KEPERAWATAN KOMUNITAS II “ ASKEP TERHADAP REMAJA “
DISUSUN OLEH : LIZA ANGGRAINI (1710142010013)
PRODI S1 KEPERAWATAN
DOSEN PEMBIMBING : Ns. Pera Putra Bungsu, M.Kep, Sp. Kep.Kom
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
YARSI SUMBAR BUKITTINGGI TA 2020 1. Masalah Kesehatan Remaja Di Indonesia Tentang Jurnal (Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja ) Remaja diketahui sebagai sebuah periode perkembangan dari seorang individu mengalami perubahan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Masa remaja merupakan periode seorang anak mengalami perubahan, cepat secara fisik, kognitif, sosial dan emosional, baik pada anak laki-laki maupun perempuan sebagai persiapan mereka menuju dewasa (Hockenbery & Wilson, 2013). Pada periode ini remaja juga sedang mengalami tahap mencari identitas diri sebagai upaya untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat. Banyaknya tugas perkembangan yang harus dipenuhi seorang remaja pada tahap ini dari perubahan fisik maupun psikis pada diri remaja memungkinkan terjadinya kecenderungan remaja akan mengalami masalah dalam penyesuaian diri dengan lingkungan. Remaja merupakan kelompok berisiko perilaku seksual karena sudah pernah terpapar media dengan konten pornografi (Stanhope & Lancaster, 2016). Kondisi perilaku seksual remaja yang mengkhawatirkan memerlukan peran perawat dalam mengatasi hal tersebut melalui asuhan keperawatan. Faktor penyebab lain dari perilaku seksual berisiko remaja adalah kurangnya pengetahuan dan keterampilan, sikap dan perilaku remaja terhadap kesehatan, kurang kepedulian orang tua dan masyarakarat terhadap kesehatan dan kesejahteraan remaja serta belum optimalnya pemerintah dalam memberikan pelayanan kesehatan remaja (Depkes RI, 2010).Pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja sebaiknya berlangsung dalam keluarga. Remaja di Indonesia umumnya belum hidup terpisah dari keluarga sehingga keluarga merupakan bagian terpenting dari kehidupan remaja. Keluarga merupakan tempat bagi anggota keluarga untuk belajar tentang kesehatan dan penyakit serta sebagai tempat dalam memberi dan memperoleh perawatan sepanjang kehidupan semua anggotannya (Kaakinen, Duff, Coehlo & Hanson, 2010). Pelibatan keluarga dalam mencegah kejadian perilaku seksual sesuai dengan penerapan Model Family Centered Nursing. Family Centered Nursing dikembangkan oleh Friedman menjelaskan bahwa keluarga sebagai sistem sosial yang merupakan unit dasar di dalam masyarakat (Friedman, Bowden, & Jones, 2010). Asuhan keperawatan keluarga berfokus pada bagaimana keluarga yang memiliki anggota keluarga yang sakit dapat memenuhi tugas kesehatan keluarganya, antara lain mengenal masalah kesehatan, memberikan perawatan kepada anggota keluarga, menciptakan lingkungan sehat dan memanfaatkan fasilitas kesehatan untuk meningkatkan kesehatan anggota keluarganya. Dukungan dari dalam keluarga akan lebih mudah dicapai apabila terjadi komunikasi yang jelas dan secara langsung didalam keluarga (Friedman, Bowden & Jones, 2010). Lingkungan keluarga yang harmonis dan lingkungan teman sebaya yang positif berhubungan dalam menurunkan tingkat risiko perilaku seksual remaja. Keterlibatan orang tua dalam mendukung pencegahan perilaku seksual berisiko berhubungan dengan penurunan kehamilan pada remaja (Jennifer et al, 2008). Perawat memberikan asuhan keperawatan kepada remaja dalam keluarga, termasuk komunitas, sekolah, kesehatan publik dan kilnik perawatan akut, yang memberi remaja banyak peluang untuk meningkatkan kesehatan seksual dan reproduksi dan mengurangi tingkat kehamilan yang tidak diinginkan dan infeksi menular seksual (Maria, et.al., 2017)
2. Teknik Komunikasi Pada Remaja Tentang Jurnal (Perilaku Seksual
Berisiko Pada Remaja ) Komunikasi orangtua khusunya terkait pendidikan seks untuk remaja sangatlah penting, sehingga mereka perlu memahami materi yang harus disampaikan dan mengetahui teknik komunikasi terkait hal tersebut. Masih banyak orangtua yang menyatakan tidak mampu berbicara tentang pendidikan seks dengan anak mereka, dalam hal ini peneliti perlu mengetahui hambatan dan kesulitan orangtua untuk melakukan komunikasi pendidikan seks pada anak remaja. Komunikasi yang baik antara orang tua dan remaja merupakan bentuk dukungan dan kekuatan remaja dalam menghadapi masalah yang dihadapi oleh anak remaja dalam menghadapi perubahan dalam masa pubertas. Pola komunikasi dan kekuatan keluarga memiliki hubungan dengan perilaku seksual berisiko remaja. Adanya hambatan berkomunikasi dalam keluarga membuat berkurangnya kedekatan dengan remaja dan tidak tersampaikan informasi antara orang tua dan remaja.. (Nurhayati, 2011). Remaja memerlukan dukungan dalam pencegahan perilaku seksual berisiko. Perilaku dan gaya hidup tidak baik pada keluarga seperti membebaskan anak dalam pergaulan, tidak adanya kedekatan, perhatian dan kasih sayang dalam keluarga akan berdampak pada berkembangnya perilaku seksual berisiko pada remaja. Gender, usia, kelas sosial, latar belakang budaya, orientasi seksual, disabilitas dan nilai merupakan factor mempengaruhi keputusan seksual, pengalaman dan kesehatan seksual pada remaja (Omar, 2007). Teknik ini terdiri dari sesi peningkatan kecakapan hidup, pemberian informasi, motivasi dan perilaku. Pemberian informasi dan motivasi pada pencegahan perilaku seksual berisiko dilakukan dengan mengedepankan tindakan promosi kesehatan. Berbagai bentuk dari promosi kesehatan adalah sebagai berikut diseminasi informasi, pengkajian dan penilaian, modifikasi gaya hidup dan penataan lingkungan. Salah satu bentuk dari desiminasi informasi adalah pendidikan kesehatan (Stanhope & Lancaster, 2016) 3. Diagnosa Keperawatan Dan Intervensi Terhadap Masalah Kesehatan Tentang Jurnal (Perilaku Seksual Berisiko Pada Remaja ) Intervensi merupakan gabungan sesi pada pelaksanaan latihan dan sesi informasi, motivasi dan perilaku dilaksanakan untuk melakukan intervensi keluarga dalam upaya mencegah perilaku seksual berisiko pada remaja. Berdasarkan masalah kesehatan tersebut intervensi dilaksanakan dengan pendekatan asuhan keperawatan keluarga. Intervensi dilaksanakan sebagai intervensi keperawatan keluarga, yang terdiri dari lima sesi intervensi. 1. Pendidikan kesehatan mengenai pubertas dan kesehatan reproduksi 2. Pendidikan kesehatan mengenai dampak perilaku seksual berisiko remaja 3. Komunikasi dan Latihan asertif untuk pencegahan perilaku seksual berisiko 4. Peningkatan keterampilan hidup dan motivasi untuk berani mengatakan tidak pada ajakan negatif dan perilaku seksual berisiko 5. Diskusi nilai dan budaya terkait perilaku seksual berisiko.
Peningkatan sikap ditandai adanya perubahan hubungan kedekatan
dan komunikasi antara orang tua dan remaja. Keluarga meningkatkan kontrol dan perhatian pada pergaulan remaja dengan teman sebaya. Keluarga membatasi waktu bermain remaja di luar rumah tidak lagi bermain sampai larut malam dan menginap di rumah temannya. Peningkatan perilaku ditandai dengan penerapan perilaku asertif dalam keluarga. Pelaksanaan perilaku asertif menurunkan ketegangan dan konflik antara orang tua dan remaja. Komunikasi asertif dilaksanakan agar orang tua dapat memahami masalah yang dialami remaja sehingga mampu memberikan penyelesaian masalah bersama. Keluarga melaksanakan diskusi nilai dan budaya terkait perilaku seksual remaja berserta dampaknya terhadap kehidupan remaja di masa depan. Perubahan perilaku dalam pencegahan perilaku seksual berisiko dikemas pada sesi latihan asertif. Latihan asertif diberikan pada keluarga agar keluarga dapat meningkatkan komunikasi yang baik dan efektif pada keluarga sehingga tercipta dukungan pada remaja untuk melakukan pencegahan perilaku seksual berisiko.
Proses asuhan keperawatan keluarga yang terakhir adalah proses
evaluasi. Evaluasi merupakan proses yang berkelanjutan guna menilai apakah perencanaan yang telah disusun efektif dalam menyelesaikan masalah keluarga atau memerlukan beberapa modifikasi (Friedman, Bowden & Jones, 2003).
Hasil evaluasi pelaksanaan intervensi didapatkan: adanya
perubahan pengetahuan, sikap dan ketrampilan pencegahan perilaku seksual berisiko. Pengetahuan keluarga meningkat ditandai dengan perubahan sebelum intervensi keluarga menyatakan khawatir tentang fenoma perilaku seks bebas dikalangan remaja dan belum mengetahui tentang pubertas dan cara pencegahan perilaku seksual berisiko pada remaja. 4. Kesimpulan Dari 2 Jurnal Intervensi dapat meningkatkan pengetahuan, sikap, dan ketrampilan pencegahan perilaku seksual berisiko pada keluarga dengan remaja. Berdasarkan hasil penelitian pada Tabel 1 Frekuensi diskusi dapat menjadi indikator kedekatan hubungan antara orangtua dengan anak remaja mereka. Sari (2010) menjelaskan bahwa orangtua yang lebih sering berdiskusi tentang masalah seksual sejak dini lebih mampu mengurangi prevalensi perilaku seksual remaja yang berisiko tinggi dibandingkan orangtua yang terlambat berdiskusi tentang masalah seksual pada anaknya. Bhana et al. (2004) juga menjelaskan bahwa komunikasi orangtua yang asertif mampu meningkatkan frekuensi diskusi dan kemampuan orangtua untuk membuka topik pembicaraan yang bersifat sensitif dengan anak remajanya. Hasil penelitian yang disebutkan pada Tabel 2 Menjelaskan bahwa fokus perhatian orangtua yang terkait pergaulan anak cenderung kurang. Hal ini dapat dilihat pada persentase fokus perhatian pada teman yang menunjukan persentase yang sangat rendah. Sebagian besar responden memiliki satu macam fokus perhatian pada anak remajanya. Fokus perhatian orangtua pada anak remaja meliputi kehidupan remaja sehari-hari dan perilakunya, seperti musik favorit dan acara televisi, pakaian dan gaya, buku bacaan, sopan santun, perilaku (merokok/meminum alkohol), teman yang berjenis kelamin sama, teman yang berjenis kelamin berbeda, prestasi di sekolah,dan karir di masa depannya (Tianjin Municipal Research Institute for Family Planning, 2005). Hasil penelitian pada Tabel 3 Menunjukkan sebagian besar responden menyatakan sulit untuk berbicara tentang seks pada anak. Kesulitan orangtua dalam berkomunikasi tentang seks dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya hambatan untuk membuka komunikasi, kurangnya pengetahuan dan keterampilan, nilai budaya, dan perasaan tabu (Bastien et al., 2011).