Anda di halaman 1dari 14

Nama : Rizki Pratama Putra

Npm : 1700874201338

Kelas : A1

No Hp : 087892242046

1. Hukum pidana umum adalah hukum pidana yang dengan sengaja telah
dibentuk untuk diberlakukan bagi setiap orang pada umumnya, contohnya
tindak pidana pencurian, pembunuhan, penganiayaan, dll. Hukum pidana
khusus adalah hukum pidana tang dengan sengaja telah dibentuk untuk
diberlakukan bagi orang orang tertentu, contohnya bagi anggota angkatan
bersenjata, tindak pidana diluar KUHP seperti UU tindak pidana korupsi,
UU tindak pidana narkoba, dll.
2. Pasal 103 KUHP berbunyi “Ketentuan-ketentuan dalam Bab I sampai Bab
VIII buku ini juga berlaku bagi perbuatan-perbuatan yang oleh ketentuan
perundang-undangan lainnya diancam dengan pidana, kecuali jika oleh
undang undang ditentukaan lain”. Pasal 103 dalam KUHP ini berkaitan
dengan tindak pidana khusus dikarenakan KUHP dapat digunakan apabila
tidak diatur dalam undang-undang atau aturan-aturan lain yang mengatur
tindak pidana diluar KUHP.
3. - Latar belakang pengaturan tindak pidana khusus
Perkembangan kriminalitas dalam masyarakat telah mendorong lahirnya
undang-undang tindak pidana khusus yaitu undang-undang hukum
pidana yang ada di luar KUHP. Kedudukan undang-undang hukum
pidana khusus dalam sistem hukum pidana adalah pelengkap dari hukum
pidana yang dikodifikasikan dalam KUHP. Suatu hukum pidana
betapapun sempurnanya pada suatu saat akan sulit memenuhi kebutuhan
hukum dari masyarakat dan di Indonesia timbulnya pengaturan hukum
pidana khusus karena adanya kebijakan kriminalisasi yang artinya
sebelum timbul undang-undang bukan merupakan tindak pidana
kemudian timbullah peraturan baru yang sebelumnya suatu perbuatan
tidak dipidana tetapi dengan undang-undang baru tersebut adanya
perbuatan yang dapat dipidanakan.
- Tujuan pengaturan tindak pidana khusus
Tujuan pengaturan terhadap tindak-tindak pidana yang bersifat khusus
adalah untuk mengisi kekurangan atau kekosongan hukum yang tidak
tercakup pengaturannya dalam KUHP, namun dengan pengertian bahwa
pengaturan itu masih tetap dan berada dalam batas-batas yang
diperkenankan oleh hukum pidana formil dan materiil. Dengan kata lain
penerapan ketentuan pidana khusus dimungkinkan berdasarkan azas lex
specialis derogate legi generali yang mengisyaratkan bahwa ketentuan
yang bersifat khusus akan lebih diutamakan daripada ketentuan yang
bersifat umum.
4. – Kekhususan tindak pidana khusus
- Hukum Pidana bersifat elastis (ketentuan khusus).
- Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan
hukuman (menyimpang).
- Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran
(ketentuan khusus).
- Perluasan berlakunya asas territorial (ektrateritorial)
(menyimpang/ketentuan khusus).
- Hukum berhubungan/ditentukan berdasarkan kerugian keuangan dan
perekonomian negara (ketentuan khusus).
- Pegawai Negeri merupakan sub. Hukum tersendiri (ketentuan
khusus).
- Mempunya sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk
memasukkan tindak pidana yang berada dalam UU lain asalkan UU
lain menentukan menjadi tindak pidana (ketentuan khusus).
- Pidana denda + 1/3 terhadap korporasi (menyimpang).
- Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ketentuan khusus).
- Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam UU itu
(ketentuan khusus).
- Tindak Pidana bersifat transnasional (ketentuan khusus).
- Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana
yang terjadi (ketentuan khusus).
- Tidak dipidananya dapat bersifat politik
- Dapat pula berlaku asas retroactive

- Penyimpangan terhadap hukum pidana khusus

- Penyidikan dapat dilakukan oleh Jaksa, Komisi Pemberantasan


Tindak Pidana Korupsi.

- Perkara pidana khusus harus didahulukan dari perkara pidana lain.


- Adanya gugatan perdata terhadap tersangka/terdakwa Tindak Pidana
Korupsi.

- Penuntutan kembali terhadap pidana bebas atas dasar kerugian negara.

- Perkara pidana khusus diadili di Pengadilan Khusus (HPE).

- Dianutnya peradilan in absentia.

- Diakuinya terobosan terhadap rahasia bank.

- Dianut pembuktian terbalik.

- Larangan menyebutkan identitas pelapor.

- Perlunya pegawai penghubung.

5. Teguh Prasetyo mengemukakan bahwa karakteristik atau kekhususan dan


penyimpangan hukum pidana khusus terhadap hukum pidana materiil
digambarkan sebagai berikut:
1. Hukum pidana bersifat elastis (ketentuan khusus)
2. Percobaan dan membantu melakukan tindak pidana diancam dengan
hukuman (menyimpang)
3. Pengaturan tersendiri tindak pidana kejahatan dan pelanggaran
(ketentuan khusus)
4. Perluasan berlakunya asas teritorial (menyimpang/ketentuan khusus)
5. Subjek hukum berhubungan/ditentukan berdasarkan kerugian
keuangan dan perekonomian negara (ketentuan khusus)
6. Pegawai negeri merupakan subjek hukum tersendiri (ketentuan
khusus)
7. Memiliki sifat terbuka, maksudnya adanya ketentuan untuk
memasukkan tindak pidana yang berada dalam Undang-Undang lain
asalkan UndangUndang lain itu menentukan menjadi tindak pidana
(ketentuan khusu)
8. Pidana denda ditambah sepertiga terhadap korporasi (menyimpang)
9. Perampasan barang bergerak, tidak bergerak (ketentuan khusus)
10.Adanya pengaturan tindak pidana selain yang diatur dalam
UndangUndang itu (ketentuan khusus)
11.Tindak pidana bersifat transnasional (ketentuan khusus)
12.Adanya ketentuan yurisdiksi dari negara lain terhadap tindak pidana
yang terjadi (ketentuan khusus)
13.Tindak pidana dapat bersifat politik (ketentuan khusus)

6. Menurut Bagir Manan, sebagai lex specialis harus memenuhi beberapa


syarat, antara lain:
1) Prinsip bahwa semua kaidah umum berlaku dan prevail kecuali secara
khusus diatur berbeda;
2) Dalam pengertian lex specialis termasuk juga asas dan kaidah-kaidah
yang me-nambah kaidah umum yang diterapkan secara kumulatif antara
kaidah umum dan kaidah khusus dan bukan hanya mengatur
penyimpangan;
3) Dalam lex specialis bermaksud menyimpangi atau mengatur berbeda
dengan lex generalis harus dengan motif lebih memperkuat asas dan
kaidah-kaidah umum bukan untuk memperlemah kaidah umum, selain itu
harus dapat di-tunjukan pula suatu kebutuhan khusus yang hendak
dicapai yang tidak cukup memadai hanya mempergunakan kaidah umum;
4) Semua kaidah lex specialis harus diatur secara spesifik sebagai kaidah
(norma) bukan sesuatu yang sekedar dilandaskan pada asas-asas umum
atau kesimpulan umum belaka;
5) Semua kaidah lex specialis harus berada dalam regim hukum yang sama
dan diatur dalam per-tingkatan perundang-undangan yang sederajat
dengan kaidah-kaidah lex generalis.
7. Narkotika, Psikotropika dan bahan adiktif lainnya adalah berbagai macam
obat yang semestinya dimanfaatkan sesuai dengan kepentingan tertentu,
misalnya pada dunia medis untuk membantu proses kerja dokter dalam
melakukan operasi bedah. Akan tetapi saat ini obat-obat terlarang ini telah
dikonsumsi, diedarkan dan diperdagangkan tanpa izin berwajib demi
memperoleh keuntungan dan nikmat sesaat saja.
8. Berbagai indikasi menunjukkan bahwa kejahatan narkotika merupakan
extraordinary crime. Adapun pemaknaannya adalah sebagai suatu kejahatan
yang berdampak besar dan multi dimensional terhadap sosial, budaya,
ekonomi dan politik serta begitu dahsyatnya dampak negatif yang
ditimbulkan oleh kejahatan ini. Untuk itu extraordinary punishment kiranya
menjadi relevan mengiringi model kejahatan yang berkarakteristik luar biasa
yang dewasa ini kian merambahi ke seantero bumi ini sebagai transnational
crime. Kejahatan narkotika dijadikan ajang bisnis yang menjanjikan dan
berkembang pesat, yang mana kegiatan ini berimbas pada rusaknya mental
baik fisik maupun psikis pemakai narkotika khususnya generasi muda.
9. Berikut adalah faktor-faktor penyebab seseorang menjadi penyalahguna
narkoba:
1) penyebab dari diri sendiri yaitu ketidakmampuan menyesuaikan diri
dengan lingkungan kepribadian yang lemah kurangnya percaya diri
tidak mampu mengendalikan diri dorongan ingin tahu,ingin
mencoba,ingin meniru.
2) penyebab yang bersumber dari keluarga(orang tua) salah satu atau
kedua orang tua adalah pengguna narkoba tidak mendapatkan
perhatian,dan kasih sayang dari orang tua keluarga tidak harmonis.
3) penyebab dari teman/kelompok sebaya adanya satu atau beberapa
teman kelompok yang menjadi pengguna narkoba adanya anggota
kelompok yang menjadi pengedar narkoba.
4) penyebab yang bersumber dari lingkungan masyarakat tidak acuh
atau tidak peduli longgarnya pengawasan sosial masyarakat sulit
mencari pekerjaan penegakan hukum lemah banyaknya pelanggaran
hukum kemiskinan dan pengangguran yang tinggi menurunnya
moralitas masyarakat banyaknya pengedar narkoba yang mencari
konsumen banyaknya pengguna narkoba disekitar tempat tinggal.
10. Pecandu Narkotika adalah orang yang menggunakan atau
menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada
narkotika, baik secara fisik maupun psikis. Penyalah Guna adalah orang
yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum.
Penyalahgunaan adalah penyalahgunaan NAPZA (Narkotika, Psikotropika,
dan Zat Adiktif) yang sudah bersifat patologis, dipakai secara rutin (paling
tidak sudah berlangsung selama satu bulan), terjadi penyimpangan perilaku
dan gangguan fisik di lingkungan sosial.
Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan
narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam
untuk menggunakan narkotika. Mantan Pecandu Narkotika adalah orang
yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik
maupun psikis.
11. Model pertanggungjawaban pidana korporasi dimana pengurus korporasi
sebagai pembuat dan sekaligus sebagai yang bertanggungjawab, pada
hakikatnya dijiwai oleh asas “societas / universitas delinquere non potest”,
yaitu badan hukum tidak dapat melakukan tindak pidana. Sistem
pertanggungjawaban ini ditandai dengan usaha-usaha agar sifat tindak
pidana yang dilakukan korporasi dibatasi pada perorangan. Mengenai
pengurus korporasi sebagai pembuat dan yang bertanggungjawab, maka
terhadap pengurus diberikan kewajiban-kewajiban yang sebenarnya adalah
kewajiban korporasi. Pengurus yang tidak memenuhi kewajiban itu
diancam dengan pidana. Sistem ini terdapat alasan yang menghapuskan
pidana. Dasar pemikirannya adalah korporasi tidak dapat
dipertanggungjawabkan terhadap sutau pelanggaran, melainkan selalu
penguruslah yang melakukan delik itu.
12. Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
a. pengumuman putusan hakim;
b. pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi;
c. pencabutan izin usaha;
d. pembubaran dan/atau pelarangan Korporasi;
e. perampasan aset Korporasi untuk negara; dan/atau
f. pengambilalihan Korporasi oleh negara.
13. Pertama, perbuatan yang merugikan negara. Perbuatan yang merugikan
negara, dapat di bagi menjadi dua bagian, yaitu mencari keuntungan
dengan cara melawan hukum dan merugikan negara serta
menyalahgunakan jabatan untuk mencari keuntungan dan merugikan
negara.
Kedua, Suap. Dwi menjelaskan pengertian suap adalah semua bentuk
tindakan pemberian uang atau menerima uang yang dilakukan oleh siapa
pun baik itu perorangan atau badan hukum (korporasi).
Ketiga, gratifikasi. Yang dimaksud dengan korupsi jenis ini adalah
pemberian hadiah yang diterima oleh pegawai negeri atau penyelenggara
negara. Gratifikasi dapat berupa uang, barang, diskon, pinjaman tanpa
bunga, tiket pesawat, liburan, biaya pengobatan, serta fasilitas-fasilitas
lainnya.
Keempat, penggelapan dalam jabatan. Kategori ini sering juga dimaksud
sebagai penyalahgunaan jabatan, yakni tindakan seorang pejabat
pemerintah yang dengan kekuasaaan yang dimilikinya melakukan
penggelapan laporan keuangan, menghilangkan barang bukti atau
membiarkan orang lain menghancurkan barang bukti yang bertujuan untuk
menguntungkan diri sendiri dengan jalan merugikan negara.
Kelima, pemerasan. Pemerasan adalah tindakan yang dilakukan oleh
pegawai negeri atau penyelenggara negara untuk menguntungkan diri
sendiri atau orang lain secara melawan hukum atau dengan
menyalahgunakan kekuasaaannya dengan memaksa seseorang memberikan
sesuatu, membayar, atau menerima pembayaran dengan potongan, atau
untuk mengerjakan sesuatu bagi dirinya sendiri.
Keenam, perbuatan curang. Menurut Dwi, perbuatan curang ini biasanya
terjadi di proyek-proyek pemerintahan, seperti pemborong, pengawas
proyek, dan lain-lain yang melakukan kecurangan dalam pengadaan atau
pemberian barang yang mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau
keuangan negara.
Ketujuh, benturan kepentingan dalam pengadaan. Pengadaan adalah
kegiatan yang bertujuan untuk menghadirkan barang atau jasa yang
dibutuhkan oleh instansi atau perusahaan
14. Korupsi Sudah Mengakar dan Menjadi Budaya. Korupsi di Indonesia
sejatinya sudah mengakar dengan kuat. Bahkan sebelum kata korupsi atau
KKN jadi tenar saat Pak Soeharto lengser, korupsi sudah hidup dan
membumi di Indonesia. Motifnya adalah sama. Memperkaya diri dan ingin
mendapatkan kekuasaan yang setinggi-tingginya. Lambat laun budaya ini
terus mengakar kuat. Bahkan sekarang korupsi telah menjelma menjadi
sebuah pohon besar yang akan diwariskan dari generasi ke generasi.
Tidak Ada Hukuman yang Mematikan. Wacana terkait adanya hukuman
mati bagi koruptor pernah digulirkan di Indonesia. Namun hal ini tidak
pernah terjadi sampai sekarang. Alasannya adalah hukuman mati bagi
koruptor dianggap tidak efektif. Meski demikian, jika hukuman ini tidak
lakukan. Maka koruptor akan semakin merejalela. Mereka akan terus
mengeruk uang rakyat untuk kesenangannya sendiri. Akhirnya negara
merugi dan rakyat tak mendapatkan apa-apa.
Tidak Ada Upaya Kuat dari Pemerintah Untuk Memberantas Korupsi Kita
bisa melihat jika pemerintah tidak begitu memerhatikan masalah korupsi.
Bahkan lembaga yang dipercaya memberantas korupsi dibiarkan hancur.
Sebut saja KPK yang beberapa waktu lalu dibiarkan saja dirusak oleh pihak
berkepentingan. Dugaan korupsi yang dilontarkan KPK seakan jadi
boomerang bagi mereka sendiri.

15. Terorisme adalah serangan-serangan terkoordinasi yang bertujuan


membangkitkan perasaan teror terhadap sekelompok masyarakat. Berbeda
dengan perang, aksi terorisme tidak tunduk pada tatacara peperangan
seperti waktu pelaksanaan yang selalu tiba-tiba dan target korban jiwa yang
acak serta seringkali merupakan warga sipil.Terorisme tidak ditujukan
langsung kepada lawan, akan tetapi perbuatan teror justru dilakukan di
mana saja dan terhadap siapa saja. Dan yang lebih utama, maksud yang
ingin disampaikan oleh pelaku teror adalah agar perbuatan teror tersebut
mendapat perhatian yang khusus atau dapat dikatakan lebih sebagai psy-
war.Terorisme kian jelas menjadi momok bagi peradaban modern. Sifat
tindakan, pelaku, tujuan strategis, motivasi, hasil yang diharapkan serta
dicapai, target-target serta metode Terorisme kini semakin luas dan
bervariasi. Sehingga semakin jelas bahwa teror bukan merupakan bentuk
kejahatan kekerasan destruktif biasa, melainkan sudah merupakan
kejahatan terhadap perdamaian dan keamanan umat manusia (crimes
against peace and security of mankind)
16. Program penanggulangan terorisme yang diselenggarakan secara
multilembaga adalah program pemantapan keamanan dalam negeri melalui
kegiatan pokoknya, yaitu
(1) peningkatan kelembagaan badan koordinasi penanggulangan
terorisme;
(2) komunikasi dan dialog serta pemberdayaan kelompok masyarakat;
(3) peningkatan kemampuan komponen kekuatan pertahanan dan
keamanan bangsa dalam menangani tindak terorisme;
(4) restrukturisasi operasional institusi keamanan dalam penanganan
terorisme termasuk pengembangan standar operasional dan prosedur
pelaksanaan latihan bersama;
(5) peningkatan pengamanan terbuka terhadap simbol-simbol negara
untuk meminimalkan kemungkinan terjadinya aksi teror dan
memberikan rasa aman bagi kehidupan bernegara dan berbangsa;
(6) peningkatan pengamanan tertutup terhadap area publik untuk
mengoptimalkan kemampuan deteksi dini dan pencegahan langsung
di lapangan;
(7) sosialisasi kepada masyarakat untuk meminimalkan efek terorisme;
17. indikator transaksi yang curigakan :
a. Transaksi :
- Transaksi yang dilakukan secara tunai dalam jumlah kecil.
- Tansaksi yang dilakukan tidak rasional secara ekonomis
- Jumlah dan frekuensi transaksi di luar kebiasaan normal nasabah.
- Transfer dana untuk dan dari offshore financial center yang beresiko
tinggi tanpa alasan usaha yang jelas.
b. Perilaku nasabah :
- Perilaku nasabah yang tidak wajar pada saat melakukan transaksi
- Setoran tunai yang besar dalam satu transaksi atau kumpulan dari
transaksi
- Penarikan dalam jumlah besar terhadap rekening yang baru menerima
dana yang tidak diduga dan tidak biasa dari luar negeri.
18. Dalam follow up crime, pelaku tindak pidana pencucian uang
menempatkan, atau memindahkan atau mentransfer atau menyimpan hasil
kejahatan kepada pihak ketiga. Pihak ketiga ini bisa saja bank, perusahaan
asuransi, perusahan investasi, toko emas, perusahaan perumahan atau
malah sebuah badan wakaf. Dalam konteks ini, maka untuk bisa menakar
pertanggungjawaban pidana pihak ketiga ini, rujukan utamanya adalah
Undang-Undang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian
Uang 25 Tahun 2002 kemudian direvisi menjadi UU No. 8 Tahun 2010.
19. Cara tradisonal telah dipraktekka dibeberapa negara seperti China, India,
dan Pakistan. Cara-cara tersebut telah dilakukan sejak lama dan diyakini
sampai sekarang masih berlangsung. Di China pencucian uang dilakukan
dengan memanfaatkan semacam bank rahasia atau disebut hui (hoi)atau
The Chinese Chip (Chop), di India dilakukan melalui sistem pengiriman
uang tradisional yang disebut hawala,dan di Pakistan disebut hundi.
Adapun cara modern dapat dilakukan pada umumnya dilakukan dengan
tahapan placement, layering, dan integration.
20. PERTAMA, penjelasan ketentuan umum yang menjelaskan berbagai hal
termasuk bentuk korporasi baik berbadan hukum maupun tidak berbadan
hukum dan pengurus yang juga meliputi penerima manfaat (beneficial
owners).
KEDUA, Perma tersebut mengatur mengenai perbuatan dan beberapa
bentuk kesalahan dari korporasi. Melalui hal tersebut maka diharapkan
memberikan pedoman bagi hakim dalam menilai kesalahan oleh korporasi
walaupun masih membuka peluang hakim dalam menemukan bentuk
kesalahan korprorasi lainnya. Salah satu bentuk kesalahan adalah tidak
melakukan pencegahan sesuai Pasal 4 ayat (2) Perma tersebut sehingga
harusnya pasca perma ini,swasta melakukan langkah-langkah pencegahan
korupsi secara serius.
KETIGA, perma tersebut mengatur mengenai tata cara penanganan perkara
dengan pelaku tindak pidana adalah korporasi, mulai dari bagaimana tata
cara pemeriksaan sampai dengan penanganan korporasi induk, subsidiari
dan yang berhubungan serta korporasi yang melakukan peleburan,
penggabungan, pengambilalihan serta pemisahan.
KEEMPAT, Perma tersebut mengatur mengenai tata cara penanganan aset
korporasi termasuk kebolehan bentuk penyimpanan berupa uang hasil
penjualan aset korporasi yang disita dengan potensi nilai ekonomi yang
menurun sampai adanya putusan. Kelima, Perma ini mengatur mengenai
eksekusi denda, uang pengganti, restitusi sertasanksi lainnya.

Anda mungkin juga menyukai