Anda di halaman 1dari 21

BAB I

ILUSTRASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
a. Nama :Ny. K
b. Jenis kelamin : Perempuan
c. Umur : 52 tahun
d. Bangsa : Indonesia
e. Agama : Islam
f. Pekerjaan :Ibu Rumah Tangga
g. Alamat :Tajur Halang, Bogor, Jawa Barat.
II. ANAMNESIS

Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 17 Desember 2013 pukul 10.00 WIB di


Poliklinik Mata RSMM Bogor.

Keluhan Utama

Pandangan kabur dikedua mata sejak 6 bulan SMRS.

Keluhan Tambahan

Kacamata lama sudah tidak nyaman digunakan.

Riwayat Penyakit Sekarang

Pasien datang ke poli mata RSMM dengan keluhan pandangan kabur sejak enam
SMRS, pasien mengatakan pandangan kabur dirasakan pada saat melihat jauh maupun
dekat.

Pasien juga mengeluhkan mata terasa pegal. Selain itu pasien mengeluh saat
melihat jauh pasien sulit untuk memfokuskan penglihatan karena menglihat benda
tersebut terlihat buram. Kacamata yang digunakan pasien saat ini dirasakan sudah tidak
nyaman sejak enam bulan SMRS. Pasien menyangkal adanya sakit kepala. Mata merah
atau berair juga disangkal. Penglihatan berkabut juga disangkal.

1
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien pernah memakai kacamata sebelumnya selama 2 tahun. Tidak ada riwayat
trauma, mendapat tindakan operasi maupun dirawat di RS karena sakit tertentu. Riwayat
alergi obat – obatan dan makanan, hipertensi, diabetes dan penyakit mata sebelumnya
disangkal.

Riwayat Penyakit Keluarga

Riwayat alergi obat – obatan dan makanan, hipertensi, diabetes dan penyakit mata
sebelumnya pada keluarga disangkal.

Riwayat Kebiasaan

Pasien mengaku memiliki kebiasaan buruk membaca sambil berbaring

III. PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : tidak tampak sakit
b. Kesadaran : Compos Mentis

c. Tanda Vital
I. TD : 120/80 mmHg
II. Nadi : 86 x/menit
III. Suhu : Afebris
IV. Pernafasan : 18x/menit
d. Kepala : Normocephali
e. Mata : Status Oftalmologi

2
f. THT
I. Telinga :Normotia, secret -/-, serumen -/-
II. Hidung : Deviasi septum (-), secret -/-
III. Tenggorokan : Faring tidak hiperemis
g. Mulut : Lidah kotor (-), tonsil tidak hiperemis T1 – T1
h. Leher : Pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
i. Thoraks
I. Jantung : S1 – S2 reguler, murmur (-), gallop (-)
II. Paru : Suara nafas vesikuler, rhonki (-/-), wheezing (-/-)
j. Abdomen : Nyeri tekan (-), bising usus (+)
k. Ekstremitas
I. Atas : Akral hangat (+), oedem (-)
II. Bawah : Akral hangat (+), oedem (-)

IV. STATUS OFTALMOLOGIS

OD OS
Visus 0,7 0,7
Kedudukan Bola Mata
Posisi Orthoforia Orthoforia
Pergerakan Bola Mata

Palpebra
Edema - -
Luka robek - -
Benjolan - -
Konjungtiva
Warna Jernih +
Anemis - -

3
penebalan - -
Injeksi Episklera episklera
Pigmen - -
Benda asing - -
Sekret - -
Kornea
Jernih + +
Benda asing - -
Infiltrat - -
Sikatrik - -
Arcus sinilis + +
COA
Volume Normal Normal
Iris
Warna Coklat Coklat
Kripta + +
Pupil
Bentuk Bulat Bulat
Ukuran 3 mm 3 mm
Isokoria Isokor Isokor
RCL + +
RCTL + +
Lensa
Kejernihan Jernih Jernih
Tekanan Intra Okuler
Palpasi Normal Normal
Tonometer Schiotz Tidak dilakukan Tidak dilakukan

V. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Dengan menggunakan kartu Snellen, ditemukan:

4
VOD: 0,7
VOS: 0,7
Hasil setelah dikoreksi:
OD: 0,7S +0,75 C – 0,25 X 1300 1,0 F
OS: 0,7 S +0,75  1,0 F
Add : +2,25

VI. RESUME
Pasien perempuan 52 tahun datang dengan keluhan pandangan kabur sejak 6
bulan SMRS saat melihat jauh dan saat melihat dekat. Saat melihat jauh sulit
memfokuskan penglihatan karena terlihat ganda.
Pada pemeriksaan fisik, status generalis dalam batas normal. Pada pemeriksaan
oftalmologi didapatkan: Visus OD 0,7 dan OS 0,7. Visus membaik dengan penggunaan
pinhole dan dikoreksi menggunakan spheris dan cylindris.
OD: 0,7  S +0,75 C – 0,25 X 1300 1,0 F
OS: 0,7  S +0,75  1,0 F
Add : +2,25

VII. DIAGNOSA KERJA


Presbiopi dengan Astigmatisme

VIII. PENATALAKSANAAN
ODS
a. Protagenta eye drop 4 tetes/hari
b. Vitanorm 2 x 1 tab p.o.
c. Penggunaan kacamata:
OD: 0,7  S +0,75 C – 0,25 X 1300 1,0 F
OS: 0,7  S +0,75  1,0 F
Add : +2,25

5
IX. PROGNOSIS
OS: Ad Vitam: bonam
Ad Visam: dubia ad bonam

OD Ad Vitam: bonam

Ad Visam: dubia ad bonam

6
BAB II
ASTIGMATISMA

DEFINISI
Astigmatisme adalah suatu kelainan refraksi dimana sinar sejajar dengan garis pandang
oleh mata tanpa akomodasi dibiaskan tidak pada satu titik tetapi lebih dari satu titik. Etiologi
kelainan astigmatisme adalah sebagai berikut: 5,8
1. Adanya kelainan kornea dimana permukaan luar kornea tidak teratur. Media refrakta
yang memiliki kesalahan pembiasan paling besar adalah kornea, yaitu mencapai 80 –
90% dari astigmatismus, sedangkan media lainnya adalah lensa kristalin. Kesalahan
pembiasan pada kornea ini terjadi karena perubahan lengkung kornea dengan tanpa
pemendekan atau pemanjangan diameter anterior posterior bola mata. Perubahan
lengkung permukaan kornea terjadi karena kelainan congenital, kecelekaan, luka atau
parut dikornea, peradangan kornea serta akibat pembedahan kornea.
2. Adanya kelainan pada lensa dimana terjadi kekeruhan pada lensa. Semakin bertambah
umur seseorang, maka kekuatan akomodasi lensa kristalin juga semakin berkurang dan
lama – kelamaan lensa kristalin akan mengalami kekeruhan yang dapatmenyebabkan
astigmatismus.
3. Intoleransi lensa atau lensa kontak pada postkeratoplasty.
4. Trauma pada kornea
5. Tumor

KLASIFIKASI

Berdasarkan posisi garis focus dalam retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1. Astigmatisme Reguler
Dimana didapatkan dua titik bias pada sumbu mata karena adanya dua bidang
yang saling tegak lurus pada bidang yang lain sehingga pada salah satu bidang memiliki
daya bias yang lebih kuat daripada yang lain. Astigmatisme jenis ini, jika mendapat
koreksi lensa silindris yang tepat, akan bisa menghasilkan tajam penglihatan normal.
Tentunya jika tidak disertai dengan kelainan penglihatan yang lain. 1,2

7
Bila ditinjau dari letak daya bias terkuatnya,bentuk astigmatisme regular ini dibagi
menjadi 2 golongan, yaitu:
a. Astigmatisme With The Rule
Bila pada bidang vertical mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada bidang
horizontal.
b. Astigmatisme Against The Rule
Bila pada bidang horizontal mempunyai daya bias yang lebih kuat dari pada
bidang vertical.
2. Astigmatisme Ireguler
Dimana titik bias didapatkan tidak teratur.

Berdasarkan letak titik vertical dan horizontal pada retina, astigmatisme dibagi sebagai berikut:

1. Astigmatisme Myopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang titik B berada tepat pada
retina (dimana titik A adalah titik focus dari daya bias terkuat sedang titik B adalah titik
focus dari daya bias terlemah). Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah
Sph 0,00 Cyl – Y atau Sph – X Cyl +Y dimana X dan Y memiliki angka yang sama.

2. Astigmatisme Hiperopia Simpleks


Astigmatisme jenis ini, titik A berada tepat pada retina, sedang titik B berada dibelakang
retina.

8
3. Astigmatisme Myopia Kompositus
Astigmatisme jenis ini, titik A berada didepan retina, sedang titik B berada diantara titik
A dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph – X Cyl Y.

4. Astigmatisme Hiperopia Kompositus


Astigmatisme jenis ini, titik B berada dibelakang retina, sedang titik A berada diantara
titik B dan retina. Pola ukuran lensa koreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph + X Cyl
+Y.

9
5. Astigmatisme Mixtus
Astigmatisme jenis ini, titik A tepat berada di depan retina, sedang titik B berada
dibelakang retina. Pola ukuran lensakoreksi astigmatisme jenis ini adalah Sph + X Cyl –
Y atau Sph – X Cyl + Y, dimana ukuran tersebut tidak dapat ditransposisi hingga nilai X
menjadi nol, atau notasi X dan Y menjadi sama – sama + atau –.

Berdasarkan tingkat kekuatan dioptri:

1. Astigmatismus Rendah
Astigmatismus yang ukuran powernya < 0,50 D. biasanya astigmatismus rendah tidak
perlu menggunakan koreksi kacamata. Akan tetapi jika timbul keluhan pada penderita
maka koreksi kacamata sangat perlu diberikan. 4

10
2. Astigmatismus Sedang
Astigmatismus yang ukuran powernya berada pada 0,75 D s/d 2,75 D. Pada
astigmatismus ini pasien sangat mutlak diberikan kacamata koreksi.
3. Astigmatismus Tinggi
Astigmatismus yang ukuran powernya >3,00 D. Pada astigmatismus ini pasien sangat
mutlak diberikan kacamata koreksi.

TANDA DAN GEJALA

Pada umumnya, seseorang yang menderita astigmatismus tinggi menyebabkan gejala – gejala
sebagai berikut: 5,8

1. Memiringkan kepala (tilting head), pada umumnya keluhan ini sering terjadi pada
penderita astigmatismus oblique yang tinggi.
2. Memutar kepala agar dapat melihat benda dengan jelas.
3. Menyipitkan mata seperti halnya penderita myopia, hal ini dilakukan untuk mendapat
efek pinhole atau stenopaic slite. Penderita astigmatismus juga menyipitkan mata pada
saat bekerja dekat seperti membaca.
4. Pada saat membaca, penderita astigmatismus ini memegang bacaan mendekati mata,
seperti pada penderita myopia. Hal ini dilakukan untuk memperbesar bayangan,
meskipun bayangan di retina tampak buram.

Sedang pada penderita astigmatismus rendah biasan ditandai dengan gejala – gejala sebagai
berikut:
1. Sakit kepala pada bagian frontal.
2. Ada pengaburan sementara/sesaat pada penglihatan dekat, biasanya penderita akan
mengurangi pengaburan itu dengan menutup atau mengucek – ucek mata.

DIAGNOSIS
1. Pemeriksaan pin hole
Uji lubang kecil ini dilakukan untuk mengetahui apakah berkurangnya tajam penglihatan
diakibatkan oleh kelainan refraksi atau kelainan pada media penglihatan, atau kelainan
retina lainnya. Bila ketajaman penglihatan bertambah setelah dilakukan pinhole berarti

11
pasien tersebut terdapat kelainan refraksi yang belum dikoreksi dengan baik. Bila
ketajaman penglihatan berkurang berarti pada pasien terdapat kekeruhan media
penglihatan ataupun retina yang mengganggu penglihatan. 5,6
1. Uji Refraktif
a. Subjektif
Optotipe dari Snellen dan Trial Lens. Metode yang digunakan adalah
metode „Trial & Error‟. Jarak pemeriksaan 6 meter/5 meter/20 kaki.
Digunakan kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita. Mata
diperiksa satu – persatu dibiasakan mata kanan terlebih dahulu. Ditentukan
visus masing – masing mata. Bila visus tidak 6/6, dikoreksi dengan lensa
sferis positif. Bila dengan lensa sferis positif tajam penglihatan membaik atau
mencapai 5/5. 6/6 atau 20/20 maka pasien dikatakan menderita hipermetropia,
apabila dengan pemberian lensa sferis positif menambah kabur penglihatan
kemudian diganti dengan lensa sferis negative memberikan tajam peglihatan
5/5, 6/6, atau 20/20 maka pasien itu menderita myopia.
Bila setelah pemeriksaan tersebut diatas tetap tidak tercapai tajam
penglihatan maksimal, mungkin pasien mempunyai kelainan refraksi astigmat.
Pada keadaan ini dilakukan uji pengaburan (fogging technique).
b. Objektif
i. Autorefraktometer. Yaitu menentukan myopia atau besarnya kelainan
refraksi dengan menggunakan computer. Penderita duduk didepan
autorefraktometer, cahaya yang dihasilkan oleh alat dan respon mata
terhadap cahaya diukur. Alat ini mengukur berapa besar kelainan refraksi
yang harus dikoreksi dan pengukurannya hanya memerlukan waktu
beberapa detik.

12
ii. Keratometri. Adalah pemeriksaan mata yang bertujuan untuk mengukur
radius kelengkungan kornea. Keratometer dipakai klinis secara luas dan
sangat berharga namun mempunyai keterbatasan. 11

2. Uji Pengaburan (Fogging Technique)


setelah pasien dikoreksi untuk myopia yang ada, maka tajam penglihatan
dikaburkan dengan lensa positif, sehingga tajam penglihatan berkurang 2 baris
pada kartu Snellen, misalnya dengan menambah lensa sferis positif 3. Pasien
diminta melihat kisi – kisi juring astigmat, dan ditanyakan garis mana yang paling
jelas terlihat. Bila garis juring pada 900 yang jelas, maka tegak lurus padanya
ditentukan sumbu lensa silinder, atau lensa silinder ditempatkan dengan sumbu
1800. Perlahan – lahan kekuatan lensa silinder negatif ini dinaikkan sampai garis
juring kisi – kisi astigmat vertical sama tegasnya atau kaburnya dengan juring
horizontal atau semua juring sama jelasnya bila dilihat dengan lensa silinder

13
ditentukan yang ditambahkan. Kemudian pasien diminta melihat kartu Snellen
dan perlahan – lahan ditaruh lensa negative sampai pasien melihat jelas.

Kipas Astigmat

3. Keratoskop
Keratoskop atau Placido disk digunakan untuk pemeriksaan astigmatisme.
Pemeriksa memperhatikan image “ring” pada kornea pasien. Pada astigmatisme
regular, “ring” tersebut berbentuk oval. Pada astigmatisme ireguler, image
tersebut tidak terbentuk sempurna.
4. Javal Ophtalmometer
Boleh digunakan untuk mengukur kelengkungan sentral kornea, dimana
akan menentukan kekuatan refraktif dari kornea.

14
TERAPI
1. Koreksi lensa
Astigmatismus dapat dikoreksi kelainannya dengan bantuan lensa silinder. Karena
dengan koreksi lensa silinder, penderita astigmatismus akan dapat membiaskan
sinar sejajar tepat diretina, sehingga penglihatan akan bertambah jelas.
2. Orthokeratology
Orthokeratology adalah cara pencocokan dari beberapa seri lensa kontak, lebih
dari satu minggu atau bulan, untuk membuat kornea menjadi datar dan
menurunkan myopia. Kekuatan lensa kontak yang digunakan sesuai standar. Pada
astigmatismus ireguler dimana terjdi pemantulan dan pembiasan sinar yang tidak
teratur pada dataran permukaan depan kornea maka dapat dikoreksi dengan
memakai lensa kontak. Dengan memakai lensa kontak maka permukaan depan
kornea tertutup rata dan terisi oleh film air mata.
3. Bedah Refraksi
Metode bedah refraksi terdiri dari: 8,9
a. Radial Keratotomy (RK). Dimana pola jari – jari yang melingkar dan
lemah diinsisi di parasentral. Bagian yang lemah dan curam pada
permukaan kornea dibuat rata. Jumlah hasil perubahan tergantung pada
ukuran zona optic, angka dan kedalaman dari insisi.
b. Photorefractive Keratectomy (PRK). Adalah prosedur dimana kekuatan
kornea ditekan dengan ablasi laser pada pusat kornea. Kornea yang keruh
adalah keadaan yang biasa terjadi setelah photorefractive keratectomy dan
setelah beberapa bulan akan kembali jernih. Pasien tanpa bantuan koreksi
kadang – kadang menyatakan penglihatannya lebih baik pada waktu
sebelum dioperasi. 9

15
BAB III
PRESBIOPI

Definisi
Presbiopi merupakan kondisi mata dimana lensa kristalin kehilangan fleksibilitasnya sehingga
membuatnya tidak dapat fokus pada benda yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana
makin berkurangnya kemampuan akomodasimata sesuai dengan makin meningkatnya umur.
Presbiopi merupakan bagian alami dari penuaan mata. Presbiopi ini bukan merupakan penyakit dan tidak
dapat dicegah. Presbiopi atau mata tua yang disebabkan karena daya akomodasi lensa mata tidak bekerja dengan
baik akibatnya lensa mata tidak dapat menmfokuskan cahaya ke titik kuning dengan tepat sehingga mata tidak
bisa melihat yang dekat. Presbiopi adalah suatu bentuk gangguan refraksi, dimana makin berkurangnya
kemampuan akomodasi mata sesuai dengan makin meningkatnya umur. Daya akomodasi adalah kemampuan
lensa mata untuk mencembung dan memipih. Biasanya terjadi diatas usia 40 tahun, dan setelah umur
itu,umumnya seseorang akan membutuhkan kaca mata baca untuk mengkoreksipresbiopinya.

Epidemiologi
Prevalensi presbiopi lebih tinggi pada populasi dengan usia harapan hidup yang tinggi. Karena presbiopi
berhubungan dengan usia, prevalensinya berhubungan langsung dengan orang-orang lanjut usia dalam
populasinya.
Walaupun sulit untuk melakukan perkiraan insiden presbiopi karena onsetnya yang lambat, tetapi bisa
dilihat bahwa insiden tertinggi presbiopi terjadi pada usia 42 hingga 44 tahun. Studi di Amerika pada tahun 1955
menunjukkan 106 juta orang di Amerika mempunyai kelainan presbiopi.
Faktor resiko utama bagi presbiopi adalah usia, walaupun kondisi lain seperti trauma, penyakit sistemik,
penyakit kardiovaskular, dan efek samping obat juga bisa menyebabkan presbiopi dini.

Etiologi
1. Terjadi gangguan akomodasi lensa pada usia lanjut.
2. Kelemahan otot-otot akomodasi.
3. Lensa mata menjadi tidak kenyal, atau berkurang elastisitasnya akibat kekakuan (sklerosis) lensa

Patofisiologi

16
Pada mekanisme akomodasi yang normal terjadi peningkatan daya refraksi matakarenaadanya
perubahan keseimbangan antara elastisitas matriks lensa dan kapsul sehingga lensa menjadi cembung. Dengan
meningkatnya umur maka lensa menjadi lebih keras (sklerosis) dan kehilangan elastisitasnya untuk menjadi
cembung. Dengan demikian kemampuan melihat dekat makin berkurang.

Klasifikasi

a. Presbiopi Insipien
Tahap awal perkembangan presbiopi, dari anamnesa didapatipasien memerlukan kaca mata
untuk membaca dekat, tapi tidak tampak kelainan bila dilakukan tes, dan pasien biasanya akan
menolak preskripsi kaca mata baca.
b. Presbiopi Fungsional
Amplitud akomodasi yang semakin menurun dan akan didapatkan kelainan ketika diperiksa
c. Presbiopi Absolut
Peningkatan derajat presbiopi dari presbiopi fungsional,dimana proses akomodasi sudah tidak
terjadi sama sekali
d. Presbiopi Prematur
Presbiopia yang terjadi dini sebelum usia 40 tahun dan biasanya berhungan dengan lingkungan,
nutrisi, penyakit, atau obat-obatan
e. Presbiopi Nokturnal
Kesulitan untuk membaca jarak dekat pada kondisi gelap disebabkan oleh peningkatan diameter
pupil

Gejala
a. Kesulitan membaca tulisan dengan cetakan huruf yang halus / kecil
b. Setelah membaca, mata menjadi merah, berair, dan sering terasa pedih. Bisa juga disertai kelelahan
mata dan sakit kepala jika membaca terlalu lama
c. Membaca dengan menjauhkan kertas yang dibaca atau menegakkan punggungnya
karena tulisan tampak kabur pada jarak baca yang biasa (titik dekat mata makin
menjauh)

17
d. Sukar mengerjakan pekerjaan dengan melihat dekat, terutama di malam hari
e. Memerlukan sinar yang lebih terang untuk membaca
f. Terganggu secara emosional dan fisik
g. Sulit membedakan warna

Diagnosis Presbiopi
1. Anamnesa gejala-gejala dan tanda-tanda presbiopi
2. Pemeriksaan Oftalmologi
a. Visus
Pemeriksaan dasar untuk mengevaluasi presbiopi dengan menggunakan
Snellen Chart
b. Refraksi
Periksa mata satu per satu, mulai dengan mata kanan. Pasien diminta
untuk memperhatikan kartu Jaeger dan menentukan kalimat terkecil yang
bisa dibacapada kartu. Target koreksi pada huruf sebesar 20/30.
c. Motilitas okular, penglihatan binokular, dan akomodasi termasuk
pemeriksaanduksi dan versi, tes tutup dan tes tutup-buka, tes Hirschberg,
amplitud dan fasilitasakomodasi, dan steoreopsis
d. Penilaian kesehatan okular dan skrining kesehatan umum untuk
mendiagnosis penyakit-penyakit yang bisa menyebabkan presbiopia
e. Pemeriksaan ini termasuk reflek cahaya pupil, tes konfrontasi, penglihatan
warna,tekanan intraokular, dan pemeriksaan menyeluruh tentang
kesehatan segmen anterior dan posterior dari mata dan adnexanya.
Biasanya pemeriksaan dengan ophthalmoskopi indirect diperlukan untuk
mengevaluasi segmen media dan posterior

Penatalaksanaan Presbiopi

1. Digunakan lensa positif untuk koreksi presbiopi. Tujuan koreksi adalah untuk
mengkompensasi ketidakmampuan mata untuk memfokuskan objek-objek yang dekat

18
2. Kekuatan lensa mata yang berkurang ditambahan dengan lensa positif sesuai usia dan
hasil pemeriksaan subjektif sehingga pasien mampu membaca tulisan pada kartu Jaeger
20/30
3. Karena jarak baca biasanya 33 cm, maka adisi +3.00 D adalah lensa positif terkuat yang
dapat diberikan pada pasien. Pada kekuatan ini, mata tidak melakukan akomodasi bila
membaca pada jarak 33 cm, karena tulisan yang dibaca terletak pada titik fokus lensa
+3.00 D

Usia (tahun) Kekuatan lensa positif yang dibutuhkan


40 + 1,00 D
45 + 1,50 D
50 + 2,00 D
55 + 2,50 D
60 + 3,00 D

4. Selain kaca mata untuk kelainan presbiopi saja, ada beberapa jenis lensa lain yang
digunakan untuk mengkoreksi berbagai kelainan refraksi yang ada bersamaan dengan
presbiopia. Ini termasuk:

a. Bifokal
untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bisa yang mempunya
garis horizontal atau yang progresif
b. Trifokal
untuk mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh. Bisa yang
mempunyai garis horizontal atau yang progresif
c. Bifokal kontak - untuk mengkoreksi penglihatan jauh dan dekat. Bagian
bawah adalah untuk membaca. Sulit dipasang dan kurang memuaskan
hasil koreksinya
d. Monovision kontak
lensa kontak untuk melihat jauh di mata dominan, dan lensa kontak untuk
melihat dekat pada mata non-dominan. Mata yang dominan umumnya

19
adalah mata yang digunakan untuk fokus pada kamera untuk mengambil
foto
e. Monovision modified
lensa kontak bifokal pada mata non-dominan, dan lensa kontak untuk
melihat jauh pada mata dominan. Kedua mata digunakan untuk
melihat jauh dan satu mata digunakan untuk membaca.

5. Pembedahan refraktif seperti keratoplasti konduktif, LASIK, LASEK, dan keratektomi


foto refraktif

20
DAFTAR PUSTAKA

1. Ilyas S. Astigmatisme. Dalam: Kelainan Refraksi dan Koreksi Penglihatan, Jakarta:


Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2006. P.43 – 92.
2. William, AL et al. Basic and Clinical Science Course: Optics, Refraction and Contact
Lens Section 3: American Academy of Ophtalmology, Lifelong Education of the
Ophtalmologist. 2002 – 2003. P.118 – 119.
3. Ilyas S. Astigmat. Dalam Ilmu Penyakit Mata Edisi Keempat. Jakarta: Fakulatas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2011. P.52 – 61.
4. Abrams D. Duke – Elder‟s Practice of Refraction 10th Edition. Churchil Livingstone.
Edinburg, 1993. P.65 – 71.
5. Vaughan DG, Asbury T, Riordan Eva, P. Kesalahan Refraksi dalam Oftalmologi Umum
Edisi 14. Jakarta: Widya Medika, 2004. P.401 – 406.
6. Ilyas S, dkk. Optik dan Refraksi. Dalam Ilmu Penyakit Mata untuk Dokter Umum dan
mahasiswa Kedokteran Edisi ke – 2. Jakarta: Sagung Seto. 2006. P.41 – 56.
7. James B, Chew C, Bron A. Optika Klinis. Oftalmologi Edisi Sembilan. Jakarta: Erlangga,
2002. P.35 – 80.
8. Tanjung H. perbedaan Rata – Rata Rigiditas Okuler pada Myopia dan Hipermetropiadi
RSUP H. Adam Malik Medan. Medan: USU Digital Library, 2002: 2 – 3.
9. Ilyas S. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata, Cetakan I. Balai Penerbit FKUI, Jakarta.

21

Anda mungkin juga menyukai