Disusun Oleh :
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadapan Tuhan Yang Maha Esa karena atas
berkat rahmat-Nya karya tulis ilmiah dengan judul “Petanda Laboratrium Darah
pada Penderita TBC”, Penyusunan makalah ini penulis menyampaikan terimakasih
kepada yang terhormat :
Akhir kata, penulis berdoa semoga Allah SWT memberikan limpahan rahmat dan
hidayah-Nya kepada semua pihak tersebut di atas, dan mudah-mudahan makalah ini
bermanfaat bagi pembaca.
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada kasus tuberkulosis paru yang aktif kadar laju endap darah cenderung
meninggi itu disebabkan karena IgG dan IgA meningkat. Oleh karena itu
pemeriksaan laju endap darah pada penderita tuberkulosis dapat dijadikan sebagai
alat pemantau pada perjalanan penyakit infeksi tuberculosis yang aktif.
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis tertarik ingin melakukan
penelitian dengan judul Pemeriksaan Laju Endap Darah Penderita Tuberculosis
Paru. Laju Endap Darah (LED merupakan salah satu pemeriksaan rutin untuk
darah untuk mengetahui tingkat peradangan dalam tubuh seseorang.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah dapat dirumuskan sebagai berikut:
1. Bagaimana pemeriksaan LED pada penderita TBC?
2. Bagaimana gambaran darah tepi, Rasio Neutrofil Limfosit (RNL), dan Rasio
Trombosit Limfosit (RTL) pada pasien TBC Depresi?
3. Bagaimana gambaran eritrosit pada penderita TBC?
4. Bagaimana hubungan leukosit dan infeksi TBC?
5. Bagaimana gambaran kadar hemoglobin dan trombosit pada pasien TBC?
C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah di atas tujuan dari makalah, sebagai berikut:
1. Mengetahui pemeriksaan LED pada penderita TBC.
2. Mengetahui gambaran darah tepi, Rasio Neutrofil Limfosit (RNL), dan Rasio
Trombosit Limfosit (RTL) pada pasien TBC Depresi.
3. Mengetahui gambaran eritrosit pada penderita TBC.
4. Mengetahui hubungan leukosit dan infeksi TBC
5. Mengetahui gambaran kadar hemoglobin dan trombosit pada pasien TBC
BAB II
PEMBAHASAN
LED adalah salah satu pemeriksaan darah rutin yang menggunakan sampel
darah yang diperiksan dalam suatu alat tertentu yang dinyatakan dalam
mm/jam,yang bertujuan untuk mendeteksi suatu proses peradangan, infeksi,
sebagai sarana pemantauan keberhasilan terapi dan perjalan penyakit terutama
penyakit kronis misalnya arthritis rheumatoid dan tuberculosis. Secara umum,
saat penyakit radang atau infeksi tersebut makin bertambah parah maka nilai LED
semakin meningkat, sebaliknya pada saat penyakit radang atau infeksi mulai
membaik perlahan-lahan LED akan menurun. (Depker RI, 1989).
Pada kasus tuberkulosis paru yang aktif kadar laju endap darah cenderung
meninggi itu disebabkan karena IgG dan IgA meningkat. Oleh karena itu
pemeriksaan laju endap darah pada penderita tuberkulosis dapat dijadikan sebagai
alat pemantau pada perjalanan penyakit infeksi tuberculosis yang aktif. Proses
pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah ini diukur dengan memasukkan
darah kita ke dalam tabung khusus LED dalam posisi tegak lurus selama satu jam.
Sel darah merah akan mengendap ke dasar tabung sementara plasma darah akan
mengambang di permukaan LED-nya.
Danusantoso dalam jurnal Sri Hartini berpendapat bahwa Laju Endap Darah
dijumpai meningkat selama proses inflamasi/peradangan akut, infeksi akut dan
kronis, kerusakan jaringan (nekrosis), penyakit kolagen, rheumatoid, malignansi,
dan kondisi stress fisiologis (misalnya kehamilan). Bila dilakukan secara
berulang, Laju Endap Darah dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit
seperti tuberculosis, demam rematik, artritis dan nefritis. Laju Endap Darah yang
cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan Laju Endap Darah
dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan Laju
Endap Darah yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu
perbaikan (Gandasoebrata, 2010).
Dalam pemeriksaan laju endap darah (LED) pada pasien TBC dilansir
dalam jurnal Sri Hartini menggunakan metode Westergeen. Prinsip dalam
metode ini yaitu darah dicampur dengan antikoagulan dengan perbandingan
tertentu dan dari campuran tersebut dimasukkan kedalam pipet/ tabung yang
telah diketahui ukurannya (dalam ml), kemudian dibiarkan dalam posisi tegak
lurus selama 1 jam, kemudian catat berapa tingi plasma sebagai laju endap
darah.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilansir pada jurnal karya Sri Hartini
penelitian yang dilakukan pada 30 orang pasien Tuberculosis paru terhadap
pemeriksaan LED baik pada laki-laki maupun perempuan menunjukan bahwa
terjadi peningkatan kadar LED. Meningkatnya nilai Laju Endap Darah pada
pasien Tuberculosis paru disebabkan adanya infeksi baik akut maupun kronis.
Dengan kata lain bahwa pertumbuhan kuman mikobakterium tuberkulosa
sedang menyebar atau meluas mencapai puncaknya.
Pada hasil penelitian lain yang diambil dari jurnal karya Hasnawati
mengatakan, berdasarkan nilai Laju Endap Darah yang telah diperiksa
sebanyak 30 sampel dengan BTA positif (+) di Laboratorium Balai Besar
Kesehatan Paru Masyarakat Makassar mengalami peningkatan nilai LED
berdasarkan derajat positif hasil BTA-nya, walaupun pada penelitian ini
ditemukan peningkatan nilai LED pada pasien TB paru. Tetapi peningkatan
LED tidak selamanya ditemukan pada penderita TB paru saja, Namun pada
dasar peningkatan nilai LED dapat terjadi pada penyakit – penyakit infeksi
lain, oleh sebab itu nilai LED tidak digunakan sebagai penegak diagnosa
tetapi digunakan sebagai penunjang diagnosa. LED merupakan respon
terhadap trauma, inflamasi atau kehamilan yang ditandai dengan peningkatan
kadar globulin dan fibrinogen, peningkatan LED terjadi pula apabila inflamasi
kronik menjadi akut. Pemeriksaan LED secara rutin dapat menunjukkan
perkembangan apakah penyakit diderita mengalami proses penyembuhan
misalnya pada penyakit TB paru dan demam rematik. LED adalah reaksi non
sfesifik dari tubuh, dikatakan demikian karena LED biasa meninggi pada
penyakit-penyakit atau keadaan phatologis apa saja. LED biasanya tetap
dalam batas normal pada penyakit-penyakit appendiatur infeksi setempat yang
kecil, misalnya appendiatur akut dalam fase infeksi pada selaput lendir dengan
sedikit reaksi radang (Afyt, 2011).
Pada penelitian oleh Hasnawati ini, didapatkan nilai LED yang amat
meningkat pada semua sampel darah berdasarkan derajat gradasi BTA-nya.
Semakin tinggi derajat gradasi BTA-nya maka semakin tinggi pula nilai LED-
nya karena di sebabkan oleh beratnya infeksi yang diderita oleh pasien
tersebut. Hal ini dapat kita lihat pada tabel 1 dimana nilai LED dipengaruhi
oleh beratnya infeksi Mycobacterium tuberculosis dengan nilai LED ratarata
di atas normal, meningkat sesuai dengan derajat gradasi BTA dari pasien
tersebut, dimana nilai LED dari sampel BTA +2 lebih tinggi dari nilai LED
dengan BTA +1 begitupun dengan sampel BTA +3 lebih tinggi
dari nilai LED dengan BTA +2. Peningkatan LED dapat di pengaruhi
oleh beberapa faktor di antaranya adalah faktor eritrosit, alat, suhu, tempat
dan tehnik pemeriksaan LED. Perubahan konsentrasi kandungan protein
plasma seperti fibrinogen dan globulin yang menyertai sebagian besar infeksi
akut dan kronis cenderung akan meningkatkan pembentukan rouleaux. Oleh
karena itu, peningktan fibrinogen disebabkan oleh kerusakan jaringan seperti
tuberculosis dan infeksi kronis lainnya akan menyebabkan peningkatan LED.
Menurut Kalma, Bakhri.S, dkk, (2015) Pembentukan rouleaux di mana sel
darah merah saling berdekatan seperti tumpukan koin, jika rouleaux banyak
terbentuk maka LED meningkat, dimana dalam hal hal ini di pengaruhi oleh
temperatur, letak posisi pipet, fibrinogen dan globulin yang meningkat
(Depkes RI. 1989).
Leukositosis adalah peningkatan jumlah sel darah putih yang pada sel
orang dewasa, biasanya lebih dari 11.000/ml. Leukosit terdiri dari sekumpulan
granulosit (neutrofil, eosinofil, dan basofil), monosit dan limfosit. Setiap
gangguan yang terjadi baik sendiri-sendiri maupun kombinasi dapat
menyebabkan peningkatan sel darah putih. Leukositosis dapat merupakan
proses yang akut maupun kronik. Paling sering disebabkan oleh respon
fisiologis sumsum tulang normal terhadap rangsang infeksi ataupun inflamsi.
PENUTUP
A. Simpulan