Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH

PERAN PERAWAT JIWA

OLEH KELOMPOK 3

AISYAH MISRAN

CHINTYA RAHMI

ELSYA SANG PUTRI

FEBRISA

MEGA PUTRI JULIANTI

MHD. AZLAN FIKRI

NURUL FEBRI GUSTINA

RIPA AULIA

SYLVIA ASRI

WIDYA NOVRI ERIKA

ZILLA ZAYSHINTA

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


STIKes YARSI SUMBAR BUKITTINGGI
2019/2020
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah senantiasa kami panjatkan kehadirat ALLAH SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karuniaNya ,sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini guna
memenuhi tugas kelompok untuk mata kuliah kesehatan keperawatan jiwa 1
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan do`a ,saran dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna dikarenakan
terbatasnya pengetahuan yang kami miliki.Oleh karena itu, kami mengharapkan segala bentuk
saran serta masukan dan kritik yang membangun dari berbagai pihak .Akhirnya kami berharap
semoga makalah ini dapat memberi manfaat bagi perkembangan dunia kesehatan.

Bukittinggi ,26Maret 2020

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar…………………………………………………………………………………..i

Daftar Isi………………………………………………………………………………………...ii

BAB I. PENDAHULUAN……………………………………………………………………….1

Latar belakang…………………………………………………………………………….1

Rumusan masalah…………………………………………………………….................2

Tujuan …………………………………………………………………………………...2

BAB II. ISI……………………………………………………………………………………….3

1. Peran perawat jiwa……………………………………………………………………3


2. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa....................................5

BAB III. PENUTUP……………………………………………………………………..............9

1. Kesimpulan……………………………………………………………………………9

2. Saran…………………………………………………………………………………..9

DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………………...…............10

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Keperawatan kesehatan mental dan psikiatrik adalah suatu bidang spesialisasi
praktek keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri sendiri secara terapeutik sebagai kiatnya ( ANA ). Semuanya didasarkan
pada diagnosis dan intervensi dari adanya respons individu akan masalah kesehatan
mental yang actual maupun potensial. Ada empat karakteristik keperawatan:
1. Fenomena yaitu rentang respons-respons yang berkaitan dengan kesehatan yang
teramati pada orang sakit dan sehat yang menjadi focus diagnosa dan penanganan
keperawatan.
2. Teori yaitu konsep-konsep, prinsip-prinsip dan proses yang memandu intervensi
keperawatan dan pemahaman tentang respons yang berhubungan dengan kesehatann.
3. Tindakan-tindakan yaitu intervensi untuk mencegah kesehatan.
Pengaruh yaitu evaluasi tindakan keperawatan yang berhubungan dengan respon
kesehatan yang teridentifikasi dan hasil asuhan keperawatan yang diantisipasi. Pelayanan
yang menyeluruh difokuskan pada pencegahan penyakit mental, menjaga kesehatan,
pengelolaan atau merujuk dari masalah kesehatan phisik dan mental, diagnosis dan
intervensi dari gangguan mental dan akibatnya, dan rehabilitasi (Haber & Billing, 1993).

Keperawatan jiwa / mental diharapkan mampu mengkaji secara komprehensif,


menggunakan ketrampilan memecahkan masalah secara efektif dengan pengambilan
keputusan klinik yang komplek (advokasi), melakukan kolaborasi dengan profesi lain,
peka terhadap issue yang mencakup dilema etik, pekerjaan yang menyenangkan,
tanggung jawab fiskal. Jadi peran keperawatan jiwa profesional telah berkembang secara
komplek dari elemen-elemen sejarah aslinya. Sejarah Perkembangan Keperawatan Jiwa
Dalam sejarah evolusi keperawatan jiwa, kita mengenal beberapa teori dan model
keperawatan yang menjadi core keperawatan jiwa, yang terbagi dalam beberapa periode.
Pada awalnya perawatan pasien dengan gangguan jiwa tidak dilakukan oleh petugas
kesehatan (Custodial Care). Perawatan bersifat isolasi dan penjagaan. Mereka

1
ditempatkan dalam suatu tempat khusus, yang kemudian berkembang menjadi Primary
Consistend of Custodial Care.

Kesehatan Jiwa adalah Perasaan Sehat dan Bahagia serta mampu mengatasi tantangan
hidup, dapat menerima orang lain sebagaimana adanya serta mempunyai sikap positif
terhadap diri sendiri dan orang lain. Kesehatan jiwa meliputi:

1. Bagaimana perasaan anda terhadap diri sendiri


2. Bagaimana perasaan anda terhadap orang lain
3. Bagaimana kemampuan anda mengatasi persoalan hidup anda Sehari - hari.

Keperawatan jiwa dimulai antara tahun 1770 dan 1880 seiring dengan kejadian
penanganan pada seorang penyakit mental. Sebelumnya, pada masa peradaban dimana
roh-roh dipercaya sebagai penyebab gangguan dan mengusirnya agar sembuh. Para
leluhur Yunani, Romawi dan Arab percaya bahwa gangguan emosional diakibatkan tidak
berfungsinya organ pada otak. Mereka menggunakan berbagai pendekatan tindakan
seperti : ketenangan, gizi yang baik, kebersihan badan yang baik, musik dan aktivitas
rekreasi.Selama abad 7 sebelum masehi, Hippocrates menjelaskan perubahan perilaku
atau watak dan gangguan mental disebabkan oleh perubahan 4 cairan tubuh atauhormon,
yang dapat menghasilkan panas, dingin, kering dan kelembaban. Aristotle melengkapi
dengan hati, dan Seorang Dokter Yunani, Galen :menyatakan emosi atau kerusakan
mental dihubungkan dengan otak. Orang Yunani menggunakan kuil sebagai rumah sakit
dan memberikan lingkungan udara bersih, sinar matahari dan air bersih untuk
menyembuhkan penyakit jiwa/mental. Bersepeda, Jalan-jalan, dan mendengarkan suara
air terjun ini sebagai contoh penyembuhan. Falsafah biasanya diartikan sebagai suatu
pandangan dan pengetahuan yang mendasar, yang selanjutnya digunakan untuk
mengembangkan dan membangun suatu persepsi atau asumsi tertentu tentang kehidupan.
Falsafah memberikan suatu gambaran atau pandangan terhadap suatu sistem nilai dan
keyakinan. Bagi setiap individu, falsafah berperan dalam membantu seseorang
memahami makna dari pengalaman hidup yang dijalaninya serta berfungsi sebagai
penuntun dalam bersikap dan berperilaku. Falsafah hidup seseorang berkembang melalui
dari hasil belajar, hubungan interpersonal, pendidikan formal maupun informal, agam,
dan dipengaruhi oleh latar belakang budaya serta lingkungan

2
B. Rumusan Masalah
1. Apa peran perawat perawat jiwa ?
2. Bagaimana Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa
C. Tujuan
1. Mengetahui peran perawat jiwa
2. Mengetahui pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa

D. Manfaat
Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi pihak-pihak berikut ini:
1. Dosen
Bagi dosen, makalah ini dapat digunakan sebagai bahan masukan penilaian
2. Mahasiswa
Bagi mahasiswa, makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dan literatur
2. Masyarakat
Bagi Masyarakat, makalah ini dapat digunakan sebagai bacaan yang dapat menambah
ilmu pengetahuan.

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Peran Perawat Jiwa


Keperawatan jiwa adalah proses interpersonal yang berupaya meningkatkan dan
mempertahankan perilaku pasien yang berperan pada fungsi yang terintegrasi. Sistem
pasien atau klien dapat berupa induvidu, keluarga, kelompok, organisasi atau komunitas.
ANA mendefinisikan keperawatan kesehatan jiwa sebagai suatu bidang spesialisasi
praktik keperawatan yang menerapkan teori perilaku manusia sebagai ilmunya dan
penggunaan diri yang bermanfaat sebagai kiatnya. Praktik kontemporer keperawatan jiwa
terjadi dalam konteks sosial dan lingkungan. Peran keperawatan jiwa profesional
berkembang secara kompleks dari elemen historis aslinya. Peran tersebut kini mencakup
dimensi kompentensi klinis, advokasi pasien keluarga, tanggung jawab fiskal, olaborasi
antardisiplin, akuntabilitas sosial, dan parameter legal-etik. Adapun peran perawat
kesehatan jiwa masyarakat ini adalah sebagai berikut:

1. Peran perawat dalam prevensi primer.


a. Memberikan penyuluhan tentang prinsip sehat jiwa.
b. Mengefektifkan perubahan dalam kondisi kehidupan,tingkat kemiskinan dan
pendidikan
c. Memberikan pendidikan dalam kondisi normal,pertumbuhan dan perkembangan
dan Pendidikan seks.
d. Melakukan rujukan yang sesuai sebelum terjadi gangguan jiwa.
e. Membantu klien di rumah sakit umum untuk menghindari masalah psikiatri.
f.Bersama keluarga untuk memberikan dukungan pada anggotanya untuk
meningkatkan fungsi kelompok.
g. Aktif dalam kegiatan masyarakat atau politik yang berkaitan dengan kesehatan
jiwa.

2. Peran perawat dalam prevensi sekunder.

4
a. Melakukan skrining dan pelayanan evaluasi kesehatan jiwa.
b. Melaksanakan kunjungan rumah atau pelayanan penanganan di rumah.
c. Memberikan pelayanan kedaruratan psikiatri di rumah sakit umum.
d. Menciptakan lingkungan terapeutik.
e. Melakukan supervisi klien yang mendapatkan pengobatan.
f. Memberikan pelayanan pencegahan bunuh diri.
g. Memberi konsultasi.
h. Melaksanakan intervensi krisis.
i. Memberikan psikoterapi pada individu,keluarga dan kelompok pada semua usia.
j. Memberikan intervensi pada komunitas dan organisasi yan teridentifikasi
masalah.
3. Peran perawat dalam prevensi tertier.
a. Melaksanakan latihan vokasional dan rehabilitasi.
b. Mengorganisasi pelayanan perawatan pasien yang sudah pulang dari rumah sakit
jiwa untuk memudahkan transisi dari rumah sakit ke komunitas.
c. Memberikan pilihan perawatan rawat siang pada klien.

B. Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa


1. Pengertian Pelayanan dan Kolaborasi Interdisiplin Keperawatan Jiwa
Pelayanan dan kolaborasi interdisiplin keperawatan jiwa merupakan pelayanan
kesehatan yang dilakukan oleh sekolompok tim kesehatan profesional (perawat,
dokter, tim kesehatan lainnya maupun pasien dan keluarga pasien sakit jiwa) yang
mempunyai hubungan yang jelas, dengan tujuan menentukan diagnosa, tindakan-
tindakan medis, dorongan moral dan kepedulian khususnya kepada pasien sakit jiwa.
Pelayanan akan berfungsi baik jika terjadi adanya konstribusi dari anggota tim dalam
memberikan pelayanan kesehatan terbaik kepada pasien sakit jiwa. Anggota tim
kesehatan meliputi : pasien, perawat, dokter, fisioterapi, pekerja sosial, ahli gizi,
manager, dan apoteker. Oleh karena itu tim kolaborasi interdisiplin hendaknya
memiliki komunikasi yang efektif, bertanggung jawab dan saling menghargai antar
sesama anggota tim.

5
Secara integral, pasien adalah anggota tim yang penting. Partisipasi pasien dalam
pengambilan keputusan akan menambah kemungkinan suatu rencana menjadi efektif.
Tercapainya tujuan kesehatan pasien yang optimal hanya dapat dicapai jika pasien
sebagai pusat anggota tim. Karena dalam hal ini pasien sakit jiwa tidak dapat berpikir
dengan nalar dan pikiran yang rasional, maka keluarga pasienlah yang dapat dijadikan
pusat dari anggota tim. Disana anggota tim dapat berkolaborasi dalam menentukan
tindakan-tindakan yang telah ditentukan. Apabila pasien sakit jiwa tidak memiliki
keluarga terdekat, maka disinilah peran perawat dibutuhkan sebagai pusat anggota
tim. Karena perawatlah yang paling sering berkomunikasi dan kontak langsung
dengan pasien sakit jiwa. Perawat berada disamping pasien selam 24 jam sehingga
perawatlah yang mengetahui semua masalah pasien dan banyak kesempatan untuk
memberikan pelayanan yang baik dengan tim yang baik.
Perawat adalah anggota membawa persfektif yang unik dalam interdisiplin tim.
Perawat memfasilitasi dan membantu pasien untuk mendapatkan pelayanan kesehatan
dari praktek profesi kesehatan lain. Perawat berperan sebagai penghubung penting
antara pasien dan pemberi pelayanan kesehatan.
Dokter memiliki peran utama dalam mendiagnosis, mengobati dan mencegah
penyakit. Pada situasi ini dokter menggunakan modalitas pengobatan seperti
pemberian obat dan pembedahan. Mereka sering berkonsultasi dengan anggota tim
lainnya sebagaimana membuat referal pemberian pengobatan.

2. Elemen Penting Dalam Mencapai Kolaborasi Interdisiplin Efektif


Kolaborasi menyatakan bahwa anggota tim kesehatan harus bekerja dengan
kompak dalam mencapai tujuan. Elemen penting untuk mencapai kolaborasi
interdisiplin yang efektif meliputi kerjasama, asertifitas, tanggung jawab, komunikasi,
kewenangan dan kordinasi, seperti yang di jelaskan dibawah ini :
a. Kerjasama adalah menghargai pendapat orang lain dan bersedia untuk memeriksa
beberapa alternatif pendapat dan perubahan kepercayaan.
b. Ketegasan penting ketika individu dalam tim mendukung pendapat mereka
dengan keyakinan. Tindakan asertif menjamin bahwa pendapatnya benar-benar
didengar dan konsensus untuk dicapai.

6
c. Tanggung jawab artinya mendukung suatu keputusan yang diperoleh dari hasil
konsensus dan harus terlibat dalam pelaksanaannya.
d. Komunikasi artinya bahwa setiap anggota bertanggung jawab untuk membagi
informasi penting mengenai perawatan pasien sakit jiwa dan issu yang relevan
untuk membuat keputusan klinis.
e. Pemberian pertolongan artinya masing-masing anggota dapat memberikan
tindakan pertolongan namun tetap mengacu pada aturan-aturan yang telah
disepakati.
f. Kewenangan mencakup kemandirian anggota tim dalam batas kompetensinya.
g. Kordinasi adalah efisiensi organisasi yang dibutuhkan dalam perawatan pasien
sakit jiwa, mengurangi duplikasi dan menjamin orang yang berkualifikasi dalam
menyelesaikan permasalahan.
h. Tujuan umum artinya setiap argumen atau tindakan yang dilakukan memiliki
tujuan untuk kesehatan pasien sakit jiwa. Kolaborasi dapat berjalan dengan baik
jika :
1) Semua profesi mempunyai visi dan misi yang sama
2) Masing-masing profesi mengetahui batas-batas dari pekerjaannya
3) Anggota profesi dapat bertukar informasi dengan baik
4) Masing-masing profesi mengakui keahlian dari profesi lain yang tergabung
dalam tim.

3. Manfaat Kolaborasi Interdisiplin Dalam Pelayanan Keperawatan Jiwa


Kolaborasi didasarkan pada konsep tujuan umum, konstribusi praktisi
profesional, kolegalitas, komunikasi dan praktek yang difokuskan kepada pasien.
Kolegalitas menekankan pada saling menghargai, dan pendekatan profesional untuk
masalah-masalah dalam tim dari pada menyalahkan seseorang atau atau menghindari
tangung jawab.
Beberapa tujuan kolaborasi interdisiplin dalam pelayanan keperawatan jiwa
antara lain :
a. Memberikan pelayanan kesehatan yang berkualitas dengan menggabungkan
keahlian unik profesional untuk pasien sakit jiwa

7
b. Produktivitas maksimal serta efektifitas dan efesiensi sumber daya
c. Peningkatnya profesionalisme dan kepuasan kerja, dan loyalitas
d. Meningkatnya kohesifitas antar profesional
e. Kejelasan peran dalam berinteraksi antar profesional
f. Menumbuhkan komunikasi, menghargai argumen dan memahami orang lain.

4. Hambatan Dalam Melakukan Kolaborasi Interdisiplin dalam Keperawatan Jiwa


Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah. Ada
banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi :
a. Ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim
b. Struktur organisasi yang konvensional
c. Konflik peran dan tujuan
d.   Kompetisi interpersonal
e. Status dan kekuasaan, dan individu itu sendiri

8
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Untuk mencapai pelayanan perawatan pasien sakit jiwa yang efektif maka
keluarga, perawat, dokter dan tim kesehatan lainnya harus berkolaborasi satu dengan
yang lainnya. Tidak ada kelompok yang dapat menyatakan lebih berkuasa diatas yang
lainnya. Masing-masing profesi memiliki kompetensi profesional yang berbeda sehingga
ketika digabungkan dapat menjadi kekuatan untuk mencapai tujuan yang diharapkan.
Kolaborasi yang efektif antara anggota tim kesehatan memfasilitasi terselenggaranya
pelayanan keperawatan jiwa yang berkualitas.
Kolaborasi interdisiplin tidak selalu bisa dikembangkan dengan mudah dalam
keperawatan jiwa. Ada banyak hambatan antara anggota interdisiplin, meliputi
ketidaksesuaian pendidikan dan latihan anggota tim, struktur organisasi yg konvensional,
konflik peran dan tujuan, kompetisi interpersonal, status dan kekuasaan, dan individu itu
sendiri

B. Saran
Demikian isi makalah ini, kami sangat menyadari bahwa makalah ini masih jauh
dari kata sempurna dan banyak kekurangan baik dari segi bentuk maupun materi yang
kami uraikan. Oleh karena itu, kami sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca untuk perbaikan makalah selanjutnya.

9
DAFTAR PUSTAKA

Berger, J. Karen and Williams. 1999. Fundamental Of Nursing; Collaborating for Optimal
Health, Second Editions. Apleton and Lange. Prenticehall. USA

Dochterman , Joanne McCloskey PhD, RN, FAAN. 2001 Current Issue in Nursing. 6 th Editian .
Mosby Inc.USA

Sitorus, Ratna, DR, S.Kp, M.App.Sc. 2006. Model Praktik Keperawatan Profesional di Rumah
Sakit : Penataan Struktur dan Proses (Sistem) Pemberian Asuhan Keperawatan di Ruang
Rawat. EGC. Jakarta

Siegler, Eugenia L, MD and Whitney Fay W, PhD, RN., FAAN , alih bahasa Indraty Secillia,
2000. Kolaborasi Perawat-Dokter ; Perawatan Orang Dewasa dan Lansia, EGC. Jakarta

10

Anda mungkin juga menyukai