Anda di halaman 1dari 8

RESUME LAPORAN KASUS PJJ (KAMIS, 2 APRIL 2020)

Nama Mahasiswa Profesi : Nurbainatus, Rihlah Cholisa, Prasetyaningtyas

Seorang penderita wanita berusia 30 tahun datang ke RSGM dengan keluhan ngilu pada
gigi geraham kecilnya. Penderita mengaku tidak memiliki kelainan sistemik, pernah
melakukan perawatan implant gigi pada gigi belakang bawah kanan dan sering tergigit. Pada
pemeriksaaan klinis ditemukan adanya kemerahan maupun perdarahan, tidak ditemukan
adanya debris dan kalkulus, ditemukan adanya resesi klas 2 miller pada gigi 44 dan 45.

a. Apakah diagnosis yang dapat ditegakkan pada kasus di atas?


b. Apakah fase perawatan yang dapat ditetapkan dari kasus di atas?

A. PENATALAKSANAAN KASUS
1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. W
Tempat, Tanggal Lahir : Dirahasiakan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl.P
Nomor Rekam Medis : ******
2. KELUHAN PASIEN
Keluhan Utama : Pasien wanita berusia 30 tahun datang ke RSGM dengan keluhan
ngilu pada gigi geraham kecilnya.
3. Riwayat Perawatan Gigi : Pasien pernah melakukan perawatan implant gigi pada gigi
belakang bawah kanan
4. Riwayat Kesehatan Umum : Pasien mengaku tidak memiliki kelainan sistemik.
5. Pemeriksaan Objektif
Pemeriksaan Ekstra Oral : Pada Pemeriksaan Ekstra Oral tidak terdapat Abnormalitas
Pemeriksaan Intra Oral : tidak ditemukan adanya kemerahan maupun perdarahan, tidak
ditemukan adanya debris dan kalkulus, ditemukan adanya resesi klas 2 miller pada gigi
44 dan 45.
6. Diagnosa :
Berdasarkan dari hasil anamnesis dan pemeriksaan yang dilakukan dapat disimpulkan
bahwa diagnosis dari kasus tersebut adalah Gingivitis Kronis disertai resesi gingiva et
causa non-plaque induced gingival disease
7. Rencana Perawatan
Fase I : DHE, Desensitisasi pada gigi 44,45, Oclusal adjusment
Fase II : Bedah reposisi pada gigi 45
Fase III :-
Fase IV : Pemeliharaan.

B. PEMBAHASAN

➢ Hipersensitivitas dentin berkaitan erat dengan peningkatan permeabilitas tubulus dentin


yang terbuka pada area permukaan gigi.
Tubulus dentin dapat terbuka jika lapisan pelindung dentin berupa email dan sementum
hilang karena karies, erosi, abrasi ataupun atrisi. Permeabilitas tubulus dentin yang tinggi
dapat menyebabkan cairan di dalam tubulus dentin bergerak karena respon dari suhu,
sentuhan, ataupun perubahan tekanan sehingga menganggu reseptor saraf di dalamnya dan
menimbulkan sensasi nyeri.
➢ Dentin hipersensitif merupakan suatu kondisi yang menimbulkan gejala dari rasa nyeri
ringan hingga tajam bila gigi terkena stimuli eksternal seperti taktil, termal dan kirniawi.
Selain itu faktor atrisi, abrasi dan erosi sangat berperan menimbulkan terbukanya tubuli
sebagai penyebab terjadinya hipersensitivitas.

➢ Mekanisme sensitivitas dentin ; Mathews et al. (1994) mencatat bahwa stimulus seperti
rasa dingin menyebabkan cairan bergerak menjauhi pulpa, menghasilkan respons-respons
saraf pulpa yang lebih besar dan lebih cepat dibandingkan dengan stimulus lain seperti
panas, yang menghasilkan gerakan aliran ke dalam.
Hal ini menjelaskan mengapa respons terhadap stimulus dingin lebih cepat dan lebih parah
dibandingkan dengan respons tumpul dan lambat yang timbul terhadap stimulus panas.
Dehidrasi dentin akibat semprotan udara atau kertas penyerap menyebabkan pergerakan
cairan ke arah luar dan menstimulasi mekanoreseptor dari odontoblas, menimbulkan nyeri.
➢ Nyeri gigi dikategorikan dalam nyeri dentin, nyeri pulpa, dan nyeri periapek/nyeri
periodontium. Pembagian ini dikaitkan dengan asal nyeri tersebut terjadi. Nyeri dentin
dikaitkan dengan luka yang terjadi pada jaringan dertin. Dentin hipersensitif terjadi bila
tubuli dentin terbuka sehingga terpapaf oleh iritasi.
➢ Dentin hipersensitif merupakan keluhan umum pasien dewasa. Hipersensitivitas dapat
terjadi pada banyak gigi, pada satu bagian di dalam mulut atau hanya pada satu gigi yang
spesifik. Rasa nyeri yang berkaitan dengan hipersensitif bervariasj intensitasnya yaitu
dimulai dengan nyeri ringan sampai nyeri yang tajam.
➢ Lokasi yang paling banyak menimbulkan keluhan dentin hipenensitif adalah daerah leher
gigi. Hubungan antara jaringan email, sementum, dan dentin pada daerah leher gigi, ada 3
macam bentuk, yaitu
1. Jaringan email melapisi jaringan dentin dan sementum, ini sebanyak 60%-65%;
2. Jaringan emait berkontak dengan sementum, sebanyak 30%;
3. Jaringan dentin terbxta, karena email dar jaringan sementum tidak bertemu, sebanyak
10-15%.
➢ Bahan yang digunakan untuk terapi hipersensitivitas dentin adalah Shield Active Dentin
Desensitizer, dimana terdapat kandungan HEMA (Hydroxiety Metakrilat), Potasium
fosfat, dan sodium fluoride. Fluoride yang digunakan pada perawatan hipersensitivitas gigi
dapat berpenetrasi ke dalam tubulus dentin dan mengubah ukuran diameter tubulus dentin.
Senyawa fluoride tersebut akan mengunci tubulus dentin yang terpapar dengan lingkungan
rongga mulut dan menahan stimulus yang memicu hipersensitivitas dentin.
➢ Resesi gingiva dapat terjadi secara fisiologis maupun patologis, secara fisiologis biasanya
terjadi akibat bertambahnya umur penderita. Sedangkan secara patologis, antara lain
karena kesalahan cara menyikat gigi, malposisi gigi, keradangan gingiva, perlekatan
frenulum yang terlalu tinggi, pergerakan alat ortodontik ke labial, restorasi yang tidak
adekuat, dan trauma oklusi.
➢ Etiologi utama yang berperan untuk terjadinya resesi gingiva, yaitu malposisi dari gigi
sehingga posisinya menjadi menonjol, perlekatan frenulum yang tinggi, perawatan
ortodontik, dan cara menyikat gigi yang keliru sehingga terjadi abrasi.
➢ Klasifikasi Resesi Gingiva (Miller) :
a. Klas 1 : Hanya margin gingiva, tidak sampai mucoginggiva junction. Tidak ada
kerusakan periodontal interdental
b. Kals 2 : Kerusakan margin gingiva mencapai mucogingival junction. Tidak ada
kerusakan periodontal interdental
c. Klas 3 : Kehilangan marginal gingiva mencapai mucogingival junction. Kehilangan
tulang interdental dan jaringan dibawah CEJ tapi lebih korona dari margin gingiva
d. Klas 4 : Klas 3 tapi salah satu atau kedua interdental sejajar margin gingiva.
➢ Terapi untuk penderita dengan resesi gingiva, bervariasi menurut besarnya resesi, jenis
resesi serta penyebabnya.
➢ Terapi dibagi menjadi dua, yaitu terapi bedah dan terapi non-bedah. Terapi bedah dapat
dilakukan dengan soft tissue graft maupun bedah flap periodontal (coronally, apically atau
laterally). Sedangkan terapi non- bedah dapat dilakukan dengan pembuatan gingiva tiruan
(gingiva artifisial).
➢ Macam Perawatan Pada Kasus Resesi
Resesi gingiva dapat dirawat secara bedah maupun non bedah. Tujuan kedua macam
perawatan tersebut adalah menghilangkan keluhan penderita, baik secara estetik, fungsi
maupun bila ada keluhan rasa sakitnya.
a. Perawatan non bedah untuk mengatasi masalah estetis dapat dilakukan dengan
memberi tumpatan sewarna dengan gingiva pada area akar yang terbuka maupun
memberi gingiva tiruan yang diaplikasikan pada area resesi. Sedangkan untuk
mengatasi masalah hipersensitivitas dentin dapat dilakukan pengulasan bahan
desensitisasi, misalnya: fluoride, chloride, potassium nitrat, atau dapat pula dengan
bahan varnish maupun komposit untuk melapisi akar yang terbuka.
b. Perawatan resesi gingiva secara bedah meliputi berbagai teknik bedah mukogingiva
antara lain: coronally positioned flap, laterally positioned flap, semilunar coronally
positioned flap, modified semilunar coronally positioned flap, free gingival graft,
connective tissue graft. Bahan graft yang digunakan dapat berasal dari individu yang
sama maupun diperoleh dari tissue bank yang telah tersedia.
➢ Penanganan penderita resesi gingiva dengan tindakan bedah, selain bertujuan menutup
daerah resesi juga berfungsi sebagai koreksi estetik, menghentikan kemungkinan resesi
yang lebih parah dan mengeliminasi hipersensitivitas dentin.
➢ Keberhasilan penanganan secara bedah banyak berkaitan dengan pemilihan teknik operasi,
prosedur selama operasi, teknik penjahitan, dan perawatan pasca operasi.
➢ Penanganan non-bedah dilakukan dengan menggunakan pembuatan gingiva tiruan.
Pembuatan gingiva tiruan dikatakan cukup mudah karena bahan yang digunakan mudah
dibentuk sesuai kondisi dalam mulut. Sifat bahan soft liner cukup menguntungkan karena
dapat menjadikan gingiva tiruan bersifat lentur sehingga mudah diaplikasi.
➢ Gingiva tiruan dapat dengan mudah dipasang dan dikeluarkan dari celah proksimal tanpa
menimbulkan rasa nyeri. Sifat lentur ini juga membuat undercut gingiva tiruan berfungsi
dengan baik sehingga retensinya cukup baik. Keunggulan lain adalah warna bahan soft
liner sedikit transparan sehingga apabila diaplikasikan pada regio gingiva yang mengalami
resesi, warna gingiva tiruan dapat mirip dengan warna gingiva asli. Segi estetik inilah yang
membuat gingiva tiruan dipilih sebagai salah satu alternatif pada kasus resesi gingiva.
➢ Kekurangan teknik ini adalah tidak dapat menutup seluruh permukaan akar, karena tidak
dapat menutup permukaan lingual atau palatal, sehingga melalui permukaan ini masih
mungkin terpapar secara langsung rangsang dari luar terhadap sensitivitas gigi.
➢ Berdasarkan konsep penyakit berupa inflamasi yang melibatkan periodonsium dibedakan
atas dua golongan:
a. Penyakit gingiva / gingivitis : Inflamasi terbatas pada gingiva saja
b. Penyakit periodontal / periodontitis marginalis : Inflamasi tidak hanya melibatkan
gingiva saja tetapi sudah melibatkan pula struktur periodontal pendukung (ligamen
periodontal, tulang alveolar, dan sementum).
➢ Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan merupakan respon
inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung (Carranza dan Newman, 1996)
➢ Gingivitis marginalis kronis dan akut ; Berdasarkan perjalanan dan lamanya
diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :
a. gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek),
b. gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara
perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada
komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah.

➢ Perbedaan Gingivitis Kronis dan Gingivitis Akut


Menurut Carranza dan Glickman’s Clinical Periodontology (2002), gingivitis dibedakan
berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya. Berdasarkan perjalanan dan
lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :
a. Gingivitis akut yaitu rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek
b. Gingivitis subakut yaitu tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut
c. Gingivitis rekuren yaitu peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah
dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali
d. Gingivitis kronis yaitu peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara
perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada
komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah.
➢ Klasifikasi penyakit gingivitis :
1. Plaque induced gingival disease
• Gingivitis associated with dental plaque only ; factor local (anatomi, restorasi,
fraktur), Tanpa factor lokal
• Gingival disease modified by systemic factor ; endokrin (pubertas, mentruasi,
hamil, DM) , Blood dyscrasias(Leukimia)
• Gingival disease modified by medications ; gingival enlargement, gingivitis
• Gingival disease modified by malnutrition ; defisiensi asam askorbat (vit C)
2. Non-plaque induced gingival disease
• Gingival disease of specific bacterial origin ; Neisseria ghonorhea,
treponema pallidum, streptococcal
• Gingival disease of viral origin ; virus herpes
• Gingival disease of fungal origin ; candidiasis
• Gingival disease of genetic origin ; hereditary gingival fibromatosis
• Gingival manifestations of systemic conditions ; lesi mukokutan, reaksi
allergen
• Trauma lesion ; trauma mekanis, thermal, kimia
• Foreign body reactions ; ex amalgam.

Daftar Pustaka

Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10th ed. Tokyo: W. B.


Saunders Company.

Bartold PM. 2006. Dentinal hypersensitivity: a review. Australian Dent J; 51(3): 212-8.

Krismariono A, Wibisono PA. 2002. Perawatan resesi gingiva dengan modifikasi teknik
semilunar. JKedokteran Gigi Indonesia; edisi khusus:1-4

Remya V, Kumar KK, Sudharsan S, Arun KV. 2008. Free gingival graft in the treatment
of class III gingival recession. Indian J Dent Res; 19 (3): 247-52

Rose LF, Mealey BL. 2004. Periodontics: medicine, surgery, and implants. Saint Louis:
Elsevier Mosby;
DAFTAR PUSTAKA

Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10th ed. Tokyo: W. B.


Saunders Company.
Eka Fitria Augustina, Noer Ulfah. Perawatan resesi gingiva dengan bedah dan non-
bedah. Departemen Periodonsia, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Airlangga. Dentofasial,
Vol.9, No1, April 2010:29-33
Nugrohowati, 2010. IONTOFORESIS T]NTUK PENANGANAN NONINVASIF
DENTIN HIPERSENSITIF; Edisi Khrts KPPIKG XIY
Pinto SC, Silveira CMM, Pochapski MT, Pilatti GL, Santos FA. Effect of desensitizing
toothpastes on dentin. Braz Oral Res 2012; 26(5):410-417
Toker H, Ozdemir H, Gingival recession: epidemiology and risk indicators in a
university dental hospital in Turkey. Int J Dent Hyg 2009; 7(2): 115-20.
Vierra APGF, Hancock R, Dumitriu M, Limeback H, Grynpas MD. Fluoride’s effect on
human dentin ultrasound velocity (elastic modulus) and tubule size.Eur J Oral Sci 2006;
114:83-88.

Anda mungkin juga menyukai