritas lebih agen ini yang menjadi alasan keduanya dapat
tinggi dibanding dengan natrium laktat digunakan untuk terapi hiperosmolar.11
hipertonik, akan tetapi tidak sesuai dengan Target osmolaritas cedera otak traumatik
penelitian Sharma dkk.7 bahwa pemberian adalah 300 hingga 315 mOsm/kg, apabila
manitol akan menaikkan osmolaritas plasma <300 mOsm/kg kurang efektif dan apabila
di atas 320 mOsm/kg. lebih dari
Volume urin setelah perlakuan terhadap 315 mOsm/kg akan menyebabkan kerusakan
kelompok A lebih tinggi dibanding kelompok ginjal serta SSP. Pada penelitian ini pemberian
B dan berbeda signifikan (p<0,05). Hasil ini manitol 20% 3 mL/kgBB sekali pemberian
sesuai dengan penelitian sebelumnya, tetapi sudah dapat mencapai target yang diharapkan
tidak memengaruhi hemodinamik pasien.8–10 sehingga pemberian manitol berulang harus
Tidak didapatkan penurunan tekanan darah menjadi perhatian dikarenakan kemungkinan
yang signifikan pada kelompok A yang akan akan menaikkan osmolaritas plasma yang
menggangu tekanan perfusi otak, hal ini yang makin tinggi dan rebound phenomen, yaitu
dikhawatirkan karena produksi urin akan edema otak karena penggunaan manitol yang
mengurangi volume plasma dan apabila terus kronis.11
berlanjut dapat mengakibatkan hipovolemia Pada kelompok yang mendapatkan
sehingga dapat mengganggu hemodinamik. natrium laktat 3 mL/kgBB target osmolaritas
Tidak terjadi penurunan hemodinamik yang belum tercapai, hal ini menunjukkan bahwa
signifikan pada kelompok manitol mungkin natrium
disebabkan karena selain diberikan larutan laktat kurang efektif dibanding dengan manitol.
Dosis yang lebih tinggi dan penggunaan lebih
dari satu kali natrium laktat hipertonik dapat & anesthesia. Edisi ke-5. New York:
diberikan untuk mencapai target osmolaritas McGraw-Hill Education; 2013.
yang diharapkan. Natrium laktat hipertonik 5. White H, David C, Bala V. The use of
sangat bermanfaat pada kasus perdarahan hypertonic saline for treating intracranial
dengan multitrauma termasuk trauma kepala hypertension after traumatic brain injury.
karena dapat digunakan dengan volume yang Anesthesia Analgesia. 2006;102:1836–46.
kecil untuk meningkatkan hemodinamik dan 6. Ichai C, Guy A, Orban JC, Berthier F, Rami
juga mengurangi edema otak yang terjadi.12 L, Long CS, dkk. Sodium lactate vs.
Dari segi harga manitol masih lebih murah mannitol in the treatment of intracranial
dibanding dengan natrium laktat hipertonik hypertensive episodes in severe traumatic
sehingga manitol masih lebih sering brain-injured patients. Crit Care.
digunakan sebagai terapi hiperosmolar. 2014;18;163–75.
Terapi osmotik dalam penanganan cedera 7. SharmaRM,SetlurR,SwamyMN.Evaluation
otak traumatik tidak dapat berdiri sendiri, of mannitol as an osmotherapeutic agent
penanganan harus diberikan secara dini serta in traumatic brain injuries by measuring
menyeluruh terhadap jalan napas, serum osmolality. Med J Armed Force
pernapasan, dan juga hemodinamik serta India. 2011:67:230–3.
tindakan operasi untuk dekompresi sampai 8. Hanna, Ahmad MR. Effect of equiosmolar
proses stabilisasi di ICU apabila diperlukan. solutions of hypertonic sodium lactate
Efek terapi cairan hiperosmolar ini paling versus mannitol in craniectomy patients
baik diketahui apabila memakai monitoring with moderate traumatic brain injury.
TIK sehingga pemberian cairan osmotik ini Fakultas Kedokteran Universitas
dapat diberikan secara tepat untuk mencapai Hasanuddin. Med J Indonesia.
target terapi yang lebih baik dan 2014;23;30–
meminimalisasi efek samping yang terjadi.13–15 5.
9. Francony G, Fauvage B, Dominique F,
Simpulan Canet C, Dilou H, Lavagne P, dkk.
Equimolar doses of mannitol and
Dari hasil penelitian ini disimpulkan manitol hypertonic saline in the treatment of
lebih baik dalam hal target osmolaritas dan increased intracranical pressure. Crit Care
perubahan osmolaritas pada kedua kelompok Med. 2008;36:795–800.
berbeda. 10. Malik ZA, Mir SA, Nagas IA, Sofi KP, Wani
AA. A prospective, randomized, double
Daftar Pustaka blind study to compare the effects of
equiosmolar solutions of 3% hypertonic
1. Newfield P, Cottrell JE. Handbook of saline and 20% mannitol on reduction
neuroanesthesia: anesthetic management of brain-bulk during elective craniotomy
of head trauma. Philadephia: Lippincott for supratentorial brain tumor resection.
Williams & Wilkins; 2007. Anesth Essays Researches.
2. Bisri T. Penanganan neuroanestesia 2014;8(3);388–
dan critical care cedera otak traumatik. 92.
Bandung: Fakultas Kedokteran 11. Shawka H, Westwood M, Mortimer A.
Universitas Padjajaran; 2012. Mannitol: a review of its clinical uses.
3. Saleh SC. Sinopsis neuroanestesia klinik: Contin Educ Anaesth Crit Care Pain.
anstesi untuk trauma kepala. Surabaya: 2012;12:82–5.
Fakultas Kedokteran Universitas 12. Kyes J, Johnson JA. Hypertonic saline
Airlangga; 2013. solutions in shock resuscitation.
4. Butterworth JF, Mackey DC, Wasnick Conpendium: Continuing Education for
JD. Veterinarians. 2011. E1–7.
Clinical anesthesiology: neurophysiology 13. Wisniewsk P, Semon G, Liu Xi, Dhaliwal P.
Severetraumaticbraininjurymanagement.
webmaster@surgicalcriticalcare.net.
2014.1–14.
14. Olivecrona M. On severe traumatic brain 15. Sakellaridis N, Pavlou E, Karatzas S, Chroni
injury, aspects of an intra cranial D, Konstantinos V, Konstantinos C, dkk.
pressure- targeted therapy based on the Comparison of mannitol and hypertonic
lund concept (disertation). Swedia: salie in the treatment of severe brain
University Medical Dissertations; 2008. injuries. J Neurosurg. 2011;114:545–8.