Anda di halaman 1dari 24

REFRESHING

DISPEPSIA

Disusun Oleh:
Yusuf Wahyu Dwi Utomo
2015730135

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT ISLAM CEMPAKA PUTIH
PROGRAM STUDI KEDOKTERAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya pada penulis sehingga dapat menyelesaikan refreshing dengan judul
“Dispepsia” ini tepat pada waktunya. Shalawat serta salam semoga tercurah
kepada Nabi Muhammad SAW, keluarga, serta para pengikutnya hingga akhir
zaman.

Laporan kasus ini dibuat dengan tujuan memenuhi tugas untuk penilaian kegiatan
kepaniteraan klinik stase Penyakit dalam tahun 2020. Dan juga untuk
memperdalam pemahaman tinjauan pustaka yang telah dipelajari sebelumnya.

Penulis menyadari ketidaksempurnaan laporan kasus ini. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan saran dan kritik untuk perbaikan penyusunan laporan selanjutnya.

Semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi
instansi kepaniteraan klinik FKK UMJ dan RSIJ Cempaka Putih pada umumnya.

Jakarta, 31 Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR................................................................................................................i

DAFTAR ISI..............................................................................................................................ii

STATUS PASIEN......................................................................................................................1

TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................33

ii
DAFTAR BAGAN

Bagan 1. Alur diagnosis dispepsiabelum di Investigasi……,,………………17

Bagan 2.Pendekatandiagnostikdispepsia……………………………………18

iii
DAFTAR TABEL

Tabel 1. PenyebabDispepsia…………………………………………………….15

iv
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI

Kata dispepsia berasal dari Bahasa Yunani dys (bad = buruk) dan peptein
(digestion= pencernaan). Maka bila digabungkan dispepsia memiliki arti
indigestion yang berarti sulit atau ketidaksanggupan dalam mencerna. Jadi
dispepsia didefinisikan sebagai kesulitan dalam mencerna yang ditandai oleh
rasa nyeri atau terbakar di epigastrium yang persisten atau berulang atau rasa
tidak nyaman dari gejala yang berhubungan dengan makan (rasa penuh setelah
makan atau cepat kenyang – tidak mampu menghabiskan makanan dalam
porsi normal). Pada dispepsia organik ditemukan adanya suatu kelainan
struktural setelah dilakukan pemeriksaan endoskopi, Sedangkan definisi
dispepsia fungsional berdasarkan konsensus kriteria Roma III, harus
memenuhi satu atau lebih gejala tersebut, serta tidak ada bukti kelainan
struktural melalui pemeriksaan endoskopi, yang berlangsung sedikitnya dalam
3 bulan terakhir, dengan awal gejala sedikitnya timbul 6 bulan sebelum
diagnosis. Definisi lain dari dispepsia fungsional adalah penyakit yang bersifat
kronik, gejala yang berubah-ubah, mempunyai riwayat gangguan psikiatrik,
nyeri yang tidak responsif dengan obat-obatan, dapat ditunjukkan letaknya
oleh pasien, serta secara klinis pasien tampak sehat, berbeda dengan dispepsia
organik yang gejala cenderung menetap, jarang mempunyai riwayat gangguan
psikiatri, serta secara klinis pasien tampak kesakitan.1

Ada berbagai macam definisi dispepsia. Salah satu definisi yang


dikemukakan oleh suatu kelompok kerja internasional adalah: Sindroma yang
terdiri dari keluhan - keluhan yang disebabkan karena kelainan traktus
digestivus bagian proksimal yang dapat berupa mual atau muntah, kembung,
dysphagia, rasa penuh, nyeri epigastrium atau nyeri retrosternal dan ruktus,
yang berlangsung lebih dari 3 bulan. Dengan demikian dispepsia merupakan
suatu sindrom klinik yang bersifat kronik.Pengertian dispepsia terbagi dua,
yaitu :

1
1. Dispepsia organik, bila telah diketahui adanya kelainan organic sebagai
penyebabnya. Sindroma dyspepsia organic terdapat kelainan yang nyata
terhadap organ tubuh misalnya tukak (luka) lambung, usus dua belas
jari, radang pankreas, radang empedu, dan lain-lain.2
2. Dyspepsia fungsional atau dispesia non ulkus, yaitu suatu keadaan
dimana dyspepsia terjadi karena tidak jelas penyebabnya tanpa disertai
kelainan atau gangguan struktur organ berdasarkan pemeriksaan klinis,
laboratorium, radiologi, dan endoskopisetelah 3 bulan dengan gejala
dispepsia.2

B. ETIOLOGI
Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna; tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori.2
Obat – obatan seperti anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin,
beberapa antibiotic, digitalis, teofilin dan sebagainya. 2
Penyakit pada hati, pankreas, systembilier, hepatitis, pancreatitis,
kolesistetis kronik. Penyakit sistemik: diabetes mellitus, penyakit tiroid,
penyakit jantung koroner. 2
Dipepsia fungsional yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus yang
tidak terbukti adanya kelainan atau gangguan organic atau structural
biokimia, yaitu dispepsia fungsional atau dispepsia non ulkus. Klasifikasi
dispepsia berdasarkan etiologi:
a. Organik
1 Obat-obatan
Obat Anti Inflamasi Non-Steroid (OAINS), Antibiotik (makrolides,
metronidazole), Besi, KCl, Digitalis, Estrogen, Etanol (alkohol),
Kortikosteroid, Levodopa, Niacin, Gemfibrozil, Narkotik, Quinidine,
Theophiline.
2. Idiosinkrasi makanan (intoleransi makanan)
a. Alergi susu sapi, putih telur, kacang, makanan laut, beberapa jenis
produk kedelai dan beberapa jenis buah-buahan
b. Non-alergi
 produk alam : laktosa, sucrosa, galactosa, gluten, kafein.

2
 bahan kimia : monosodiumglutamate (vetsin), asam benzoat,
nitrit, nitrat.
3 Kelainan struktural
a. Penyakit oesophagus
 Refluksgastroesofageal dengan atau tanpa hernia
 Akhalasia
 Obstruksi esophagus
b. Penyakit gaster dan duodenum
 Gastritis erosif dan hemorhagik; sering disebabkan oleh
OAINS dan sakit keras (stres fisik) seperti luka bakar, sepsis,
pembedahan, trauma, shock
 Ulkus gaster dan duodenum
 Karsinoma gaster
c. Penyakit saluran empedu
 Kholelitiasis dan Kholedokolitiasis
 Kholesistitis
d. Penyakit pankreas
 Pankreatitis
 Karsinoma pankreas
e. Penyakit usus
 Malabsorbsi
 Obstruksi intestinalintermiten
 Sindrom kolon iritatif
 Angina abdominal
 Karsinoma kolon
4. Penyakit metabolik / sistemik
a. Tuberculosis
b. Gagal ginjal
c. Hepatitis, sirosis hepatis, tumor hepar
d. Diabetes melitius
e. Hipertiroid, hipotiroid, hiperparatiroid
f. Ketidakseimbangan elektrolit

3
g. Penyakit jantung kongestif
b. Idiopatik atau Dispepsia Non Ulkus
1. Dispepsia fungsional
Keluhan terjadi kronis tanpa ditemukan adanya gangguan
struktural atau organik atau metabolik tetapi merupakan kelainan
fungsi dari saluran makanan.Termasuk ini adalah dispepsia
dismotilitas, yaitu adanya gangguan motilitasdiantaranya; waktu
pengosongan lambung yang lambat, abnormalitas kontraktil,
abnormalitas mioelektrik lambung, refluksgastroduodenal. Penderita
dengan dispepsia fungsional biasanya sensitif terhadap produksi
asam lambung yaitu kenaikan asam lambung.6
Kelainan psikis, stress dan faktor lingkungan juga dapat
menimbulkan dispepsia fungsional.
Kelainan non organik saluran cerna:
a. Gastralgia
b. Dispepsia karena asam lambung
c. Dispepsia flatulen
d. Dispepsia alergik
e. Dispepsia essensial
f. Pseudoobstruksiintestinal kronik
g. Kelainan susunan saraf pusat (CVD, epilepsi).

Gambar 1. Anatomi Gaster: 1. Esofagus, 2. Kardia, 3. Fundus,


4.Selaput Lendir,5.Lapisan Otot, 6.Mukosa Lambung, 7.Korpus,
8.Antrum Pilorik, 9.Pilorus,10.Duodenum

4
Tabel 1. Penyebabdispepsia
Esofagogastroduodenal Tukak peptic, gastritis, tumor dan
lain-lain
Obat-obatan Antiinflamasi non steroid, teofilin,
digitalis, antibiotic dan sebagainya.
Hepatobilier Hepatitis, kolesistitis, tumor,
disfungsi sphincter odii dan
sebagainya.
Pancreas Pankreatitis, keganasan
Penyakitsistemik Diabetes melitus, penyakittiroid,
gagalginjal,
penyakitjantungkoroner, dll.
Gangguanfungsional Dyspepsia fungsional, irritable
bowel syndrome

C. PATOFISIOLOGI
Patofisiologi ulkus peptikum yang disebabkan oleh Helicobacter pylori
dan obat-obatan anti-inflamasi non-steroid (OAINS) telah banyak diketahui.
Dispepsia fungsional disebabkan oleh beberapa faktor utama, antara lain
gangguan motilitasgastroduodenal, infeksi Helicobacter pylori, asam
lambung, hipersensitivitas viseral, dan faktor psikologis. Faktor-faktor
lainnya yang dapat berperan adalah genetik, gaya hidup, lingkungan, diet dan
riwayat infeksi gastrointestinal sebelumnya.1
3.4.1 Peranan gangguan motilitasgastroduodenal
Gangguan motilitas gastroduodenal terdiri dari penurunan kapasitas
lambung dalam menerima makanan (impairedgastricaccommodation),
inkoordinasi antroduodenal, dan perlambatan pengosongan lambung.
Gangguan motilitas gastro-duodenal merupakan salah satu mekanisme
utama dalam patofisiologi dispepsia fungsional, berkaitan dengan
perasaan begah setelah makan, yang dapat berupa distensi abdomen,
kembung, dan rasa penuh.1
3.C.2 Peranan hipersensitivitas viseral

5
Hipersensitivitas viseral berperan penting dalam patofisiologi dispepsia
fungsional, terutama peningkatan sensitivitas saraf sensorik perifer dan
sentral terhadap rangsangan reseptor kimiawi dan reseptor mekanik
intraluminal lambung bagian proksimal. Hal ini dapat menimbulkan
atau memperberat gejala dispepsia.1
3.C.3 Peranan faktor psikososial
Gangguan psikososial merupakan salah satu faktor pencetus yang
berperan dalam dispepsia fungsional. Derajat beratnya gangguan
psikososial sejalan dengan tingkat keparahan dispepsia. Berbagai
penelitian menunjukkan bahwa depresi dan ansietas berperan pada
terjadinya dispepsia fungsional.1
3.C.4 Peranan asam lambung
Asam lambung dapat berperan dalam timbulnya keluhan dispepsia
fungsional. Hal ini didasari pada efektivitas terapi anti-sekretorik asam
dari beberapa penelitian pasien dispepsia fungsional. Data penelitian
mengenai sekresi asam lambung masih kurang, dan laporan di Asia
masih kontroversial.1
3.C.5 Peranan infeksi Helicobacter pylori
Prevalensi infeksi Helicobacter pylori pasien dispepsia fungsional
bervariasi dari 39% sampai 87%. Hubungan infeksi Helicobacter pylori
dengan ganggguanmotilitas tidak konsisten namun eradikasi Hp
memperbaiki gejala-gejala dispepsia fungsional. Penanda biologis
seperti ghrelin dan leptin , serta perubahan ekspresi muscle-
specificmicroRNAs berhubungan dengan proses patofisiologi dispepsia
fungsional, yang masih perlu diteliti lebih lanjut.1

D. MANIFESTASI KLINIS7
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan/gejala yang dominan,
membagi dispepsia menjadi tiga tipe :
3.5.1. Dispepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus-like dyspepsia):
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasid

6
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodik
3.5.2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like
dyspesia):
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e.Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3.5.3. Dispepsia nonspesifik (tidakadagejalasepertikeduatipe di atas).

Dispepsia belum
diinvestigasi

Pemeriksaan peniunjang
(sesuai indikasi) :
o Laboraturium darah
o Endoskopi
o Urea breath test
o USG abdomen

- Dispepsia diagnostik Dispepsia fungsional


- Ulkus peptikum
- Gastritis erosif
- Gastritis sedang berat
- Kanker lambung Sindroma distress Sindroma nyeri
setelah makan epigastrium

Bagan 1. Alur diagnosis dispepsiabelum di Investigasi

7
Evaluasi tanda bahaya harus selalu menjadi bagian dari evaluasi pasien-
pasien yang datang dengan keluhan dispepsia. Tanda bahaya pada
dispepsia yaitu: 6
a. Penurunan berat badan (unintended)
b. Disfagia progresif
c. Muntah rekuren atau persisten
d. Perdarahan saluran cerna
e. Anemia
f. Demam
g. Massa daerah abdomen bagian atas
h. Riwayat keluarga kanker lambung
i. Dispepsia awitan baru pada pasien di atas 45 tahun
Pasien-pasien dengan keluhan seperti di atas harus dilakukan investigasi
terlebih dahulu dengan endoskopi.

DISPEPSIA

Investigasi

Kelainan organik - biokimiawi

+ -

Penyakit organik (gastritis), Dispepsia fungsional


ulkus, dll

Bagan 2. Pendekatandiagnostik dispepsia2

8
E. ALUR DIAGNOSIS
3.6.1. ANAMNESIS
Pada anamnesis jangan lupa tanyakan pertanyaan-pertanyaan yang
berkaitan dengan tanda alarm dispepsia, seperti usia pasien, adakah
muntah darah , apakah warna BAB menjadi hitam cair, apakah
pasien merasa lemah letih lesu, apakah ada penurunan berat badan,
muntah yang sangat sering. Jika didapatkan tanda-tanda alarm berarti
keadaan tersebut mengarah pada gangguan organik terutama keganasan
sehingga memerlukan endoskopi segera. Tidak lupa ditanyakan
pernahkah mengalami gangguan jantung atau gangguan paru.
Harus diingat gambaran khas dari beberapa penyebab dispepsia.
Pasien ulkus peptikum biasanya berumur lebih dari 45 tahun, merokok
dan nyeri berkurang dengan mencerna makanan tertentu atau
antasid.Nyeri sering membangunkan pasien pada malam hari
banyak ditemukan pada ulkus duodenum. Gejala esofagitis sering
timbul pada saat berbaring dan membungkuk setelah makan kenyang
yaitu perasan terbakar pada dada, nyeri dada yang tidak spesifik (bedakan
dengan pasien jantung koroner), regurgitasi dengan gejala perasaan asam
pada mulut. Bila gejala dispepsia timbul segera setelah makan biasanya
didapatkan pada penyakit esofagus, gastritis erosif dan karsinoma.
Sebaliknya bila muncul setelah beberapa jam setelah makan sering terjadi
pada ulkus duodenum. Pasien dispepsia non ulkus lebih sering
mengeluhkan gejala di luar GI, ada tanda kecemasan atau depresi, atau
mempunyai riwayat pemakaian psikotropik.

3.6.2. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan fisik untuk mengidentifikasi kelainan intra-abdomen
atau intra lumen yang padat misalnya tumor, organomegali, atau nyeri
tekan sesuai dengan adanya ransangperitoneal/peritonitis. Tumpukan
pemeriksaan fisik pada bagian abdomen. Inspeksi akan distensi, asites,
parut, hernia yang jelas, ikterus, dan lebam. Auskultasi akan bunyi usus
dan karekteristikmotilitasnya. Palpasi dan perkusi abdomen, perhatikan

9
akan tenderness, nyeri, pembesaran organ dan timpani. Pemeriksaan
tanda vital bisa ditemukan takikardi atau nadi yang tidak regular.

3.6.3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan untuk penanganan dyspepsia terbagi beberapa bagian, yaitu:

1. Pemeriksaan laboratorium untuk mengidentifikasi adanya factor


infeksi (leukositosis), pakreatitis (amylase, lipase), keganasan
saluran cerna (CEA, CA 19-9, AFP). Biasanya meliputi hitung jenis
sel darah yang lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja, dan
urine. Dari hasil pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis
berarti ada tanda-tanda infeksi. Pada pemeriksaan tinja, jika tampak
cair berlendir atau banyak mengandung lemak berarti kemungkinan
menderita malabsorpsi. Seseorang yang diduga menderita dyspepsia
tukak, sebaiknya diperiksa asam lambung. Pada karsinoma saluran
pencernaan perlu diperiksa petanda tumor, misalnya dugaan
karsinoma kolon perlu diperiksa CEA, dugaan karsinoma pancreas
perludiperiksa CA 19-9.8
2.
Barium enema untuk memeriksa esophagus, Lambung atau usus
halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan
menelan atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri
yang membaik atau memburuk bila penderita makan. Pemeriksaan
ini dapat mengidentifikasi kelainan structural dinding/mukosa
saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak atau gambaran kearah
8
tumor.
3. Endoskopi bias digunakan untuk memeriksa esofagus, lambung atau
usus halus dan untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari
lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh
Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan baku emas,
selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik. Pemeriksaan ini
sangat dianjurkan untuk dikerjakan bila dyspepsia tersebut disertai

10
oleh keadaan yang disebut alarm symptoms, yaitu adanya penurunan
berat badan, anemia, muntah hebat dengan dugaan adanya obstruksi,
muntah darah, melena, atau keluhan sudah berlangsung lama, dan
terjadi pada usia lebih dari 45 tahun.8
`. Pemeriksaan yang dapat dilakukan dengan endoskopi adalah:
A. CLO (rapid urea test)
B. Patologianatomi (PA)
C. Kultur mikroorgsanisme (MO) jaringan
D. PCR (polymerase chain reaction), hanyadalamrangka penelitian.9

4. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yaitu OMD


kontras ganda, serologi Helicobacterpylori, dan urea breathtest
tersedia di Indonesia). Pemeriksaan radiologis dilakukan terhadap
makan bagian atas dan sebaiknya dengan kontras ganda. Pada
gastroesofageal akan tampak peristaltik di esofagus yang menurun
terutama di bagian distal, tampak anti-peristaltik di antrum yang
meninggi serta sering menutupnya pilorus, sehingga sedikit barium
yang masuk ke intestin. Pada tukak baik di lambung, maupun di
duodenum akan terlihat gambar yang disebut niche, yaitu suatu
kawah dari tukak yang terisi kontras media. Bentuk niche dari tukak
yang jinak umumnya reguler, semisirkuler, dengan dasar licin).
Kanker di lambung secara radiologis, akan tampak massa yang
ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah kanker, bentuk dari
lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat foto polos abdomen,
yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus besar (colon cut
offsign), atautampakdilatasidari intestine terutama di jejunum yang
disebutsentina loops.8

3.7. Dispepsia melalui simptom-simptomnya sahaja tidak dapat


membedakan antara dispepsia fungsional dan dispepsia organik.
Diagnosis dispepsia fungsional adalah diagnosis yang telah
ditetapkan, dimana pertama sekali penyebab kelainan organik atau
struktural harus disingkirkan melalui pemeriksaan. Pemeriksaan

11
yang pertama dan banyak membantu adalah pemeriksaan endoskopi.
Oleh karena dengan pemeriksaan ini dapat terlihat kelainan di
oesophagus, lambung dan duodenum. Diikuti dengan USG
(Ultrasonography) dapat mengungkapkan kelainan pada saluran
bilier, hepar, pankreas, dan penyebab lain yang dapat memberikan
perubahan anatomis. Pemeriksaan hematologi dan kimia darah akan
dapat mengungkapkan penyebab dispepsia seperti diabetes, penyakit
tyroid dan gangguan saluran bilier. Pada karsinoma saluran
pencernaan perludiperiksapertanda tumor.8

Kriteria Diagnostik Dispepsia Fungsional berdasarkan Kriteria Rome


III yaitu:

1. Berasa terganggu setelah makan

2. Cepat kenyang

3. Nyeriepigastrik

4. Panas/ rasa terbakar di epigastrik

Terbukti tidak ada penyakit struktural termasuk endoskopi


proksimal yang dapat menjelaskan penyebab terjadinya gejala klinis
tersebut. Kriteria haruslah terjadi dalam masa 3 bulan terakhir
dengan onset gejalaklinissekurang-kurangnya 6 bulansebelum
diagnosis.8

3.8 DIFERENSIAL DIAGNOSIS

Dispepsia adalah merupakan suatu simptom atau kelompok keluhan


atau gejala dan bukan merupakan suatu diagnosis. Diferensial
diagnosis dyspepsia adalah seperti box 1. Sangat penting mencari
clue atau penanda akan gejala dan keluhan yang merupakan etiologi
yang bisa ditemukan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik.
50%–60% kasus, didapati tidak ada penyebab yang terdeteksi di
mana pasien dikatakan merupakan dispepsia fungsional. Prevalensi
ulkus peptikum adalah 15%- 25% dan prevalensi esofagitis adalah

12
5%-15%. Kanker digestif bagian atas < 2%. Disebabkan kanker
digestif bagian atas jarang pada umur <50 tahun, pemeriksaan
endoskopi direkomendasi pada pasien yang berusia > 50 tahun. Juga
direkomendasi pada pasien yang mangalami penurunan berat badan
yang signifikan, terjadipendarahn, dan muntah yang terlalu teruk.2

Diagnosis banding dispepsia

 Dispepsia non ulkus

 Gastro-oesophagealrefluxdisease.

 Ulkus peptikum.

 Obat-obatan: obat anti inflamasi non-steroid, antibiotik, besi,


suplemen kalium, digoxin.

 Malabsorbsi Karbohidrat (lactose, fructose, sorbitol).

 Cholelithiasisorcholedocholithiasis.

 Pankreatitis Kronik.

 Penyakit sistemik (diabetes, thyroid, parathyroid, hypoadrenalism,


connectivetissuedisease).

 Parasit intestinal.

 Keganasan abdomen (terutama kanserpancreas dan gastrik).

3.9. TATALAKSANA

Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:


1. Antasid
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menetralisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandungi
Na bikarbonat, Al(OH)3, Mg(OH)2, dan Mgtriksilat. Pemberian

13
antasid jangan terus- menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk
mengurangi rasa nyeri. Mgtriksilat dapat dipakai dalam waktu lebih
lama, juga berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat nontoksik,
namun dalam dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk
senyawa MgCl2. Sering digunakan adalah gabungan
Aluminiumhidroksida dan magnesium hidroksida.Aluminum
hidroksida boleh menyebabkan konstipasi dan penurunan fosfat;
magnesium hidroksida bisa menyebabkan BAB encer. Antacid yang
sering digunakan adalah seperti Mylanta, Maalox, merupakan
kombinasi Aluminium hidroksida dan magnesium hidroksida.
Magnesium kontraindikasi kepada pasien gagal ginjal kronik karena
bisa menyebabkan hipermagnesemia, dan aluminium bisa
9
menyebabkan kronik neurotoksik pada pasien tersebut.

2. Antikolinergik
Perlu
diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat
yang agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor
muskarinik yang dapat menekan seksresi asam lambung sekitar
28-43%.Pirenzepin juga memiliki efek sitoprotektif.10

3. Antagonisreseptor H2
Golongan
obat ini banyak digunakan untuk mengobati
dyspepsia organic atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang
termasuk golongan antagonisreseptor H2 antara lain simetidin,
roksatidin, ranitidine, dan famotidin.9,10

4. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor = PPI).

Golongan obat ini mengatur sekresi asam lambung pada


stadium akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang
termasuk golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan
pantoprazol. Waktu paruh PPI adalah ~18jam ; jadi, bisa dimakan

14
antara 2 dan 5 hari supaya sekresi asid gastrik kembali kepada
ukuran normal. Supaya terjadi penghasilan maksimal, digunakan
sebelum makanya itu sebelum sarapan pagi kecuali omeprazol.1

5. Sitoprotektif

Prostoglandin sintetik seperti misoprostol (PGE1) dan enprostil


(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan
sekresi prostoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki
mikrosirkulasi, meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan
sekresi bikarbonat mukosa, serta membentuk lapisan protektif
(siteprotective), yang bersenyawa dengan protein sekitar lesi
mukosa saluran cerna bagian atas. Toksik daripada obat ini
jarang, bisa menyebabkan konstipasi (2–3%).Kontraindikasi pada
pasiengagalginjalkronik. Dosis standard adalah 1 g per hari.9

6. Golongan prokinetik

Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon,


dan metoklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati
dispepsia fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah
refluks dan memperbaiki bersihan asam lambung (acid
clearance).10

7. Antibiotikuntukinfeksi helicobacter pylori

Eradikasibakteri Helicobacter pylori membantu


mengurangi
symptom pada sebagian pasien dan biasanya digunakan
kombinasi antibiotic sepertiamoxicillin (Amoxil), clarithromycin
(Biaxin), metronidazole (Flagyl) dan tetracycline (Sumycin).6
Kadang kala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmakoterapi
(obat anti- depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia

15
fungsional, karena tidak jarang keluhan yang muncul
berhubungan dengan faktor kejiwaan seperticemas dan depresi.11

Terapi Dispepsia Fungsional :

1. Farmakologis

Pengobatan jangka lama jarang diperlukan kecuali pada


kasus-kasus berat. (regularmedication) mungkin perlu pengobatan
jangka pendek waktu ada keluhan. (ondemandmedication)

2. Psikoterapi
• Reassurance

•Edukasi mengenai penyakitnya

3. Perubahandiet dan gayahidup


o Dianjurkanmakandalamporsi yang lebihkeciltetapilebihsering.
o Makanantinggi lemak dihindarkan

Pengobatan terhadap dispepsia fungsional adalah bersifat


terapi simptomatik. Pasien dengan dispepsia fungsional lebih
dominan gejala dan keluhan seperti nyeri pada abdomen bagian
atas (ulcer - like) bisa diobati dengan PPI (Proton
PumpInhibitors). Pasien dengan keluhan yang tidak jelas di
bagian abdomen atas di mana yang gagal dengan pengobatan PPI,
bisa diobati dengan tricyclicantidepressants,walaupun data yang
yangmenyongkongmasih kurang.11

Pasien dengan keluhan dismotility – likesymptom bisa


diobati dengan sama ada dengan acidsuppressivetherapy,
prokineticagents, atau 5-HT1 agonists. Metoclopramide dan
domperidone menunjukkan antara obat placebo dalam pengobatan

11
dispepsia fungsional.

16
3.9 PROGNOSIS
Dispepsia fugnsional yang ditegakkan setelah
pemeriksaan klinis dan penunjang yang akurat mempunyai
prognosis yang baik.
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia
mempunyai ulkus peptikum, 20% mengidap
IrritableBowelSyndrome, kurang daripada 1% pasien terkena
kanker, dan dispepsia fungsional dan dyspepsia non ulkus
adalah 5-40%.6
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah
serius, contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak
jarang, dispepsia disebabkan karena kanker lambung,
sehingga harus diatasi dengan serius. Ada beberapa hal
penting yang harus diperhatikan bila terdapat salah satu dari
tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat
badan tanpa disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-
muntah, buang air besar tidak lancar dan merasa penuh di
perut.6

17
DAFTAR PUSTAKA

1. Abdullah, M. dan Gunawan, J. Dispepsia. Jakarta:


BagianIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas Indonesia, Divisi
Gastroenterologi. 2012
2. Dharmika J. DispepsiaFungsional. IlmuPenyakidalamjilid 6. Jakarta : 2015.
Hal : 1804-809
3. Randall, C.W., Zaga-Galante, J., Vergara-Suarez, A. 2014. Non-Ulcer
Dispepsia: A Review of the Pathophysiology, Evaluation, and Current
Management Strategies. Retreved Mei 15, 2015, Availablle on
http://dx.doi.org/10.4172/2165-8048.S1-002.
4. Lee, H., Jung, H., Huh, K. B. 2014. Current status of functional dispepsia in
Korea. The Korean Journal of Internal Medicine, 29(2): 156-165. Retreved
Mei 15, 2015, Availablle on http://dx.doi.org/10.3904/kjim.2014.29.2.156.
5. Cahyanto, M. E., Ratnasari, N., Siswanto, A. 2014. Symptoms of depression
and quality of life in functional dispepsiapatients . J Med SSccii, 46(2) : 88 –
93.
6. Gene, N. 2012. Borderline personality disorder : an evaluation of its
connection to the brain and clinical issues. London: Traumatic Stres Service
Clinical Treatment Centre Maudsley Hospital.
7. Mansjoer, A., Triyanti, K., Savitri, R., Wardhani, W.L, dan Setiowulan,
W.1999.  Kapita SelektaKedokteran. Jilid 1. Edisi 1. Jakarta: Media
Aesculapi
8. Indigestion (Dyspepsia, Upset Stomach). Edition 2010. Available from:
http://www.medicinenet.com/dyspepsia/article.htm, 5 Juni 2010.
9. Fauci AS, Braunwald, Kasper DL, Hauser SL, Longo DL, Jameson LJ et al.

th
Peptic ulcer disease in Harrison’s Principle of Internal Medicine, 17 ed,
Vol.II.2008. USA: Mc Graw Hill Medical, p.287
10. Greenburger NJ. Dyspepsia. The Merck Manuals Online M from:
http://www.merck.com/mmpe/sec02/ch007/ch007c.html.
11. David JB. Test and Treat or PPI Therapy for Dyspepsia? Journal Watch
Gastroenterology. 2008 april;

18
19

Anda mungkin juga menyukai