Anda di halaman 1dari 19

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR 3

ARSITEKTUR ABAD KOLONIAL ( XVIII – XIX )

KELOMPOK :
3TB07

 APRILIANA NUR AGITA (20317889)


 DENY RAHMAT RAFI ()
 ELVIRA JANUARIS VALIANTI (21317927)
 GENIO BAYU ARYA UTRA (22317506)

UNIVERSITAS GUNADARMA
ISTANA BOGOR

Bogor merupakan kota rekreasi yang menjadi tujuan destinasi banyak orang yang berasal dari
beberapa kota di sekitar-nya seperti bekasi, depok, tangerang, dan jakarta. Selain banyaknya destinasi
rekreasinya suhu di daerah tersebut pun sangat mendukung untuk menjelajahi daerah ini dikala liburan.
Salah satu yang menarik di Bogor adalah adanya Istana Bogor. Istana ini merupakan salah satu istana
kepresidenan Republik Indonesia yang sampai saat ini masih aktif digunakan oleh presiden. Sejarah
istana bogor memiliki banyak cerita yang sangat menarik untuk disimak, hal ini akan banyak
menumbuhkan hal positif yang bisa di dapat. Tak jarang warga yang mengunjungi istana ini, karena di
istana ini banyak hal menarik salah satu diantaranya adalah adanya rusa – rusa yang manis di halaman
istana bogor. Banyak warga yang sengaja datang hanya untuk memberi makan rusa – rusa ini.

Sejarah Istana Bogor

Sejarah Istana Bogor dibangun diatas lahan seluas 28,8 hektar. Bangunan ini  merupakan
bangunan yang dibangun tahun 1745 oleh Gubernur Jenderal Belanda yang bernama Gustav
Wilhem Baron Van Inhock yang luas bangunannya kurang lebih 1,5 hektar. Baca juga mengenai
Bangunan yang diprakarsai pembangunannya pada tahun  1745  oleh Gubernur Jendral Van Imhoff  ini
awalnya diberi nama Buitenzorg yang berarti tanpa kekhawatiran. Sketsa bangunannya dibuat sendiri
oleh beliau dengan mencontoh arsitektur Blenheim Palace, kediaman Duke of Malborough, sebuah
istana tempat tingal bangsawan di Oxford Inggris yang mana tujuannya untuk tempat peristirahatan
orang-orang Belanda yang sedang ada di Batavia pada waktu itu. Proses pembangunannya melewati
phase yang panjang, bertahap dari satu gubernur ke gubernur lainnya yaitu pada masa Gubernur
jendral Jacob Mossel yang masa dinasnya dari tahun 1750 hingga tahun 1761.
Awalnya Istana Bogor merupakan bangunan 3 tingkat yang dibangun pada
bulan Agustus 1744, diperuntukkan sebagai rumah peristirahatan. Van
Imhoff sendiri yang membuat sketsa dan membangunnya dari tahun 1745-
1750, mencontoh arsitektur Blehheim Palace, kediaman Duke Malborough,
dekat kota Oxford di Inggris.

Musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834, terjadi gempa bumi akibat
meletusnya Gunung Salak, menyebabkan istana tersebut rusak berat. Pada
tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi
karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. Pada masa
pemerintahan Gubernur Jenderal Albertus Jacob Duijmayer van Twist (1851-
1856) bangunan lama sisa gempa itu dirubuhkan dan dibangun dengan
mengambil arsitektur Eropa abad ke-19.

Musibah datang pada tanggal 10 Oktober 1834, terjadi gempa bumi akibat
meletusnya Gunung Salak, menyebabkan istana tersebut rusak berat. Pada
tahun 1850, Istana Bogor dibangun kembali, tetapi tidak bertingkat lagi
karena disesuaikan dengan situasi daerah yang sering gempa itu. 

Berangsur angsur, perubahan-perubahan kepada bangunan awal dilakukan


selama masa Gubernur Jenderal Belanda maupun Inggris (Herman Willem
Daendels dan Sir Stamford Raffles), bentuk bangunan Istana Bogor telah
mengalami berbagai perubahan, sehingga yang tadinya merupakan rumah
peristirahatan berubah menjadi bangunan istana paladian dengan luas
halamannya mencapai 28,4 hektar dan luas bangunan 14.892 m².

Bagian – bagian istana bogor

Sejarah Berdirinya Istana Bogor terdapat dua gedung yang mengapit, terlihat patung
perunggu ritual meminta hujan pada gedung di sisi kiri tepatnya di teras gedung. Patung tersebut
adalah hasil karya Marta Jiraskova seorang seniman ceko yang dibuat pada tahun 1938. Patung
tersebut merupakan hadiah yang diberikan kepada Presiden Soekarno oleh Presiden Yugoslavia
pada saat itu Josip Broz Tito. Gedung sayap kiri memiliki enam ruang tidur yang ditujukan  bagi
para tamu negara setingkat menteri. di ruang ini dilengkapi juga dengan sebuah ruang makan dan
ruang duduk. Pada masa Belanda, sayap kiri ini dipergunakan bagi hunian staf Gubemur
Jenderal.
Sedangkan, di gedung sisi kanan, terdapat patung dari bahan serupa dan karya seniman
yang sama dinamai Ritual Terima Kasih. Gedung ini digunakan untuk menjamu  tamu-tamu
negara setingkat kepala negara atau kepala pemerintahan. Yang mana dahulu kala pada zaman
Belanda gedung ini juga difungsikan untuk hal yang sama. Bangunan ini terdiri beberapa kamar
tidur dengan banyaknya 4 ruang kamar tidur.  Beberapa tamu negara seperti raja dan presiden
telah menjadi tamu Republik Indonesia di Istana Bogor. Selain bangunan – banguan diatas,
istana ini juga memiliki beberapa nama ruangan khusus, yaitu :
 Ruang Pancanegara
Ruang ini berada di gedung sayap kiri, dahulu ruangan ini digunakan untuk pertemuan lima
Perdana Menteri pada tahun 1954. Pertemuan tersebut dilakukan oleh negara Indonesia, India,
Pakistan, Sri Lanka dan Burma. Pertemuan tersebut menghasilkan kesepakatan untuk
menyelenggarakan Konferensi Asia-Afrika di Bandung pada tahun berikutnya. Ini merupakan
sebuah langkah awal strategis untuk mempererat kerja sama antara negara-negara Asia dan
Afrika. Oleh karena itu ruangan ini disebut dengan pancanegara, bendera-bendera kebangsaan
lima negara yang hadir pada saat itu pun masih menghiasi ruangan ini.

 Ruang Teratai
ruangan ini merupakan sebuah bangsal yang terletak di belakang serambi terbuka gedung induk
Istana Bogor. Ruangan ini difungsikan juga untuk menyambut tamu – tamu negara. Disebut
ruang Teratai karena di ruangan ini terdapat lukisan Bunga Teratai karya c.L. Dake, Jr.
Dimana lukisan ini dibuat pada tahun 1952 berdasarkan teratai besar (Victoria regia) dari
Amazon, Brazil, yang saat itu berada di kolam depan Istana Bogor. Sampai saat ini pun teratai
ini masih menghiasi kolam tersebut, banyak sekali pengunjung yang mengabadikan foto2 di area
itu.

 Ruang Garuda
Ruangan ini pernah digunakan oleh Presiden RI yang pertama untuk melakukan pesta Tarian
tradisional yaitu tari lenso. Di dalam Ruangan ini terdapat  lambang negara Garuda Pancasila
pada dinding kepala, oleh karena itu ruangan ini disebut Ruang Garuda. Di dalam ruang Garuda
terdapat  ruang perpustakaan, ruang kerja, dan ruang makan besar. Banyak sekali buku koleksi di
ruang perpustakaan tersebut. Ini dapat menarik minat baca bagi para pengunjung.

Runtuhnya Istana

Saat gunung salak meletus pada 10 Oktober 1834 gempa vulkanik yang dihasilkan merusak
sebagian wilayah Jawa Barat  bagian selatan dan barat tak terkecuali dengan istana Buitenzorg
yang runtuh akibat gempa tersebut. Pembangun kembali dilakukan pada tahun 1850 oleh
Gubernur Jenderal A. Jaco Duymaher Van Twist. Ia memanggil arsitektur bangunan abad IX.
Bangunan Istana dibangun kembali  namun tidak dua tingkat. Pada masa kepemerintahan
Gubernur Jenderal Pahud De Mintanger 1856-1861 bangunan istana yang baru pun selesai dan
Istana Buitenzorg atau Istana Bogor menjadi kediaman resmi Gubernur Jenderal Belanda.

Tjarda Van Starkenborgh Stachhouwer adalah Gubernur Jenderal Belanda ke-44 yang memiliki
kaitan dengan Sstana Bogor. Pada tahun 1942 saat kepemerintahan Jepang, ia dan panglima
perangnya yang bernama Hein Ter Poorten dibuang ke Taiwan oleh Jenderal Imamura beserta
pasukannya.

Pasca perang dunia II usai, kependudukan Jepang sebagai pihak yang kalah dalam perang harus
keluar dari Indonesia yang digantikan oleh tentara sekutu. Barisan Keamanan Rakyat (BKR)
sebanyak 200 orang mencoba bertahan di Istana Bogor namun kemudia mereka di serbu oleh
tentara Gurkha dan akhirnya harus menyerah. Pada 31 Desember 1949. Istana Bogor ini diambil
alih oleh pemerintahan Republik Indonesia secara hukum melalui Konferensi Meja Bundar
(KMB) di Denhaag Belanda.

Denah Istana Bogor

1. Gedung Induk sisi sayap kiri


Luas bangunan gedung ini sebesar 325 m2. Bagian ini biasa dipergunakan untuk tempat
menginap tamu Negara yang berpangkat menteri.
2. Gedung induk /gedung utama (ruang garuda)
Gedung induk biasa dipakai sebagai tempat penyelenggaraan berbagai acara kenegaraan. Seperti
pertemuan-pertemuan kenegaraan, januan makan besar, hingga pertunjukkan-pertunjukkan seni
dan budaya bila ada kunjungan tamu Negara atau peristiwa penting, disamping juga sebagai
tempat kegiatan penting yang bersifat Nasional.

3. Gedung induk sayap kanan


Bagian sayap kanan gedung Istana Bogor biasa dipergunakan untuk penginapan tamu-tamu
Negara yang memangku jabatan kepala Negara atau sebagai kepala pemerintahan.

Tujuan pembangunan Museum Bogor

Istana Bogor ini dibangun pada masa Kolonial Belanda, yang mana pada saat itu pembangunan
gedung ini ditujukan untuk kediaman peetinggi – petinggi pemerintahan Belanda yaitu gubernur.
Karena udara dan suhunya yang sejuk membuat gubernur jenderal tertarik untuk membangun
tempat kediaman di daerah bogor ini dan dinamakan Buitenzorg dalam bahasa Belanda yang
memiliki arti  tanpa peduli – without worry atau carefree dalam bahasa Inggris, sans souci dalam
bahasa Perancis. Buitenzorg adalah nama yang tepat bagi tempat para pelancong untuk
melupakan hiruk pikuk  di Batavia yang saat itu menjadi pusat pemerintahan yang penuh
keramaian. Perkembangan Istana Bogor.

Perkembangan Istana Bogor

Seiring dengan waktu berjalan, bangunan ini mengalami beberapa perubahan baik secara
fisik maupun fungsional. istana ini pun sempat mengalami kerusakan dikarenakan adanya
peperangan kerajaan banten dengan pemerintahan kolonial belanda. Bangunan  istana yang
belum selesai dibangun di Buitenzorg itu dibakar dalam salah satu serangan dan mengalami
kerusakan berat. Namun,pada saat pergantian kepemimpinan proses pembangunan dan
pemugaran dilakukan kembali. Pada tahun 1802, di  sudut halaman bangunan istana yang seluas
sekitar 28 hektar itu didirikan sebuah gereja. Yang mana hingga sekarang gereja itu masih
berfungsi, tetapi dipisahkan dari lahan Istana Bogor dengan pagar, agar bisa dimanfaatkan oleh
masyarakat. Bangunan asli gereja itu juga sudah diganti dengan yang baru pada awal abad ke-20.
Kini pun fungsi bangunan istana ini telah beralih fungsi menjadi kediaman Presiden Republik
Indonesia.

Koleksi Istana Bogor

Saat ini Istana Bogor banyak menyimpan berbagai macam benda seni peninggalan sejarah masa
lampau seperti lukisan, patung, keramik, dan aneka benda seni lainnya. Salah satu koleksi yang
menarik dari istana ini adalah adanya binatang rusa yang ada di halaman istana bogor. Rusa-rusa
di Istana Bogor pada mulanya didatangkan dari negara Nepal pada awal tahun 1800. Yang mana
pada saat itu istana Bogor menjadi kediaman Gubernur Jenderal Inggris, Sir Thomas Stamford
Raffles. Saat itu Raffles menginginkan sesuatu yang berbeda di istananya, maka ia pun terpikir
untuk mendatangkan beberapa rusa.

Hingga Sekarang, rusa-rusa itu sudah semakin banyak dan mencapai ratusan ekor. Setiap hari
gerombolan rusa makan serta bermain di halaman Istana Bogor yang luasnya 28 hektar. Banyak
sekali para pengunjung yang melihat dari luar halaman istana berhenti sejenak untuk membari
makan rusa – rusa tersebut dengan seikat wortel. Dengan jumlah yang banyak itu tentu saja tak
sehat bagi para rusa dan juga memberatkan biaya operasional rumah tangga Istana yang setiap
hari memberi makan. Oleh karena itu sebagian rusa-rusa itu pun ada yang kemudian dihibahkan
ke berbagai Lembaga
GEREJA BLENDUK SEMARANG

Gereja Blenduk Semarang merupakan Gereja yang dibangun pada 1753 ini merupakan salah
satu landmark di Kota Lama. Berbeda dari bangunan lain di Kota Lama yang pada umumnya
memagari jalan dan tidak menonjolkan bentuk, gedung yang bergaya Neo-Klasik ini justru
tampil kontras. Bentuknya lebih menonjol . Lokasi bangunan ini berada di Jalan Letjend
Suprapto No 32 Kota Lama Semarang dan bernama Gereja GPIB Immanuel. Bangunan gereja
yang sekarang merupakan bangunan setangkup dengan facade tunggal yang secara vertikal
terbagi atas tiga bagian. Jumlah lantainya adalah dua buah. Bangunan ini menghadap ke
Selatan. Gereja ini masih dipergunakan untuk peribadatan setiap hari Minggu. Di sekitar gereja
ini juga terdapat sejumlah bangunan lain dari masa kolonial Belanda seperti Gedung Marba.
Bangunan kuno ini juga sering menjadi salah satu tempat untuk foto foto Pre Wedding.

Gereja Protestan yang lazim disebut Gereja Blenduk nama ini diberikan merunut pada bentuk
kubahnya yang dalam bahasa Jawa disebut Blenduk (menggembung), sampai sekarang nama
asli gereja ini tidak diketahui.
Mula-mula Gereja di bangun pada tahun 1753, berbentuk rumah panggung Jawa, dengan atap
berarsitektur model Jawa. Pada tahun 1787 rumah panggung ini dirombak total. Tujuh tahun
berikutnya diadakan kembali perubahan. Pada tahun 1894, gedung ini dibangun kembali oleh
H.P.A. de Wilde dan W.Westmas. Gereja ini dibangun pada abad ke-17 dan telah mengalami 3
kali renovasi, yaitu pada tahun 1753, 1894 dan terakhir tahun 2003.
MUSEUM BANK INDONESIA JAKARTA

LATAR BELAKANG PENDIRIAN MUSEUM BANK INDONESIA

Museum BI menempati gedung BI Kota yang sebelumnya digunakan oleh De Javasche


Bank, gedung yang mempunyai nilai sejarah tinggi yang terancam kerusakan apabila tidak
dimanfaatkan dan dilestarikan. Pemerintah telah menetapkan bangunan tersebut sebagai
bangunan cagar budaya. Selain dari gedung bersejarah, BI juga memiliki benda-benda dan
dokumen-dokumen bersejarah yang perlu dirawat dan diolah untuk dapat memberikan informasi
yang sangat berguna bagi masyarakat.

Dilandasi oleh keinginan untuk dapat memberikan pengetahuan kepada masyarakat mengenai
peran BI dalam perjalanan sejarah bangsa, termasuk memberikan pemahaman tentang latar
belakang serta dampak dari kebijakan-kebijakan BI yang diambil dari waktu ke waktu, Dewan
Gubernur BI telah memutuskan untuk membangun Museum Bank Indonesia dengan
memanfaatkan gedung BI Kota yang perlu dilestarikan. Pelestarian gedung BI Kota tersebut
sejalan dengan kebijakan Pemerintah Daerah Khusus Ibukota Jakarta yang telah mencanangkan
daerah Kota sebagai daerah pengembangan kota lama Jakarta. Bahkan, BI diharapkan menjadi
pelopor dari pemugaran/revitalisasi gedung-gedung bersejarah di daerah Kota.

Hal inilah yang antara lain menjadi pertimbangan munculnya gagasan akan pentingnya
keberadaan Museum Bank Indonesia, yang diharapkan menjadi suatu lembaga tempat
mengumpulkan, menyimpan, merawat, mengamankan, dan memanfaatkan aneka benda yang
berkaitan dengan perjalanan panjang BI. Museum BI saat ini juga sebagai wahana komunikasi
kebijakan BI bagi masyarakat, sehingga masyarakat dapat mengetahui kebijakan BI terkini yang
dikeluarkan BI.
Tujuan Pendirian Museum Bank Indonesia

Guna menunjang pengembangan kawasan kota lama sebagai tujuan wisata di DKI Jakarta, maka
sangat tepat apabila gedung BI Kota yang telah ditetapkan sebagai bangunan cagar budaya oleh
pemerintah, dimanfaatkan menjadi Museum Bank Indonesia. Keberadaan museum ini nantinya
diharapkan dapat seiring dan sejalan dalam mendorong perkembangan sektor pariwisata bersama
museum-museum lain yang saat ini sudah ada di sekitarnya, seperti Museum Fatahillah, Museum
Wayang, Museum Keramik, dan Museum Bahari di daerah Pasar Ikan. BI mengharapkan bahwa
keberadaan Museum Bank Indonesia akan berarti terwujudnya suatu museum bank sentral di
Indonesia, yang mempunyai misi untuk mencari, mengumpulkan, menyimpan, dan merawat
benda-benda maupun dokumen bersejarah yang saat ini dimiliki, sehingga menjadi suatu sosok
yang mempunyai nilai dan arti penting bagi masyarakat. Hal ini hanya akan dapat terwujud
apabila kita dapat menyajikan semuanya dalam bentuk yang mampu memberikan informasi yang
lengkap dan runtut, sehingga mudah dimengerti dan dipahami oleh seluruh lapisan masyarakat.

Museum BI juga diharapkan dapat menjadi wahana pendidikan dan penelitian bagi masyarakat
Indonesia maupun internasional tentang fungsi dan tugas BI, di samping merupakan wahana
komunikasi kebijakan dan rekreasi yang bersifat edukatif. Dengan pencapaian tujuan-tujuan tadi,
diharapkan Museum BI dapat meningkatkan corporate image . Sepenuhnya disadari bahwa
rencana pembangunan museum ini bukanlah suatu gagasan yang sederhana, melainkan suatu
gagasan yang bersasaran ganda. Dengan segala keterbatasan dan kendala yang ada, proses
perwujudan Museum Bank Indonesia jelas membutuhkan keuletan dan ketelitian. Mengingat
keterbatasan kemampuan dan pengetahuan BI mengenai permuseuman, maka kerjasama dengan
para ahli dari berbagai bidang diperlukan untuk bersama-sama mewujudkan gagasan ini secara
menyeluruh dari tahapan konsep sampai dengan pelaksanaan fisik nantinya.

Museum BI juga disajikan dalam website Bank Indonesia, sehingga memudahkan publik
dimanapun berada untuk melakukan virtual tour dan mempelajari informasi yang disajikan di
setiap ruangan Museum BI.
Peresmian Museum Bank Indonesia dilakukan melalui dua tahap, yaitu
peresmian tahap I dan mulai dibuka untuk masyarakat (soft opening) pada
tanggal 15 Desember 2006 oleh Gubernur Bank Indonesia saat
itu, Burhanuddin Abdullah, dan peresmian tahap II (grand opening)
oleh Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, pada tanggal 21 Juli 2009.
Museum Bank Indonesia buka setiap hari kecuali Senin dan hari libur
nasional.
ertama kali pada tahun 1828.
LAWANG SEWU SEMARANG

Lawang Sewu bila diartikan ke dalam Bahasa Indonesia memiliki arti “seribu pintu”.
Sebutan sewu (seribu dalam bahasa Jawa), merupakan penggambaran masyarakat Semarang
tentang banyaknya jumlah pintu yang dimiliki Lawang Sewu, meski dalam kenyataannya jumlah
pintu yang ada tidak mencapai seribu, namun lebih tepatnya 429 buah lubang pintu. Namun
Lawang Sewu memiliki banyak jendela yang tinggi dan lebar yang membuat jendela tersebut
nampak seperti pintu.

Tampilan Bangunan

Gedung utama Lawang Sewu memiliki tiga lantai lengkap dengan dua sayap bangunan yang
melebar ke bagian kanan dan kiri. Kalau kita memasuki gedung utama, kita akan menemui
tangga besar membentang di hadapan kita yang menuju ke lantai dua. Di antara tangga terdapat
kaca gelas berukuran besar dengan gambar dua wanita muda Belanda. Semua bentuk bangunan,
pintu, hingga jendela mengambil ciri khas arsitektur Belanda.
Selain pintu dan jendela berukuran besar, masing-masing pintu memiliki daun pintu masing-
masing dengan jumlah total sebanyak 1200 daun pintu. Sebagian pintu memiliki dua daun pintu
dan ada juga yang memiliki 4 daun pintu yang terdiri dari 2 daun pintu ayun ditambah 2 daun
pintu geser.
wal Berdiri

Lawang Sewu mulai dibangun oleh Belanda pada 27 Februari 1904 dan rampung pada tahun
1907. Pada awalnya gedung ini berfungsi sebagai kantor pusat perusahaan kereta api swasta
milik Belanda dengan nama Nederlands Indische Spoorweg Maatschappj atau disingkat NIS.
Perusahaan inilah yang pertama kali membangun jalur kereta api di Indonesia menghubungkan
Semarang, Surakarta dan Yogyakarta. Jalur pertama yang dibangun adalah Semarang
Temanggung pada tahun 1867.
Direksi NIS memercayakan perancangan gedung kepada Prof. Jacob F. Klinkhamer dan B.J. 
Quendag. Keduanya berdomisili di Amsterdam.Semua proses perancangan bangunan dilakukan
di Belanda. Setelah rancangan selesai, gambar-gambar rancangan tersebut kemudian dibawa ke
Kota Semarang.

Kantor pusat NIS tersebut adalah sebuah bangunan besar dua lantai dengan bentuk menyerupai
huruf “L”. Pembangunan kantor pusat NIS di Semarang karena adanya kebutuhan yang cukup
besar untuk mendirikan banyak bangunan untuk publik dan perumahan akibat perluasan daerah
jajahan, desentralisasi administrasi kolonial dan pertumbuhan usaha swasta.

 Tak sesuai harapan

Pada awalnya kegiatan perkantoran perusahaan kereta api milik Belanda  berpusat di sini.
Namun karena berkembangnyajaringan perkeretaapian yang demikian pesat pada saat itu
menuntut terus ditambahnya personil teknis dan tenaga administrasi untuk mengikuti bisa
mengikuti perkembangan.

Hal ini membuat kantor NIS di Semarang tidak lagi memadai untuk menampung semua staf NIS.
Berbagai jalan sudah ditempuh seperti misalnya menyewa sejumlah bangunan milik
perseorangan untuk solusi sementara justru membuat pekerjaan makin tidak efisien. Belum lagi
letak Stasiun Semarang NIS dekat dengan rawa membuat hal-hal seperti kebersihan dan
kesehatan menjadi pertimbangan penting.

Maka diusulkanlah pilihan lain, yakni membangun kantor administrasi untuk pegawai NIS di
lokasi yang baru. Pilihan jatuh pada sebidang tanah yang berada di pinggir kota dekat dengan
kediaman Residen Hindia Belanda. Lokasi tepatnya berada di ujung Bodjongweg Semarang
(sekarang Jalan Pemuda), di sudut pertemuan Jalan Pemuda dan jalan raya menuju Kendal.

Masa Perjuangan Kemerdekaan

Lawang Sewu menjadi saksi bisu dari kelamnya masa penjajahan Belanda. Setelah ditinggal oleh
NIS, bangunan ini sering difungsikan oleh penjajah Belanda dan Jepang sebagai penjara.
Beberapa ruangan di bangunan ini bahkan disulap menjadi ruang tahanan yang menyiksa.
Namanya saja sudah bisa membuat bulu kuduk berdiri, yakni Penjara Jongkok, Penjara Berdiri
dan Ruang Penyiksaan. Berikut fungsi dari masing-masing ruangan:
1. Ruang Penjara Berdiri pada awalnya digunakan sebagai lokasi penampungan tahanan.
Tahanan yang tertangkap dimasukkan ke dalam ruangan tersebut dalam kondisi yang berdesak-
desakan. Hal ini memaksa mereka untuk selalu berdiri karena apabila mereka duduk, ruangan
penjara akan terasa lebih sempit dan menyiksa. Tak sedikit dari para tahanan ini meninggal di
ruangan ini karena kelelahan atau kekurangan oksigen.
2. Penjara Jongkok lebih parah lagi. Berbeda dengan ruangan Penjara Berdiri, tahanan yang
dimasukkan ke ruang Penjara Jongkok dipaksa untuk berdesak-desakan dalam keadaan
berjongkok karena tinggi ruangan tak sampai satu setengah meter. Bisa dibayangkan seperti apa
penderitaan para tahanan yang dimasukkan ke dalam ruangan ini.
Setelah Proklamasi Kemerdekaan, Lawang Sewu menjadi saksi mata ketika berlangsungnya
peristiwa Pertempuran Lima Hari di Semarang (14 Oktober – 19 Oktober 1945) antara pemuda
AMKA atau Angkatan Muda Kereta Api melawan Kempetai dan Kidobutai dari tentara Jepang.
Karena itulah Pemerintah Kota Semarang dengan Surat Keputusan Wali Kota Nomor
650/50/1992 memutuskan bahwa Lawang Sewu dimasukkan dalam 102 bangunan kuno
bersejarah di Kota Semarang yang wajib dilindungi.

Lawang Sewu juga pernah digunakan sebagai kantor dari Djawatan Kereta Api Repoeblik
Indonesia atau yang sekarang dikenal sebagai PT. Kereta Api Indonesia. Meski pihak militer
pemerintah Indonesia sempat mengambil alih gedung ini, saat ini kepengurusan Lawang Sewu
kembali ke tangan PT. KAI.

Pemugaran Lawang Sewu

Sekian lama tak terurus, PT. KAI selaku pemilik bangunan Lawang Sewu melihat perlunya
pemugaran bangunan. Hal ini dirasa penting karena nilai sejarah Lawang Sewu sangatlah tinggi
maka dari itu bangunan ini perlu dilestarikan agar tak usang digerus jaman.

Setelah memakan waktu cukup lama, proses pemugaran selesai pada bulan Juni 2011 dan
kembali dibuka untuk masyarakat umum pada tanggal 5 Juli 2011. Pembukaan Lawang Sewu ini
diresmikan oleh Ibu Ani Bambang Yudhoyono dan dilanjutkan dengan acara Pameran Kriya
Unggulan Nusantara yang menampilkan produk tradisional dari seluruh Nusantara.

 Tampak megah
Lawang Sewu kini tampil cantik seperti saat digunakan oleh NIS dulu. Tidak ada lagi lantai yang
kotor dan cat yang terkelupas. Yang kita temui hanyalah bangunan megah dengan arsitektur unik
bergaya Belanda dilengkapi dengan taman-taman yang indah. Hal inilah yang membuat Lawang
Sewu kini ramai dikunjungi oleh warga, bahkan banyak pasangan muda-mudi yang berfoto di
sini atau menjadikannya lokasi foto pre-wedding.
GEDUNG SATE BANDUNG

Gedung Sate memiliki keunikan dari sisi arsitektur dan keindahan tersendiri yang berbeda bila
dibandingkan dengan bangunan lainnya di kota Bandung. Selain itu, Gedung Sate memiliki
sejarah yang panjang. Berdiri di tanggal 27 Juli 1920 gedung ini dibangun di zaman
pemerintahan kolonial Belanda. Meski berusia sudah lebih dari seratus tahun, bangunan ini
masih tetap berdiri kokoh dan anggun. Fungsinya sebagai pusat pemerintahan dari jaman
Belanda hingga saat ini mungkin menjadi salah satu alasan mengapa gedung ini terjaga
kondisinya.

Awal Pendirian

Oleh pemerintahan Belanda dulu, gedung ini disebut dengan Gouvernements Bedrijven atau GB.
Dirancang oleh sebuah tim ahli dari Belanda yang terdiri dari Ir. J. Gerber, seorang arsitek muda
ternama lulusan Fakultas Teknik Delft Nederland, serta Ir. Eh. De Roo dan Ir. G. Hendriks.
Proses pembangunan langsung ditangani oleh pihak Gemeente van Bandoeng yang diketuai oleh
Kol. Pur. VL. Slors yang melibatkan 2000 tenaga kerja yang terdiri dari 150 orang pemahat atau
ahli bongpay pengukir batu nisan dan pengukir kayu berkebangsaan China yang berasal dari
Konghu atau Kanton. Tak hanya itu, 2000 tenaga kerja itu juga terdiri dari tukang batu dan kuli
aduk yang merupakan warga kampung sekitar kota Bandung pada saat itu.
 Peletakan Batu Pertama
Peletakan batu pertama Gedung Sate dilakukan oleh Johanna Catherina Coops, putri sulung dari
Walikota Bandung saat itu, B. Coops dan Petronella Roelofsen, mewakili Gubernur Jendral
Batavia J.P. Graaf van Limburg. Pembangunan Gedung Sate memakan waktu 4 tahun dan biaya
sekitar 6 juta gulden. Hal inilah yang menjadi dasar penentuan jumlah benda bulat yang ditusuk
oleh semacam tusuk sate di bagian puncak gedung. Ada banyak versi dari masyarakat Bandung
tentang benda bulat yang ditusuk tiang di puncak Gedung Sate. Ada yang mengatakan bahwa
benda bulat tersebut adalah sate, jambu air hingga melati yang berjumlah enam buah.

Pujian Dunia untuk Gedung Sate

Arsitektur Gedung Sate menuai banyak pujian dari kalangan arsitek dan ahli bangunan ternama
di dunia. Hal ini dikarenakan bangunan ini memiliki sentuhan khas bergaya Eropa dari Ir. J.
Gerber juga dipadu padankan dengan nuansa arsitektur tradisional nusantara. Masukan dari
maestro arsitek Belanda Dr. Hendrik Petrus Berlage lah yang membuat Gedung Sate diwarnai
keanggunan khas Candi Borobudur.

 Dipuji Sebagai Bangunan Terindah


Ruhl dalam bukunya Bandoeng en haar Hoogvlakte1952 bahkan mengatakan bahwa Gedung
Sate adalah bangunan terindah di Indonesia. Ketika Dr. Hendrik Petrus Berlage mengunjungi
Gedung Sate di bulan April 1923, ia mengatakan sendiri bahwa bangunan tersebut adalah karya
arsitektur besar yang berhasil menggabungkan langgam timur dan barat dengan harmonis. Ada
banyak arsitek lainnya juga dari Belanda dan Indonesia yang mengagumi kemegahan Gedung
Sate.

 Perkawinan Timur dan Barat

Perpaduan timur dan barat yang ada di Gedung Sate terdapat pada gaya bangunannya yang
bertemakan Renaissance Italia, jendelanya yang bergaya Moor Spanyol dan menara gedung yang
memiliki gaya atap pura Bali atau pagoda dari Thailand. Pembuatan bagian depan dari Gedung
Sate juga diperhitungkan dengan sangat terperinci. Mengikuti sumbu poros utara-selatan,
Gedung Sate dibangun menghadap ke arah Gunung Tangkuban Perahu yang berada di sebelah
utara dari bangunan ini.

Di bagian timur dan barat Gedung Sate terdapat dua ruang besar yang mirip gayanya dengan ball
room atau ruang dansa ala Eropa. Namun sekarang, ruangan besar yang kini disebut dengan Aula
Barat dan Aula Timur itu berfungsi sebagai tempat diadakannya kegiatan resmi oleh pemerintah.

 Dijadikan Pusat Pemerintahan


Pada awalnya Gedung Sate dibangun sebagai kantor Departemen Lalu Lintas dan Pekerjaan
Umum. Namun pada tahun-tahun berikutnya, Gedung Sate sempat menjadi pusat pemerintahan
Hindia Belanda karena pemerintah Kolonial Belanda berpendapat Batavia sudah tidak layak lagi
menjadi pusat pemerintahan karena perkembangannya yang demikian pesat pada saat itu.

Pertempuran Melawan Sekutu dan Belanda

Di tanggal 3 Desember 1945, Belanda yang belum terima dengan kemerdekaan yang diraih
bangsa Indonesia, menghimpun sejumlah kekuatan untuk merebut sejumlah aset dari tangan
Indonesia. Salah satu aset yang menjadi target saat itu adalah Gedung Sate. Menunggangi
pasukan sekutu dari Inggris, Belanda berusaha melancarkan serangan ke Gedung Sate yang
dilindungi oleh sejumlah pemuda Indonesia.

Pertempuran pun tumpah dan berlangsung selama dua jam. Sejumlah korban pun jatuh baik dari
pihak pemuda Indonesia yang mempertahankan Gedung Sate dan penyerang. Tujuh pemuda
Indonesia diketahui kemudian tewas pada pertempuran tersebut. Untuk mengenang jasa mereka,
pemerintah membuatkan sebuah tugu dari batu di halaman belakang Gedung Sate. Namun pada
tahun 1970, Menteri Pekerjaan Umum memerintahkan tugu tersebut dipindahkan ke halaman
depan Gedung Sate.

 Penambahan Gedung Baru

Sejak tahun 1980, Gedung Sate lebih dikenal oleh masyarakat sebagai Kantor Gubernur karena
fungsinya sebagai pusat kegiatan Pemerintah Provinsi Jawa Barat. Namun sebelum pindah ke
Gedung Sate, Kantor Gubernur Jawa Barat berada di Gedung Kerta Mukti di Jalan Braga
Bandung.

ndahnya Gedung Sate semakin disempurnakan dengan dibangunnya Gedung Baru hasil karya arsitek Ir.
Sudibyo pada tahun 1977. Gedung Baru ini mengambil sedikit gaya arsitektur yang dimiliki oleh Gedung
Sate. Bangunan ini diperuntukkan bagi para Anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi Jawa
Barat untuk melaksanakan kewajiban mereka sebagai Lembaga Legislatif Daerah.
KARAKTERISTIK ARSITEKTUR KOLONIAL

Model bangunan berarsitektur kolonial ini disebut juga


dengan The Empire Style/The Dutch Colonial. Model
bangunan tersebut tidak hanya dijumpai pada bangunan
hunian saja tetapi juga pada model bangunan
pemerintahan seperti kantor, stasiun, rumah peribadatan.
contohnya yaitu Museum Fatahillah Jakarta, Museum bank
Mandiri Jakarta, dan Gedung Sate Bandung.
Ciri-ciri bangunan Kolonial yaitu:
 Penggunaan gewel (gable) pada fasad bangunan yang
biasanya berbentuk segitiga.
 Penggunaan tower pada bangunan.
 Penggunaan dormer pada atap bangunan yaitu model
jendela atau bukaan lain yang letaknya di atap dan
mempunyai atap tersendiri.
 Model denah yang simetris dengan satu lantai atas.

 Model atap yang terbuka dan kemiringan tajam (Atap Perisai)


 Mempunyai pilar di serambi depan dan belakang yang
menjulang ke atas bergaya Yunani.
 Penggunaan skala bangunan yang tinggi sehingga berkesan
megah.
 Model jendela yang lebar dan berbentuk kupu tarung (dengan
dua daun jendela), dan tanpa overstek (sosoran).
 Berkesan monumental
 Halaman yang sangat luas (Garden City)

PERIODE ARSITEKTUR KOLONIAL

 Tahun 1800-an sampai tahun 1902


Pemerintah Belanda mengambil alih Hindia Belanda dari VOC.
Setelah pemerintahan tahun 1811-1815 wilayah Hindia Belanda
sepenuhnya dikuasai oleh Belanda. Pada saat itu, di Hindia
Belanda terbentuk gaya arsitektur tersendiri yang dipelopori oleh
GubernurJenderal HW yang dikenal dengan the Empire Style, atau
The Ducth Colonial Villa. Gaya arsitektur neo-klasik yang melanda
Eropa (terutama Prancis) yang diterjemahkan secara bebas.
Hasilnya berbentuk gaya Hindia Belanda yang bercitra Kolonial
yang disesuaikan dengan lingkungan lokal, iklim dan material
yang tersedia pada masa itu. Bangunan-bangunan yang berkesan
grandeur (megah) dengan gaya arsitektur Neo Klasik dikenal
Indische Architecture
 Denah simetris dengan satu lantai, terbuka, pilar di serambi
depan dan belakang (ruang makan) dan didalamnya terdapat
serambi tengah yang mejuju ke ruang tidur dan kamarkamar
lainnya.
 Pilar menjulang ke atas (gaya Yunani) dan terdapat gevel atau
mahkota di atas serambi depan dan belakang.
 Menggunakan atap perisai.
 Tahun 1902 sampai tahun 1920-an

Secara umum, ciri dan karakter arsitektur kolonial di Indonesia


pada tahun 1900-1920-an :
 Menggunakan Gevel (gable) pada tampak depan bangunan
 Bentuk gable sangat bervariasi seperti curvilinear gable,
stepped gable, gambrel gable, pediment (dengan entablure)
 Penggunaan Tower pada bangunan. Tower pada mulanya
digunakan pada bangunan gereja kemudian diambil alih oleh
bangunan umum dan menjadi mode pada arsitektur kolonial
Belanda pada abad ke 20
 Bentuknya bermacam-macam, ada yang bulat, segiempat
ramping, dan ada yang dikombinasikan dengan gevel depan
 Penggunaaan Dormer pada bangunan
 Penyesuaian bangunan terhadap iklim tropis basah -> Ventilasi
yang lebar dan tinggi. -> Membuat Galeri atau serambi
sepanjang bangunan sebagai antisipasi dari hujan dan sinar
matahari.

Tahun 1920 sampai tahun 1940-an

Gerakan pembaharuan dalam arsitektur baik di tingkat


nasional maupun internasional. Hal ini mempengaruhi arsitektur
kolonial Belanda di Indonesia. Pada awal abad 20, arsitek-arsitek
yang baru datang dari negeri Belanda memunculkan pendekatan
untuk rancangan arsitektur di Hindia Belanda. Aliran baru ini,
semula masih memegang unsur-unsur mendasar bentuk klasik,
memasukkan unsur-unsur yang terutama dirancang untuk
mengantisipasi matahari hujan lebat tropik. Selain unsur-unsur
arsitektur tropis, juga memasukkan unsur-unsur arsitektur
tradisional (asli) Indonesia sehingga menjadi konsep yang eklektis.
Konsep ini nampak pada karya Maclaine Pont seperti kampus
Technische Hogeschool (ITB), Gereja Poh sarang di Kediri.

Anda mungkin juga menyukai