Frekuensi pernapasan adalah cepat lambatnya bernapas atau banyaknya oksigen
yang dihirup dan kemudian di hembuskan dalam bernapas dalam keadaan apapun. Menurut Basoeki (2000) frekuensi pernapasan adalah intensitas memasukkan atau mengeluarkan udara permenit. Pada umumnya intensitas pernapasan pada manusia berkisar antara 14 – 18 kali per menit dalam keadaan normal, sedangkan dalam keadaan istirahat berkisar 12 – 15 kali permenit. Irama dasar respirasi dikendalikan oleh sistem saraf dalam medula oblongata dan spons (Soewolo, 2003). Pusat kontrol yang ada di medula oblongata juga membantu mempertahankan homeostasis dengan dengan cara memonitor kadar CO2 dalam darah dan mengatur jumlah Co2 yang dibuang oleh alveolisaat ekspirasi. Petunjuk utama mengenai konsentrasi Co2 datang dari munculnya sedikit perubahan pH darah dan cairan jaringan yang menggenangi otak. Co2 bereaksi dengan H2O untuk membentuk H2CO3 yang akan menurunkan pH. Ketika pusat kontrol yang ada di medula oblongata mendeteksi adanya penurunan pH, pusat kontrol tersebut akan meningkatkan kedalaman dan laju pernapasan. Kelebihan CO2 dibuang dalam udara ekspirasi. Peningktan konsentrasi CO2 umumnya merupakan indikasi kuat mengenai adanya penurunan konsentrasi O2, karena CO2 dihasilkan melalui proses yang sama dengan proses konsumsi O2 yakni respirasi seluler. Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan frekuensi respirasi adalah: 1. Usia. Balita memiliki frekuensi pernapasan lebih cepat dibanding manula. Semakin bertambah usia, intensitas pernapasan akan semakin menurun karena kemungkinan terjadi penurunan fungsi paru (Suyono, 2011). Walaupun frekuensi pernapasan pada orang dewasa lebih kecil dibanding frekuensi pernapasan pada balita, akan tetapi KVP pada orang dewasa lebih besar dibanding dengan balita dan bayi. Hal tersebut akan berubah dalam kondisi tertentu misalnya akibat dari suatu penyakit, pernapasan bisa menjadi lebih cepat atau sebaliknya (Syaifudin, 2010) 2. Jenis kelamin. Laki-laki memiliki frekuensi pernapasan lebih cepat dibanding perempuan. Wanita memiliki kapasitas seluruh paru-paru kira-kira 20-25% lebih kecil daripada pria., dan lebih besar lagi pada atlet dan orang yang bertubuh besar daripada orang yang bertubuh kecil dan astenis (guyton, 2014). 3. Suhu tubuh. Semakin tinggi suhu tubuh (demam) maka frekuensi pernapasan akan semakin cepat. Tubuh mengalami peningkatan metabolisme di lingkungan yang panas untuk mempertahankan suhu agar tetap stabil. Untuk itu tubuh harus mengeluarkan banyak keringat agar menurunkan suhu tubuh. 4. Posisi tubuh. Frekuensi pernapasan meningkat saat berjalan atau berlari dibandingkan posisi diam. Frekuensi pernapasan saat posisi berdiri lebih cepat dibandingkan posisi duduk. Frekuensi pernapasan saat posisi tidur terlentang lebih cepat dibanding posisi tengkurap. 5. Aktivitas. Semakin tinggi aktivitas, maka frekuensi pernapasan akan semakin cepat. 6. Gaya hidup. Aktivitas dan latihan fisik meningkatkan laju dan kedalaman pernapasan dan denyut jantung, demikian pula dengan suplai oksigen dalam tubuh. 7. Status kesehatan. Orang yang sehat sistem kardiovaskuler dan pernapasan dapat menyediakan oksigen yang cukup untuk memenuhi kebutuhan tubuh. 8. Narkotika. Narkotika seperti morfin dapat menurunkan laju dan kedalaman pernapasan ketika depresi pusat pernapasan di medula. 9. Ketinggian. Makin tinggi daratan, makin rendah O2 sehingga semakin sedikit O2 yang dapat dihirup. 10. Polusi udara. Polusi udara menyebabkan sulitnya bernapas sehingga kecepatan pernapasan menurun.
Basoeki, S. (2000). Petunjuk Praktikum Anatomi dan Fisiologi Manusia. Malang:
IMSTEP JICA. Guyton, A., & Hall, J. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 22. Jakarta. EGC. Soewolo. (2003). Fisiologi Manusia. Malang: Universitas Negeri Malang. Suyono, J. (2011). Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta. EGC. Syaifuddin. (2010). Anatomi Fisiologi. Jakarta. EGC.