Bahan Download Durian 2
Bahan Download Durian 2
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Teknik Pembibitan dan
Organisme Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan
Kalibawang, Kulon Progo adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
PHOR BHO AYUWATI. The Nursery Technique and Pests of Durian Menoreh
Kuning in Kalibawang , Kulon Progo. Supervised by HERMANU TRIWIDODO
dan SURYO WIYONO
Durian (Durio zibethinus Murr.) Menoreh Kuning variety has been declared
as a prime fruit crop of Kulon Progo, Yogyakarta. There has been programs to
extensively the variety, and it has been initiated by cultivate the provision of high
quality seedling for the farmers. The studies were to learn about nursery technique
practiced by farmers, and to investigate the pests of durian nurseries in
Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. The seedlys were obtained by grafting
using scion of durian Menoreh Kuning variety with one or two rootstocks. The
nursery pests were Allocaridara sp, Xyleborus sp, Coptotermes sp, Tetranychus
sp, Atractomorpha sp, and Valanga sp. The nursery diseases were leaf spot
Corynespora sp, leaf blight Rhizoctonia sp, anthracnose Colletotrichum sp, algae
Cephaleuros sp, black mildew Meliola sp, dieback Phytophthora sp, and wilt
Phytophthora sp.
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman
Alhamdulillah puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang
telah melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis mampu
menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “Teknik Pembibitan dan Organisme
Pengganggu Bibit Durian Menoreh Kuning di Kecamatan Kalibawang, Kulon
Progo”. Penulisan tugas akhir penelitian ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Terima kasih penulis sampaikan kepada Dr. Ir. Hermanu Triwidodo, M.Sc
dan Dr. Ir. Suryo Wiyono, M.Sc.Agr selaku dosen pembimbing skripsi yang
selalu memberikan bimbingan, pengetahuan, saran, arahan, dan masukan kepada
penulis.Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Dr. Ir. Tri Asmira
Damayanti, M.Agr selaku dosen penguji yang telah memberikan kritik dan saran
untuk menyempurnakan penulisan tugas akhir ini. Terima kasih kepada orang tua
dan adik yang selalu memberi semangat serta dukungan dalam belajar. Ucapan
terima kasih juga ditujukan kepada Bapak Sugito yang telah memberikan banyak
ilmu selama penulis melakukan penelitian di lapang. Ucapan terima kasih juga
kepada teman-teman, khususnya Himpunan Keluarga Rembang di Bogor (HKRB)
serta kakak tingkat dan juga teman-teman PTN 48 di Departemen Proteksi
Tanaman yang tidak bisa disebutkan satu per satu dalam mendukung
terlaksananya tugas akhir penelitian penulis, serta pihak lain yang turut mambantu
dalam penyusunan tugas akhir ini.
Pada penulisan tugas akhir ini, penulis menyadari masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, penulis berharap ada masukan, kritik dan saran yang
bersifat membangun dan memotivasi penulis agar dapat menuliskan karya tulis
yang lebih baik. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun
pembaca.
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Durian (Durio zibethinus Murr.) varietas Menoreh Kuning merupakan
tanaman buah unggulan Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Durian Menoreh
Kuning mempunyai daging buah tebal dan berwarna kuning cerah seperti mentega
(Sobir dan Napitupulu 2010). Daging buah tidak berair, berselaput dan mudah
mengelupas. Pertumbuhan durian Menoreh Kuning cepat dengan percabangan
yang rapat dan kokoh. Buah berukuran besar dengan rasa dan aroma yang khas.
Pohon durian dapat menghasilkan 300-500 buah per pohon dalam satu musim.
Durian merupakan buah yang mempunyai nilai ekonomi tinggi di Indonesia.
Durian mempunyai kisaran pasar yang luas dan beragam, mulai dari pasar
tradisional hingga pasar modern. Durian mempunyai daya saing yang tinggi
dibandingkan dengan komoditas buah yang lain sehingga durian sangat potensial
untuk diusahakan (Sobir dan Napitupulu 2010). Durian Menoreh Kuning
merupakan salah satu varietas unggulan di Indonesia. Durian Menoreh Kuning
mempunyai nilai ekonomi tinggi dengan harga buah yang mahal yaitu 50 000,00 -
150 000,00 per buah.
Pengembangan durian Menoreh Kuning mulai dilakukan oleh Pemerintah
Kabupaten Kulon Progo dengan upaya penyediaan bibit berkualitas. Bibit
berkualitas yang dikembangkan berasal dari bibit durian milik Bapak Sugito yang
telah mendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No
316&317/kpts/SR120/5/2007. Pemerintah juga melakukan penanaman bibit
durian Menoreh Kuning dalam kawasan 20 ha.
Pembibitan merupakan salah satu aspek penting dalam pengembangan
durian. Teknik perbanyakan bibit yang baik akan mempengaruhi kegagalan atau
keberhasilan dalam melakukan teknik perbanyakan bibit. Kegagalan dalam
melakukan teknik perbanyakan akan mengurangi ketersediaan bibit bagi
konsumen. Perbanyakan bibit durian dapat dilakukan dengan beberapa teknik
yaitu penyambungan, okulasi, cangkok, dan susuan (Sobir dan Martini 2014).
Teknik lain dalam perbanyakan bibit durian yaitu perbanyakan generatif melalui
biji. Perbanyakan bibit melalui biji mempunyai kelemahan yaitu anakan yang
dihasilkan memiliki sifat yang berbeda dengan induknya dan masa panen yang
lama (Sobir dan Martini 2014).
Pembibitan durian di Indonesia masih mengalami beberapa kendala.
Kendala yang dihadapi adalah bibit durian yang beredar masih diperbanyak
menggunakan biji (Sobir dan Martini 2014). Bibit yang diperbanyak terserang
oleh organisme pengganggu tanaman (OPT) yang mengakibatkan bibit tidak
berhasil tumbuh bahkan mati. Kondisi tersebut menyebabkan pasokan bibit durian
di pasaran berkurang. Hal tersebut akan menimbulkan kerugian bagi para
penangkar.
Menurut Lee et al. (1994), hama yang menyerang tanaman durian di
Malaysia adalah kutu loncat Allocaridara malayensis (Hemiptera: Psyllidae),
tungau Eutetranychus africanus (Trombidiformes: Tetranychidae), tungau
Oligonychus biharensis (Trombidiformes: Tetranychidae), kutu putih
Pseudococcus sp (Hemiptera: Pseudococcidae), dan tungau Tetranychus fijiensis
(Trombidiformes: Tetranychidae). Penyakit yang menginfeksi tanaman durian
2
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mempelajari teknik pembibitan dan
menginventarisasi organisme pengganggu bibit durian Menoreh Kuning di
Kecamatan Kalibawang, Kabupaten Kulon Progo.
Manfaat Penelitian
Informasi dari penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi
dasar untuk pengendalian OPT pada bibit durian serta informasi mengenai teknik
pembibitan dapat dijadikan acuan dalam pengembangan bibit yang lebih baik.
3
Metode Penelitian
Wawancara
Wawancara dilakukan secara langsung terhadap petani durian untuk
mengetahui teknik pembibitan dan cara pengendalian yang dilakukan petani
terhadap hama dan penyakit. Wawancara hanya dilakukan terhadap satu petani
karena dalam satu kabupaten hanya ada satu petani yang mengembangkan bibit
durian Menoreh Kuning.
Pengamatan Langsung
Penentuan Petak dan Tanaman Contoh. Pengamatan dilakukan di lahan
pembibitan dengan luas 4500 m2. Tanaman bibit ditanam dalam polybag yang
terdiri atas tujuh umur yaitu 3, 12, 24, 48, 96, 6 double rootstock , dan 96 minggu
double rootstock. Pengamatan dilakukan pada masing-masing umur 100 ulangan
tanaman.
(𝑛𝑖. 𝑣𝑖)
𝐼=∑ 𝑥 100%
𝑁. 𝑉
a b
c d
7
e f
g h
Gambar 2 Lahan pembibitan durian: (a) bentuk lahan terasering, (b)
pembibitan umur 3 minggu, (c) 12 minggu, (d) 24 minggu, (e) 48
minggu, (f) 96 minggu, (g) 6 minggu double rootstock (h) 96
minggu double rootstock
Lahan bibit durian berbentuk terasering dengan setiap tingkatan terdiri dari
tujuh umur tanaman (Gambar 2a). Tingkat paling atas merupakan bibit berumur
12 minggu (Gambar 2c). Tingkat selanjutnya yaitu bibit umur 3 minggu (Gambar
2b), bibit umur 24 minggu (Gambar 2d), bibit umur 48 minggu (Gambar 2e), bibit
umur 96 minggu (Gambar 2f), bibit umur 6 minggu double rootstock (Gambar
2g), dan 96 minggu double rootstock (Gambar 2h).
Teknik Pembibitan
Durian Menoreh Kuning merupakan durian yang dikembangkan pertama
kali oleh Bapak Sugito dan telah mendapat Surat Keputusan Menteri Pertanian No
316&317/kpts/SR120/5/2007. Perbanyakan durian Menoreh Kuning berasal dari
pohon induk tunggal (PIT) yang berumur ratusan tahun di lereng gunung
Menoreh. Biji dan batang atas yang berasal dari PIT (bibit label putih)
dikembangkan dan jadi nama Durian Menoreh Kuning. Selanjutnya, dari bibit
berlabel putih tersebut durian Menoreh Kuning diperbanyak dan ditrisbusikan.
Media Tanam
Media tanam yang digunakan yaitu tanah, pupuk kompos, dan sekam
dengan perbandingan (4:1:1). Tanah yang digunakan mempunyai tekstur liat.
Pupuk kompos merupakan campuran dari kotoran kambing atau sapi sebanyak 1
ton, dolomit 4 karung, dan tanah disekitar perakaran bambu 4 karung. Kompos
tersebut kemudian disiram dengan EM4 dan ditutup dengan plastik selama tiga
minggu. Menurut World Agroforestry Centre (2010), media tanam yang baik
8
adalah ringan, murah, mudah didapat, gembur, dan subur yang mengandung unsur
hara. Penggunaan media tanam yang tepat menentukan pertumbuhan optimum
bibit. Komposisi media tanam yang baik adalah campuran tanah, pupuk kandang,
dan sekam (WAC 2010).
a b c
d e f
Gambar 3 Alat dan yang digunakan yaitu: (a) pisau, (b) plastik, (c) batang atas
(entres), (d) batang bawah, (e) polybag dan tanah, (f) entres dan
double rootstock
9
Alat yang digunakan dalam teknik okulasi yaitu pisau khusus okulasi yang
berukuran kecil dan tidak digunakan untuk kegiatan lain selain okulasi (Gambar
3a). Bahan yang digunakan yaitu plastik dengan ukuran kurang lebih 2 cm x 10
cm (Gambar 3b). Bahan lain yang diperlukan yaitu entres (Gambar 3c), batang
bawah (Gambar 3d), serta tanah dan polybag (Gambar 3e).
a b c
d e f
Gambar 4 Langkah okulasi: (a) pengeratan kulit batang bawah, (b) peruncingan
batang atas, (c) penempelan batang atas, (d) pengikatan plastik, (e)
pengikatan sampai ujung, (f) helai daun yang disisakan
Langkah okulasi dimulai dari pengeratan kulit pada batang bawah dengan
ketinggian 20-25 cm dari tanah (Gambar 4a). Kulit batang dikerat menggunakan
pisau dengan keratan berbentuk segitiga kemudian ditarik ke bawah dengan
panjang antara 1-2.5 cm (Gambar 4a). Kulit hasil keratan dipotong dua
pertiganya, kemudian batang atas dipotong bagian ujung pangkal dengan
berbentuk runcing (Gambar 4b). Batang atas ditempelkan pada batang bawah
yang sudah dikerat (Gambar 4c) dan diikat menggunakan plastik (Gambar 4d).
Pengikatan dimulai dari bawah sampai ujung entres. Setelah pengikatan, disisakan
tiga helai daun (Gambar 4f). Hal tersebut bertujuan untuk mengurangi penguapan
agar nutrisi pada batang dapat dimanfaatkan secara optimal untuk pertumbuhan
tunas baru.
10
a b c
d e f
Gambar 5 Langkah double rootstock: (a) penanaman dua seedling dan entres ke
dalam satu polybag, (b) pengeratan kulit entres, (c) peruncingan
batang bawah, (d) penempelan seedling, (e) pengikatan plastik, (f)
double rootstock yang telah jadi
a b c
d e f
Gambar 6 Hama pada bibit durian: (a) Allocaridara sp., (b) Xyleborus sp., (c)
Coptotermes sp., (d) Tetranychus sp., (e) Atractomorpha sp., (f)
Valanga sp..
a b c
d e f
Gambar 7 Gejala serangan hama: (a) bintik kuning oleh Allocaridara sp., (b)
lubang masuk Xyleborus sp., (c) bekas gerekan Xyleborus sp., (d)
gejala serangan Coptotermes sp., (e) gejala bintik kuning oleh
Tetranychus sp., (e) daun berlubang oleh Atractomorpha sp..
160
Allocaridara sp. Xyleborus sp.
140
Coptotermes sp. Tetranychus sp.
Populasi hama (ekor)
120
Atractomorpha sp. Valanga sp.
100
80
60
40
20
0
3 12 24 48 96 6 (DR) 96 (DR)
Umur (minggu)
Gambar 8 Kepadatan populasi hama yang menyerang bibit durian
a b c
d e f
Gambar 9 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Corynespora sp.,
Colletotrichum sp., dan Cephaleuro sp.: (a) bercak daun, (b)
antraknosa, (c) alga, (d) konidia Corynespora sp., (e) aservulus
Colletotrichum sp., (f) thalus dan sporangium Cephaleuros sp..
16
Tabel 2 Kejadian penyakit (%) berdasarkan umur tanaman
Penyakit Umur (Minggu)
3 12 24 48 96 6 (DR) 96 (DR)
Bercak 15.00 ± 3.16c 25.00 ± 2.74bc 28.00 ± 5.15bc 14.00 ± 5.75c 17.00 ± 4.06c 50.00 ± 5.48a 37.00 ± 8.75ab
Hawar 5.00 ± 0.00ab 2.00 ± 1.22b 7.00 ± 2.00a 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b 2.00 ± 1.22b
Antraknosa 26.00 ± 4.85a 2.00 ± 1.22d 21.00 ± 7.48ab 9.00 ± 2.92bcd 17.00 ± 4.64abc 4.00 ± 1.87cd 5.00 ± 5.04cd
Alga 7.00 ± 1.22cd 3.00 ± 2.00d 15.00 ± 3.16bcd 9.00 ± 1.87cd 24.00 ± 8.72abc 42.00 ± 7.52a 33.00 ± 10.2ab
Embun hitam 4.00 ± 1.87bc 1.00 ± 1.00bc 0.00 ± 0.00c 5.00 ± 2.24bc 7.00 ± 1.22b 4.00 ± 2.92bc 13.00 ± 3.00a
Mati pucuk dan Layu 2.00 ± 1.22ab 3.00 ± 2.00a 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b 0.00 ± 0.00b
Keterangan: Angka pada baris yang sama diikuti huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada taraf α = 5% berdasarkan uji selang ganda Duncan
Berdasarkan data yang didapatkan (Tabel 2 dan 3), penyakit bercak daun,
antraknosa dan alga merupakan penyakit penting pada bibit durian. Bercak daun,
antraknosa, dan alga mempunyai nilai kejadian dan keparahan penyakit tinggi.
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa bercak daun, antraknosa, dan alga
merupakan penyakit penting setelah mati pucuk dan layu.
Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur
tanaman 6 minggu double rootstock. Serangan Corynespora sp. yang tinggi
didukung oleh curah hujan yang berubah-ubah di lokasi pembibitan. Menurut
Semangun (1999), Corynespora sp. menginfeksi tanaman pada semua tingkat
umur tanaman. Menurut Situmorang et al (2007), kondisi lingkungan abiotik
sangat mempengaruhi perkembangan cendawan Corynespora sp. Kondisi curah
hujan yang tinggi kurang sesuai bagi perkembangan Corynespora sp.. Semakin
tinggi curah hujan, semakin rendah keparahan penyakitnya.
Kejadian dan keparahan penyakit antraknosa mempunyai nilai tertinggi pada
umur 3 minggu. Kondisi tersebut diduga cendawan Colletotrichum sp. lebih
menyukai daun yang muda dan terdapat pengaruh dari gulma disekitar pembibitan
durian. Pembibitan durian umur 3 minggu berada di lokasi dimana gulma tumbuh
lebat. Pemangkasan terhadap gulma juga tidak dilakukan. Selain itu, suhu di
lokasi pembibitan berpengaruh terhadap perkembangan penyakit antraknosa. Suhu
di lokasi pembibitan berkisar 27-30oC. Menurut Lukito et al. (2010), penyakit
antraknosa sedikit ditemukan pada musim kemarau, di lahan yang mempunyai
drainase baik, dan gulmanya terkendali dengan baik. Perkembangan antraknosa
paling baik terjadi pada suhu 30 oC (Semangun 2007). Colletotrichum sp.
umumnya menyerang daun muda.
Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun tertinggi terjadi pada umur 96
minggu double rootstock. Kondisi tersebut diduga Cephaleuros sp. lebih
menyukai tanaman yang lebih tua. Menurut Suwandi (2007), cendawan
Cephaleuros sp. menimbulkan infeksi lebih parah pada tanaman tua dibandingkan
tanaman muda. Kejadian dan keparahan penyakit bercak daun menunjukkan suatu
epidemi. Epidemi Cephaleuros sp. didukung oleh kesehatan tanaman rendah.
Kesehatan tanaman rendah disebabkan oleh rendahnya kesuburan tanah,
kekurangan air, pemanenan yang berlebihan, dan sanitasi kebun yang buruk.
Keberadaan Phytophthora sp. pada kebun bibit durian diduga disebabkan
oleh kondisi lingkungan. Kondisi tanah yang bertekstur liat dan lembap serta
penyiraman terhadap bibit tanaman secara terus-menerus diduga merupakan
penyebab Phytophthora sp. muncul di pembibitan durian. Menurut Semangun
(2007), gejala yang ditimbulkan Phytophthora sp. akan meluas pada curah hujan
yang tinggi. Selain curah hujan, keberadaan Phytophthora sp. juga dipengaruhi
oleh suhu. Kondisi suhu tinggi dapat menyebabkan beberapa infeksi dari satu
sporangium, akan tetapi Zoospora dapat tersebar hanya pada jarak pendek. Hal
tersebut dikarenakan Phytophtora sp. rentan terhadap kekeringan. Menurut
Drenth dan Guest (2004), Phytophthora sp. mempunyai kemampuan bertahan
hidup di luar atau jaringan tanaman sebagai Oospora atau Klamidospora untuk
waktu yang lama. Sporangia dapat tersebar melalui udara, air hujan, run-off dan
air irigasi. Phytophthora sp. merupakan cendawan dari kingdom Stramenopiles
yang mempunyai jalur biokimia berbeda dengan cendawan lain, sehingga
fungisida tidak sangat efektif terhadap Phytophthora sp..
18
a b c
d e f
Gambar 10 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Phythophthora sp.: (a)
bagian pucuk bibit tanaman mati, (b) akar busuk, (c) sporangia (d)
tanaman layu dengan daun cokelat, (e) akar busuk, (f) sporangia
dan sporangiofor
Tingkat kejadian dan keparahan penyakit hawar daun dan embun hitam
menunjukkan nilai yang rendah. Kondisi tersebut diduga dipengaruhi oleh curah
hujan yang fluktuatif dan kondisi tanah di lokasi pembibitan. Tanah di
pembibitan diolah dengan baik.
Menurut Lim dan Sangchote (2003), askospora dan miselium Meliola sp.
disebarkan oleh angin. Kondisi yang lembap menyebabkan proliferasi Meliola sp.
meningkat. Menurut Sumartini (2011), Rhyzoctonia sp. banyak ditemukan pada
musim hujan, terutama pada tanah yang lembap. Rhyzoctonia sp. dapat
membentuk struktur dorman berupa sklerotia pada permukaan tanah dan pangkal
batang. Sklerotia mempunyai kulit tebal dan keras sehingga tahan terhadap
lingkungan kekeringan dan suhu tinggi. Masa dorman akan berakhir jika kondisi
lingkungan cocok untuk berkembang. Menurut Ownley et al (2003),
perkembangan, penyebaran, daya tular, dan daya tahan Rhyzoctonia sp. sangat di
pengaruhi oleh sifat-sifat tanah dimana patogen tersebut berada.
19
a b
c d
Gambar 11 Gejala dan mikroskopis (perbesaran 40x10) Rhizoctonia sp. dan
Meliola sp.: (a) hawar daun, (b) embun hitam, (c) hifa Rhizoctonia
sp., (d) askospora Meliola sp..
Simpulan
Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai penyebab penyakit mati
pucuk dan layu pada pembibitan durian dengan kondisi lingkungan tertentu
sehingga dapat meminimalisir dampak serangan patogen tersebut.
21
DAFTAR PUSTAKA
[BMKG] Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika. 2015. Data curah hujan
pos Kalibawang bulan Februari dan Maret 2015. Yogyakarta (ID): BMKG
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Produksi buah-buahan menurut provinsi (ton)
2013 [Internet]. [diunduh 2014 Desember 26], Tersedia pada:
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_suby
ek=55¬ab=10
Barnett HL, Hunter BB. 1998. Illustrated Genera of Imperfect Fungi. Ed ke-4.
Minnesota (USA): Aps Press.
Borror DJ, Triplehorn CA, Johnson NF. 1996. Pengenalan Pelajaran Serangga.
Ed. ke-6. Soetiyono P, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gadjah Mada
University Press. Terjemahan dari: An Introduction to The Studies of
Insects.
Borror, White RE. 1970. A Field Guide to The Insects. Bosto (USA): Houghton
Mifflin.
Brown MJ. 1997. Durio - A Bibliographic Review. New Delhi (IN): IPGRI office
for South Asia.
Cooke BM. 2006. Disease Assessment and Yield Loss. In: The Epidemiology of
Plant Diseases, Cooke, B.M., D.G. Jones and B. Kaye (Eds.). 2nd Ed.,
Dordrecht (NT): Springer.
Djojosumarto. 2008. Pestisida dan Aplikasinya. Jakarta (ID): PT. Agromedia
Pustaka.
Drent A, Guest DI. 2004. Diversity and Management of Phytophthora in
Southeast Asia. Canberra (AS): ACIAR Monograph.
Gunawan E. 2014. Perbanyakan Tanaman: Cara Praktis dan Populer. Jakarta
(ID): PT Agromedia Pustaka
Lee BS, Kosittrakun M and Vichitrananda S. 1994. Chapter 7: Pathology and
Disease Control. In S. Nanthachai (Ed.). Durian: Fruit Development, Post-
harvest Physiology, Handling and Marketing in ASEAN. Kuala Lumpur
(ML): ASEAN Food Handling Bureau.
Lim TK, Sangchote S. 2003. Disease of Durian. Florida (USA): CAB
International
Lukito, Mulyono, Tetty. 2010. Buku Pintar Budidaya Kakao. Jakarta (ID):
AgroMedia Pustaka.
Nguyen Van Hyun. 2003. Serangga pertania bagian B: hama serangga tanaman
utama [Internet]. Delta Mekong (VN): Universitas Can Tho; [diunduh 2015
Mei 27]. Tersedia pada: http://thienho.com/w1/tai-lieu/pdf/Kho-giao-
trinh/DHCT-con-trung-nong-nghiep-nv-huynh-lt-sen.pdf
[NPIC] National Pesticide Information Centre. 2010. Deltamethrin [internet].
Corvallis (USA): NPIC; [diunduh pada 2015 Mei 26]. Tersedia pada:
http://npic.orst.edu/factsheets/DeltaGen.pdf
Ownley BH, Duffy BK, Weller DM. 2003. Identification and manipulation of soil
properties to improve the biological contro performance of phenazine-
producing Pseudomonas fluorescens. Applid and Environmental
Microbiology. 69(6):3333-3343.
22
[PDSIP] Pusat Data dan Sistem Informasi Pertanian. 2014. Outlook Komoditi
Durian. Jakarta (ID): PDSIP.
Peairs, Davidson. 1961. Insect Pest of Farm Garden and Orchard. London (EN):
John Wiley and Sons
Prasetiyo KW, Yusuf S. 2005. Mencegah dan Membasmi Rayap Secara Ramah
Lingkungan dan Kimiawi. Jakarta (ID): Agromedia Pustaka
Semangun, H. 1999. Penyakit – Penyakit Tanaman Perkebunan di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Semangun H. 2007. Penyakit-penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Ed
ke-2. Yogyakarta (ID): UGM Press.
Situmorang A, Sinaga MS, Suseno R, Hidayat SH, Siswanto, Darussamin A.
2007. Sebaran penyakit gugur daun Corynespora di sentra perkebunan karet
Indonesia. Jurnal Penelitian Karet. 25(1): 76-82.
Sobir, Martini E. 2014. Pedoman Budi Daya Durian dan Rambutan di Kebun
Campur. Bogor (ID): World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia
Regional Program.
Sobir, Napitupulu RM. 2010. Sukses Bertanam Durian Unggul. Jakarta ID):
Penebar Swadaya.
Wylie FR, Speight MR. 2012. Insect Pest in Tropical Forestry. Ed ke-2. London
(UK): CABI.
Subekti N. Karakteristik populasi rayap tanah Coptotermes spp (Blattodea:
Rhinotermitidae) dan dampak serangannya. Bionsaitifika. [internet].
[diunduh 2015 Mei 26]; 2(2):110-114. Tersedia pada:
http://download.portalgaruda.org/article.php?article=136078&val=5659
Sukartana P. 2013. Arti Penting Pemahaman Perilaku Serangga Perusak Kayu
untuk Pengendaliannya yang Lebih Ramah Lingkungan. Di dalam: .
Sudradjat et al. Editor. Himpunan Bunga Rampai. Orasi Ilmiah Ahli Peneliti
Utama (APU); 2013 Desember 3; Bogor. Bogor (ID): PPPKKPHH
Sumartini. 2011. Penyakit tular tanah (Sclerotium rolfsii) dan (Rhizoctonia solani)
pada tanaman kacang-kacangan dan umbi-umbian serta cara
pengendaliannya [internet]. Malang (ID): Balai Penelitian Tanaman
Kacang-kacangan dan umbi-umbian; [diunduh 2015 Mei 25] Tersedia
pada:http://download.portalgaruda.org/article.php?article=185314&val=641
4&title=Penyakit%20tular%20tanah%20(Sclerotium%20rolfsii%20dan%20
Rhizoctonia%20Solani)%20pada%20tanaman%20kacang-
kacangan%20dan%20umbi-umbian
Suwandi. 2007. Peledakan penyakit karat merah alga pada tanaman gambir.
(Uncaria gambi) Di Babat Tomat, Sumatera Selatan. Pet Tropical Journal.
1 (1)
Townsend GR, Heuberger JV. 1943. Methods for estimating losses caused by
diseases in fungicide expreminent. Plant Disease Report. 24: 340-343.
[WAC] World Agroforestry Centre. 2010.Teknik Pembiitan dan Perbanyakan
Vegetatif Tanaman Buah. Bogor (ID): WAC
23
RIWAYAT HIDUP