Disusun Oleh :
1. Dilla Meillasari (P27220017135)
2. Fathur Rahman (P27220017140)
3. Yuni Aprilia Safitri (P27220017164)
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena atas anugerah-Nya tugas asuhan
keperawatan yang berjudul makalah keperawatan Gerontik “ASUHAN KEPERAWATAN
PADA LANSIA DENGAN GANGGUAN SENSORIK (KATARAK). Adapun tujuan
penyusunan asuhan keperawatan ini adalah untuk memenuhi tugas stase Gerontik . Namun
kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah askep ini masih terdapat banyak
kekurangan, karena itu kami sangat mengharapkan berbagai kritik dan saran yang
membangun sebagai evaluasi demi penyempurnaan asuhan keperawatan ini selanjutnya.
Semoga laporan Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat. Terimakasih.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
COVER.............................................................................................................................i
KATA PENGANTAR.......................................................................................................ii
DAFTAR ISI.....................................................................................................................iii
BAB I Pendahuluan
A. Latar Belakang......................................................................................................1
B. Rumusan Masalah.................................................................................................2
C. Tujuan....................................................................................................................3
BAB II Landasan Teori
A. Pengertian Katarak................................................................................................4
B. Faktor Penyebab Terjadinya Karatak....................................................................4
C. Tanda Dan Gejala Katarak....................................................................................6
D. Klasifikasi Dan Stadium Katarak..........................................................................7
E. Pathofisiologi Katarak...........................................................................................8
F. Pathway Katarak....................................................................................................9
G. Cara Mencegah Terjadinya Katarak......................................................................10
H. Penatalaksanaan Medis..........................................................................................10
BAB III Asuhan keperawatan
A. Pengkajian.............................................................................................................13
B. Diagnosa, Intervensi, Dan Kriteria Hasil Keperawatan........................................16
C. Evaluasi.................................................................................................................24
BAB IV Penutup
A. Kesimpulan............................................................................................................25
B. Saran......................................................................................................................25
Daftar Pustaka
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah Badan Kesehatan Dunia (WHO) memiliki catatan tentang kondisi kebutaan
di masyarakat di negara-negara berkembang. Data tahun 2010 terdapat 45 juta penderita
kebutaan di dunia, sebanyak 60 % berada di negara miskin atau berkembang seperti
Indonesia. Indonesia berada diurutan ketiga di dunia dengan terdapat angka kebutaan
sebesar 1,47 % menurut catatan WHO (Depkes RI, 2011) Data Departemen Kesehatan RI
tahun 2011 menyebutkan jumlah penderita katarak di Indonesia mencapai 2,4 juta orang.
Pertambahan penderita katarak setiap tahun sekitar 240 ribu. Pertumbuhan penderitanya
sudah melebihi angka 1% dari jumlah penduduk. Sebanyak 2,4 juta penderita katarak
paling banyak berada di daerah pesisir pantai, baik di Jawa maupun luar Jawa. Salah satu
penyebab tingginya penderita katarak di Indonesia dipengaruhi oleh keadaan alam dimaana
Indonesia adalah negara yang tropis, sehingga jumlah sinar matahari yang cukup banyak
menjadi salah satu faktor penyebabnya. Angka kebutaan di Indonesia tertinggi di Wilayah
Asia Tenggara. Hal ini disebabkan oleh ketidakseimbangan antara insiden (kejadian baru)
katarak yang besarnya 210.000 orang per tahun dengan jumlah operasi katarak yang hanya
80.000 orang per tahun. Kondisi ini mengakibatkan jumlah katarak 1 2 yang cukup tinggi
(Depkes, 2011).
Pengertian katarak sendiri adalah keadaan dimana lensa mata yang biasanya jernih dan
bening menjadi keruh. Kelainan ini bukan suatau tumor atau pertumbuhan jaringan
didalam mata, akan tetapi merupakan keadaan lensa menjadi berkabut. Jika kondisi
kekeruhan katarak ini bertambah tebal, maka penglihatan seperti kaca jendela yang
berkabut (Ilyas, 2004). Terjadinya kesenjangan antara penderita katarak dengan jumlah
penderita yang dioperasi dapat disebabkan karena kurangnya pengetahuan secara baik pada
penderita katarak. Kekurang pahaman tersebut bisa disebabkan kurangnya akses informasi
mengenai penyebab dan pengobatan katarak, dan bila informasi tersebut telah tersedia pun,
pasien katarak tidak tahu kemana mencari tempat layanan pembedahan katarak. Hal
tersebut, menyebabkan penderita katarak terlambat berobat, yang akhirnya membuat
gangguan penglihatan yang sebenarnya reversible menjadi kadaluwarsa, sehingga sampai
saat ini masih banyak ditemukan kasus kebutaan karena katarak yang tidak dioperasi.
Kurangnya pengetahuan secara baik pada penderita katarak khususnya lanjut usia juga
1
2
berdampak pada sikap yang kurang baik, artinya lanjut usia akan merasa takut mengenai
proses operasi katarak apabila dilakukan. Lansia merasa bahwa operasi katarak tidak selalu
dapat mengembalikan kondisi mata secara normal. Sikap yang ada pada penderita katarak
lansia ini juga dapat mempengaruhi dalam hal screening, diagnosis, serta pengelolaan
katarak. 3 Permasalahan lain dialami lanjut usia berkaitan dengan sikap tentang operasi
katarak adalah tingkat ekonomi. Kondisi fisik lanjut usia yang menurun menyebabkan
mereka kurang mampu menghasilkan pekerjaan yang produktif. Hal tersebut merupakan
permasalahan tersendiri seperti dalam melakukan pemeriksaan kesehatan katarak atapupun
kemampuan membiayai operasi katarak dan perawatan pasca operasi katarak (Istiqomah,
2004). Bagi lanjut usia yang memiliki asset dan tabungan cukup, tidak tbanyak masalah,
tetapi bagi lanjut usia yang tidak memiliki jaminan hari tua dan tidak memiliki aset dan
tabungan yang cukup maka pilihan untuk memperoleh pendapatan jadi semakin terbatas
termasuk biaya operasi katarak. Dengan demikian factor tingkat ekonomi lanjut usia yang
mengalami katarak dapat bersikap berbedabeda mengenai operasi katarak (Ilyas, 2009).
B. Rumusan Masalah
1. Apa definisi dari katarak?
2. Apa faktor dan penyebab yang mempengaruhi katarak?
3. Bagaimana patofisiologi terjadinya katarak?
4. Bagaimana tanda dan gejala katarak?
5. Bagaimana pathway katarak?
6. Apa saja jenis dan stadium katarak?
7. Bagaimana cara mencegah katarak?
8. Bagaimana penatalaksanaan keperawatan katarak?
9. Bagaimana diagnosa, intervensi dan criteria hasil keperawatan?
10. Bagaimana evaluasi hasil nya?
3
C. Tujuan
1. Mengetahui definisi dari katarak
2. Mengetahui faktor yang mempengaruhi katarak
3. Mengetahui patofisiologi terjadinya katarak
4. Mengetahui tanda gejala katarak
5. Mengetahui pathway katarak
6. Mengetahui jenis dan stadium katarak
7. Mengetahui cara mencegah katarak
8. Mengetahui penatalaksanaan keperawatan katarak
9. Mengetahui diagnosa, intervensi, dan criteria hasil yang diberikan pada klien
10. Mengatahui evaluasi dari hasil asuhan keperawatan
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Pengertian Katarak
Katarak berasal dari kata Yunani ”Cataracta” yang berarti ”Air terjun”, hal ini
disebabkan karena penderita katarak seakan-akan melihat sesuatu seperti tertutup oleh air
terjun di depan matanya (Nyoman et al. 2014).
Katarak adalah opasitas lensa kristalina yang normalnya jernih. Biasanya terjadi akibat
proses penuaan tapi dapat timbul pada saat kelahiran (katarak kongenital). Dapat juga
berhubungan dengan trauma mata tajam maupun tumpul, penggunaan kortikosteroid
jangka panjang, penyakit sistemik, pemajanan radiasi, pemajanan yang lama sinar
ultraviolet, atau kelainan mata lain seperti uveitis anterior (Suzzane C Smeltzer, 2002).
Menurut Nugroho (2011) Kelainan ini bukan suatu tumor atau pertumbuhan jaringan
di dalam mata, akan tetapi keadaan lensa yang menjadi berkabut. Katarak sendiri
diumpamakan seperti penglihatan yg tertutup air terjun akibat kerunhya lensa biasanya
kekeruhan mengenai kedua mata dan berjalan progresif ataupun dapat tidak mengalami
perubahan dalam waktu yang lama.
Jadi, katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata.
Kekeruhan lensa atau katarak akan mengakibatkan sinar terhalang masuk ke dalam mata
sehingga penglihatan menjadi menurun. Katarak menyebabkan penderita tidak bisa
melihat dengan jelas karena dengan lensa yang keruh cahaya sulit mencapai retina
sehingga menghasilkan bayangan yang kabur pada retina. Jumlah dan bentuk kekeruhan
pada setiap lensa mata dapat bervariasi.
4
5
Snellen. Namun, hal tersebut bukanlah indikator spesifik hilangnya tajam penglihatan
oleh karena katarak.
6. Myopic shift Perkembangan katarak dapat terjadi peningkatan dioptri kekuatan lensa,
yang umumnya menyebabkan miopia ringan atau sedang. Umumnya, pematangan
katarak nuklear ditandai dengan kembalinya penglihatan dekat oleh karena
meningkatnya myopia akibat peningkatan kekuatan refraktif lensa nuclear sklerotik,
sehingga kacamata baca atau bifokal tidak diperlukan lagi. Perubahan ini disebut
“second sight”. Namun, seiring dengan perubahan kualitas optikal lensa, keuntungan
tersebut akhirnya hilang juga.(Mata, 2010)
pengkerutan berjalan terus sehingga hubungan dengan zonula zinn menjadi kendur.
Bila proses katarak berlajut disertai dengan penebalan kapsul, maka korteks yang
berdegenerasi dan cair tidak dapat keluar, maka korteks akan memperlihatkan bentuk
sebagai sekantong susu disertai dengan nukleus yang terbenam didalam korteks lensa
karena lebih berat, keadaan tersebut dinamakan katarak morgagni.(Masyarakat 2012)
E. Patofisiologi Katarak
Patofoiologi katarak dapat bervariasi menurut masing-masing bentuk katarak.
Katarak senilis memperlihatkan bukti adanya agregasi protein, cedera oksidatif dan
peningkatan pigmentasi di bagian tengah lensa, selain itu pada katarak traumatika dapat
terjadi inflamasi atau fagositosis lensa ketika lensa mata mengalami rupture. Sedangkan
mekanisme katarak komplikasi bervariasi menurut proses penyakitnya, sebagai contoh
pada penyakit diabetes mellitus akan terjadi peningkatan kadar glukosa dalam lensa yang
kemudian menyebabkan lensa mata menyerap air (Kowalak, 2011) sedangkan katarak
kongenital merupakan bentuk yang memberikan tantanggan khusus. Tamsuri (2011)
mengungkapkan bahwa secara kimiawi pembentukan katarak ditandai dengan
berkurangnya ambilan oksigen dan bertambahnya kandungan air yang kemudian diikuti
dengan dehidrasi. Kandungan natrium dan kalsium bertambah, sedangkan kalium, asam
askorbat serta protein menjadi berkurang.
Lensa mata berisi 65% air, sisanya berupa protein dan mineral penting. Katarak
terjadi pada saat penurunan ambilan oksigen dan penurunan air. Dilain sisi terjadi
peningkatan kadar kalsium dan berubahnya protein larut menjadi tidak dapat larut. Pada
kondisi tersebut akan menyebabkan gangguan metabolisme pada lensa mata. Gangguan
metabolisme ini akan mengakibatkan perubahan kandungan bahan-bahan yang ada di
dalam lensa. Perubahan inilah yang pada akhirnya menyebabkan kekeruhan
lensa.Kekeruhan dapat berkembang sampai di berbagai bagian lensa atau
kapsulnya. (Istiqomah (2003), dalam Pascasarjana & Udayana 2013)
9
E. Pathway
10
G. Penatalaksanaan Medis
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika gejala
katarak tidak mengganggu, tindakan operasi tidak diperlukan. Kadang kala cukup dengan
mengganti kacamata. Sejauh ini tidak ada obat-obatan yang dapat menjernihkan lensa
yang keruh. Namun, aldose reductase inhibitor, diketahui dapat menghambat konversi
glukosa menjadi sorbitol, sudah memperlihatkan hasil yang menjanjikan dalam
pencegahan katarak gula pada hewan. Obat anti katarak lainnya sedang diteliti termasuk
diantaranya agen yang menurunkan kadar sorbitol, aspirin, agen glutathione-raising, dan
antioksidan vitamin C dan E2,5,7,9. Penatalaksanaan definitif untuk katarak senilis adalah
ekstraksi lensa. Lebih dari bertahun-tahun, tehnik bedah yang bervariasi sudah
berkembang dari metode yang kuno hingga tehnik hari ini phacoemulsifikasi. Hampir
bersamaan dengan evolusi IOL yang digunakan, yang bervariasi dengan lokasi, material,
dan bahan implantasi. Bergantung pada integritas kapsul lensa posterior, ada 2 tipe bedah
lensa yaitu intra capsuler cataract ekstraksi (ICCE) dan ekstra capsuler cataract ekstraksi
11
(ECCE). Berikut ini akan dideskripsikan secara umum tentang tiga prosedur operasi pada
ekstraksi katarak yang sering digunakan yaitu ICCE, ECCE, dan phacoemulsifikasi.
1. Intra Capsuler Cataract Ekstraksi (ICCE)
Tindakan pembedahan dengan mengeluarkan seluruh lensa bersama kapsul.
Seluruh lensa dibekukan di dalam kapsulnya dengan cryophake dan depindahkan dari
mata melalui incisi korneal superior yang lebar. Sekarang metode ini hanya dilakukan
hanya pada keadaan lensa subluksatio dan dislokasi. ICCE tidak boleh dilakukan atau
kontraindikasi pada pasien berusia kurang dari 40 tahun yang masih mempunyai
ligamen hialoidea kapsular. Penyulit yang dapat terjadi pada pembedahan ini
astigmatisme, glukoma, uveitis, endoftalmitis, dan perdarahan
2. Extra Capsular Cataract Extraction (ECCE)
Tindakan pembedahan pada lensa katarak dimana dilakukan pengeluaran isi
lensa dengan memecah atau merobek kapsul lensa anterior sehingga massa lensa dan
kortek lensa dapat keluar melalui robekan. Pembedahan ini dilakukan pada pasien
katarak muda, pasien dengan kelainan endotel, bersama-sama keratoplasti, implantasi
lensa intra ocular posterior, perencanaan implantasi sekunder lensa intra ocular,
kemungkinan akan dilakukan bedah glukoma, mata dengan prediposisi untuk
terjadinya prolaps badan kaca, mata sebelahnya telah mengalami prolap badan kaca,
sebelumnya mata mengalami ablasi retina, mata dengan sitoid macular edema. Pasca
bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan pembedahan
katarak pasca bedah ablasi, untuk mencegah penyulit pada saat melakukan
pembedahan katarak seperti prolaps badan kaca. Penyulit yang dapat timbul pada
pembedahan ini yaitu dapat terjadinya katarak sekunder.
3. Phakoemulsifikasi
Phakoemulsifikasi (phaco) maksudnya membongkar dan memindahkan kristal
lensa. Pada tehnik ini diperlukan irisan yang sangat kecil (sekitar 2-3mm) di kornea.
Getaran ultrasonic akan digunakan untuk menghancurkan katarak, selanjutnya mesin
PHACO akan menyedot massa katarak yang telah hancur sampai bersih. Sebuah lensa
Intra Okular yang dapat dilipat dimasukkan melalui irisan tersebut. Karena incisi yang
kecil maka tidak diperlukan jahitan, akan pulih dengan sendirinya, yang
memungkinkan pasien dapat dengan cepat kembali melakukan aktivitas sehari-hari.
Tehnik ini bermanfaat pada katarak kongenital, traumatik, dan kebanyakan katarak
senilis. Tehnik ini kurang efektif pada katarak senilis padat, dan keuntungan incisi
12
limbus yang kecil agak kurang kalau akan dimasukkan lensa intraokuler, meskipun
sekarang lebih sering digunakan lensa intra okular fleksibel yang dapat dimasukkan
melalui incisi kecil seperti itu.
4. SICS Teknik operasi Small Incision Cataract Surgery (SICS) yang merupakan teknik
pembedahan kecil.teknik ini dipandang lebih menguntungkan karena lebih cepat
sembuh dan murah.
5. Apabila lensa mata penderita katarak telah diangkat maka penderita memerlukan lensa
penggant untuk memfokuskan penglihatannya dengan cara sebagai berikut: kacamata
afakia yang tebal lensanya lensa kontak lensa intra okular, yaitu lensa permanen yang
ditanamkan di dalam mata pada saat pembedahan untuk mengganti lensa mata asli
yang telah diangkat(Klinis & Protein 2010)
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Biodata
1) Identitas klien
Nama, usia, alamat, jenis kelamin, agama, status
2) Identitas penanggung jawab
Nama, Umur, Pendidikan, Pekerjaan, Alamat, Hubungan dengan Klien.
b. Alasan berada di panti/ masuk
c. Dimensi biomedik
1) Riwayat penyakit ( 6 bulan terakhir )
2) Riwayat penyakit keluarga
3) Riwayat penyakit dahulu
4) Riwayat pencegahan kesehatan
a) Monitoring kesehatan
b) Riwayat vaksinasi
c) Skrining kesehatan
5) Riwayat gizi
6) Masalah kesehatan terkait dengan status gizi
a) Masalah pada mulut
b) Maslah pada berat badan
c) Masalah nutrisi
7) Masalah kesehatan yang dialami saat ini
8) Obat – obatan yang dikonsumsi
9) Tindakan spesifik yang dilakukan saat ini
10) Status fungsional
11) Pemenuhan kebutuhan sehari-hari
a) Mobilisasi
b) Berpakaian
c) Makanan dan minuman
d) Toileting
e) Persona hygiene
13
14
f) Mandi
d. Dimensi psikologis
e. Dimensi fisik
1) Luas wisma
2) Keadaan lingkungan dalam wisma
Penerangan, Kebersihan dan kerapian, Pembagian ruangan, Sirkulasi udara,
Keamanan, Sumber air minum, Ruang pertemuan.
3) Keadaan luar wisma
Pemanfaatan halaman, Pembuangan air limbah, Pembuangan sampah, Sanitasi,
Sumber pencemaran.
f. Dimensi sosial
1) Hubungan antar lansia didalam panti
2) Hubungan lansia dengan luar wisma
3) Hubungan lansia dengan anggota keluarga
4) Hubungan lansia dengan pengasuh wisma
5) Kegiatan organisasi sosial
g. Dimensi tingkah laku
1) Pola makan
2) Pola tidur
3) Pola eliminasi
4) Kebiasaan lansia
5) Pengobatan
6) Kegiatan olaraga
7) Rekreasi
8) Pengambilan keputusan
h. Dimensi pelayanan kesehatan
1) Fasilitas kesehatan yang tersedia
2) Jumlah tenafga kesehatan
3) Tindakan pencegahan terhadap penyakit
4) Jenis pelayanan kesehatan yang tersedia
i. SPIRITUAL / KULTURAL
1) Pelaksanaan Ibadah
2) Keyakinan tentang Kesehatan
15
i. Rekreasi
j. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan head to toe
1) Tanda Vital:
a. Keadaan umum:
b. Kesadaran:
c. Suhu:
d. Nadi:
e. Tekanan darah:
f. Pernafasan:
g. Tinggi badan:
h. Berat badan:
2) Kebersihan perorangan
3) Kepala:
a. Rambut
b. Mata
c. Hidung
d. Mulut
e. Telinga
4) Leher:
5) Dada / Thorax
a. Dada
b. Paru-paru
c. Jantung
6) Abdomen
7) Muskuloskeletal
8) Lain-lain
(Fokus utama pada pemeriksaan mata. Ketika pelebaran pupil, akan dapat
ditemukan gambaran kekeruhan lensa berbentuk berkas putih. Pasien akan
mengeluhkan adanya diplopia, pandangan berkabut. Tajam penglihata pasien juga
mengalami penurunan (myopia).
k. Pemeriksaaan penunjang; pemeriksaan visus untuk mengetahui batas penglihatan
pasien. Dapat juga dilakukan pemeriksaan lapang pandang.
16
n. Analisa data
Nama dan umur : _____________________/______________________
No Hari / tgl / Data fokus Problem Etiologi Ttd
. jam
1 Ds :
Do : (observasi, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan diagnostik,
pemeriksaan lab)
- Melaporkan nyeri
bahwa nyeri berkurang 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
dengan menggunakan untuk menentukan intervensi
manajemen nyeri 7. Ajarkan tentang teknik non
- Mampu mengenali farmakologi: napas dala,
nyeri (skala, intensitas, relaksasi, distraksi, kompres
frekuensi dan tanda hangat/ dingin
nyeri) 8. Berikan analgetik untuk
- Menyatakan rasa mengurangi nyeri
nyaman setelah nyeri 9. Tingkatkan istirahat
berkurang 10. Berikan informasi tentang nyeri
- Tanda vital dalam seperti penyebab nyeri, berapa
rentang normal lama nyeri akan berkurang dan
- Tidak mengalami antisipasi ketidaknyamanan dari
gangguan tidur prosedur
11. Monitor vital sign sebelum dan
sesudah pemberian analgesik
pertama kali
5 Resiko tinggi terhadap NOC NIC
cidera b.d Keterbatasan Risk Kontrol Environment Management
penglihatan. (Manajemen lingkungan)
Kriteria Hasil : 1. Sediakan Iingkungan yang
- Klien terbebas dari aman untuk pasien
cedera 2. Identifikasi kebutuhan
- Klien mampu keamanan pasien, sesuai dengan
menjelaskan kondisi fisik dan fungsi kognitif
cara/metode untuk pasien dan riwayat penyakit
mencegah injury/cedera terdahulu pasien
- Klien mampu 3. Menghindarkan lingkungan
menjelaskan faktor yang berbahaya (misalnya
resiko dari memindahkan perabotan)
lingkungan/perilaku 4. Memasang side rail tempat
personal tidur
22
3. Evaluasi
a. Gangguan Penglihatan mata dirasa minimal
b. Pasien tampak tenang
c. Skala nyeri setelah operasi berkurang
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Katarak merupakan kelainan lensa mata yang keruh di dalam bola mata. Faktor-faktor
penyebab katarak antara lain: umur, jenis kelamin, lingkungan, status sosial, nutrisi, pola
hidup. Stadium katarak dibagi menjadi 4 antara lain: Katarak Insipien, Imatur, Matur,
Hipermatur.
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi
makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-
buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-
kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan
kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.
B. SARAN
Katarak dapat dicegah, di antaranya dengan menjaga kadar gula darah selalu
normal pada penderita diabetes mellitus, senantiasa menjaga kesehatan mata, mengonsumsi
makanan yang dapat melindungi kelainan degeneratif pada mata dan antioksidan seperti buah-
buahan banyak yang mengandung vitamin C, minyak sayuran, sayuran hijau, kacang-
kacangan, kecambah, buncis, telur, hati dan susu yang merupakan makanan dengan
kandungan vitamin E, selenium, dan tembaga tinggi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Fakultas, M. & Universitas, K., 2013. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. , 1(5),
pp.58–64.
Klinis, S. & Protein, A., 2010. Patologi dan Penatalaksanaan pada Katarak senilis. ,
(December), pp.1–15.
Mata, D.S., 2010. Prevalensi kebutaan akibat katarak di kabupaten tapanuli selatan tesis
dokter spesialis mata.
Pascasarjana, P. & Udayana, U., 2013. Kadar malondialdehyde serum pasien katarak senilis
matur lebih tinggi daripada katarak senilis imatur
https://id.scribd.com/document/382583719/116136107-Pathway-Katarak