Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH TERATOLOGI

“TUBERKULOSIS (TBC) PADA KEHAMILAN”

Dosen Pengampu : Yuni Andriani.,M.Si,Apt

Kelompok 28
 Egitaria Widianti Gulo (1848201088)
 Wilda Muthmainnah (1848201085)

PROGRAM STUDI FARMASI


STIKES HARAPAN IBU JAMBI

1
2

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan

rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan kami kemudahan sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya tentunya kami

tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat

sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran, sehingga penulis

mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai tugas Teratplogi

dengan judul “Tuberkolusis (TBC) pada kehamilan”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna

dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,

penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya

makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian

apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini penulis mohon maaf yang

sebesar-besarnya.

Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak khususnya

yang telah membimbing dalam menulis makalah ini. Demikian, semoga makalah

ini dapat bermanfaat. Terima kasih.

Jambi, 22 oktober 2019

Penulis
3

Halaman

HALAMAN JUDUL

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang 4

1.2. Tujuan 7

1.3. Prinsip 7

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tuberkulosis 7

2.1.1. Defenisi8

2.1.2. Gejala Klinik 8

2.1.3. Penularan 8

2.1.4. Diagnosis 9

2.2. Pengaruh TBC pada Kehamilan 9

2.3. Etiologi 12

2.4. Tanda dan gejala 13

2.5. Dampak 14

2.6. Penatalkasaan pengobatan pada ibu hamil 14

BAB III PENUTUP

3.1. Penutup 22

3.2. Kesimpulan 22

DAFTAR PUSTAKA 23
4

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tuberkulosis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh Tuberculosis

bacillius mycobacterium yang biasanya akan mempengaruhi paru-paru (TB paru)

dan juga dapat mempengaruhi derah luar paru (TB ekstraparu). Penyakit menular

ini dapat menyebar melalui udara ketika orang-orang yang terinfeksi tuberkolusis

tersebut membuang dan mengeluarkan bakteri ke udara seperti batuk (WHO,

2015).

Penyakit tuberkolusis merupakan masalah kesehatan terbesar di dunia sejak

tahun 1995. Sekitar 75% penyakit tuberkolusis terjadi pada pasien dewasa dengan

retang usia 15-50 tahun. Prevalansi TB cukup tinggi di negara berkembang seperti

Indonesia (Saptawati et al, 2012). Pada tahun 2006 terdapat lebih dari 600.000

kasu baru TB mucul dan angka kematian sekitar 300 orang perhari dan lebih dari

100,000 kematian per tahun (Kemeskes, 2014).

Tuberkolusis masih menjadi penyakit pembunuh menular yang terkemuka

di dunia. TB juga banyak terjadi di negara berkembang dan meningkatnya 2

resistensi obat juga sangat penting untuk mengontrol TB sebelum obat yang

paling efektif hilang secara permanen. Meningkatnya resistensi dapat disebabkan

karena ketidaktepatan penggunaan obat secara 100% pada pasien seperti

pemakaian obat yan ang tidak tepat, tidak teraturnya menjalani pengobatan selama

tahap intensif maupun tahap lanjutan dan terputusnya penggunaan obat (Dipiro et

all.,2008).
5

Dari data tentang tingginya tingkat penyakit TB di Indonesia ini mucul

karena beberapa alasan di antaranya : 1. Kemiskinan penduduk, 2. Adanya

perubahan demografik, 3. Perlindungan yang tidak mencukupi di bidang

kesehatan, 4. Tingakat pendidikan yang tidak memadai tentang TB, 5. Kurangnya

biaya untuk obat, sarana diagnostik, pengawasan kasus TB dan tatalaksana yang

tidak tepat (Sudoyo et al.,2006).

Tuberkulosis paru pada kehamilan seperti turbekulosis paru pada umumnya

masih merupakan problem kesehatan masayarakat di Indonesia maupun di negara-

negara yang sedang berkembang lainnya. Penyakit ini perlu di perhatikan dalam

kehamilan, karena penyakit ini masih merupakan penyakit rakyat sehingga

masalah pada wanita itu sendiri, bayinya dan masyarakat sekitarnya 1,2 karena

prevalensi TB paru Indonesia masih tinggi, dapat di ambil asumsi bahwa

frekunsinya pada wanita adalah tinggi. Diperkirakan 1% wanita hamil menderita

TB paru.

Menurut Prawirohajo & Sumoharto frenkunsi wanita hamil yang menderita

TB paru di indonesia yaitu 1,6%. Di negara kurang makmur. Di negara kurang

makmur dan negara berkembang frekuensinya lebih tinggi 3-5 angka kekerapatan

yang pasti belum ada, tetapi sebagai gambaran bahwa dari 4300 adanya infeksi

dapat dibuktikan dengan terjadinya perubahan reaksi tuberkulin dari negatif

menjadi positif. Kelanjutan setalah infeksi primer tergantung kuman dan besarnya

respon daya tahan tubuh (imunitas seluler). Pada umumnya daya tahan reaksi

tersebut dapat menghentikan kuman TBC. Meskipun demikian ada beberapa

kuman akan menetap sebagai kuman persisten atau dormant (tidur). Kadang-
6

kadang daya tahan tubuh tidak mampu menghetikan perkembangan kuman,

akibatnya dalam beberapa bulan, yang bersangkutan akan menjadi penderita

tuberkulosis. Masa inkubasi, yaitu waktu yang diperlukan mulai terinfeksi sampai

menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan.

Tuberkolusis pada kehamilan merupakan masalah tersendiri karena selain

mengenai ibu, juga dapat menulari bayi yang dikandung atau dilahirkannya.

Infeksi TB pada neonatus dapat terjadi melalui intrauterin, selama persalin

maupun pasca natal oleh ibu yang mengidap Tuberkolusis aktif. Kejadian

tuberkulosis kongenital sangat jarang. Diseluruh dunia kasus tuberkulosis

kongenital hanya tercatat 329 kasus. Gejal klinik Tuberkulosis pada neonatus sulit

dibedakan dengan sepsi bakterial umumnya dan hampir semua kasus meninggal

karena keterlambatan diagnosis Tuberkulosis pada ibu. Oleh karena itu riwayat

perjalanan penyakit ibu hamil sangat penting diketahui untuk mencegah

keterlambatan diagnosis.

Diagnosis TB dalam kehamilanan sangat penting artinya baik bagi ibu hamil

maupun bagi janin yang di kadungnya. Karena tanpa penanganan yang tepat

penyakit ini dapat menyebabkan resiko yang cukup besar bagi keduanya. TB

masih menjadi masalah kesehatan utama di selutuh dunia. Sepertiga dari seluruh

penduduk dunia telah terinfeksi oleh Mycobacterium tuberculosis keadaan ini

menggambarkan bahwa insiden infeksi pada wanita hamil juga sama besarnya

dengaan populasi normal.


7

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana cara mekanisme penularan Tuberkulosis pada ibu hamil ke janin

dan pengobatan pada ibu hamil yang memiliki penyakit Tuberkulosis (TBC)

secara bersamaan ?

1.3 Tujuan

1. Mekanisme Penularan Tuberkulosis pada Ibu hamil ke janin

2. Pengobatan Ibu hamil yang memiliki penyakit Tuberkulosis


8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tuberkulosis

2.1.1 Defenisi

Tuberkolusis adalah penyakit menular yang disebabkan oleh bakteri

Mycobaterium tuberculosis yang biasa menyerang paru-paru dan bagian tubuh

lainnya (Francis and Micahael, 2014). Bakteri ini mempunyai sifat khusus yakni

tahan terhadap asam pada pengecatan dan termasuk basil gram positif, terbentuk

batang, dan dinding selnya mengadung komplek lipida-glikolipida serta lilin

(wax) yang sulit ditembus zat kimia (Binfar,2005). Bakteri ini bersifat patogen

terhadap manusia dan biasanya didominasi pada pria (agen TB berupa rokok dan

alkohol) dan umumnya terjadi pada usia 25-44 tahun (Dipiro et al.,2004).

2.1.2 Gejala Klinik

Gejala klinik yang terjadi pada pasien terdiagnosis tuberkulosis terbagi

menjadi 2, yaitu gelaja umum seperti batuk produktif ≥ 2 minggu, sesak nafas,

nyeri dada, dan batuk darah. Selanjutnya gejala tambahan seperti berat badan

menurun, hilangnya nafsu makan, berkeringat pada malam hari dan mudah lelah

(Kemenkes, 2014)

2.1.3 Penularan

Penyakit menular yang disebabkan oleh basil M.tuberculosis ini biasanya

ditularkan melalui partikel udara pada jarak 1-5 meter yang dapat dihasilkan oleh

orang yang memiliki penyakit paru atau penyakit tuberkulosis pada saat batuk,
9

bersin dan berteriak. Kemudian melalui udara yang mengadung bakteri

M.tuberculosis akan masuk ke dalam alveoli dan terjadi infeksi lokal diikutin oleh

penyebaran limfatik dan hematogen ke seluruh tubuh selama 2-1 minggu. Faktor-

faktor yang dapat mempengaruhi resiko penularan antara lain: sumber dahak

(dahak positif), lingkungsn (durasi paparan dan udara disekitar paparan), dan

penerima (kodisi kekebalan tubuh) (Joshi,2010).

2.1.4 Diagnosis

Diagnosis pada pasien TB paru yaitu berdasarkan pemeriksaan

bakteriologis (pemeriksaan secara langsung, biakan dan tes cepat), pemeriksaan

klinis, pemeriksaan dahak mikroskopis langsung dengan metode SPS (Sewaktu-

Pagi-Sewaktu) dan bisa ditetapkan sebagai pasien TB apabila hasil BTA positif

minimal 1 kali Pemeriksaan (Kemenkes,2014).

2.2 Pengaruh TBC Pada Kehamilan

Pengaruh TBC pada kehamilanan tergantung dari beberapa faktor antara

lain: lokasi penyakit (intra atau ekstrapulmonal), usia kehamilan, status gizi ibu

dan ada tidaknya penyakit peyerta. Beberapa studi menyatakan terdapat

hubungann antara TBC dan meningkatnya resiko berat badan lahir rendah,

kelahiran perematur, kehidupan perinatal sampai pada kematian bayi. Jika

pemberian OAT dimulai pada awal kehamilan akan memberikan hasil yang sama

seperti pasien yang tidak hamil, tetapi bila diagnosis dan penangan terlambat

terjadi peningkatan angka morbiditas bayi 4 kali lipat dan peningkatnya kelahiran

perematur sebesar 9 kali lipat. Selama kehamilan dapat terjadi transmisi basil
10

TBC ke janin. Transmisi biasanya terjadi secara limfatik, hematogen atau secara

langsung. M. tuberculosis tidak dapat melalui sawar plasenta sehingga bakteri

akan menempel pada plasenta dan membentuk tuberkel. Apabila tuberkel pecah

maka akan terjadi penyebaran hematogen menyebabkan infeksi pada cairan

amnion melalui vena umbilikalis. Pada saat penyebaran hematogen M.

Tuberculosis menyebabkan fokus primer di hati dan melibatkan kelenjar getah

bening periportal yang pada perkembangan selanjutnya akan menyebar ke paru.

Selain cara diatas penularan ke paru juga dapat terjadi melalui inhalasi atau

tertelannya cairan amnion yang mengandung M. Tuberculosis.

Inhalasi atau tertelannya cairan amnion yang terkontaminasi terjadi jika lesi

kaseosa pada plasenta mengalami ruptur dan masuk kedalam cairan amnion, pada

kasus seperti ini fokus multipel dapat terbentuk pada paru paru, usus, dan telinga

tengah. Sedangkan penularan pasca natal dapat terjadi melalui beberapa cara

antara lain melalui inhalasi droplet yang telah terinfeksi, tertelannya droplet,

melalui ASI yang telah terkontaminasi, atau melalui kontaminasi pada kulit yang

luka atau membran mukosa.

Manifestasi klinis TB kongenital dapat timbul segera setelah lahir tetapi

paling sering minggu ke 2-3 kehidupan. Gejala TB kongenital sulit dibedakan

dengan sepsis neonatal dan infeksi konginital lain seperti sifilis, toxoplasmosis

dan cytomegalovirus sehingga sering terjadi keterlambatan dalam mendiagnosis.

Gejala yang sering timbul adalah distress pernafasan, hepatosplenomegali, dan

demam. Gejala lain yang sering ditemukan adalah prematuritas, berat lahir rendah,
11

sulit minum, letargi dan kejang. Bisa didapatkan abortus dan IUFD, sekret dari

telinga dan lesi pada kulit.

Pemeriksaan penunjang yang diperlukan pada TB kongenital adalah

pemeriksaan M. tuberculosis melalui umbilikus dan plasenta. Pada plasenta

sebaiknya diperiksa gambaran histopatologis dengan kemungkinan adanya

granuloma kaseosa dan basil tahan asam. Bila perlu dilakukan kuretase

endometrium untuk mencari endometritis TB.

Untuk menentukan TB kongenital adalah dengan ditemukannya basil tahan

asam atau M.Tuberculosis pada cultur umbilikus maupun plasenta. Beitzke

memberikan kriteria untuk TB kongenital yaitu: ditemukannya M.Tuberculosis

dan memenuhi salah satu kriteria sebagai berikut:

1. Lesi pada minggu pertama

2. Kompleks primer hati atau granuloma hati kaseosa

3. Infeksi TB pada placenta atau traktus genitalia

4. Kemungkinan adanya transmisi pasca natal telah disingkirkan

Kunci penting untuk diagnosis cepat TB kongenital adalah riwayat TB pada

ibu atau keluarga tetapi sering kali penyakit TB pada ibu ditemukan setelah

penyakit pada neonatus dicurigai. Uji tuberculin pada neonatus mulanya akan

memberikan hasil negatif tetapi akan menjadi positif setelah 1-3 bulan. Pewarnaan

tahan asam yang positif dari aspirat lambung yang diambil pada pagi hari akan

memberikan hasil yang positif. Sampel untuk pemeriksaan BTA juga dapat
12

diperoleh dari cairan yang berasal dari telinga tengah, sumsum tulang, aspirat

trakea, atau biopsi jaringan (hati).

Kemungkinan terjadinya bentuk berat infeksi TB pada neonatus sangatlah

tinggi selain itu akibat diagnosis yang terlambat angka mortalitas terhadap TB

kongenital juga sangat tinggi sehingga dibutuhkan pemeriksaan yang menyeluruh

terutama pada ibu hamil maupun pada bayi yang baru dilahirkannya dan

mengganggap masalah ini sebagai kegawat daruratan masyarakat. Deteksi TBC

pada ibu merupakan hal penting untuk pemberian pengobatan adekuat sehingga

risiko serius yang terjadi pada janin dan bayi baru lahir dapat dikurangi

(Meiyanti,2007).

2.3 Etiologi

Tuberkulosis disebabkan oleh basail BT (mycobacterium tuberkulosis

humanis) di tandai beberapa hal : basil TB mmpunyai dinding sel lipoid sehingga

taham asam, karena pada umumnya mycobacterium taham asam secara teoritis

BTA belum tentu identik dengan hasil TB, kalau bakteri-bakteri lain hanya

memerlukan beberapa menit sampai 20 menit untuk mitos, basil TB memerlukan

waktu 12 sampai 24 jam dan memungkinkan pemberian obat secara intermiten (2-

3 hari sekali.), basil TB rentan terhadap sinar matahari,sehingga dalam beberapa

menit saja akan mati ternyata kerentanan itu terutama terhadap gelombang cahaya

ultra-violet (Danususanto H ,2010).

Menurut Rukiyah,2011. mengatakan penyebab dari TB paru pada kehamilan

adalah mycobacteriumtuberculosis dan mycobacterium bovis. Faktor yang


13

menyebabkan seseorang terinfeksi mycobacteriumtuberculosis,adalah sebagai

berikut :

a. Herediter : resestensi seseorang terhadap infeksi kemungkinan diturunkan


ecara genetic.

b. Jenis kelamin : pada akhir masa kanak –kanak dan remaja ,angka kematian
dan kesakitan lebih banyak dari pada anak perempuan .

c. Usia : Pada masa bayi kemungkinan terinfeksi sangat tinggi

d. Pada masa puber dan remaja dimana masa pertumbuhan yang cepat,
kemungkinan infeksi cukup tinggi.

e. Keadaan stres :situasi yang penuh stres ( kurang nutrisi, stres emosional,
kelelahan yang kronik).

f. Meningkatnya sekresi steroid adrenal yang menekan reaksi inflamasi dan


memudahkan untuk penyebarluasan infeksi.

g. Anak yang mendapat terapi pengobatn kortikosteroid kemungkinan


terinfeksi lebih mudah.

h. Nutrisi : status nutrisi kurang .

i. Infeksi berulang : HIV, meales, pertusis.

2.3 Tanda dan Gejala

Gejala TB paru terutama pada kehamilan di jumpai keluhan dan tanda-

tanda.

a. Batuk –batuk terus menerus lebih dari tiga minggu (batuk bercampur

darah)

b. Demam-demam (terutama sore hari)


14

c. Nafsu makan berkurang

d. Berat badan turun

e. Keringat malam hari

f. Badan terasa lemah / mudah capek / rasa malas

g. Sesak napas (bila penyakit sudah lanjut)

h. Sakit dada (bila terjadi peradangan selaput paru/ dinding dada)

2.4 Dampak

Dampak Tuberkulosis pada kehamilan seperti myiocarditis, pericarditis,

sakit kepala, malaise, demam, halusinasi, mata berkunang-kunang, dermatitis,

kulit kemerahan, anoreksia, mual, muntah, gangguan pencernaan, gangguan

penglihatan, nephritis, hepatotiksik, gejala hipersensitif (Rukiyah,2010).

2.5 Penatalaksaan Pengobatan Pada Ibu Hamil

Idealnya, sebelum memutuskan untuk hamil, wanita pengidap TB

mengobati TB-nya terlebih dulu sampai tuntas. Namun, bagaimana jika sudah

telanjur hamil? Tetap lanjutkan kehamilan dan tidak perlu melakukan aborsi.

Jika kuman TB hanya menyerang paru, maka akan ada sedikit risiko

terhadap janin. Untuk meminimalisasi risiko,biasanya diberikan obat-obatan TB

yang aman bagi kehamilan seperti Rifampisin, INH dan Etambutol. Kasusnya

akan berbeda jika TB juga menginvasi organ lain di luar paru dan jaringan limfa,

yang mana wanita tersebut memerlukan perawatan di rumah sakit sebelum

melahirkan. Sebab kemungkinan bayinya akan mengalami masalah setelah lahir


15

TB paru yang tidak diobati bisa membuat penyakit makin memburuk, serta

komplikasi kehamilan dan persalinan. Risiko ini meningkat pada wanita dengan

anemia, gizi kurang, kontraksi dini, perdarahan, setelah melahirkan dan sesak

sehingga tidak kuat mengedan. Sekitar satu juta wanita TB meninggal tiap tahun

saat kehamilan atau persalinan. Risiko juga meningkat pada janin, seperti abortus,

terhambatnya pertumbuhan janin, kelahiran premature dan terjadinya penularan

TB dari ibu ke janin melalui aspirasi cairan amnion (disebut TB congenital).

Penatalaksanaan pasien TBC pada kehamilan tidak berbeda dengan TBC

tanpa kehamilan. Hal-hal yang harus diperhatikan adalah pemberian OAT yang

bisa menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. Penatalaksanaan secara umum

terbagi atas penderita dengan TBC aktif dan TBC laten. Wanita hamil dengan

TBC aktif biasanya diterapi dengan tidak mempertimbangkan trisemester

kehamilan. OAT yang digunakan tidak berbeda dengan wanitayang tidak hamil.

Golongan utama OAT seperti: isoniazid, rifampisin, etambutol digunakans ecara

luas pada wanita hamil. Obat-obat tersebut dapat melalui plasenta dalam dosis

rendah dan tidak menimbulkan efek teratogenik pada janin. Pada pemberian

isoniazid sebaiknya diberikan piridoksin 50 mg/hari untuk mencegah terjadinya

neuropati perifer. Pemeriksaan fungsi hati sebaiknya dilakukans aat pemberian

isonizid dan rifampisin. Pemberian vitamin K dilakukan pada akhir trismester

ketiga kehamilan dan bayi yang baru lahir. Pada kasus multidrug resistant (MDR)

digunakan pirazinamid, akan tetapi pirazinamid tidak digunakan secara rutin pada

wanita hamil karena terdapat efek teratogenik. Paraaminosalisilat (PAS) telah

digunakan secara amanpada wanita hamil akan tetapi obat tersebut ditoleransi
16

tubuh secara buruk. Tuberkulosis laten adalah pasien dengan uji tuberkulin positif

dan secara klinis tidak ada tanda-tanda terjadi tuberkulosis aktif. Terapi pada TBC

laten tergantung faktor risiko dan hasil konversi uji tuberkulin. Pemberian terapi

pada TBC laten biasanya ditunda sampai 2-3 bulan setelah kelahiran. Pada pasien

yang mempunyai risiko kontak dengan individu BTA positif dan infeksi HIV,

terapi diberikan setelah trisemester pertama pada kehamilan dengan konversi uji

tuberkulin positif dalam 2 tahun terakhir. Sedangkan pada wanita hamil dengan

TBC laten yang sebelumnya telah diterapi secara adekuat tidak memerlukan terapi

profilaksis isoniazid 300 mg selama (6-12bulan). Penatalaksanaan TBC pada

wanita hamil harus diberikan secara tepat dan adekuat, serta mencegah timbulnya

efek samping teratogenik pada janin. Pasien TBC aktif dengan sputum BTA

positif diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin selama 9 bulan

pada populasi risiko TBC rendah. Pada populasi dengan risiko TBC tinggi dan

adanya resisten obat anti TBC tinggi perlu penambahan pirazinamid. Pasien

dengan uji tuberkulin positif, sputum BTA negatif, biakan negatif dan fototoraks

menunjukkan infiltrat, diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol dan piridoksin

selama 9 bulan.

Sedangkan bila pada foto toraks terlihat proses penyakit yang telah

menyembuh (terdapat kalsifikasi pada kelenjar getah bening dan lesi parenkim),

dilakukan observasi pada pasien. Pengobatan diberikan secara tepat setelah

melahirkan atau diberi pengobatan profilaksis dengan isoniazid dan piridoksin

selama 9 bulanyang dimulai pada trisemester kedua kehamilan. Pasien dengan

konversi uji tuberkulin terbaru positif, foto toraks normal serta pemeriksaan
17

bakteriologis negatif, maka dilakukan observasi selama kehamilan, pengobatan

diberikan setelah melahirkan atau dengan pemberian profilaksis isoniazid dan

piridoksin selama 9 bulan dimulai pada trisemester kedua kehamilan. Pasien

dengan resistensi organisme maka diberikan isoniazid, rifampisin, etambutol,

pirazinamid sesuai dengan uji sensitivitas. Pada pasien dengan ketidak mampuan

mentoleransi isoniazid dan rifampisin, maka diberikan etambutol atau obat lain

yang tersedia (Meiyanti,2007).

OAT yang diberikan dibagi atas 2 golongan yaitu obat lini pertama (first

line) dan obat lini kedua (second line). Rifampisin merupakan obat lini pertama

yang terutama bekerja pada sel yang sedang tumbuh, tetapi juga memperlihatkan

efek pada sel yang sedang tidak aktif (resting cell). Bekerja dengan menghambat

sintesa RNA M.tuberculosis sehingga menekan proses awal pembentukan rantai

dalam sintesa RNA. Obat ini juga menghambat beberapa Mycobacterium atipikal,

bakteri gram negatif dan gram positif. Secarain vitro, rifampisin dapat

meningkatkan aktivitas streptomisin dan isoniazid terhadap M.tuberculosis dan

juga mempunyai mekanisme post antibiotic effect terhadap bakteri gram negatif.

Diabsorpsi dengan baik melalui saluran cerna, absorpsi rifampisin dapat

berkurang bila diberikan bersama makanan. Absorpsi rifampisin akan berkurang

30% jika diberikan bersama dengan antasida.

Pemberian antasida akan meningkatkan PH lambung dan akan mengurangi

proses dissolution rifampisin sehingga akan menghambat absorpsi. Rifampisin

dengan mudah didistribusikan ke sebagian besar organ, jaringan, tulang, cairan

serebrospinal dan cairan tubuh lainnya termasuk eksudat tuberkulosis paru. Obat
18

ini menimbulkan warna orange sampai merah bata pada urin, saliva, feses,

sputum, air mata dan keringat. Metabolisme terjadi melalui deasetilasi dan

hidrolisis, sedangkan ekskresinya terutama melalui empedu. Dapat melewati

barier plasenta dan dapat dijumpai konsentrasi rendah di ASI. Rifampisin

melewati plasenta dengan kadar yang sama dengan ibu. Efek samping pada bayi

baru lahir juga didapatkan hemmorrhagicdisease of the newborn sehingga

dianjurkan pemberian profilaksis vitamin K.

soniazid (INH) menghambat biosintesis asam mikolat yang merupakan

unsur penting dinding sel Mycobacterium. Menghilangkan sifat tahan asam dan

menurunkan jumlah lemak yang terekstraksi oleh metanol dari Mycobacterium.

Hanya kuman yang peka yang menyerap obat ke dalam selnya dan proses ini

merupakan prosesaktif. Bersifat bakterisid, dapat membunuh 90% populasi kuman

dalam beberapa hari pertama pengobatan. INH mudah diabsorpsi pada pemberian

oral maupun parenteral. Kelarutan INH dalam lemak tinggi, berat molekul rendah

dan melalui plasenta serta mudah mencapai janin dengan kadar hampir sama

dengan ibu. setelah pemberian INH dosis 100 mg jangka pendek Kadar puncak

dicapai dalam waktu 1-2 jam setelah pemberian oral di hati. INH terutama

mengalami asetilasi, dan pada manusia kecepatan metabolisme ini dipengaruhi

oleh faktor genetik (asetilator cepat/lambat) yang secara bermakna mempengaruhi

kadar obat dalam plasma dan masa paruhnya. Waktu paruh berkisar 1-3 jam.

Mudah berdifusi ke dalam sel dan semua cairan tubuh. Antara 75-95%

diekskresikan melalui urin dalam waktu 24 jam dan seluruhnya dalam bentuk

metabolit. Isoniazid tidak bersifat teratogenik janin, meskipun konsentrasi yang


19

melewati plasenta cukup besar. Efek samping berat berupa hepatitis dapat timbul

pada kurang lebih 0,5 % penderita. Bila terjadi ikterus, hentikan pengobatan

sampai ikterus hilang. Efek samping yang ringan dapat berupa: tanda keracunan

pada saraf tepi, kesemutan, nyeri otot atau gangguan kesadaran. Efek ini dapat

dikurangi dengan pemberian piridoksin dengan dosis 5-10 mg per hari atau

dengan vitamin B kompleks). Efek samping pada bayi baru lahir dilaporkan

adanya perdarahan (hemmorrhagic disease of the newborn) sehingga dianjurkan

pemberian profilaksis vitamin K sebelum kelahiran.

Etambutol (EMB) merupakan inhibitorarabinosyl transferases

Arabinosyltransferase terlibat dalam reaksi polimerisasi arabinoglycan, yang

merupakan unsur esensial dari dinding sel Mycobacterium. Afinitas terhadap

arabinosyl transferase lebih kuat dibandingkan lainnya. Arabinosyl transferase

digunakan untuk menjadikan EMB-CAB operon. Hal ini menyebabkan

metabolisme sel terhambat dan sel mati. Gangguan sintesis arabinoglycan

mengubah barier sel, lipofilik meningkatkan aktivitas obat yang bersifat seperti

rifampisindan ofloksasin. Dinding sel Mycobacteriumspp sangat dibutuhkan untuk

pertumbuhan dan kelangsungan hidup organisme .Dinding sel Mycobacterium

terdiri dari mycolicacid, arabinoglycan dan peptidoglycan. Dinding sel

merupakan lapisan lipid bilayer dana simetris.Hampir semua jalur M. tuberculosis

dan M. kansasii sensitif terhadap etambutol. Etambutol tidak efektif untuk kuman

lain. Etambutol pada konsentrasi 1-5 ìg/ml akan menghambat pertumbuhan

M.tuberculosis secara in vitro. Etambutol ini tetap menekan pertumbuhan

M.tuberculosis yang telah resisten terhadap isoniazid dan streptomisin.


20

Etambutoldosis 15 mg/kg BB ini hanya aktif terhadap sel yang bertumbuh dengan

khasiat tuberkulostatik, sedangkan pada dosis 25 mg/kg BB bersifat bakterisidal.

Penggunaan etambutol tunggal, ditemukan sputum basil tahan asam (BTA)

negatif dalam 3 bulan, Resistensi bakteri terhadap etambutol terjadi akibat mutasi

embB, embA dan embC, kode untuk arabinosyl transferase. Resistensi ini timbul

bila etambutol diberikan tunggal. Pada pemberian oral sekitar 75-80% etambutol

diserap di saluran cerna. Makanan tidak mempengaruhi absorpsi obat. Kadar

puncak plasma dicapai dalam waktu 2-4 jam setelah pemberian. Etambutol secara

bebas melewati plasenta.

Pirazinamid (PZA) adalah suatu prodruk, yang memerlukan konversi

enzim pirazinamidase (dihasilkan oleh mikobakterialtertentu) menjadi bentuk

aktif asam pirazinoat, masuk ke dalam sitoplasma M. Tuberculosissecara difusi

pasif, mengalami konversi oleh enzim nikotinamidase/pirazinamidase menjadi

bentuk aktif asam pirazinoat (POA). PZA lebih aktif terhadap basil tuberkel

semidorman karena sistem pompa efluks yang lemah dibandingkan dengan basil

sedang bertumbuh cepat, di mana pompa efluks lebih aktif. Peradangan akut akan

menurunkan pH akibat produksi asam laktat oleh sel-sel inflamasi, hal ini

menguntungkan aktivitas PZA. Berkurangnya peradangan akan meningkatkan pH

lingkungan basil tuberkel yang berakibat pada peningkatan konsentrasi hambat

minimal PZA. Kuman dalam keadaan dorman tidak dapat dipengaruhi karena

pada saat itu ambilan PZA tidak terjadi. Banyak penelitian menyatakan daya

sterilisasi obat ini dalam makrofag. Efek bakteriostatik atau bakterisidal terhadap

M. Tuberculosis tergantung dosis (konsentrasi PZA), serta lamanya paparan


21

terhadap makrofag yang terinfeksi M. tuberculosis. Pada berbagai studi dan

laporan tidak ditemukan efek teratogenik yang bermakna pada hewan dan

malformasi janin pada pasien yang telah diterapi. Penggunaan PZA pada wanita

hamil telah direkomendasikan oleh International UnionAgainst Tuberculosis and

Lung Diseas. Efek samping utama dari penggunaan obat ini adalah hepatitis, juga

dapat terjadi nyeri sendi dan kadang-kadang dapat menyebabkan serangan arthritis

gout yang kemungkinan disebabkan berkurangnya ekskresi dan penimbunan asam

urat. Pemberian intermiten dapat mengurangi kejadian tersebut. Efek samping lain

adalah anoreksia, mual, muntah, disuri, demam dan reaksi hipersensitivitas.

Streptomisin melewati plasenta dengan cepat sampai ke sirkulasi janin dan

cairan amnion serta mencapai kadar kurang dari 50% dibandingkan kadar ibu.

Telah diketahui secara luas menyangkut efek samping teratogeniknya yang berupa

malformasi congenital dan paralysis nervus VIII yang berakibat gangguan

pendengaran dari gangguan pendengaran ringan sampai tuli bilateral karena dapat

menubus sawar plasenta. Beberapa aminoglikosida lainyya seperti halnya

kanamisin, amikasin, dan capreomisin juga telah diketahui dapat menyebabkan

efek terartogenik , sehingga di kontraindikasikan pada kehamilan.


22

BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

WHO merekomendasikan untuk pengobatan tuberkulosis pada kehamilan

sama seperti wanita yang tidak hamil. Namun, yang harus diperhatikan adalah

pemberian OAT yang dapat menimbulkan efek teratogenik terhadap janin. OAT

seperti isoniazid, rifampisin, etambutol digunakan secara luas pada wanita hamil.

Seksio sesaria tidak dilakukan atas indikasi tuberkulosis paru, kecuali apabila ada

indikasi obstetrik.

3.2 Saran

Insidensi wanita hamil yang menderita tuberkulosis lebih tinggi di negara-

negara berkembang, sehingga sangat penting untuk mendiagnosis secara dini

pasien yang diduga menderita TBC dengan melakukan pemeriksaan-pemeriksaan

sesuai prosedur agar dapat segera dilakukan terapi. Tuberkulin skin test dilakukan

pada wanita hamil yang mempunyai riwayat kontak dengan dengan penderita

TBC, Pengaruh tidak langsung tuberkulosis terhadap kehamilan ialah efek

teratogenik terhadap janin karena obat antituberkulosis yang diberikan kepada

sang ibu. Tuberkulosis kongenital yang terjadi secara hematogen yang disebabkan

oleh infeksi pada plasenta yang didapat dari ibu yang menderita tuberkulosis.

Penanganan pasien pada pasien hamil dengan TB paru adalah sama dengan pasien

nonTB yaitu menggunakan obat lebih dari satu dan dalam waktu yang lama.
23

DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Pedoman nasional TB. Jakarta:


Depkes RI; 2014.

Pedoman Nasional Penanggulangan Tuberkulosis, cetakan ke 8, Departemen


Kesehatan Republik Indonesia, Jakarta, 2002 ;9.

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Tuberculosis Dalam Kehamilan, Jilid II, edisi
ketiga, 2001: 830-3

Laksmi PW, Mansjoer A, Alwi I, Setiadi S. Penyakit-penyakit pada kehamilan:


peran seorang internis. Jakarta: Interna Publishing; 2008.

Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman diagnosis dan penatalaksanaan


tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: Perhimpunan Dokter Paru Indonesia;
2008.

Sudoyo AW. Tuberkulosis paru. Dalam: Sudoyo AW, editor. Ilmu penyakit
dalam. Jilid III. Jakarta: Interna Publishing; 2009. hlm. 243-45.

World Health Organization. International standards for tuberculosis care (ISTC).


Tuberculosis Coalition for Technical Assistance: World Health
Organization; 2006.

Prawirohardjo S. Ilmu kebidanan. Jakarta: Bagian Obstetri dan Ginekologi FK UI;


2014.

Depkes RI. Pharmaceutical care untuk penyakit tuberkulosis. Jakarta: Direktorat


Bina Farmasi Komunitas dan Klinik Direktorat Jendral Bina Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Departemen Kesehatan RI; 2005.

Tjandra Yoga Aditama,Tuberculosis Di-agnosis Terapi & masalahnya, edisi:4,


Tjandra yoga aditama, penyunting, Jakarta: Ikatan Dokter Indonesia, 2002;
21-35, 118-119.

Rahajoe NN. Tatalaksana Bayi dari Ibu Pengidap Tuberkulosis. Dalam: Marwoto
W, Rachimhadhi T, Pusponegoro TS. Penyunting. Penanganan terpadu
Infeksi Perinatal. Jakarta Balai Penerbit FKUI.1996:12-6.
24

Anda mungkin juga menyukai