Anda di halaman 1dari 10

Tugas Sistem Psikiatri

Gangguan Cemas Lainnya

 Gangguan Somatoform
Menurut DSM–IV, terminologi somatoform dikenal dengan somatic symptom disorder, di
mana terdiri atas berbagai penyakit somatoform yaitu 1) Somatization disorder (gangguan
somatisasi), 2) Hipokondriasis, 3) Pain disorder (kelainan nyeri), 4) Reaksi Konversi, dan 5)
Gangguan Dismorfik Tubuh.
Ciri utama gangguan ini adalah adanya keluhan-keluhan gejala fisik yang berulang-ulang
disertai dengan permintaan pemeriksaan medik, meskiun sudah berkali-kali terbukti hasilnya
negatif dan juga sudah dijelaskan oleh dokternya bahwa tidak ditemukan kelainan yang menjadi
dasar keluhannya.
Penderita menyangkal dan menolak untuk membahas kemungkinan kaitan antara keluhan
fisiknya dengan problem atau konflik dalam kehidupan yang dialaminya, bahkan meskipun
didapatkan gejala-gejala anxietas dan depresi.
Tidak adanya saling pengertian antara dokter dan pasien mengenai kemungkinan penyebab
keluhan-keluhannya menimbulkan frustasi dan kekecewaan pada kedua belah pihak.
1. Gangguan Somatisasi
a. Definisi
Gangguan somatisasi ditandai oleh banyak gejala somatik yang tidak dapat
dijelaskan secara adekuat berdasarkan pemeriksaan fisik dan laoratorium. Gangguan ini
biasanya dimulai sebelum usia 30 tahun, dapat berlanjut hingga tahunan, dan dikenali
menurut DSM-IV-TR sebagai “kombinasi gejala nyeri, gastrointestinal, seksual, serta
pseudoneurologis”. Gangguan somatisasi berbeda dengan gangguan somatoform
lainnya karena banyak keluhan dan banyaknya sistem organ yang terlibat (contohnya
gastrointestinal dan neurologis).1
b. Etiologi
Faktor etiologi dari gangguan somatisasi masih belum diketahui. Teori terkini
mengenai etiologi gangguan somatisasi dibagi 3, yaitu psikososial, organic/biologic,
genetic dan sitokine.
1) Faktor psikososial
Penyebab gangguan somatisasi tidak diketahui. Formulasi psikososial
penyebabnya melibatkan interpretasi gejala sebagai komunikasi sosial yang hasilnya
adalah untuk menghindari kewajiban (pergi ke pekerjaan yang tidak disukai
seseorang), untuk mengekspresikan emosi (kemarahan pada pasangan), atau untuk
melambangkan perasaan atau kepercayaan (rasa sakit perut). Selain itu,
beberapa pasien dengan gangguan somatisasi berasal dari rumah yang tidak stabil
dan telah mengalami pelecehan fisik. Faktor sosial, budaya, dan etnis mungkin juga
terlibat dalam pengembangan gejala.2
2) Faktor biologis
Beberapa penelitian menunjukkan adanya neuropsikologis untuk gangguan
somatisasi. Studi ini menerangkan bahwa pasien memiliki karakteristik perhatian
dan gangguan kognitif yang mengakibatkan persepsi dan penilaian kesalahan
masukan somatosensori. Kelainan yang dilaporkan mencakup gangguan yang
berlebihan, ketidak mampuan untuk terbiasa dengan rangsangan berulang,
pengelompokkan konstruksi kognitif secara impresionistik, asosiasi parsial dan tidak
langsung, dan kurangnya selektivitas.2
3) Genetika
Data genetik menunjukkan bahwa. Gangguan somatisasi cenderung berjalan

dalam keluarga dan terjadi pada 10- 20% saudara wanita tingkat pertama dari
pasien dengan gangguan somatisasi pertama kali.2 Dalam keluarga ini, kerabat laki-
laki tingkat pertama rentan terhadap penyalahgunaan zat dan gangguan kepribadian
antisosial.2
4) Sitokin
Sitokin adalah molekul pembawa pesan yang digunakan sistem kekebalan
untuk berkomunikasi dalam dirinya sendiri dan dengan sistem saraf, termasuk
otak. Contoh sitokin adalah interleukin, faktor nekrosis tumor, dan interferon.
Beberapa percobaan pendahuluan menunjukkan bahwa sitokin berkontribusi pada
beberapa gejala penyakit nonspesifik, seperti hipersomnia, anoreksia, kelelahan,
dan depresi.2
c. Pedoman Diagnostik
Berdasarkan DSM V
1) Adanya banyak keluhan-keluhan fisik yang bermacam-macam yang tidak dapat
dijelaskan atas dasar adanya kelainan fisik, yang sudah berlangsung sedikitnya 2
tahun
2) Tidak mau menerima nasehat atau penjelasan dari beberapa dokter bahwa tidak ada
kelaina fisik yang daat menjelaskan keluhan-keluhannya
3) Terdapat disabilitas dalam fungsinya di masyarakat dan keluarga, yang berkaitan
dengan sifat keluhan-keluhannya dan dampak dari perilakunya(ppdgj)
d. Tatalaksana
1) Tujuan pengobatan
a) Mencegah adopsi dari rasa sakit, invalidasi (tidak membenarkan
pemikiran/meyakinkan bahwa gejala hanya ada dalam pikiran tidak untuk
kehidupan nyata
b) Meminimalisir biaya dan komplikasi dengan menghindari tes-tes diagnosis,
treatment, dan obat-obatan yang tidak perlu
c) Melakukan kontrol farmakologis terhadap sindrom komorbid (memperparah
kondisi)
2) Strategi dan teknik psikoterapi dan psikososial
a) Pengobatan yang konsisten, ditangani oleh dokter yang sama
b) Buat jadwal regular ddengan interval waktu kedatangan yang memadai
c) Memfokuskan terapi secara gradual dari gejala ke personal dan ke masalah
sosial
3) Strategi dan teknik farmakologikal dan fisik
a) Diberikan hanya bila indikasinya jelas
b) Hindari obat-obatan yang bersifat adiksi
c) Anti anxietas dan antidepressan
1. Trikotilomania
a. Definisi
Trikotilomania adalah salah satu bentuk gangguan kompulsif yang ditandai dengan
kegiatan menarik-narik rambut berulang (di kepala, alis, bulu mata, ketiak, pubis) yang
didahului dengan ketegangan kemudian diikuti dengan rasa puasa atau lega setelahnya.
Kegiatan ini ditandai dengan adanya kerontokan rambut yang mencolok dan tidak
disebabkan oleh kelainan kulit kepala atau rambut lain atau kegiatan stereotipi yang
lain.
b. Etiologi
Meskipun dianggap ditentukan oleh banyak hal, onsetnya dihubungkan pada situasi
yang penuh stress. Gangguan hubungan ibu dan anak, rasa takut ditinggal sendirian dan
kehilangan objek yang belum lama seringkali dinyatakan sebagai factor penting yang
berperan dalam gangguan ini. Penyalahgunaan zat mungkin mendorong perkembangan
gangguan.
c. Patofisiologi
Hingga saat ini penyebab trikotilomania itu sendiri masih belum jelas. Menurut teori
neuro-kognitif gangguan ini disebabkan oleh adanya kelainan pada basal ganglia pasien
sebagaimana diketahui bahwa basal ganglia memiliki peran dalam membentuk
kebiasaan. Kegagalan lobus frontal dalam menghambat kebiasaan tertentu juga
diperkirakan bagian dari pathofisiologi gangguan ini.7
Sebuah studi pencitraan menggunaan Magnetic Resonance Image (MRI) juga
menyatakan bahwa substansi grasia (gray matter) pasien dengan trikotilomania lebih
meningkat kapasitasnya dibandingkan yang tidak memiliki penyakit ini. Peranan
genetik terhadap penyakit ini pun tidak luput dari perhatian peneliti.
Pada suatu penelitian ditemukan adanya mutasi pada gen SLITRK1 sedangkan pada
penelitian lainnya mendapatkan adanya perbedaan pada receptor gen serotonin 2A.
Mutasi gen HOXB8 juga menunjukkan perubahan kebiasaan pada tikus dalam menarik-
narik rambut. Pendekatan ilmiah terhadap gen ini merupakan fenomena baru namun
masih belum dapat ditentukan apakah memang ada hubungan genetic dalam
menyebabkan penyakit ini.4,7

d. Faktor Resiko

e. Anamnesis
Menurut The American Psychiatric Association’s Diagnostic and Statistical Manual
of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-V), Trikotilomania termasuk dalam kategori
gangguan obsesif kompulsif dan gangguan terkait. Gangguan ini ditandai dengan suatu
tindakan khusus berupa kebiasaan menarik rambut. Kebiasaan ini terjadi baik dalam
keadaan santai maupun keadaan yang penuh tekanan.
Kriteria diagnosis menurut DSM V, antara lain:
 Mencabut rambut sendiri secara rekuren yang menyebabkan kebotakan
yang jelas.
 Peningkatan perasaan tegang segera sebelum mencabut rambut atau
jika berusaha untuk menahan perilaku tersebut.
 Rasa senang, puas atau reda jika mencabut rambut.
 Gangguan tidur tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental lain
dan bukan karena kondisi medis umum (misalnya, kondisi dermatologis).
 Gangguan menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi social, pekerjaan atau fungsi penting lainnya.
f. Pemeriksaan Fisik

g. Pemeriksaan Penunjang

Perubahan histopatologi yang khas pada folikel rambut, yang dikenal sebagai
trikomalasia, ditunjukkan dengan biopsi yang membantu membedakan trikotilomania
dengan penyebab alopesia lainnya (Grant dkk., 2017).
Pemeriksaan dengan lampu wood maupun pemeriksaan dengan mikroskop pada
sediaan langsung rambut yang rusak dengan menggunakan larutan KOH 20%.
Pemeriksaan dermoskopi telah terbukti sangat berguna untuk membedakan kondisi
trikotilomania dari alopesia areata. Adanya garis patahan rambut yang khas pada
dermoskopi merupakan indikasi dari trikotilomania, sedangkan adanya sisa rambut
seperti tanda seru (exclamation mark hair) mengindikasikan suatu alopesia areata
(Bhandare dkk., 2016).

Gambar 8. Dermoskopi pada pasien dengan trikotilomania (kiri) dan alopesia areata (kanan) (Grant
dkk., 2017).

h. Diagnosis Banding
1) Obsesif kompulsif
2) Gangguan buatan
3) Streotipik11

i. Tatalaksana awal
Penelitian tentang pengobatan untuk gangguan kebiasaan dan impuls sebagian besar
berfokus pada penggunaan terapi perilaku kognitif dan obat-obatan. Terapi perilaku
kognitif (CBT) menggabungkan unsur-unsur dari kedua terapi kognitif dan terapi
perilaku. Terapi kognitif meneliti cara pikiran orang tentang diri mereka sendiri, orang
lain, dan dunia mempengaruhi kesehatan mental mereka. Terapi perilaku menyelidiki
cara tindakan masyarakat mempengaruhi kehidupan mereka sendiri dan interaksi
mereka dengan orang lain. Dengan menggabungkan kedua, CBT meneliti cara orang
dapat mengubah pikiran mereka dan perilaku dalam rangka meningkatkan kehidupan
mereka. Terapi perilaku kognitif dapat membantu seseorang belajar untuk rileks,
mengatasi stres, memerangi pikiran negatif, dan mencegah perilaku merusak. Dalam
penelitian kecil, jenis pengobatan ini telah terbukti efektif untuk kleptomania, judi
patologis, trikotilomania, dan isu-isu seksualitas kompulsif.7
Terapi perilaku yang berhasil, seperti biofeedback, pengawasan diri sendiri,
desensitisasi sendiri, dan pembalikan kebiasaan telah dilaporkan; tetapi sebagian besar
laporan adalah kasus individual atau sejumlah kecil penelitian dengan periode follow up
yang relative singkat.
Trikotilomania kronis yang berhasil diterapi adalah dengan psikoterapi berorientasi
pada tilikan. Hipnoterapi dan terapi perilaku telah dinyatakan berpotensi efektif dalam
terapi gangguan dermatologis dengan keterlibatan factor psikologis karena kulit telah
terbukti rentan terhadap saran hipnotik
Berdasarkan saran Trichotillomania Impact Project, penggunaan farmakoterapi
dengan SSRI merupakan terapi yang paling sering digunakan bahkan lebih dianjurkan
penggunaannya dibandingkan Clomiperamine.8 Namun bila pasien dengan respon buruk
dengan SSRI dapat membaik dengan tambahan pimozide (Orap), suatu antagonis
reseptor dopamine.
Selain itu psikofarmakologi yang telah digunakan adalah steroid topical dan
hydroxinehydrochloride, suatu ansiolitik dengan sifat antihistamin; antidepresan; obat
serotonergik dan antipsikotik.4
Bila terdapat depresi, agen anti depresan dapat memberikan perbaikan dermatologis.
Antidepresan, seperti fluoxetine (Prozac), fluvoxamine (Luvox), sertraline (Zoloft), dan
venlafaxine (Effexor), sering digunakan untuk mengobati trikotilomania, kleptomania,
dan judi patologis. Obat antipsikotik olanzapine, (Zyprexa) juga telah menunjukkan
efektivitas dalam mengobati trikotilomania.7
Gangguan Kepribadian dan Perilaku Masa Dewasa

2. Gangguan Kepribadian
a. Definisi
Gangguan Kepribadian adalah suatu varian kepribadian yang tidak fleksibel dan
maladaptif serta menyebabkan gangguan fungsional yang bermakna atau penderitaan
subjektif (kaplan, 2010)
b. Etiologi
1) Faktor Genetik
 Kembar monozygotik > dizygotik(hidup terpisah) Kel A> pd sanak
saudara biologi pas skizofrenia
 Ggn kep Skizotipal > kel riwayat skizofrenia
 Ggn kep Antisosial > penyalahgunaan zat
 Ggn kep ambang > ggn mood
 Ggn kep histrionic > ggn somatisasi (s.Briquet).
 Kel kecemasan ↑
2) Faktor Biologis
 Hormon: testosteron,17 estradiol,estron
 Primata androgen seksual
 Gerakan mata yang halus, introvert,
 Neurotransmiter endorfin
 EEG perubahan kondtansi elektrik, terutama antisosial dan ambang aktivitas
gelombang lamabt
3) Faktor Psikoanalitik
 Sigmund Freud: fiksasi fase Oral: pasif, dependen tergantung pd org lain,
atau fiksasi fase Anal:keras kepala,kikir & sngt teliti krn sekitar perjuangan
latihan toilet.
 Wilheilm Reich: defensif karakteristik:
 FANTASI
 Org yg eksentrik,kesepian & ketakutan > khayal>>
 DISOSIASI

c. Patofisiologi

d. Faktor Resiko
e. Anamnesis
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pemeriksaan Penunjang
h. Diagnosis Banding

3. Gangguan Identitas Gender


a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Faktor Resiko
e. Anamnesis
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pemeriksaan Penunjang
h. Diagnosis Banding

4. Gangguan Preferensi Seksual


a. Definisi
b. Etiologi
c. Patofisiologi
d. Faktor Resiko
e. Anamnesis
f. Pemeriksaan Fisik
g. Pemeriksaan Penunjang
h. Diagnosis Banding

Anda mungkin juga menyukai