Anda di halaman 1dari 29

“ASUHAN KEPERAWATAN PADA LANSIA DENGAN

GANGGUAN SENSORIK (KATARAK)”

Disusun Guna Memenuhi Tugas Kelompok Keperawatan Gerontik


Dosen Pembimbing : Dwi Sulistyowati,Skep.,Ns.,M.Kes

Disusun Oleh :
1. Dilla Meillasari (P27220017135)
2. Fathur Rahman (P27220017140)
3. Yuni Aprilia Safitri (P27220017164)

PROGRAM STUDI D-IV KEPERAWATAN BERLANJUT PROFESI NERS


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN SURAKARTA
TAHUN 2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya tugas asuhan
keperawatan yang berjudul makalah keperawatan Gerontik “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SENSORIK (KATARAK). Adapun tujuan
penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas stase Gerontik . Namun
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah askep ini masih terdapat banyak
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan keperawatan ini selanjutnya.
Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.

Surakarta 4 februari 2019

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II Landasan Teori
A. Pengertian Katarak................................................................................................4
B. Faktor Penyebab Terjadinya Karatak....................................................................4
C. Tanda Dan Gejala Katarak....................................................................................6
D. Klasifikasi Dan Stadium Katarak..........................................................................7
E. Pathofisiologi Katarak...........................................................................................8
F. Pathway Katarak....................................................................................................9
G. Cara Mencegah Terjadinya Katarak......................................................................10
H. Penatalaksanaan Medis..........................................................................................10
BAB III Asuhan keperawatan
A. Pengkajian.............................................................................................................13
B. Diagnosa, Intervensi, Dan Kriteria Hasil Keperawatan........................................16
C. Evaluasi.................................................................................................................24
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan............................................................................................................25
B. Saran......................................................................................................................25
Daftar Pustaka

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Masalah Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki catatan tentang kondisi kebutaan
di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010 terdapat 45 juta penderita
kebutaan di dunia, sebanyak 60 % berada di negara miskin atau berkembang seperti
Indonesia. Indonesia berada diurutan ketiga di dunia dengan terdapat angka kebutaan
sebesar 1,47 % menurut catatan WHO (Depkes RI, 2011) Data Departemen Kesehatan RI
tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang.
Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar 240 ribu. Pertumbuhan penderitanya
sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk. Sebanyak 2,4 juta penderita katarak
paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di Jawa maupun luar Jawa. Salah satu
penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana
Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga jumlah sinar matahari yang cukup banyak
menjadi salah satu faktor penyebabnya. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah
Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru)
katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya
80.000 orang per tahun. Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak 1 2 yang cukup tinggi
(Depkes, 2011).
Pengertian katarak sendiri adalah keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatau tumor atau pertumbuhan jaringan
didalam mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Jika kondisi
kekeruhan katarak ini bertambah tebal, maka penglihatan seperti kaca jendela yang
berkabut (Ilyas, 2004). Terjadinya kesenjangan antara penderita katarak dengan jumlah
penderita yang dioperasi dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan secara baik pada
penderita katarak. Kekurang pahaman tersebut bisa disebabkan kurangnya akses informasi
mengenai penyebab dan pengobatan katarak, dan bila informasi tersebut telah tersedia pun,
pasien katarak tidak tahu kemana mencari tempat layanan pembedahan katarak. Hal
tersebut, menyebabkan penderita katarak terlambat berobat, yang akhirnya membuat
gangguan penglihatan yang sebenarnya reversible menjadi kadaluwarsa, sehingga sampai
saat ini masih banyak ditemukan kasus kebutaan karena katarak yang tidak dioperasi.
Kurangnya pengetahuan secara baik pada penderita katarak khususnya lanjut usia juga

1
2

berdampak pada sikap yang kurang baik, artinya lanjut usia akan merasa takut mengenai
proses operasi katarak apabila dilakukan. Lansia merasa bahwa operasi katarak tidak selalu
dapat mengembalikan kondisi mata secara normal. Sikap yang ada pada penderita katarak
lansia ini juga dapat mempengaruhi dalam hal screening, diagnosis, serta pengelolaan
katarak. 3 Permasalahan lain dialami lanjut usia berkaitan dengan sikap tentang operasi
katarak adalah tingkat ekonomi. Kondisi fisik lanjut usia yang menurun menyebabkan
mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Hal tersebut merupakan
permasalahan tersendiri seperti dalam melakukan pemeriksaan kesehatan katarak atapupun
kemampuan membiayai operasi katarak dan perawatan pasca operasi katarak (Istiqomah,
2004). Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak tbanyak masalah,
tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan
tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas
termasuk biaya operasi katarak. Dengan demikian factor tingkat ekonomi lanjut usia yang
mengalami katarak dapat bersikap berbedabeda mengenai operasi katarak (Ilyas, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari katarak?
2. Apa faktor dan penyebab yang mempengaruhi katarak?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya katarak?
4. Bagaimana tanda dan gejala katarak?
5. Bagaimana pathway katarak?
6. Apa saja jenis dan stadium katarak?
7. Bagaimana cara mencegah katarak?
8. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan katarak?
9. Bagaimana diagnosa, intervensi dan criteria hasil keperawatan?
10. Bagaimana evaluasi hasil nya?
3

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari katarak
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi katarak
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya katarak
4. Mengetahui tanda gejala katarak
5. Mengetahui pathway katarak
6. Mengetahui jenis dan stadium katarak
7. Mengetahui cara mencegah katarak
8. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan katarak
9. Mengetahui diagnosa, intervensi, dan criteria hasil yang diberikan pada klien
10. Mengatahui evaluasi dari hasil asuhan keperawatan
BAB II
LANDASAN TEORI

A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari kata Yunani ”Cataracta” yang berarti ”Air terjun”, hal ini
disebabkan karena penderita katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air
terjun di depan matanya (Nyoman et al. 2014).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Nugroho (2011) Kelainan ini bukan suatu tumor atau pertumbuhan jaringan
di dalam mata, akan tetapi keadaan lensa yang menjadi berkabut. Katarak sendiri
diumpamakan seperti penglihatan yg tertutup air terjun akibat kerunhya lensa biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.
Jadi, katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata.
Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke dalam mata
sehingga penglihatan menjadi menurun. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan
pada setiap lensa mata dapat bervariasi.

B. Faktor Dan Penyebab Terjadinya  Katarak


Katarak umumnya merupakan penyakit usia lanjut, namun katarak juga dapat
diakibatkan oleh kelainan kongenital. Banyak faktor dikaitkan dengan katarak, yaitu
umur sebagai faktor utama, dan faktor lainnya antara lain penyakit diabetes melitus
(DM), pajanan kronis terhadap sinar ultraviolet (sinar matahari), konsumsi alkohol,
nutrisi, merokok, tingkat sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan pekerjaan (Tana dkk.,
2009.
1. Umur

4
5

Bertambahnya umur harapan hidup di seluruh dunia, khususnya


dinegara berkembang, menyebabkan bertambah banyaknya jumlah orang tua secara
cepat. Hal ini dapat menimbulkan fenomena pertambahan kasus katarak, karena
dengan sendirinya jumlah kebutaan karena katarak akan bertambah banyak. Katarak
senilis (lebih dari 40 tahun) merupakan penyebab yang terbanyak penurunan
penglihatan pada orang usia lanjut. Pada penelitian cross sectional dikatakan bahwa
prevalensi katarak sekitar 50 % pada usia antara 65 smpai 74 tahun dan meningkat 70
% pada usia di atas 75 tahun (Wisnujono, 2004).
2. Jenis kelamin
Menurut Rasyid, dkk (2010) kejadian katarak lebih banyak terjadipada
perempuan dari pada laki-laki, ditujukan dengan hasil penelitian yang menemukan 114
orang (71,7%) penderita katarak berjenis kelamin perempuan, sedangkan 57 orang
(63,4%) penderita katarak berjenis kelamin laki-laki.
3. Katarak erat kaitannya juga dengan pekerjaan yang berada di luar gedung, dimana
sinar ultraviolet (UV) merupakan faktor risiko terjadinya katarak.
4. Pendapatan dikaitkan dengan status sosial ekonomi yang rendah.
Seseorang dengan tingkat ekonomi yang rendah dalam hal penghasilan
memiliki ketidakmampuan dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi setiap harinya. Status
ekonomi juga dihubungkan dengan rendahnya tingkat pengetahuan seseorang yang
berkaitan dengan kemauan untuk mencari informasi mengenai pengobatan katarak,
sehingga munculnya tanda-tanda akan terjadinya katarak tidak disadari oleh seseorang
karena dirasakan masih belum menganggu. Pada umumnya seseorang akan
mengunjungi tempat pelayanan kesehatan mata setelah merasa terganggu pada
matanya. Selain itu juga  penderita katarak yang berasal dari golongan ekonomi
rendah tidak akan mampu mengobati penyakitnya ke rumah sakit atau klinik swasta
yang mahal, sehingga pengobatan katarak tidak menjadi prioritas bagi mereka. Jarak
yang jauh dari sarana pelayanan menyebabkan ongkos transportasi dan biaya untuk
keluarga yang mengantar menjadi mahal.
5. Diabetes Melitus dapat menyebabkan berbagai macam komplikasi, salah satunya
adalah katarak. peningkatan enzim aldose reduktase dapat mereduksi gula menjadi
sorbitol, hal ini menyebabkan terjadinya perubahan osmotik sehingga serat lensa lama-
kelamaan akan menjadi keruh dan menimbulkan katarak (Pollreisz dan Erfurth, 2010).
6. Merokok
6

Merokok Dari beberapa faktor risiko terjadinya katarak, salah satunya


adalah merokok. Rokok berperan dalam pembentukan katarak melalui dua cara yaitu,
pertama paparan asap rokok yang berasal dari tembakau dapat merusak membrane sel
dan serat-serat yang ada pada mata. Ke dua yaitu, merokok dapat menyebabkan
antioksidan dan enzim-enzim di dalam tubuh mengalami gangguan sehingga dapat
merusak mata. Pada penelitian dengan menggunakan kasus-kontrol, di mana
kasus sebanyak 54 orang dan kontrol 35 orang, hasil uji multivariat (OR=2,287)
menunjukkan hubungan merokok dapat meningkatkan kejadian katarak 2 kali
dibandingkan dengan yang tidak merokok.

C. Tanda Dan Gejala Katarak


Kekeruhan lensa dapat terjadi tanpa menimbulkan gejala, dan dijumpai
pada pemeriksaan mata rutin. Gejala katarak yang sering dikeluhkan adalah :
1. Silau Pasien katarak sering mengeluh silau, yang bisa bervariasi keparahannya mulai
dari penurunan sensitivitas kontras dalam lingkungan yang terang hingga silau pada
saat siang hari atau sewaktu melihat lampu mobil atau kondisi serupa di malam hari.
Keluhan ini khususnya dijumpai pada tipe katarak posterior  subkapsular. Pemeriksaan
silau ( test glare ) dilakukan untuk mengetahui derajat gangguan penglihatan yang
disebabkan oleh sumber cahaya yang diletakkan di dalam lapang pandangan pasien.
2. Diplopia monokular atau polyopia Terkadang, perubahan nuklear terletak pada lapisan
dalam nukleus lensa, menyebabkan daerah pembiasan multipel di tengah lensa.
Daerah ini dapat dilihat dengan refleks merah retinoskopi atau oftalmoskopi direk.
Tipe katarak ini kadang – kadang menyebabkan diplopia monokular atau
polyopia. Hal-hal ini bisa terjadi pada beberapa pasien oleh karena terpecahnya sinar
putih menjadi spektrum warna oleh karena meningkatnya kandungan air dalam lensa.
3. Distorsi Katarak dapat menyebabkan garis lurus kelihatan bergelombang,24 sering
dijumpai pada stadium awal katarak.
4. Penurunan tajam penglihatan Katarak menyebabkan penurunan penglihatan progresif
tanpa rasa nyeri.
5. Sensitivitas kontras Sensitivitas kontras mengukur kemampuan pasien untuk
mendeteksi variasi tersamar dalam bayangan dengan menggunakan benda yang
bervariasi dalam hal kontras, luminance dan frekuensi spasial. Sensitivitas kontras
dapat menunjukkan penurunan fungsi penglihatan yang tidak terdeteksi dengan
7

Snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indikator spesifik hilangnya tajam penglihatan
oleh karena katarak.
6. Myopic shift Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa,
yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan
katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya myopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuclear sklerotik,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut
“second sight”. Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan
tersebut akhirnya hilang juga.(Mata, 2010)

D. Klasifikasi Dan Stadium Katarak


Stadium katarak ini dibagai ke dalam 4 stadium, yaitu:
1. Katarak insipien, kekeruhan mulai dari tepi ekuator berbentuk jeruji menuju korteks
anterior dan posterior (katarak kortikal) Katarak subkapsular psoterior, kekeruhan
mulai terlihat di anterior subkapsular posterior, celah terbentuk, antara serat lensa dan
korteks berisi jaringan degeneratif (beda morgagni) pada katarak insipien Katarak
intumesen. Kekeruhan lensa disertai pembengkakan lensa akibat lensa yang
degeneratif menyerap air. Pada keadaan ini dapat terjadi hidrasi korteks hingga lensa
akan mencembung dan daya biasnya bertambah, yang akan memberikan miopisasi
2. Katarak imatur, sebagian lensa keruh atau katarak. Merupakan katarak yang belum
mengenai seluruh lapis lensa. Volume lensa bertambah akibat meningkatnya tekanan
osmotik bahan degeneratif lensa. Pada keadaan lensa mencembung akan dapat
menimbulkan hambatan pupil, sehingga terjadi glaukoma sekunder
3. Katarak matur, pada katarak matur, kekeruhan telah mengenai seluruh lensa.
Kekeruhan ini bisa terjadi akibat deposisi ion Ca yang menyeluruh. Bila katarak
imatur tidak dikeluarkan, maka cairan lensa akan keluar sehingga lensa kembali pada
ukuran normal dan terjadi kekeruhan lensa yang lama kelamaan akan mengakibatkan
kalsifikasi lensa pada katarak matur. Bilik mata depan berukuran dengan kedalaman
normal kembali, tidak terdapat bayangan iris pada shadow test, atau disebut negatif.
4. Katarak hipermatur, merupakan katarak yang telah mengalami proses degenerasi
lanjut, dapat menjadi keras, lembek dan mencair. Massa lensa yang berdegenerasi
keluar dari kapsul lensa, sehingga lensa menjadi kecil, berwarna kuning dan kering.
Pada pemeriksaan terlihat bilik mata dalam dan terlihat lipatan kapsul lensa. Kadang
8

pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur.
Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa
karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.(Masyarakat 2012)

E. Patofisiologi Katarak
Patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut masing-masing bentuk katarak.
Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan
peningkatan pigmentasi di bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat
terjadi inflamasi atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami rupture. Sedangkan
mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai contoh
pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang
kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak, 2011) sedangkan katarak
kongenital merupakan bentuk yang memberikan tantanggan khusus. Tamsuri (2011)
mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan katarak ditandai dengan
berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti
dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam
askorbat serta protein menjadi berkurang.  
Lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa protein dan mineral penting. Katarak
terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen dan penurunan air. Dilain sisi terjadi
peningkatan kadar kalsium dan berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada
kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di
dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan
lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di berbagai bagian lensa atau
kapsulnya. (Istiqomah (2003), dalam Pascasarjana & Udayana 2013)
9

E. Pathway
10

F. Cara Mencegah Terjadinya Katarak


Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan:
1. Menjaga kadar gula darah selalu normal
Pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata,
mengonsumsi makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan
antioksidan seperti buah-buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak
sayuran, sayuran hijau, kacang-kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang
merupakan makanan dengan kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.
Vitamin C dan E dapat memperjelas penglihatan. Vitamin C dan E merupakan
antioksidan yang dapat meminimalisasi kerusakan oksidatif pada mata, sebagai salah
satu penyebab katarak. (Masyarakat 2012).
2. Katarak yang disebabkan oleh faktor resiko lain dapat diusahakan
pencegahannya, misalnya dengan memberikan perlindungan khusus pada mata
seperti topi atau kacamata untuk menghindari radiasi sinar ultra violet.
3. Menghindari cedera pada mata atau prilaku merokok dan minum alkohol.
Upaya pencegahan ini dibutuhkan untuk menghindari datangnya katarak pada
usia dini.

G. Penatalaksanaan Medis
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan
mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa
yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam
pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk
diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9. Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah
ekstraksi lensa. Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah
berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir
bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material,
dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
11

(ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari
mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema. Pasca
bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak  pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.
Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi
12

limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun
sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui incisi kecil seperti itu.
4. SICS Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah.
5. Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa
penggant untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut: kacamata
afakia yang tebal lensanya lensa kontak lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang
ditanamkan di dalam mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli
yang telah diangkat(Klinis & Protein 2010)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Nama, usia, alamat, jenis kelamin, agama, status
2) Identitas penanggung jawab
Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan Klien.
b. Alasan berada di panti/ masuk
c. Dimensi biomedik
1) Riwayat penyakit ( 6 bulan terakhir )
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat pencegahan kesehatan
a) Monitoring kesehatan
b) Riwayat vaksinasi
c) Skrining kesehatan
5) Riwayat gizi
6) Masalah kesehatan terkait dengan status gizi
a) Masalah pada mulut
b) Maslah pada berat badan
c) Masalah nutrisi
7) Masalah kesehatan yang dialami saat ini
8) Obat – obatan yang dikonsumsi
9) Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
10) Status fungsional
11) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Mobilisasi
b) Berpakaian
c) Makanan dan minuman
d) Toileting
e) Persona hygiene

13
14

f) Mandi
d. Dimensi psikologis
e. Dimensi fisik
1) Luas wisma
2) Keadaan lingkungan dalam wisma
Penerangan, Kebersihan dan kerapian, Pembagian ruangan, Sirkulasi udara,
Keamanan, Sumber air minum, Ruang pertemuan.
3) Keadaan luar wisma
Pemanfaatan halaman, Pembuangan air limbah, Pembuangan sampah, Sanitasi,
Sumber pencemaran.
f. Dimensi sosial
1) Hubungan antar lansia didalam panti
2) Hubungan lansia dengan luar wisma
3) Hubungan lansia dengan anggota keluarga
4) Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
5) Kegiatan organisasi sosial
g. Dimensi tingkah laku
1) Pola makan
2) Pola tidur
3) Pola eliminasi
4) Kebiasaan lansia
5) Pengobatan
6) Kegiatan olaraga
7) Rekreasi
8) Pengambilan keputusan
h. Dimensi pelayanan kesehatan
1) Fasilitas kesehatan yang tersedia
2) Jumlah tenafga kesehatan
3) Tindakan pencegahan terhadap penyakit
4) Jenis pelayanan kesehatan yang tersedia
i. SPIRITUAL / KULTURAL
1) Pelaksanaan Ibadah
2) Keyakinan tentang Kesehatan
15

i. Rekreasi
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan head to toe
1) Tanda Vital:
a. Keadaan umum:
b. Kesadaran:
c. Suhu:
d. Nadi:
e. Tekanan darah:
f. Pernafasan:
g. Tinggi badan:
h. Berat badan:
2) Kebersihan perorangan
3) Kepala:
a. Rambut
b. Mata
c. Hidung
d. Mulut
e. Telinga
4) Leher:
5) Dada / Thorax
a. Dada
b. Paru-paru
c. Jantung
6) Abdomen
7) Muskuloskeletal
8) Lain-lain
(Fokus utama pada pemeriksaan mata. Ketika pelebaran pupil, akan dapat
ditemukan gambaran kekeruhan lensa berbentuk berkas putih. Pasien akan
mengeluhkan adanya diplopia, pandangan berkabut. Tajam penglihata pasien juga
mengalami penurunan (myopia).
k. Pemeriksaaan penunjang; pemeriksaan visus untuk mengetahui batas penglihatan
pasien. Dapat juga dilakukan pemeriksaan lapang pandang.
16

l. Penatalaksanaan Bedah Katarak


1) Ekstraksi Katarak Ekstra Kapsular (EKEK) Tindakan pembedahan pada lensa
dimana dilakukan pengeluaran isi lensa. dengan memecah atau merobek kapsul
lensa anterior sehingga masa lensa dan korteks lensa dapat keluar melalui
robekan tersebut. Penyulit yang dapat timbul pada pembedahan ini yaitu dapat
terjadinya katarak sekunder
2) Ekstraksi Katarak Intra Kapsular (EKIK) Pembedahan dengan mengeluarkan
seluruh lensa bersama kapsul. Pembedahan ini dilakukan dengan menggunakan
mikroskop dan pemakaian alat khusus sehingga tidak banyak penyulit dan
pembedahan  ini tidak akan terjadi katarak sekunder.
m. Terapi medis
Jika lansia mengkonsumsi obat – obatan
Hari / tanggal / Jenis terapi Dosis Golongan & Fungsi &
jam kandungan farmakologi

n. Analisa data
Nama dan umur : _____________________/______________________
No Hari / tgl / Data fokus Problem Etiologi Ttd
. jam
1 Ds :
Do : (observasi, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik,
pemeriksaan lab)

2. Diagnosa, Intervensi Dan Kriteria Hasil Keperawatan


N DX
NOC NIC
O Keperawatan
1 Gangguan persepsi Setelah dilakukan tindakan NEUROLOGIK MONITORING :
sensori-perseptual keperawatan 1.      Monitor tingkat neurologis
penglihatan b.d Ganggu selama ..........x 24 jam, 2.      Monitor fungsi neurologis
an penerimaan diharapakan gangguan klien
sensori/status organ persepsi sensori teratasi. 3.      Monitor respon neurologis
indera ditandai Kriteria hasil:  Sensori 4.      Monitor reflek-reflek
dengan menurunnya function : vision meningeal
17

ketajaman  Menunjukan tanda dan 5.      Monitor fungsi sensori dan


gejala persepsi dan persepsi : penglihatan,
sensori baik : penciuman, pendengaran,
penglihatan baik. pengecapan, rasa
          Mampu 6.      Monitor tanda dan gejala
 mengungkapkan fungsi penurunan neurologis klien
persepsi dan sensori EYE CARE :
dengan tepat 1.      Kaji fungsi penglihatan klien
2.      Jaga kebersihan mata
3.      Monitor penglihatan mata
4.      Monitor tanda dan gejala
kelainan penglihatan
5.      Monitor fungsi lapang
pandang, penglihatan, visus
klien
MONITORING VITAL SIGN :
1.      Monitor TD, Suhu, Nadi dan
pernafasan klien
2.      Catat adanya fluktuasi TD
3.      Monitor vital sign saat pasien
berbaring, duduk atau berdiri
4.      Auskultasi TD pada kedua
lengan dan bandingkan
5.      Monitor TD, Nadi, RR
sebelum dan setelah aktivitas
6.      Monitor kualitas Nadi
7.      Monitor frekuensi dan irama
pernafasan
8.      Monitor suara paru
9.      Monitor pola pernafasan
abnormal
10.  Monitor suhu, warna, dan
kelembaban kulit
18

11.  Monitor sianosis perifer


12.  Monitor adanya cushing triad
(tekanan nadi yang melebar,
brakikardi, peningkatan
sistolik) 
2 Ansietas b.d Perubahan NOC NIC
pada status kesehatan.          Anxiety self- Anxiety Reduction
control (penurunan kecemasan)
         Anxiety level 1.      Gunakan pendekatan yang
         Coping menenangkan
Kriteria Hasil : 2.      Nyatakan dengan jelas
-          Klien mampu harapan terhadap pelaku pasien
mengidentifikasi dan 3.      Jelaskan semua prosedur dan
mengungkapkan apa yang dirasakan selama
gejala cemas. prosedur
-          Mengidentifikasi, 4.      Pahami prespektif pasien
mengungkapkan dan terhadap situasi stres
menunjukkan tehnik 5.      Temani pasien untuk
untuk mengontol memberikan keamanan dan
cemas. mengurangi takut
-          Vital sign dalam 6.      Dorong keluarga untuk
batas normal. menemani anak
-          Postur tubuh, 7.      Lakukan back / neck rub
ekspresi wajah, 8.      Dengarkan dengan penuh
bahasa tubuh dan perhatian
tingkat aktivfitas 9.      Identifikasi tingkat kecemasan
menunjukkan 10.  Bantu pasien mengenal situasi
berkurangnya yang menimbulkan kecemasan
kecemasan. 11.  Dorong pasien untuk
mengungkapkan perasaan,
ketakutan, persepsi
12.  Instruksikan pasien
menggunakan teknik relaksasi
19

13.  Berikan obat untuk mengurangi


kecemasan
3 Kurang pengetahuan NOC NIC
b.d Kurang informasi          Knowledge : Teaching : Disease Proses
tentang penyakit Disease Process 1.      Berikan penilaian tentang
         Knowledge : tingkat pengetahuan pasien
Health Hehavior tentang proses penyakit yang
spesifik
Kriteria Hasil : 2.      Jelaskan patofisiologidari
-          Pasien dan keluarga penyakit dan bagaimana hal ini
menyatakan berhubungan dengan anatomi
pemahaman tentang dan fisiologi, dengan cara yang
penyakit, kondisi, tepat.
prognosis, dan program 3.      Gambarkan tanda dan gejala
pengobatan yang biasa muncul pada
-          Pasien dan keluarga penyakit, dengan cara yang
mampu melaksakan tepat
prosedur yang 4.      Identifikasi kemungkinan
dijelaskan secara benar penyebab, dengan cara yang
-          Pasien dan keluarga tepat
mampu menjelaskan 5.      Sediakan informasi pada
kembali apa yang pasien tentang  kondisi,
dijelaskan perawat/tim dengan cara yang tepat
kesehatan lainnya 6.      Hindari jaminan yang
kosong
7.      Sediakan bagi keluarga atau
SO informasi tentang
kemajuan pasien dengan cara
yang tepat
8.      Diskusikan perubahan gaya
hidup yang mungkin
diperlukan untuk mencegah
komplikasi dimasa yang akan
20

datang dan ata proses


pengontrolan penyakit
9.      Diskusikan pilihan terapi
atau penanganan
10.  Dukung pasien untuk
mengeksplorasi atau
mendapatkan second opinion
dengan cara yang tepat atau
diindikasikan
11.  Rujuk pasien pada grup atau
agensi di komunitas local,
dengan cara yang tepat
12.  Intruksikan pasien mengenal
tanda dan gejala untuk
melaporkan pada pemberi
perawatan kesehatan, dengan
cara yang tepat
4 Nyeri b.d Luka pasca NOC : NIC :
operasi.          Pain Level, 1.      Lakukan pengkajian nyeri
         pain control, secara komprehensif termasuk
         comfort level lokasi, karakteristik, durasi,
Setelah dilakukan frekuensi, kualitas dan faktor
tinfakan keperawatan presipitasi
selama …. Pasien tidak 2.      Observasi reaksi nonverbal
mengalami nyeri, dari ketidaknyamanan
dengan kriteria hasil: 3.      Bantu pasien dan keluarga
-          Mampu untuk mencari dan menemukan
mengontrol nyeri (tahu dukungan
penyebab nyeri, 4.      Kontrol lingkungan yang
mampu menggunakan dapat mempengaruhi nyeri
tehnik nonfarmakologi seperti suhu ruangan,
untuk mengurangi pencahayaan dan kebisingan
nyeri, mencari bantuan) 5.      Kurangi faktor presipitasi
21

-          Melaporkan nyeri
bahwa nyeri berkurang 6.      Kaji tipe dan sumber nyeri
dengan menggunakan untuk menentukan intervensi
manajemen nyeri 7.      Ajarkan tentang teknik non
-          Mampu mengenali farmakologi: napas dala,
nyeri (skala, intensitas, relaksasi, distraksi, kompres
frekuensi dan tanda hangat/ dingin
nyeri) 8.      Berikan analgetik untuk
-          Menyatakan rasa mengurangi nyeri
nyaman setelah nyeri 9.      Tingkatkan istirahat
berkurang 10.  Berikan informasi tentang nyeri
-          Tanda vital dalam seperti penyebab nyeri, berapa
rentang normal lama nyeri akan berkurang dan
-          Tidak mengalami antisipasi ketidaknyamanan dari
gangguan tidur prosedur
11.  Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
5 Resiko tinggi terhadap NOC NIC
cidera b.d Keterbatasan          Risk Kontrol Environment Management
penglihatan. (Manajemen lingkungan)
Kriteria Hasil : 1.       Sediakan Iingkungan yang
-          Klien terbebas dari aman untuk pasien
cedera 2.       Identifikasi kebutuhan
-          Klien mampu keamanan pasien, sesuai dengan
menjelaskan kondisi fisik dan fungsi kognitif
cara/metode untuk pasien dan riwayat penyakit
mencegah injury/cedera terdahulu pasien
-          Klien mampu 3.       Menghindarkan lingkungan
menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya
resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku 4.       Memasang side rail tempat
personal tidur
22

-          Mampu 5.       Menyediakan tempat tidur


memodifikasi gaya yang nyaman dan bersih
hidup untuk mencegah 6.       Menempatkan saklar lampu
injury ditempat yang mudah dijangkau
-          Menggunakan pasien.
fasilitas kesehatan yang 7.       Membatasi pengunjung
ada 8.       Menganjurkan keluarga untuk
-          Mampu mengenali menemani pasien.
perubahan status 9.       Mengontrol lingkungan dari
kesehatan kebisingan
10.    Memindahkan barang-barang
yang dapat membahayakan
11.    Berikan penjelasan pada
pasien dan keluarga atau
pengunjung adanya perubahan
status kesehatan dan penyebab
penyakit.

6 Risiko infeksi b.d NOC NIC


Prosedur invansif         Immune Status Infection Control (Kontrol
( operasi katarak )         Knowledge : infeksi)
Infection control 1.      Bersihkan lingkungan setelah
        Risk control dipakai pasien lain
2.      Pertahankan teknik isolasi
Kriteria Hasil: 3.      Batasi pengunjung bila perlu
-         Klien bebas dari 4.      Instruksikan pada pengunjung
tanda dan gejala infeksi untuk mencuci tangan saat
-         Mendeskripsikan berkunjung dan setelah
proses penularan berkunjung meninggalkan
penyakit, faktor yang pasien
mempengaruhi 5.      Gunakan sabun antimikrobia
penularan serta untuk cuci tangan
penatalaksanaannya 6.      Cuci tangan setiap sebelum
23

-         Menunjukkan dan sesudah tindakan


kemampuan untuk keperawatan
mencegah timbulnya 7.      Gunakan baju, sarung tangan
infeksi sebagai alat pelindung
-         Jumlah leukosit 8.      Pertahankan lingkungan
dalam batas normal aseptik selama pemasangan alat
-         Menunjukkan 9.      Tingktkan intake nutrisi
perilaku hidup sehat 10.  Berikan terapi antibiotik bila
perlu
11.  Infection Protection (proteksi
terhadap infeksi)
12.  Monitor tanda dan gejala
infeksi sistemik dan lokal
13.  Monitor kerentangan terhadap
infeksi
14.  Batasi pengunjung
15.  Pertahankan teknik aspesis
pada pasien yang beresiko
16.  Inspeksi kondisi luka / insisi
bedah
17.  Dorong masukan cairan
18.  Dorong istirahat
19.  Instruksikan pasien untuk
minum antibiotik sesuai resep
20.  Ajarkan pasien dan keluarga
tanda dan gejala infeksi
21.  Ajarkan cara menghindari
infeksi
22.  Laporkan kecurigaan infeksi
23.  Laporkan kultur positif
24

3. Evaluasi
a. Gangguan Penglihatan mata dirasa minimal
b. Pasien tampak tenang
c. Skala nyeri setelah operasi berkurang
BAB IV
PENUTUP

A. Kesimpulan
            Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata. Faktor-faktor
penyebab katarak antara lain: umur, jenis kelamin, lingkungan, status sosial, nutrisi, pola
hidup. Stadium katarak dibagi menjadi 4 antara lain: Katarak Insipien, Imatur, Matur,
Hipermatur.
            Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi
makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-
buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-
kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan
kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.
B. SARAN
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi
makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-
buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-
kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan
kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Fakultas, M. & Universitas, K., 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. , 1(5),
pp.58–64.

Klinis, S. & Protein, A., 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak senilis. ,
(December), pp.1–15.

Masyarakat, S.K., 2012. FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN


KATARAK DEGENERATIF DI RSUD BUDHI ASIH TAHUN 2011 SKRIPSI
UNIVERSITAS INDONESIA.

Mata, D.S., 2010. Prevalensi kebutaan akibat katarak di kabupaten tapanuli selatan tesis
dokter spesialis mata.

Nyoman, N.I. et al., 2014. No Title.

Pascasarjana, P. & Udayana, U., 2013. Kadar malondialdehyde serum pasien katarak senilis
matur lebih tinggi daripada katarak senilis imatur

https://id.scribd.com/document/382583719/116136107-Pathway-Katarak

Anda mungkin juga menyukai