Anda di halaman 1dari 23

TANTANGAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN

Dosen Pengampu : Deden Dermawan, S.Kep.,Ns M.Kep

Disusun Oleh :

1. Pingky Sri Handayani 17121028


2. Pipit Tri Utami 17121029
3. Pratondo Ageng J 17121030
4. Putri Ayu Wicaksono 17121031

POLITEKNIK KESEHATAN BHAKTI MULIA SUKOHARJO


PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2019
TANTANGAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN

Standar Kompetensi
Memahami berbagai tantangan dalam profesi keperawatan

Kompetensi Dasar
Mahasiswa mampu mengetahui berbagai tantangan dalam profesi keperawatan

Capaian Pembelajaran
Setelah mempelajari bab ini mahasiswa :
a. Mengetahui dan memahami pengertian dari tantangan dalam profesi keperawatan
b. Mengetahui dan memahami tantangan dalam praktek keperawatan profesional
c. Mengetahui dan memahami tantangan dalam profesi keperawatan
d. Mengetahui dan memahami mengenai karakteristik profesi
e. Mengetahui dan memahami mengenai cirri-ciri keperawatan sebagai profesi
f. Mengetahui dan memahami tantangan dalam pendidikan keperawatan di Indonesia
g. Mengetahui dan memahami tantangan dalam pengaturan praktek keperawatan
h. Mengetahui dan memahami mengenai upaya pembenahan dalam profesi keperawatan
BAB …
TANTANGAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN

A. LATAR BELAKANG
Profesionalisme keperawatan merupakan proses dinamis dimana profesi
keperawatan yang telah terbentuk mengalami perubahan dan perkembangan
karakteristik sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat. Proses
profesionalisasi merupakan proses pengakuan terhadap sesuatu yang dirasakan, dinilai
dan diterima secara spontan oleh masyarakat. Profesi Keperawatan, profesi yang
sudah mendapatkan pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan
dirinya untuk berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan di Indonesia agar
keberadaannya mendapat pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan
tersebut, maka perawat masih harus memperjuangkan langkah-langkah
profesionalisme sesuai dengan keadaan dan lingkungan sosial di Indonesia. Proses ini
merupakan tantangan bagi perawat Indonesia dan perlu dipersiapkan dengan baik,
berencana, berkelanjutan dan tentunya memerlukan waktu yang lama (Potter &
Perry,2009).
Berdasarkan pemahaman terhadap situasi dan adanya perubahan pemahaman
terhadap konsep sehat sakit, serta makin kayanya khasanah ilmu pengetahuan dan
informasi tentang determinan kesehatan bersifat multifaktoral, telah mendorong
pembangunan kesehatan nasional kearah paradigma baru, yaitu paradigma sehat.
Paradigma sehat yang diartikan disini adalah pemikiran dasar sehat, berorientasi pada
peningkatan dan perlindungan penduduk sehat dan bukan hanya penyembuhan pada
orang sakit, sehingga kebijakan akan lebih ditekankan pada upaya promotif dan
preventif dengan maksud melindungi dan meningkatkan orang sehat menjadi lebih
sehat dan roduktif serta tidak jatuh sakit. Disisi lain, dipandang dari segi ekonomi,
melakukan investasi dan intervensi pada orang sehat atau pada orang yang tidak sakit
akan lebih cost effective dari pada intervensi terhadap orang sakit. Pada masa
mendatang, perlu diupayakan agar semua policy pemerintah selalu berwawasan
kesehatan, motto-nya akan menjadi "Pembangunan Berwawasan Kesehatan".
B. PENGERTIAN
Tantangan profesi keperawatan adalah profesi yang sudah mendapatkan
pengakuan dari profesi lain, dituntut untuk mengembangkan dirinya untuk
berpartisipasi aktif dalam sistem pelayanan kesehatan agar keberadaannya mendapat
pengakuan dari masyarakat. Untuk mewujudkan pengakuan tersebut, maka perawat
masih harus memperjuangkan langkah-langkah profesionalisme sesuai dengan
keadaan dan lingkungan social (Potter & Perry,2009).
Tantangan internal profesi keperawatan adalah meningkatkan kualitas Sumber
Daya Manusia (SDM) tenaga keperawatan sejalan dengan yang telah disepakatinya
keperawatan sebagai suatu profesi pada lokakarya nasional keperawatan (1983),
sehingga keperawatan dituntut untuk memberikan pelayanan yang bersifat
professional.
Tantangan eksternal profesi keperawatan adalah kesiapan profesi lain untuk
menerima paradigma baru yang kita bawa.
Professional keperawatan adalah proses dinamis dimana profesi keperawatan
yang telah terbentuk (1984) mengalami perubahan dan perkembangan karakteristik
sesuai dengan tuntutan profesi dan kebutuhan masyarakat.

C. TANTANGAN DALAM PRAKTEK KEPERAWATAN PROFESIONAL


1. Terjadi pergeseran pola masyarakat Indonesia
a. Pergeseran pola masyarakat agrikultural ke masyarakat industri dan
masyarakat tradisional berkembang menjadi masyarakat maju.
b. Pergeseran pola kesehatan yaitu adanya penyakit dengan kemiskinan seperti
infeksi, penyakit yang disebabkan oleh kurang gizi dan pemukiman yang
tidak sehat, adanya penyakit atau kelainan kesehatan akibat pola hidup
modern
c. Adanya angka kematian bayi dan angka kematian ibu sebagai indikator
derajat kesehatan.
d. Pergerakan umur harapan hidup juga mengakibatkan masalah kesehatan yang
terkait dengan masyarakat lanjut usia seperti penyakit generatif.
e. Masalah kesehatan yang berhubungan dengan urbanisasi, pencemaran
kesehatan lingkungan dan kecelakaan kerja cenderung meningkat sejalan
dengan pembangunan industry.
f. Adanya pegeseran nilai-nilai keluarga mempegaruhi berkembangnya
kecenderungan keluarga terhadap anggotanya menjadi berkurang.
g. Kesempatan mendapatkan pendidikan yang lebih tinggi dan penghasilan yang
lebih besar membuat masyarakat lebih kritis dan mampu membayanr
pelayanan kesehatan yang bermutu dan dapat dipertanggung jawabkan.

2. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi


Perkembangan IPTEK menuntut kemampuan spesifikasi dan penelitian
bukan saja dapat memanfaatkan IPTEK, tetapi juga untuk menapis dan
memastikan IPTEK sesuai dengan kebutuhan dan social budaya masyarakat
Indonesia yang akan diadopsi. IPTEK juga berdampak pada biaya kesehatan
yang makin tinggi dan pilihan tindakan penanggulangan masalah kesehatan yang
makin banyak dan kompleks selain itu dapat menurunkan jumlah hari rawat
(Hamid, 2002)
Penurunan jumlah hari rawat mempengaruhi kebutuhan pelayanan kesehatan
yang lebih berfokus kepada kualitas bukan hanya kuantitas, serta
meningkatkankebutuhan untuk pelayanan / asuhan keperawatan di rumah
dengan mengikutsetakan klien dan keluarganya. Perkembangan IPTEK harus
diikuti dengan upaya perlindungan terhadap untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan yang aman, hak untuk diberitahu, hak untuk memilih tindakan yang
dilakukan dan hak untuk didengarkan pendapatnya. Oleh karena itu, pengguna
jasa pelayanan kesehatan perlu memberikan persetujuan secara tertulis sebelum
dilakukan tindakan (informed consent)

3. Globalisasi dalam pelayanan kesehatan


Globalisasi yang akan berpengaruh terhadp perkembangan pelayanan kesehatan
termasuk pelayanan keperawatan ada 2 yaitu ;
a. Tersedianya alternatif pelayanan
b. persaingan penyelenggaraan pelayanan untuk menarik minat pemakai jasa
pemakai kualitas untuk memberikan jasa pelayanan kesehatan yang terbaik.
Untuk hal ini berarti tenaga kesehatan, khususnya tenaga keperawatan diharapkan
untuk dapat memenuhi standar global dalam memberikan pelayanan / asuhan
keperawatan. Dengan demikian diperlukan perawat yang mempunyai
kemampuan professional dengan standar internasional dalam
aspekintelektual,interpersonal dan teknikal, bahkan peka terhadap perbedaan
social budaya dan mempunyai pengetahuan transtrutural yang luas serta mampu
memanfaatkan alih IPTEK (Aziz Alimul, 2007).
4. Tuntutan profesi keperawatan
Keyakinan bahwa keperawatan merupakan profesi harus disertai dengan
realisasi pemenuhan karakteristik keperawatan sebagai profesi yang disebut
dengan professional (Kelly & Joel,1995). Karakteristik profesi yaitu ;
a. Memiliki dan memperkaya tubuh pengetahuan melalui penelitian
b. Memiliki kemampuan memberikan pelayanan yang unik kepada orang lain
c. Pendidikan yang memenuhi standar
d. Terdapat pengendalian terhadap praktek
e. Bertanggug jawab & bertanggung gugat terhadap tindakan yang dilakukan
f. Merupakan karir seumur hidup
g. Mempunyai fungsi mandiri dan kolaborasi.
Praktek keperawatan sebagai tindakan keperawatan professional masyarakat
penggunaan pengetahuan teoritik yang mantap dan kokoh dari berbagai ilmu
keperawatan sebagai landasan untuk melakukan pengkajian, menegakkan
diagnostik, menyusun perencanaan, melaksanakan asuhan keperawatan dan
mengevaluasi hasil tindakan keperawatan serta mengadakan penyesuaian
rencana keperawatan untuk menentukan tindakan selanjutnya.
Selain memiliki kemampuan intelektual, interpersonal dan teknikal, perawat
juga harus mempunyai otonomi yang berarti mandiri dan bersedia menanggung
resiko, bertanggung jawab dan bertanggung gugat terhadap tindakan yang
dilakukannya, termasuk dalam melakukan dan mengatur dirinya sendiri.

D. TANTANGAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN


Tantangan profesi perawat di Indonesia di abad 21 ini semakin meningkat. Seiring
tuntutan menjadikan profesi perawat yang di hargai profesi lain. Profesi keperawatan
dihadapkan pada banyak tantangan. Tantangan ini tidak hanya dari eksternal tapi juga
dari internal profesi ini sendiri. Pembenahan internal yang meliputi empat dimensi
dominan yaitu; keperawatan, pelayanan keperawatan, asuhan keperawatan dan praktik
keperawatan. Belum lagi tantangan eksternal berupa tuntutan akan adanya registrasi,
lisensi, sertifikasi, kompetensi dan perubahan pola penyakit, peningkatan kesadaran
masyarakat akan hak dan kewajiban, perubahan system pendidikan nasional, serta
perubahan-perubahan pada supra system dan pranata lain yang terkait.
Untuk menjawab tantangan-tantangan itu dibutuhkan komitmen dari semua pihak
yang terkait dengan profesi ini, organisasi profesi, lembaga pendidikan keperawatan
juga tidak kalah pentingnya peran serta pemerintah. Organisasi profesi dalam
menentukan standarisasi kompetensi dan melakukan pembinaan, lembaga pendidikan
dalam melahirkan perawat-perawat yang memiliki kualitas yang diharapkan serta
pemerintah sebagai fasilitator dan memiliki peran-peran strategis lainnya dalam
mewujudkan perubahan ini.

E. KARAKTERISTIK PROFESI
Profesi memiliki beberapa karakteristik utama sebagai berikut :
1. Suatu profesi memerlukan pendidikan lanjut dari anggotanya, demikian juga
landasan dasarnya.
2. Suatu profesi memiliki kerangka pengetahuan teoritis yang mengarah pada
keterampilan, kemampuan, pada orma-norma tertentu
3. Suatu profesi memberikan pelayanan tertentu.
4. Anggota dari suatu profesi memiliki otonomi untuk membuat keputusan dan
melakukan tindakan.
5. Profesi sebagai satu kesatuan memiliki kode etik untuk melakukan praktik
keperawatan.
(Pearson A & Vaughan,1986)
Perawat mempunyai tantangan yang sangat banyak salah satunya yaitu menjalakan
tanggung jawab dan tanggung gugat yang besar. Tantangan dalam profesi keperawatan
salah satunya yaitu mempunyai tanggung jawab yang tinggi, tanggung jawab tersebut
tidak hanya kepada kliennya saja tetapi tanggung jawab yang diutamakan yaitu
tanggung jawab terhadap Tuhannya (Responsibility to God), tanggung jawab tehadap
klien dan masyarakat (Responsibility to Client and Society), dan tanggung jawab
terhadap rekan sejawat dan atasan (Responsibility to Colleague and Supervisor).
Tanggung jawab secara umum, yaitu;
1. Menghargai martabat setiap pasien dan keluargannya
2. Menghargai hak pasien untuk menolak pengobatan, prosedur atau obat-obatan
tertentu dan melaporkan penolakan tersebut kepada dokter dan orang-orang yang
tepat di tempat tersebut.
3. Menghargai setiap hak pasien dan keluarganya dalam hal kerahasiaan informasi.
4. Apabila didelegasikan oleh dokter menjawab pertanyaan-pertanyaan pasien dan
memberi informasi yang biasanya diberikan oleh dokter
5. Mendengarkan pasien secara seksama dan melaporkan hal-hal penting kepada
orang yang tepat.
Dan tanggung gugat yang menjadi salah satu tantangan dalam profesi
keperawatan didasarkan peraturan perundang-undangan yang ada. Tanggung gugat
bertujuan untuk :
1. Mengevaluasi praktisi-praktisi professional baru dan mengkaji ulang praktisi-
praktisi yang sudah ada
2. Mempertahankan standart perawatan kesehatan,
3. Memberikan fasilitas refleksi professional, pemikiran etis dan pertumbuhan
pribadi sebagai bagian dari professional perawatan kesehatan,
4. Memberi dasar untuk membuat keputusan etis.
Tanggung gugat pada setiap tahap proses keperawatan, meliputi:
1. Tahap Pengkajian
a. Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan yang mempunyai
tujuan mengumpulkan data.
b. Perawat bertanggung gugat untuk pengumpulan data atau informasi,
mendorong partisipasi pasien dan penentuan keabsahan data yang
dikumpulkan.
c. Pada saat mengkaji perawat bertanggung gugat untuk kesenjangan-
kesenjangan dalam data yang bertentangan data yang tidak atau kurang tepat
atau data yang meragukan.
2. Tahap Diagnosa Keperawatan
a. Diagnosa merupakan keputusan professional perawat menganalisa data dan
merumuskan respon pasien terhadap masalah kesehatan baik actual atau
potensial.
b. Perawat bertanggung gugat untuk keputusan yang dibuat tentang masalah-
masalah kesehatan pasien seperti pernyataan diagnostic (masalah kesehatan
yang timbul pada pasien apakan diakui oleh pasien atau hanya perawat)
c. Apakah perawat mempertimbangkan nilai-nilai, keyakinan dan kebiasaan
atau kebudayaan pasien pada waktu menentukan masalah-masalah kesehatan
3. Tahap Perencanaan
a. Perencanaan merupakan pedoman perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan, terdiri dari prioritas masalah, tujuan serta rencana kegiatan
keperawatan.
b. Tanggung gugat yang tercakup pada tahap perencanaan meliputi: penentuan
prioritas, penetapan tujuan dan perencanaan kegiatan-kegiatan keperawatan.
c. Langkah ini semua disatukan ke dalam rencana keperawatan tertulis yang
tersedia bagi semua perawat yang terlibat dalam asuhan keperawatan pasien.
d. Pada tahap ini perawat juga bertanggung gugat untuk menjamin bahwa
prioritas pasien juga dipertimbangkan dalam menetapkan prioritas asuhan.
4. Tahap Implementasi
a. Implementasi keperawatan adalah pelaksanaan dari rencana asuhan
keperawatan dalam bentuk tindakan-tindakan keperawatan.
b. Perawat bertanggung gugat untuk semua tindakan yang dilakukannya dalam
memberikan asuhan keperawatan.
c. Tindakan-tindakan tersebut dapat dilakukan secara langsung atau dengan
bekerja sama dengan orang lain atau dapat pula didelegasikan kepada orang
lain.
d. Kegiatan keperawatan harus dicatat setelah dilaksanakan, oleh sebab itu
dibuat catatan tertulis.
5. Tahap Evaluasi
a. Evaluasi merupakan tahap penilaian terhadap hasil tindakan keperawatan
yang telah diberikan, termasuk juga menilai semua tahap proses keperawatan.
b. Perawat bertanggung gugat untuk keberhasilan atau kegagalan tindakan
keperawatan.
c. Perawat harus dapat menjelaskan mengapa tujuan pasien tidak tercapai dan
tahap mana dari proses keperawatan yang perlu dirubah dan mengapa hal itu
terjadi.

Setiap tantangan yang meliputi tanggung jawab dan tanggung gugat mempunyai
bagian masing-masing. Dapat disimpulkan bahwa menghadapi tantangan yang sangat
berat tersebut, diperlukan perawat dengan sikap yang selalu dilandasi oleh kaidah etik
profesi. Upaya yang paling strategik untuk dapat menghasilkan perawat pofesional
melalui pendidikan keperawatan profesional.
F. CIRI-CIRI KEPERAWATAN SEBAGAI PROFESI
Adapun keperawatan sebagai suatu profesi memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. Memberi pelayanan atau asuhan dan melakukan penelitian sesuai dengan kaidah
ilmu dan ketrampilan serta kode etik keperawatan.
2. Telah lulus dari pendidikan pada Jenjang Perguruan Tinggi (JPT) sehingga
diharapkan mampu untuk :
a. Bersikap professional,
b. Mempunyai pengetahuan dan ketrampilan professional
c. Memberi pelayanan asuhan keperawatan professional
d. Menggunakan etika keperawatan dalam memberi pelayanan.
3. Mengelola ruang lingkup keperawatan berikut sesuai dengan kaidah suatu profesi
dalam bidang kesehatan, yaitu:
a. Sistem pelayanan atau asuhan keperawatan
b. Pendidikan atau pelatihan keperawatan yang berjenjang dan berlanjut
c. perumusan standar keperawatan (asuhan keperawatan, pendidikan
keperawatan registrasi atau legislasi)
d. Melakukan riset keperawatan oleh perawat pelaksana secara terencana dan
terarah sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.

G. TANTANGAN DALAM PENDIDIKAN KEPERAWATAN DI INDONESIA


Pengakuan body of knowledge (kerangka ilmu) keperawatan di Indonesia dimulai
sejak tahun 1985, yakni ketika program studi ilmu keperawatan untuk pertama kali
dibuka di Fakultas Kedokteran UI. Dengan telah diakuinya body of knowledge
tersebut maka pada saat ini pekerjaan profesi keperawatan tidak lagi dianggap sebagai
suatu okupasi, melainkan suatu profesi yang kedudukannya sejajar dengan profesi lain
di Indonesia. Tahun 1984 dikembangkan kurikulum untuk mempersiapkan perawat
menjadi pekerja profesional, pengajar, manajer, dan peneliti. Kurikulum ini
diimplementasikan tahun 1985 sebagai Program Studi Ilmu Keperawatan di Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Tahun 1995 program studi itu mandiri sebagai
Fakultas Ilmu Keperawatan, lulusannya disebut ners atau perawat profesional.
Program Pascasarjana Keperawatan dimulai tahun 1999. Kini sudah ada Program
Magister Keperawatan dan Program Spesialis Keperawatan Medikal Bedah,
Komunitas, Maternitas, Anak Dan Jiwa.
Sejak tahun 2000 terjadi euphoria Pendirian Institusi Keperawatan baik itu tingkat
Diploma III (akademi keperawatan) maupun Strata I. Pertumbuhan institusi
keperawatan di Indonesia menjadi tidak terkendali. Seperti jamur di musim kemarau.
Artinya di masa sulitnya lapangan kerja, proses produksi tenaga perawat justru
meningkat pesat. Parahnya lagi, fakta dilapangan menunjukkan penyelenggara
pendidikan tinggi keperawatan berasal dari pelaku bisnis murni dan dari profesi non
keperawatan, sehingga pemahaman tentang hakikat profesi keperawatan dan arah
pengembangan perguruan tinggi keperawatan kurang dipahami. Belum lagi sarana
prasarana cenderung untuk dipaksakan, kalaupun ada sangat terbatas (Yusuf, 2006).
Salah satu tantangan terberat adalah peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia
(SDM) tenaga keperawatan yang walaupun secara kuantitas merupakan jumlah tenaga
kesehatan terbanyak dan terlama kontak dengan pasien, namun secara kualitas masih
jauh dari harapan masyarakat. Indikator makronya adalah rata-rata tingkat pendidikan
formal perawat yang bekerja di unit pelayanan kesehatan (rumah sakit/puskesmas)
hanyalah tamatan SPK (sederajat SMA/SMU). Berangkat dari kondisi tersebut, maka
dalam kurun waktu 1990-2000 dengan bantuan dana dari World Bank, melalui
program “health project” (HP V) dibukalah kelas khusus D III keperawatan hampir di
setiap kabupaten. Selain itu bank dunia juga memberikan bantuan untu peningkatan
kualitas guru dan dosen melalui program “GUDOSEN”. Program tersebut merupakan
suatu percepatan untuk meng-upgrade tingkat pendidikan perawat dari rata-rata hanya
berlatar belakang pendidikan SPK menjadi Diploma III (Institusi keperawatan).
Tujuan lain dari program ini diharapkan bisa memperkecil gap antara perawat dan
dokter sehingga perawat tidak lagi menjadi perpanjangan tangan dokter (Prolonged
physicians arms) tapi sudah bisa menjadi mitra kerja dalam pemberian pelayanan
kesehatan(Yusuf, 2006).
Kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan sisitem pendidikan keperawatan di
Indonesia adalah UU no. 2 tahun 1989 tentang pendidikan nasional, Peraturan
pemerintah no. 60 tahun 1999 tentang pendidikan tinggi dan keputusan Mendiknas no.
0686 tahun 1991 tentang Pedoman Pendirian Pendidikan Tinggi (Munadi, 2008).
Pengembangan sistem pendidikan tinggi keperawatan yang bemutu merupakan cara
untuk menghasilkan tenaga keperawatan yang profesional dan memenuhi standar
global.
Hal-hal lain yang dapat dilakukan untuk meningkatkan mutu lulusan pendidikan
keperawatan menurut Yusuf (2006) dan Muhammad (2005) adalah :
1. Standarisasi jenjang, kualitas/mutu, kurikulum dari institusi pada pendidikan.
2. Merubah bahasa pengantar dalam pendidikan keperawatan dengan menggunakan
bahasa inggris. Semua Dosen dan staf pengajar di institusi pendidikan
keperawatan harus mampu berbahasa inggris secara aktif
3. Menutup institusi keperawatan yang tidak berkualitas.
4. Institusi harus dipimpin oleh seorang dengan latar belakang pendidikan
keperawatan
5. Pengelola insttusi hendaknya memberikan warna tersendiri dalam institusi dalam
bentuk muatan lokal,misalnya emergency Nursing, pediatric nursing, coronary
nursing.
6. Standarisasi kurikulum dan evaluasi bertahan terhadap staf pengajar di insitusi
pendidikan keperawatan .
7. Departemen Pendidikan, Departemen Kesehatan, dan Organisasi profesi serta
sector lain yang terlibat mulai dari proses perizinan juga memiliki tanggung jawab
moril untuk melakukan pembinaan.

H. TANTANGAN DALAM PENGATURAN PRAKTIK KEPERAWATAN


Praktek keperawatan adalah tindakan mandiri perawat melalui kolaborasi dengan
system klien dan tenaga kesehatan lain dalam membrikan asuhan keperawatan sesuai
lingkup wewenang dan tanggung jawabnya pada berbagai tatanan pelayanan, termasuk
praktik keperawatan individual dan berkelompok.
Pengaturan penyelenggaraan praktik keperawatan bertujuan untuk memberikan
perlindungan dan kepastian hukum kepada penerima dan pemberi jasa pelayanan
keperawatan. Mempertahankan dan meningkatkan mutu pelayanan keperawatan yang
diberikan oleh perawat.
1. Pentingnya Undang-Undang Praktik Keperawatan
a. Ada beberapa alasan mengapa Undang-Undang Praktik Keperawatan
dibutuhkan : Pertama, alasan filosofi. Perawat telah memberikan konstribusi
besar dalam peningkatan derajat kesehatan. Perawat berperan dalam
memberikan pelayanan kesehatan mulai dari pelayanan pemerintah dan
swasta, dari perkotaan hingga pelosok desa terpencil dan perbatasan. Tetapi
pengabdian tersebut pada kenyataannya belum diimbangi dengan pemberian
perlindungan hukum, bahkan cenderung menjadi objek hukum. Perawat juga
memiliki kompetensi keilmuan, sikap rasional, etis dan profesional, semangat
pengabdian yang tinggi, berdisiplin, kreatif, terampil, berbudi luhur dan dapat
memegang teguh etika profesi. Disamping itu, Undang-Undang ini memiliki
tujuan, lingkup profesi yang jelas, kemutlakan profesi, kepentingan bersama
berbagai pihak (masyarakat, profesi, pemerintah dan pihak terkait lainnya),
keterwakilan yang seimbang, optimalisasi profesi, fleksibilitas, efisiensi dan
keselarasan, universal, keadilan, serta kesetaraan dan kesesuaian
interprofesional (WHO, 2002).
b. Kedua, alasan yuridis. UUD 1945, pasal 5, menyebutkan bahwa Presiden
memegang kekuasaan membentuk Undang-Undang dengan persetujuan
Dewan Perwakilan Rakyat. Demikian Juga UU Nomor 36 tahun 2009, secara
eksplisit menyebutkan bahwa pelaksanaan pengobatan dan atau perawatan
berdasarkan ilmu kedokteran dan atau ilmu keperawatan, hanya dapat
dilaksanakan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan
kewenangan untuk itu. Disisi lain secara teknis telah berlaku Keputusan
Menteri Kesehatan Nomor 46 tahun 2013 tentang Registrasi tenaga
kesehatan.
c. Ketiga, alasan sosiologis. Kebutuhan masyarakat akan pelayanan kesehatan
khususnya pelayanan keperawatan semakin meningkat. Hal ini karena adanya
pergeseran paradigma dalam pemberian pelayanan kesehatan, dari model
medikal yang menitikberatkan pelayanan pada diagnosis penyakit dan
pengobatan, ke paradigma sehat yang lebih holistik yang melihat penyakit
dan gejala sebagai informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen,
1996). Disamping itu, masyarakat membutuhkan pelayanan keperawatan
yang mudah dijangkau, pelayanan keperawatan yang bermutu sebagai bagian
integral dari pelayanan kesehatan, dan memperoleh kepastian hukum kepada
pemberian dan penyelenggaraan pelayanan keperawatan.
Keperawatan merupakan salah satu profesi dalam dunia kesehatan . Sebagai
profesi, tentunya pelayanan yang diberikan harus professional, sehingga perawat/ners
harus memiliki kompetensi dan memenuhi standar praktik keperawatan, serta
memperhatikan kode etik dan moral profesi agar masyarakat menerima pelayanan dan
asuhan keperwatan yang bemutu. Tetapi bila kita lihat realita yang ada, dunia
keprawatan di Indonesia sangat memprihatinkan .Fenomene “gray area” pada berbagai
jenis dan jenjang keperawatan yang ada maupun dengan profesi kesehatan lainnya
masih sulit dihindari.
Berdasarkan hasil kajian (Depkes & UI, 2005) menunujukkan bahwa terdapat
perawat yang menetapkan diagnosis penyakit (92,6%), membuat resep obat (93,1%),
melakukan tindakan pengobatan didalam maupun diluar gedung puskesmas (97,1%),
melakukan pemeriksaan kehamilan (70,1%), melakukan pertolongan
persalinan(57,7%), melaksanakan tugas petugas kebersihan (78,8%), dan melakukan
tugas administrasi seperti bendahara,dll (63,6%).
Pada keadaan darurat seperti ini yang disebut dengan “gray area” sering sulit
dihindari. Sehingga perawat yang tugasnya berada disamping klien selama 24 jam
sering mengalami kedaruratan klien sedangkan tidak ada dokter yang bertugas. Hal ini
membuat perawat terpaksa melakukan tindakan medis yang bukan merupakan
wewenangnya demi keselamatan klien. Tindakan yang dilakukan tanpa ada delegasi
dan petunjuk dari dokter, terutama di puskesmas yang hanya memiliki satu dokter
yang berfungsi sebagai pengelola puskesmas, sering menimbulkan situasi yang
mengharuskan perawat melakukan tindakan pengobatan. Fenomena ini tentunya sudah
sering kita jumpai di berbagai puskesmas terutama di daerah-daerah tepencil. Dengan
pengalihan fungsi ini, maka dapat dipastikan fungsi perawat akan terbengkalai. Dan
tentu saja ini tidak mendapat perlindungan hukum karena tidak
dipertanggungjawabkan secara professional.
Kemudian fenomena melemahkan kepercayaan masyarakat dan maraknya tuntunan
hukum terhadap praktik tenaga kesehatan termasuk keperawatan, sering diidentikkan
dengan kegagalan upaya pelayanan kesehatan. Hanya perawat yang memenuhi
persyaratan yang mendapat izin melakukan praktik keperawatan.
Adapun undang-undang mengenai tenaga kesehatan dan keperawatan adalah
sebagai berikut :
1. UU No. 36 tahun 2009, tentang kesehatan
2. UU Peraturan Pemerintah No.36 tahun 2014, tentang tenaga kesehatan
3. UU RI N0.38 tahun 2014, tentang keperawatan
4. UU No.29 tahun 2004, tentang praktik kedokteran
5. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.46 tahun 2013, tentang Registrasi Tenaga
Kesehatan ( Berbicara tentang STR )
6. Peraturan Menteri Kesehatan RI No.148 tahun 2010 tentang ijin dan
penyelenggaraan praktek keperawatan

I. UPAYA PEMBENAHAN DALAM PROFESI KEPERAWATAN


1. Peningkatan jenjang pendidikan (perawat)
Solusi untuk menjawab pertanyaan di atas adalah dengan berbenah diri.
Memperbaiki kualitas lulusan perawat melalui jenjang pendidikan Perawat (S1
Keperawatan), bukan hanya menambah jumlah Perawat tetapi memperbaiki
kualitas Perawat melalui perbaikan insitusi pendidikan penyelenggara program
Perawat. Institusi harus memperhatikan PP 19/2005 tentang Standar Nasional
Pendidikan, sebagai tindak lanjut berlakunya SISDIKNAS th. 2003. Dalam UU
No 20/2003, pendidikan diploma masuk dalam jenis pendidikan vokasi sedangkan
pendidikan perawat menempati jenis pendidikan profesional. Dengan
memperhatikan 5M,
a. M1: Man – kualitas tenaga pengajar
b. M2: Material – kecukupan sarana prasaran pembelajaran
c. M3:Method – Kurikulum dan metode pembelajaran yang sesuai dengan
tekad KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi)
d. M4:Money – Anggaran untuk proses belajar mengajar dan penyediaan
resources
e. M5:Mutu /Marketing – kualitas dan upaya institusi untuk menangkap
peluang pasar.
Tanggung jawab moral institusi untuk lebih mengedepankan profesionalisme,
bukan untuk orientasi kapitalisme semata. Bukan hanya untuk menghantarkan
lulusan Perawat sampai ke pintu gerbang, tetapi mengantarkan sampai ke gerbang
memasuki dunia kerja.
2. Menata pendidikan perawat secara profesional
Langkah awal yang perlu ditempuh oleh Perawat profesional adalah
mengembangkan Pendidikan Tinggi Keperawatan dan memberikan kesempatan
kepada para perawat untuk melanjutkan pendidikan yang lebih tinggi. Sehingga
diharapkan pada akhir tahun 2015, semua pendidikan perawat yang ada di rumah
sakit sudah memenuhi kriteria minimal sebagai perawat profesional (Perawat).
Pada saat ini pelbagai upaya untuk lebih mengembangkan pendidikan
keperawatan profesional memang sedang dilakukan dengan mengkonversi
pendidikan SPK ke jenjang Akademi Keperawatan dan dari lulusan Akademi
Keperawatan diharapkan dapat melanjutkan ke jenjang S1 Keperawatan
(Perawat). Namun prinsip asal konversi, asal cepat, asal dapat ijazah Perawat, dan
asal-asalan menjadi kelabunya masa depan keperawatan. Hal ini menjadi kendala
dalam upaya mempercepat profesionalisme keperawatan. Disana sini masih
ditemukan berbagai penyimpangan dalam penerapan kurikulum, proses
pembelajaran yang tidak sesuai dan tidak mendukung. Perlu juga diadakan
penataan yang mendasar dari Program Pendidikan Perawat dengan lebih
menekankan pada upaya meningkatkan kualitas lulusan dan disamping
mengembangkan kuantitas pendidikan.
Melihat fakta di atas maka dituntut peran dosen/ staf pengajar untuk lebih
memahami relevansi ilmu-ilmu dasar dan ilmu keperawatan dalam mendukung
pelaksanaan asuhan keperawatan kepada klien. Sejak mahasiswa mendapatkan
ilmu Dasar isi kurikulum sudah diorientasikan dan dikaitkan dengan peran
perawat dalam melaksanakan asuhan keperawatan, yaitu dalam membantu,
mencegah, meningkatkan, dan mengembalikan fungsi yang terganggu akibat sakit
yang dialami klien sehingga klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya.
Penekanan dan pembekalan kompetensi perawat dengan AKSI: Attitude,
Knowledge, Skill dan Insight.

3. Kajian batang tubuh ilmu keperawatan dan standar kompetensi perawat


Ketidakjelasan batang tubuh Ilmu Keperawatan menjadikan penilaian
masyarakat tentang Keperawatan (Asrul Azwar, 1999). Pertanyaan yagn sering
timbul adalah apakah keperawatan sebagai ilmu? Meskipun pernyataan tersebut
dibantah oleh Chitty (1997) bahwa “nursing is as ascience and art, separated from
medicine science…..” CHS (1999) juga memperkuat pernyataannya bahwa ilmu
keperawatan adalah sebagai ilmu, mereka mengemukakan bahwa ilmu
keperawatan sendiri (dasar, anak, maternitas, medikal bedah, jiwa , dan
komunitas). Aplikasinya menggunakan pendekatan dan metode penyelesaian
masalah secara ilmiah ditujukan untuk mempertahankan, menopang, memelihara
dan meningkatkan integritas seluruh kebutuhan dasar manusia.” Tetapi menyimak
fakta yang ada di lapangan di Indonesia, pernyataan tersebut menarik untuk
disimak. Banyak perawat yang tidak tahu dan tidak jelas tentang ilmu
keperawatan yang dimaksudkan. Dari pengertian tersebut membawa dampak
terhadap isi kurikulum pada program pendidikan tinggi keperawatan. Institusi
Pendidikan Tinggi Keperawatan belum mampu mengenalkan kejelasan ilmu
keperawatan kepada peserta didik. Sehingga peserta didik mendapatkan orientasi
ilmu dasar hampir sama seperti yang diajarkan pada program pendidikan
kesehatan lain (kedokteran umum, dokter gigi, dan kesehatan masyarakat). Hal ini
berakibat terhadap ketidakjelasan peran perawat dalam memberikan asuhan
kesehatan kepada klien.
Kondisi yang lebih parah adalah sampai dengan saat ini, manakala profesi lain
sudah tinggal landas, perawat masih tertinggal di landasan. Perawat masih
berkutat terhadap belum jelasnya lingkup atau batang tubuh ilmu keperawatan.
Asrul Azwar (1999) mengatakan bahwa “body of knowledge” ilmu keperawatan
belum diakui dan belum tersosialisasikan dengan baik. Perawat belum bisa
menunjukkan jati dirinya sebagai suatu profesi yang mempunyai batang tubuh
ilmu tersendiri. Sebagian perawat masih belum melaksanakan riset yang
disebabkan; keterbatasan waktu, tidak adanya anggaran dan “policy” yang tidak
menguntungkan profesi perawat. Hal tersebut menjadikan suatu kontribusi
terhadap mendungnya pengembangan kajian ilmu keperawatan saat ini.
Berlandaskan falsafah dan paradigma keperawatan maka nilai / makna yang
dapat dikembangkan dari keperawatan dalam pengembangan keilmuan meyakini
bahwa keperawatan mempunyai 3 nilai utama yang berhubungan satu dengan
yang lainnya, meliputi: (1) seni (art), (2) Ilmu (Science) dan (3) profesi
(Profession).
a. Keperawatan sebagai suatu seni (art).
Seni (art) merupakan refleksi dari perasaan dan persepsi, sebab inti dan
esensi keperawatan adalah interaksi interpersonal. Seni sebagai bagian dari
keperawatan yang dapat diekspresikan dengan berbagai cara antara lain;
sensitivitas dan responsif/tanggap perasaan perawat kepada klien,
kemampuan perawat (art) untuk memahami bahasa nonverbal (perilaku) klien
dalam mengungkapkan rasa cemas atau nyeri. Walaupun sebenarnya perilaku
ini dapat dipelajari secara ilmiah (scientifically), perawat juga dapat belajar
melalui penemuan dan praktik intuisi sebagai suatu seni. Sebagaimana yang
ditulis oleh Donahue, 1985, “ Keperawatan bukan hanya suatu tehnik tetapi
proses yang berhubungan dengan berbagai elemen antara lain ; jiwa, fikiran
dan imajinasi. Keseluruhan elemen tersebut merupakan bagian yang sangat
penting dalam meningkatkan kreatifitas imajinasi, sensitivitas jiwa, dan
pemahaman / kemampuan berfikir yang merupakan dasar utama dalam
memberikan asuhan keperawatan (care) yang efektif”. Gold (1978)
menyatakan “kemampuan dalam memberikan asuhan keperawatan (caring)
dipengaruhi oleh kemampuan dalam mengekspresikan diri, ekspresi
merupakan bagian / elemen dari pada seni (art)”. Seni atau kemampuan
ekspresi diri merupakan hal yang penting untuk mengembangkan kemampuan
seseorang sebagai sesuatu yang unik. Intuisi keperawatan harus diidentifikasi
dan didukung sebagai seni dalam keperawatan. Dimasa yang akan datang
keperawatan adalah seni (art) menggabungkan antara perkembangan ilmu
keperawatan dan tehnologi keperawatan (IPTEK Keperawatan) dengan
kreativitas seni keperawatan.
b. Keperawatan sebagai suatu ilmu (Science).
Body of Knowledge adalah unsur utama dalam mengembangkan
pendidikan keperawatan. Diawali pernyataan oleh F. Nightingale (1859)
sebagai orang pertama yang mengidentifikasi bahwa keperawatan sebagai
suatu disiplin ilmu yang terpisah dengan ilmu medis (kedokteran). Untuk
membuktikan pernyataan tersebut, maka beberapa pakar teori keperawatan
berupaya untuk mendifinisikan keperawatan kedalam suatu konsep. Dari
konsep-konsep keperawatan tersebut akan diketahui dan ditentukan bidang
ilmu dan rumpun ilmu keperawatan.
Konsep keperawatan dikembangkan berdasar pada filosofi dan
paradigma keperawatan. Pada filosofi keperawatan ada 3 (tiga) unsur utama
yang menjadi keyakinan dan proses perfikir kritis dalam mengembangkan
ilmu keperawatan yaitu ; humanism, holism and care. Dari ketiga unsur utama
diyakini bahwa manusia “person” merupakan pusat / sentral asuhan
keperawatan dan “care” sebagai dasar / landasan dalam praktik / asuhan
keperawatan. Berdasarkan filosofi keperawatan, maka dikembangkan empat
konsep utama paradigma keperawatan yaitu manusia, lingkungan, kesehatan
dan keperawatan. Manusia dipandang sebagai individu yang bersifat holistic
dan humanistic yang dalam kehidupannya selalu berinteraksi dengan
lingkungan baik internal maupun eksternal yang akan berpengaruh terhadap
status kesehatannya, asuhan / pelayanan keperawatan merupakan praktik /
tindakan keperawatan mandiri yang diberikan karena adanya ketidak
mampuan manusia dalam memenuhi kebutuhan dasarnya.
Keperawatan sebagai suatu profesi dan berdasarkan pengakuan
masyarakat adalah ilmu kesehatan tentang asuhan / pelayanan keperawatan
(The health science of caring) (Lindberg, 1990, hal 40). Caring adalah
memberikan perhatian atau penghargaan kepada seorang manusia. Caring
juga dapat diartikan memberikan bantuan kepada individu atau sebagai
advokat pada individu yang tidak mampu memenuhi kebutuhan dasarnya.
Keperawatan sebagai ilmu kesehatan tentang asuhan / pelayanan
keperawatan adalah “asuhan / pelayanan keperawatan sebagai pendukung /
bagian dalam ilmu kesehatan”, sama halnya dengan seni sebagai bagian yang
tidak terpisahkan dari ilmu keperawatan (Lindberg, 1990, hal 40) .
c. Keperawatan sebagai suatu profesi (profession).
Keperawatan sebagai suatu profesi harus mengacu pada kriteria profesi
antara lain : tubuh pengetahuan (Body of Knowledge ) yang berbatas jelas,
pendidikan khusus berbasis “ keahlian” pada jenjang pendidikan tinggi,
memberikan pelayanan pada masyarakat dan praktik sesuai bidang profesi,
memiliki perhimpunan dalam bidang keprofesian, memberlakukan kode etik
keprofesian dan motivasi bersifat “altruistik”. Sampai saat ini profesi
keperawatan dalam program penataan dan pemantapan keseluruhan dari
kriteria profesi sehingga akuntabilitas dan otonomi sebagai suatu profesi
dapat dilaknakan secara optimal. Salah satunya dengan memantapkan tubuh
pengetahuan ilmu keperawatan sesuai dengan filosofi dan paradigma
keperawatan, disamping itu juga menata jenjang studi / pendidikan
keperawatan di pendidikan tinggi.
4. Penataan praktik keperawatan
Sejalan dengan akan diundangkannya praktik keperawatan, maka diperlukan
standar kompetensi profesi, salah satunya standar kompetensi perawat (SKP) yang
memiliki pengakuan secara nasional. SKP Nasional Indonesia mengacu pada
kerangka kerja Konsil Keperawatan Internasional (ICN, 2003) yang menekankan
pada perawat generalis yang bekerja dengan klien individu, keluarga dan
komunitas dalam tatanan asuhan kesehatan di rumah sakit dan komunitas serta
bekerja sama dengan pemberi asuhan kesehatan dan sosial lainnya. Dalam
kerangka kerja ICN, kompetensi perawat generalis dikelompokkan menjadi 3
judul komptensi utama, yaitu: (1) praktik keperawatan profesional, etik, legal dan
bertanggung jawab; (2) Pemberian asuhan dan manajemen keperawatan; dan (3)
Pengembangan profesional.
Peran profesional perawat tidak akan bisa dicapai, kalau model praktik
keperawatan di pelayanan belum ditata secara profesional, minimal pada
penerapan model Tim atau primer. Sebagian besar rumah sakit di Indonesia model
pelayanan keperawatan yang diterapkan adalah “fungsional” dimana perawat
dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien secara terfragmentasi
misalnya perawat pada hari tugasnya hanya melaksanakan peran merawat luka
kepada semua pasien tanpa mengindahkan kebutuhan klien yang lainnya. Model
seperti ini bertentangan dengan filosofi keperawatan, sebagaimana disampaikan
Chity (1997) yaitu “humanism, holism, and care.”
Model praktik keperawatan profesional yang dilaksanakan perawat di tatanan
pelayanan keperawatan, masih menjadi suatu abstraksi. Pemerintah selalu
menekankan bahwa model praktik keperawatan harus ditata dengan baik, tetapi
kenyataan yang ada dilapangan masih merupakan suatu angan-angan. Dari
pandangan saya, keadaan tersebut tidak terlepas dari sistem yang diterapkan,
budaya kerja yang sudah mendarah daging enggan untuk menerapkan suatu
perubahan. Dimana perawat dituntut untuk menata model praktik yang baik, di
satu sisi terjadi beberapa Resistensi?Anggaran untuk pos keperawatan dikurangi,
hal ini juga ditunjang oleh kurangnya keterlibatan perawat dalam membuat
keputusan strategis.
Pelayanan asuhan keperawatan yang optimal akan terus sebagai suatu tuntutan
bagi organisasi pelayanan kesehatan. Saat ini adanya suatu keinginan untuk
merubah sistem pemberian pelayanan kesehatan ke sistem desentralisasi. Dengan
meningkatnya pendidikan bagi perawat, diharapkan dapat memberikan arah
terhadap pelayanan keperawatan berdasarkan pada issue di masyarakat.
Sejak diakuinya keperawatan sebagai profesi dan ditumbuhkannya Pendidikan
Tinggi Keperawatan (DIII Keperawatan, PSIK) dan berlakunya Undang-undang
No. 36 tahun 2009, dan PERMENKES No. 148/2010; proses registrasi dan
legislasi keperawatan, sebagai bentuk pengakuan adanya kewenangan dalam
melaksanakan praktik keperawatan profesional. Ada 4 model praktik yang
diharapkan ada, yaitu model praktik di rumah sakit, di rumah, berkelompok, dan
individual. Akan tetapi pelaksanaan PERMENKES tersebut masih perlu
mendapatkan persiapan yang optimal oleh profesi keperawatan.
Kita juga harus berhati-hati dengan berlakunya UU Praktik Kedokteran, mau
tidak mau, suka tidak suka undang-undang tersebut membawa konsekuensi
terhadap praktik keperawatan.

5. Penataan jenjang karier sesuai kompetensi yg dipersyaratkan


Jenjang karir profesional berbasis kompetensi dicapai melalui pendidikan
formal dan pendidikan berkelanjutan. Prinsip pengembangan karir meliputi
kualifikasi, penjenjangan, fungsi utama, kesempatan, standar profesi dan
komitmen pimpinan. Penjenjangan mempunyai makna tingkatan kompetensi
untuk melaksanakan asuhan keperawatan yang akuntabel dan etis sesuai batas
kewenangan.
Penjenjangan karir profesional perawat secara umum meliputi:
a. Perawat Klinik (PK)
b. Perawat Manager (PM)
c. Perawat Pendidik (PP)
d. Perawat Peneliti/ Riset (PR)
6. Prospek bekerja di pasar global
Awalnya sebagian besar alumni pendidikan ini, lebih banyak bekerja di bidang
pendidikan (menjadi dosen), atau memilih bekerja menjadi perawat di RS .
Namun saat ini semakin banyak pilihan untuk bekerja selain di pelayanan.
Tempat lahan kerja Perawat yang ada saat ini adalah :
a. Menjadi Perawat di RS Negeri/Swasta (Cepat mencapai jabatan struktural;
Kepala Ruangan, Bidang Keperawatan, Diklat dsb)
b. Menjadi Dosen AKPER/AKPER/FIK di Negeri (PNS) atau di Swasta
c. Bekerja di Asuransi Kesehatan, bagian klaim
d. Medical Representative (Detailer) di Farmasi
e. Bekerja di Penerbit Buku Kesehatan
f. Menjadi Perawat di luar negeri
g. Peneliti
h. Pekerjaan lain
REFERENSI

Ali, Zaidin,H. 2011. Dasar-Dasar Keperawatan Professional. Jakarta: Widya Medika.

Aziz Alimul Hidayat. 2007. Pengantar Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : Salemba

Medika

Hamid, A. Y. 2002. Buku Ajar Aspek Spiritual Dalam Keperawatan. Jakarta :EGC

http://www.scribd.com/doc/22136147/Aspek-Legal-Praktek-Perawat

Kelly & Joel. 1995. Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis. Edisi:5. Jakarta : EGC

La Ode Jumadi Gaffar. 1999. Pengantar Keperawatan Professional. Jakarta : EGC

Munadi, Yudi. 2008. Media Pembelajaran Sebuah Pendekatan Baru. Jakarta : Gaung

Persada Press

Pearson A & Vaughan. 1986. Kode Etik Keperawatan di Indonesia. .Jakarta : PPNNI

Potter.Perry. 2009. Fundamental Keperawatan Edisi 7. Jakarta : Salemba Medika.

Anda mungkin juga menyukai