Anda di halaman 1dari 2

Pertanyaan :

1. Apakah penanganan sar pada anak-anak dan dewasa sama ? Apakah bahan yang
digunakan aman pada anak-anak ?
Perawatan sar pada anak-anak dan dewasa sama. Pilihan perawatan dapat
bervariasi, dari penggunaan agen topikal dan atau sistemik. Hal yang penting untuk
diketahui bahwa anak-anak dapat menggunakan larutan kumur dengan mencegah larutan
kumur tersebut tertelan (biasanya untuk anak-anak yang berusia 8 tahun ke atas). Pada
penggunaan obat kumur doxycycline, untuk anak-anak di atas 12 tahun yaitu efek
smping dari tetrasiklin yang dapat memengaruhi proses perkembangan gigi geligi.
Kortikosteroid sistemik bukan solusi jangka panjang dan potensi untuk gangguan
pertumbuhan/stunting dan perkembangan pada anak-anak yang dapat disertai dengan
resiko lainnya yang menandakan bahwa penggunaannya harus dirasionalisasi atau
diberikan hanya jika dibutuhkan. Penggunaan gel orabase dapat memberikan kesempatan
bahan aktif tersebut berkontak dan melindungi lesi dari jejas luar dan akhirnya dapat
terserap dengan baik.

Sumber : Jodie A Montgomer, et al. Management of Recurrent Aphthous Stomatitis in


Children.

2. Apakah penyebab utama sar pada anak-anak ?


Defisiensi hematin misalnya jumlah vitamin B12, folat atau ferritin yang rendah .
Zat besi, asam folat, dan vitamin B12 sangat penting untuk proses eritropoisis. Sel darah
merah dalam sirkulasi darah tubuh, mengangkut oksigen ke jaringan bersama
haemoglobin yang didapat dari zat besi berada di dalamnya. Sel darah merah yang
normal berbentuk bikonkaf, kecuali jika terjadi gangguan maka sel darah merah menjadi
tidak beraturan dalam bentuk dan ukuran. Hal ini menunjukkan tidak berfungsinya sel
darah merah dengan baik. Pembentukan sel darah merah dalam sumsum tulang
distimulasi beberapa faktor nutrisi, yang paling banyak berasal dari vitamin B12 dan
asam folat.
Patofisiologi anemia dapat menyebabkan terjadinya RAS, adalah anemia
menyebabkan aktivitas enzim-enzim pada mitokondria dalam sel menurun karena
terganggunya transpor oksigen dan nutrisi, sehingga menghambat diferensiasi dan
pertumbuhan sel epitel. Akibatnya proses diferensiasi terminal sel-sel epitel menuju
stratum korneum terhambat dan selanjutnya mukosa mulut akan menjadi lebih tipis oleh
karena hilangnya keratinisasi normal, atropi, dan lebih mudah mengalami ulserasi.

Sumber : Apriasari Maharani Laillyza dan Tuti Hening. Stomatitis aftosa rekuren oleh
karena anemia. Dentofasial, Vol.9, No.1, April 2010:39-4640. Hal 45.

3. Apakah ada hubungan sar dengan stres ?


SAR juga banyak terjadi pada orang-orang yang mempunyai stres berat
kemungkinan dikarenakan saat stres terjadi penurunan sistem imun dan menyebabkan
destruksi jaringan. Dimana stres pada pasien merubah sistem imun sehingga rentan
terhadap peradangan pada rongga mulut.
Pada respon humoral, level dari IgA saliva pada pasien dengan RAS menunjukkan
peningkatan pada periode akut dan berkurang dalam periode regresi dan penyembuhan.
Selain IgA, terjadi peningkatan level IgG dan IgM. IgG dan komplemen bekerja saling
membantu sebagai opsonin pada pemusnahan antigen. IgG memiliki sifat opsonin yang
efektif karena sel – sel fagosit, monosit dan makrofag, mempunyai reseptor untuk fraksi
Fc dari IgG sehingga dapat mempererat hubungan antara fagosit dan sel target. Berbagai
perubahan tersebut dapat mengakibatkan keadaan patologis pada sel epitel mukosa
rongga mulut, sehingga sel epitel lebih peka terhadap rangsangan.
Stress merupakan salah satu faktor predisposisi terjadinya SAR. Respon dari stress
menyebabkan penekanan fungsi IgA, IgG, dan neutrofil. Penurunan dari fungsi IgA pada
stress akan mempermudah perlekatan mikroorganisme ke mukosa sehingga
mikroorganisme mudah invasi ke jaringan dan menyebabkan infeksi. Penurunan fungsi
IgG memudahkan terjadinya kondisi patologis karena penurunan fungsi fagositosis,
toksin dan virus tidak dapat dinetralisir. Penurunan neutrofil akan menyebabkan fungsi
fagositosis menurun sehingga terjadi penurunan dalam membunuh mikroorganisme.
Berdasarkan hal tersebut, adanya stress diduga menyebabkan homeostatis terganggu
sehingga jaringan rentan terhadap suatu ulser berupa SAR melalui berbagai mekanisme

Sumber : Sari Rina Kartika, dkk. Recurrent Aphthous Stomatitis Related To


Psychological Stress, Food Allergy And Gerd. ODONTO Dental Journal.
Volume 6. Nomor 1. Juli 2019. Hal 45-48.

Anda mungkin juga menyukai